Konsep Implementasi Kebijakan Pendidikan

13 dijadikan fokus pembahasan. Dari sekian banyak alternatif yang ditawarkan, pada akhirnya akan diadopsi atau alternatif pemecahan yang disepakati sebagai solusi pemecahan masalah tersebut. Tahap berikutnya adalah implementasi, dimana tahap ini merupakan pelaksanaan dari alternatif pemecahan masalah yang telah disepakati dalam adopsi kebijakan. Kemudian tahap yang terakhir adalah evaluasi, tahap ini bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana kebijakan yang telah dibuat mampu menyelesaikan masalah atau tidak Arman S, 2012. 2 Proses Kebijakan Menurut Dye HAR Tilaar Riant Nugroho, 2008:189 Gambar 2. Proses Pelaksanaan Kebijakan Proses kebijakan berawal dari identifikasi masalah-masalah kebijakan yang diseleksi dan dijadikan suatu agenda permasalahan kebijakan yang menjadi prioritas. Masalah yang telah dipilih dalam formulasi kebijakan merupakan masalah yang menjadi fokus pembahasan. Selanjutnya permasalahan tersebut memperoleh solusi berupa kebijakan legitimasi kebijakan yang nantinya akan diimplementasikan dan hasil yang diperoleh dievaluasi untuk mengetahui keberhasilan dari kebijakan tersebut. Identification of policy problem Agenda setting Policy formulation Policy legitimation Policy Implemen- tation Policy evaluation 14 3 Proses Kebijakan yang disarankan HAR Tilaar Riant Nugroho, 2008:189 Gambar 3. Proses Kebijakan yang disarankan Dari model-model tersebut, dapat dipahami bahwa sebagai sebuah proses, kebijakan publik mempunyai proses “saling mengembangkan” dalam bent uk kontribusi “value” antar subsistem. Value yang dikreasikan pada tahap perumusan menyumbangkan pada tahap implementasi. Kebijakan pendidikan harus dirancang, diimplementasikan, dikendalikan dan dievaluasi secara struktural dimana dalam hal ini, pengawasan dalam masing-masing struktur organisasi sangat penting untuk dilakukan. Dalam penelitian ini hanya dibatasi pada proses implementasi kebijakan pendidikan. d. Pengertian Implementasi Kebijakan Pendidikan Grindle Sudiyono, 2007:77 menyebutkan bahwa implementasi kebijakan sesungguhnya tidak semata-mata terbatas pada mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur rutin melalui Isu Kebijakan Agenda Pemerintah Formulasi Kebijakan Implementasi Kebijakan Kinerja Kebijakan Input Proses Output Proses Politik Proses Kebijakan Evaluasi Kebijakan Lingkungan Kebijakan 15 saluran birokrasi, tetapi berkaitan dengan masalah konflik, yaitu siapa memperoleh apa dalam suatu kebijakan, bahkan pelaksanaan kebijakan merupakan sesuatu yang sangat penting. Bahkan kemungkinan jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Van Meter dan Van Horn Arif Rohman, 2012:106 mengatakan implementasi kebijakan dimaksudkan sebagai keseluruhan tindakan yang dilakukan oleh individupejabat atau kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan kepada pencapaian tujuan kebijakan yang telah ditentukan terlebih dahulu, yaitu tindakan-tindakan yang merupakan usaha sesaat untuk mentransformasikan keputusan ke dalam istilah operasional ataupun usaha berkelanjutan untuk mencapai perubahan besar dan kecil yang diamanatkan oleh keputusan-keputusan kebijakan. Selanjutnya Van Meter dan Van Horn Arif Rohman, 2012:108 mengawali gagasan-gagasan teorinya tentang implementasi dengan menyampaikan enam variabel yakni dua variabel utama dan empat variabel tambahan yang membentuk kaitan antara kebijakan dan kinerja kebijakan, keenam variabel tersebut meliputi: standar tujuan kebijakan, sumberdaya, komunikasi, interogasi dan aktivitas pengukuhan, karakteristik agen pelaksana, kondisi sosial, ekonomi, dan politik, serta karakter pelaksana. M. Grindle Arif Rohman, 2012: 106 menambahkan bahwa proses implementasi mencakup tugas-tugas membentuk suatu ikatan yang memungkinkan arah suatu kebijakan dapat direalisasikan sebagai hasil dari aktivitas pemerintah. Seperti tugas-tugas dalam hal mengarahkan sasaran atau objek, penggunaan dana, ketepatan waktu, memanfaatkan organisasi 16 pelaksana, partisipasi masyarakat, kesesuaian program dengan tujuan kebijakan, dan lain-lain. Charles O. Jones Arif Rohman, 2012: 106 yang mendasarkan diri pada konsepsi aktivitas yang dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah program. Ada tiga pilar aktivitas dalam mengoperasikan program tersebut adalah: 1 pengorganisasian, pembentukan atau penataan kembali sumberdaya, unit-unit serta metode untuk menjalankan program agar dapat berjalan; 2 Interpretasi, yaitu aktivitas menafsirkan agar program menjadi rencana dan pengarahan yang tepat dan dapat diterima serta dilaksanakan; 3 Aplikasi, berhubungan dengan perelengkapan rutin bagi pelayanan, pembayaran, atau lainnya yang disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program. Sedangkan menurut James E. Anderson Sudiyono, 2007: 81 implementasi kebijakan mencakup empat aspek, yaitu: siapa yang terlibat dalam implementasi kebijakan, esensi proses administratifnya, kepatuhan terhadap kebijakan, pengaruh implementasi pada isi dan dampak kebijakan. Model implementasi kebijakan menurut Teori Edward HAR Tilaar Riant Nugroho, 2008:222 menyarankan memperhatikan empat isu pokok agar implementasi kebijakan menjadi efektif, yaitu communication, resource, disposition or attitudes, dan bureaucratic structures. Berikut penjelasan mengenai empat isu pokok tersebut: 1 Communication Komunikasi Komunikasi berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan