lapisan intima yang menimbulkan apoptosis yang memungkinkan terjadinya kalsifikasi Patel P, 2008.
Studi yang dilakukan oleh Ovbiagele B 2006 menunjukkan kadar serum Ca
++
yang tinggi akan mengurangi stroke. Hipotesa itu menjelaskan efek primer pada peningkatan kadar serum Ca
++
memberikan peran pada pertanda molekul extraselular, aktivasi ini meningkatkan Ca
++
ekstraselular. Hal ini akan menimbulakn perubahan pada intraselluler
second messenger yang megawali jalur
antiapoptosis.Ovbiagele B,2006. Peningkatan kadar serum Ca
++
akan mengurangi jaringan yang iskemik dengan memodifikasi jalur eksitoksik. Jaringan yang iskemik akan
menyebabkan pengeluaran glutamate endogen dimana terjadinya akumulasi serum Ca
++
intraseluler melalui N methyl D Aspartat dan
voltage dependen calcium channels. Iskemik otak selalu berhubungan
dengan kalsium ekstraseluler. Pada iskemik pengurangan kadar serum kalsium mengarah ke disinhibisi yang menyebabkan terjadinya
depolarisasj membrane dan influx calsium.
Buck BH, 2007
II. 4. COMPUTED TOMOGRAPHY
CT-scan
Sejak diperkenalkan tahun 1973, CT telah merubah pendekatan akan diagnosa stroke. Dengan CT memungkinkan dengan jelas
membedakan iskemia otak dengan perdarahan dan menentukan ukuran dan lokasi dari infark dan hemoragik Furlan, 2001 ; Caplan, 2000.
Universitas Sumatera Utara
Computed Tomography sken tanpa kontras
Non-Contrast Computed Tomography
NCCT merupakan pemeriksaan radiologi rutin yang pertama di unit gawat darurat untuk menilai pasien dengan stroke akut,
dan masih tetap merupakan pemeriksaan imejing stroke akut yang standart. Peran standart dari NCCT dalam mendiagnosa stroke akut
dengan cepat mendeteksi perdarahan otak Lev dkk, 2001. Pada infark otak akut menurut standart pendidikan bahwa CT
adalah normal dalam 24 jam pertama setelah onset stroke Furlan, 2001. Pada iskemia, pada stadium awal sering normal atau hanya sedikit
abnormalitas. Selama hari-hari pertama onset stroke, infark biasanya bulat atau oval dan batasnya kurang tegas. Kemudian menjadi lebih hipodense
dan gelap, dan lebih seperti baji wedge-like
dan berbatas. Sebagian infark yang tadinya hipodens menjadi isodens setelah minggu kedua dan
ketiga onset
. Hal ini yang disebut sebagai fogging effect
kadang-kadang dapat mengaburkan lesi Caplan, 2000.
Pantano dkk 1998 melaporkan bahwa sekitar dua pertiga pasien ukuran infark ditegakkan dalam 24-36 jam setelah
onset stroke,
sedangkan sisanya perubahan volume lesi dapat terjadi sesudah 24-36 jam pertama.
Universitas Sumatera Utara
II. 5. OUTCOME
STROKE DAN INSTRUMEN
Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan sebagai
impairments ,
disabilitas dan
handicaps . Oleh WHO membuat
batasan sebagai berikut Caplan, 2000 :. 1.
Impairments : menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis, psikologis
dan anatomis yang disebabkan stroke. Tindakan psikoterapi, fisioterapi, terapi okupasional ditujukan untuk menetapkan kelainan ini.
2. Disabilitas
adalah setiap hambatan, kehilangan kemampuan untuk berbuat
sesuatu yang seharusnya mampu dilakukan orang yang sehat seperti: tidak bisa berjalan, menelan dan melihat akibat pengaruh
stroke. 3.
