4. COMPUTED TOMOGRAPHY 5. OUTCOME STROKE II. 1. 1. Definisi

lapisan intima yang menimbulkan apoptosis yang memungkinkan terjadinya kalsifikasi Patel P, 2008. Studi yang dilakukan oleh Ovbiagele B 2006 menunjukkan kadar serum Ca ++ yang tinggi akan mengurangi stroke. Hipotesa itu menjelaskan efek primer pada peningkatan kadar serum Ca ++ memberikan peran pada pertanda molekul extraselular, aktivasi ini meningkatkan Ca ++ ekstraselular. Hal ini akan menimbulakn perubahan pada intraselluler second messenger yang megawali jalur antiapoptosis.Ovbiagele B,2006. Peningkatan kadar serum Ca ++ akan mengurangi jaringan yang iskemik dengan memodifikasi jalur eksitoksik. Jaringan yang iskemik akan menyebabkan pengeluaran glutamate endogen dimana terjadinya akumulasi serum Ca ++ intraseluler melalui N methyl D Aspartat dan voltage dependen calcium channels. Iskemik otak selalu berhubungan dengan kalsium ekstraseluler. Pada iskemik pengurangan kadar serum kalsium mengarah ke disinhibisi yang menyebabkan terjadinya depolarisasj membrane dan influx calsium. Buck BH, 2007

II. 4. COMPUTED TOMOGRAPHY

CT-scan Sejak diperkenalkan tahun 1973, CT telah merubah pendekatan akan diagnosa stroke. Dengan CT memungkinkan dengan jelas membedakan iskemia otak dengan perdarahan dan menentukan ukuran dan lokasi dari infark dan hemoragik Furlan, 2001 ; Caplan, 2000. Universitas Sumatera Utara Computed Tomography sken tanpa kontras Non-Contrast Computed Tomography NCCT merupakan pemeriksaan radiologi rutin yang pertama di unit gawat darurat untuk menilai pasien dengan stroke akut, dan masih tetap merupakan pemeriksaan imejing stroke akut yang standart. Peran standart dari NCCT dalam mendiagnosa stroke akut dengan cepat mendeteksi perdarahan otak Lev dkk, 2001. Pada infark otak akut menurut standart pendidikan bahwa CT adalah normal dalam 24 jam pertama setelah onset stroke Furlan, 2001. Pada iskemia, pada stadium awal sering normal atau hanya sedikit abnormalitas. Selama hari-hari pertama onset stroke, infark biasanya bulat atau oval dan batasnya kurang tegas. Kemudian menjadi lebih hipodense dan gelap, dan lebih seperti baji wedge-like dan berbatas. Sebagian infark yang tadinya hipodens menjadi isodens setelah minggu kedua dan ketiga onset . Hal ini yang disebut sebagai fogging effect kadang-kadang dapat mengaburkan lesi Caplan, 2000. Pantano dkk 1998 melaporkan bahwa sekitar dua pertiga pasien ukuran infark ditegakkan dalam 24-36 jam setelah onset stroke, sedangkan sisanya perubahan volume lesi dapat terjadi sesudah 24-36 jam pertama. Universitas Sumatera Utara