kepada organisasi danatau publik ketersediaan 17 sumber daya untuk melaksanakan kebijakan, sikap dan tanggapan dari para pihak yang terlibat, dan bagaimana struktur organisasi pelaksana kebijakan. Edward III Chabib Wijaya Hendra Adi Putra, 2012: 17 berpendapat bahwa perlu disampaikan kepada pelaku kebijakan agar pelaku kebijakan dapat mengetahui apa yang harus mereka persiapkan dan lakukan untuk menjalankan kebijakan sehingga tujuan dan sasaran kebijakan dapat dicapai sesuai dengan yang diharapkan. Komunikasi kebijakan memiliki beberapa dimensi, antara lain dimensi transmisi transmission, kejelasan clarity, dan konsistensi consistency, yaitu: a Dimensi transmisi menghendaki agar kebijakan publik disampaikan tidak hanya disampaikan kepada pelaksana implementors kebijakan tetapi juga disampaikan kepada kelompok sasaran kebijakan dan pihak lain yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung. b Dimensi kejelasan clarity menghendaki agar kebijakan yang ditransmisikan kepada pelaksana, target grup dan pihak lain yang berkepentingan secara jelas sehingga diantara mereka mengetahui apa yang menjadi maksud, tujuan, sasaran, serta substansi dari kebijakan publik tersebut sehingga masing-masing akan mengetahui apa yang harus dipersiapkan serta dilaksanakan untuk mensukseskan kebijakan tersebut secara efektif dan efisien. c Dimensi konsistensi consistency diperlukan agar kebijakan yang diambil tidak simpang siur sehingga membingungkan pelaksana kebijakan, target grup dan pihak-pihak yang berkepentingan. 2 Resources Sumberdaya Berkaitan dengan ketersediaan sumberdaya pendukung, khususnya sumber daya manusia, hal ini berkenaan dengan kecakapan dari pelaksana kebijakan publik untuk carry out kebijakan secara efektif. Edward III Chabib Wijaya Hendra Adi Putra, 2012: 18 mengatakan bahwa sumber daya tersebut meliputi sumber daya 18 manusia, sumber daya anggaran, dan sumber daya peralatan dan sumber daya kewenangan. a Sumber daya manusia Sumber daya manusia merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Edward III Chabib Wijaya Hendra Adi Putra, 2012: 18 menyatakan bahwa “probably the most essential resources in implementing policy is staff ”. Edward III Chabib Wijaya Hendra Adi Putra, 2012: 18 mena mbahkan “no matter how clear and consistent implementation order are and no matter accurately they are transmitted, if personnel responsible for carrying out policies lack the resources to do an effective job, implementing will not effective ”. b Sumber daya anggaran Edward III Chabib Wijaya Hendra Adi Putra, 2012: 19 menyatakan dalam kesimpulan studinya bahwa terbatasnya anggaran yang tersedia menyebabkan kualitas pelayanan yang seharusnya diberikan kepada masyarakat juga terbatas selain itu juga akan mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Disamping program tidak bisa dilaksanakan dengan optimal, keterbatasan anggaran menyebabkan disposisi para pelaku kebijakan rendah. c Sumber daya peralatan Edward III Chabib Wijaya Hendra Adi Putra, 2012: 20 menyatakan bahwa sumber daya peralatan merupakan sarana yang digunakan untuk operasionalisasi implementasi suatu kebijakan yang 19 meliputi gedung, tanah, sarana yang semuanya akan memudahkan dalam memberikan pelayanan dan implementasi kebijakan. d Sumber daya kewenangan Edward III Chabib Wijaya Hendra Adi Putra, 2012: 20 menyatakan bahwa: “Kewenangan authority yang cukup untuk membuat keputusan sendiri yang dimiliki oleh suatu lembaga akan mempengaruhi lembaga itu dalam melaksanakan suatu kebijakan. Kewenangan ini menjadi penting ketika mereka dihadapkan suatu keputusan ”. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaku utama kebijakan harus diberi wewenang yang cukup untuk membuat keputusan sendiri dalam melaksanakan kebijakan yang menjadi kewenangannya. 3 Disposition Disposisi Berkenaan dengan kesediaan dari para implementor untuk cary out kebijakan publik tersebut. Kecakapan saja tidak mencukupi, tanpa kesediaan dan komitmen untuk melaksanakan kebijakan. Pengertian disposisi menurut Edward III Chabib Wijaya Hendra Adi Putra, 2012: 21 dikatakan sebagai kemauan, keinginan dan kecenderungan para pelaku kebijakan untuk melaksanakan kebijakan tadi secara sungguh-sungguh sehingga apa menjadi tujuan kebijakan dapat diwujudkan. 4 Bureaucratic Fragmentation Struktur Birokrasi Berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara implementasi kebijakan publik. Tantangannya adalah 20 bagaimana agar tidak terjadi struktur birokrasi, karena ini menjadikan proses implementasi menjadi lebih jauh dari efektif. Menurut Edward III Naniek Pangestuti, 2008: 24 implementasi kebijakan masih belum efektif karena ketidakefisienan struktur birokrasi. Struktur birokrasi ini mencakup aspek-aspek seperti struktur organisasi, pembagian kewenangan, hubungan antara unit-unit dalam organisasi, hubungan organisasi dengan organisasi luar dan sebagainya. Berdasarkan beberapa definisi dan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan pendidikan merupakan cara untuk melaksanakan suatu kebijakan pendidikan yang menyangkut berbagai pihak yang terlibat di dalamnya dan dapat menimbulkan ketaatan serta mampu merubah perilaku sasaran agar dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dalam penelitian ini menggunakan model implementasi kebijakan menurut teori George Edward III dengan aspek yang dilihat yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi.