Handicaps adalah halangan atau gangguan pada seseorang penderita
stroke berperan sebagai manusia normal akibat ” impairment
” atau disability
” tersebut . Pada berbagai penelitian klinis, skala
Barthel Index dan
Modified Rankin Scale
umumnya digunakan untuk menilai outcome
karena mudah digunakan, pengukuran yang sensitif terhadap keparahan stroke dan
memperlihatkan interrater reliability
Sulter dkk, 1999 ; Weimar dkk, 2002.
Instrumen
Dalam uji klinik Barthel Index
BI dan Modified Rankin Scale
mRS merupakan skala yang sering digunakan untuk menilai outcome
Universitas Sumatera Utara
dan merupakan pengukuran yang dapat dipercaya yang memberi penilaian yang lebih objektif terhadap pemulihan fungsional setelah
stroke Sulter dkk, 1999. Barthel Index
telah dikembangkan sejak tahun 1965, dan kemudian dimodifikasi oleh Granger dkk sebagai suatu tehnik yang menilai
pengukuran performasi pasien dalam 10 aktifitas hidup sehari-hari yang dikelompokkan kedalam 2 kategori yaitu Sulter dkk, 1999 :
- Kelompok yang berhubungan dengan self-care
antara lain : makan, membersihkan diri, mandi, berpakaian, perawatan buang air besar dan
buang air kecil, penggunaan toilet. - Kelompok yang berhubungan dengan morbiditas antara lain : berjalan,
berpindah dan menaiki tangga. Skor maksimum dari BI ini adalah 100, yang menunjukkan bahwa
fungsi fisik pasien benar-benar tanpa bantuan, dan nilai terendah adalah 0 yang menunjukkan ketergantungan total Sulter dkk, 1999.
Skala mRS lebih mengukur ketergantungan daripada performasi aktifitas spesifik, dalam hal ini mental demikian juga adaptasi fisik
digabungkan dengan defisit neurologi. Skala ini terdiri dari 6 derajat, yaitu dari 0-5, dimana 0 berarti tidak ada gejala dan 5 berarti cacat
ketidakmampuan yang berat Sulter dkk, 1999. Skala mRS adalah lebih sensitif untuk penilaian pada penderita dengan disabilitas ringan dan
sedang Weimar dkk, 2002. Meskipun kedua skala tersebut diatas mudah digunakan dan dapat dipercaya, belum ada konsensus mengenai
Universitas Sumatera Utara
bagaimana skala tersebut seharusnya digunakan untuk menentukan outcome pada uji klinik Sulter dkk, 1999.
Sulter dkk 1999 melakukan trial
pada beberapa penelitian yang menggunakan skala BI dan mRS pada stroke iskemik, dimana pada studi
Granger dkk menemukan bahwa skor 60 pada BI berhubungan dengan pergeseran dari
dependent menjadi
independent . Dan skor 85
menunjukkan peralihan dari memerlukan bantuan minimal ke-tanpa bantuan
independent .
Pengukuran National Institute of Health Stroke Scale
NIHSS untuk menilai
impairment terdiri dari 12 item pertanyaan tingkat
kesadaran, respon terhadap pertanyaan, respon terhadap perintah, gaze
palsy , pemeriksaan lapangan pandang, fasial palsy, motorik, ataksia,
sensori, bahasa disartria, dan ekstensi inattention
. Skala ini telah banyak digunakan pada penelitian-penelitian dalam terapi stroke akut dan
merupakan pemeriksaan standar dalam penelitian klinis. Nilai skor NIHSS saat pasien mengalami stroke akan dapat digunakan sebagai prediksi
perawatan pada saat setelah masa akut, dimana setiap peningkatan 1 poin skor secara signifikan akan menambah lama rawatan di rumah sakit.
Ada 3 rentang skor NIHSS yang secara signifikan berhubungan dengan perawatan pasien stroke, yaitu skor
≤ 5 ringan pasien dapat keluar dari rumah sakit, skor 6-13 sedang pasien memerlukan rehabilitasi dan 13
berat akan memerlukan fasilitas perawatan yang lama Meyer dkk, 2002; Schlegel dkk, 2003
Universitas Sumatera Utara
II. 6. KERANGKA KONSEPSIONAL