II. 5. OUTCOME

STROKE DAN INSTRUMEN Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan sebagai impairments , disabilitas dan handicaps . Oleh WHO membuat batasan sebagai berikut Caplan, 2000 :. 1. Impairments : menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis, psikologis dan anatomis yang disebabkan stroke. Tindakan psikoterapi, fisioterapi, terapi okupasional ditujukan untuk menetapkan kelainan ini. 2. Disabilitas adalah setiap hambatan, kehilangan kemampuan untuk berbuat sesuatu yang seharusnya mampu dilakukan orang yang sehat seperti: tidak bisa berjalan, menelan dan melihat akibat pengaruh stroke. 3. Handicaps adalah halangan atau gangguan pada seseorang penderita stroke berperan sebagai manusia normal akibat ” impairment ” atau disability ” tersebut . Pada berbagai penelitian klinis, skala Barthel Index dan Modified Rankin Scale umumnya digunakan untuk menilai outcome karena mudah digunakan, pengukuran yang sensitif terhadap keparahan stroke dan memperlihatkan interrater reliability Sulter dkk, 1999 ; Weimar dkk, 2002. Instrumen Dalam uji klinik Barthel Index BI dan Modified Rankin Scale mRS merupakan skala yang sering digunakan untuk menilai outcome Universitas Sumatera Utara dan merupakan pengukuran yang dapat dipercaya yang memberi penilaian yang lebih objektif terhadap pemulihan fungsional setelah stroke Sulter dkk, 1999. Barthel Index telah dikembangkan sejak tahun 1965, dan kemudian dimodifikasi oleh Granger dkk sebagai suatu tehnik yang menilai pengukuran performasi pasien dalam 10 aktifitas hidup sehari-hari yang dikelompokkan kedalam 2 kategori yaitu Sulter dkk, 1999 : - Kelompok yang berhubungan dengan self-care antara lain : makan, membersihkan diri, mandi, berpakaian, perawatan buang air besar dan buang air kecil, penggunaan toilet. - Kelompok yang berhubungan dengan morbiditas antara lain : berjalan, berpindah dan menaiki tangga. Skor maksimum dari BI ini adalah 100, yang menunjukkan bahwa fungsi fisik pasien benar-benar tanpa bantuan, dan nilai terendah adalah 0 yang menunjukkan ketergantungan total Sulter dkk, 1999. Skala mRS lebih mengukur ketergantungan daripada performasi aktifitas spesifik, dalam hal ini mental demikian juga adaptasi fisik digabungkan dengan defisit neurologi. Skala ini terdiri dari 6 derajat, yaitu dari 0-5, dimana 0 berarti tidak ada gejala dan 5 berarti cacat ketidakmampuan yang berat Sulter dkk, 1999. Skala mRS adalah lebih sensitif untuk penilaian pada penderita dengan disabilitas ringan dan sedang Weimar dkk, 2002. Meskipun kedua skala tersebut diatas mudah digunakan dan dapat dipercaya, belum ada konsensus mengenai Universitas Sumatera Utara bagaimana skala tersebut seharusnya digunakan untuk menentukan outcome pada uji klinik Sulter dkk, 1999. Sulter dkk 1999 melakukan trial pada beberapa penelitian yang menggunakan skala BI dan mRS pada stroke iskemik, dimana pada studi Granger dkk menemukan bahwa skor 60 pada BI berhubungan dengan pergeseran dari dependent menjadi independent . Dan skor 85 menunjukkan peralihan dari memerlukan bantuan minimal ke-tanpa bantuan independent . Pengukuran National Institute of Health Stroke Scale NIHSS untuk menilai impairment terdiri dari 12 item pertanyaan tingkat kesadaran, respon terhadap pertanyaan, respon terhadap perintah, gaze palsy , pemeriksaan lapangan pandang, fasial palsy, motorik, ataksia, sensori, bahasa disartria, dan ekstensi inattention . Skala ini telah banyak digunakan pada penelitian-penelitian dalam terapi stroke akut dan merupakan pemeriksaan standar dalam penelitian klinis. Nilai skor NIHSS saat pasien mengalami stroke akan dapat digunakan sebagai prediksi perawatan pada saat setelah masa akut, dimana setiap peningkatan 1 poin skor secara signifikan akan menambah lama rawatan di rumah sakit. Ada 3 rentang skor NIHSS yang secara signifikan berhubungan dengan perawatan pasien stroke, yaitu skor ≤ 5 ringan pasien dapat keluar dari rumah sakit, skor 6-13 sedang pasien memerlukan rehabilitasi dan 13 berat akan memerlukan fasilitas perawatan yang lama Meyer dkk, 2002; Schlegel dkk, 2003 Universitas Sumatera Utara

II. 6. KERANGKA KONSEPSIONAL