2. Konsep Pendidikan Lingkungan Hidup

a. Pengertian Pendidikan Lingkungan Hidup

Daryanto Agung 2013: 2 mengatakan pendidikan lingkungan hidup Environmental Education atau EE adalah proses untuk membangun kesadaran dan kepedulian manusia di dunia terhadap lingkungan total keseluruhan beserta masalah-masalah yang terkait, memberikan masyarakat pengetahuan, keterampilan, sikap dan tingkah laku, motivasi serta komitmen untuk bekerjasama baik secara individu maupun secara kolektif dalam memecahkan dan mencegah timbulnya masalah baru yang disebabkan oleh 21 lingkungan. Sedangkan menurut IUCNUNESCO Syukri Hamzah, 2013: 39 merumuskan bahwa: “Pendidikan lingkungan hidup adalah suatu proses untuk mengenali nilai-nilai dan menjelaskan konsep dalam rangka mengembangkan keterampilan, sikap yang diperlukan untuk memahami serta menghargai hubungan timbal balik antara manusia, budaya, dan lingkungan biofisiknya. ” Pendidikan lingkungan hidup menurut konvensi UNESCO di Tsibili 1977 yang juga mengadopsi rumusan UNESCO Syukri Hamzah, 2013: 39 menyatakan bahwa: “Pendidikan lingkungan adalah suatu proses yang bertujuan untuk menciptakan suatu masyarakat dunia yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan masalah-masalah yang terkait di dalamnya serta memiliki pengetahuan, motivasi, komitmen, dan keterampilan untuk bekerja, baik secara perorangan maupun kolektif dalam mencari alternatif atau memberi solusi terhadap permasalahan lingkungan hidup yang ada sekarang dan untuk menghindari timbulnya masalah-masalah lingkungan baru. ” Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan lingkungan hidup adalah suatu proses untuk membentuk manusia yang sadar dan peduli terhadap lingkungan serta masalah-masalah yang terkait di dalamnya dengan menjelaskan konsep lingkungan. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan keterampilan, sikap yang diperlukan untuk memahami serta menghargai hubungan timbal balik antara manusia, budaya, dan lingkungan biofisiknya serta membutuhkan motivasi, komitmen, dan keterampilan dalam pelaksanaannya baik secara individu maupun secara kolektif, untuk dapat memecahkan dan mencegah berbagai permasalahan yang ditimbulkan oleh lingkungan. 22

b. Tujuan Pendidikan Lingkungan Hidup

Daryanto Agung 2013: 21 mengatakan tujuan dari pendidikan lingkungan hidup adalah memotivasi dan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat menumbuhkan kepedulian, komitmen untuk melindungi, memperbaiki dan memanfaatkan lingkungan hidup dengan bijaksana, menciptakan sikap yang bersahabat dengan lingkungan hidup, mengembangkan etika lingkungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup. Kesepakatan Konferensi Tsibili 1977 Syukri Hamzah, 2013: 49 menjelaskan tentang tujuan umum yang ingin diwujudkan dalam pendidikan lingkungan hidup, yaitu: a Untuk membantu menjelaskan masalah kepedulian serta perhatian tentang saling keterkaitan antara ekonomi, sosial, politik, dan ekologi di kota maupun di wilayah pedesaan; b Untuk memberikan kesempatan pada setiap orang untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, komitmen, dan kemampuan yang dibutuhkan untuk melindungi dan memperbaiki lingkungan hidup; c Untuk menciptakan pola perilaku yang baru pada individu, kelompok, dan masyarakat sebagai suatu keseluruhan terhadap lingkungan hidup. Konferensi Tsibili 1977 lebih lanjut merinci tujuan yang ingin dicapai tersebut, meliputi aspek: a Pengetahuan, untuk membentuk peserta didik memperoleh pemahaman dasar tentang lingkungan hidup secara keseluruhan dan masalah-masalah yang berhubungan dengannya; b Sikap, untuk membantu peserta didik memperoleh seperangkat nilai-nilai dan sikap peduli terhadap lingkungan hidup serta motivasi untuk berpartisipasi secara aktif 23 dalam memperbaiki dan melindungi lingkungan hidup; c Kepedulian, untuk membantu peserta didik mengembangkan kepedulian dan sensivitas terhadap lingkungan hidup secara keseluruhan dan masalah-masalah di dalamnya; d Keterampilan, untuk membantu peserta didik memperoleh keterampilan dalam mengidentifikasi, menyelidiki, dan memecahkan masalah-masalah lingkungan hidup; e Partisipasi, untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik secara aktif memasuki semua jenjang pekerjaan pada masa datang yang berkenaan dengan masalah-masalah lingkungan hidup. Dari beberapa penjelasan mengenai tujuan pendidikan lingkungan hidup di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan pendidikan lingkungan hidup adalah memberikan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat menumbuhkan kepedulian, komitmen untuk melindungi, memperbaiki serta memanfaatkan lingkungan hidup secara bijaksana. Selain itu juga dapat menciptakan pola perilaku yang bersahabat dengan lingkungan hidup, mengembangkan etika lingkungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup.

c. Kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup

Kebijakan pendidikan lingkungan hidup di Indonesia disusun untuk menciptakan iklim yang mendorong semua pihak agar berperan dalam pengembangan pendidikan lingkungan hidup untuk pelestarian lingkungan hidup. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, pendidikan lingkungan diwujudkan sebagai program pendidikan yang dirancang untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang masalah lingkungan. Selain itu Retno Soetaryono 2005: 8 menambahkan pendidikan lingkungan hidup memberikan pemahaman kepada individu maupun sekelompok individu