30
BAB II URAIAN TEORITIS
2.1 Pengertian dan Fungsi Bank Syariah
Menurut Antonio 2001 terdapat perbedaan mendasar antara bank konvensional dengan bank syariah. 1 dari segi akad dan aspek legalitas: akad
yang dilakukan bank syariah memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Jika terjadi perselisihan antara
nasabah dengan bank, maka bank syariah dapat merujuk kepada UU No.3 tahun 2006 yang memberikan kewenangan kepada Pengadilan Agama untuk menangani
perkara perbankan syariah yang penyelesaiannya berdasarkan hukum Islam. 2 Struktur Organisasi: Bank Syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan
bank konvensional. Tapi unsur yang membedakan adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional bank dan
produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. 3 Bisnis dan usaha yang dibiayai: Bisnis dan usaha yang dilakukan tidak terlepas dari saringan syariah. 4
Lingkungan kerja dan corporate culture: dalam hal etika sifat amanah dan shiddiq melandasi setiap karyawan sehingga tercipta profesionalisme yang berdasarkan
Islam.
2.2 Prinsip Perbankan Syariah
Prinsip perbankan syariah merupakan aturan dasar yang berdasarkan hukum Islam, khususnya aturan muamalat yang mengatur hubungan antara bank
dengan pihak lain dalam rangka penghimpunan dan penyaluran dana serta
Universitas Sumatera Utara
31 kegiatan perbankan syariah lainnya. Adapun prinsip operasional lain yang
lazimdilakukan oleh bank syariah dalam kegiatan usaha dengan prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta mendapat persetujuan
Bank Indonesia dan Dewan Syariah Nasional PKES, 2008.
2.3 Haji 2.3.1 Pengertian Haji
Secara lughawi Al-Hajju berarti menyengaja atau menuju dan mengunjungi. Dan secara istilah al-Hajju berati mengunjungi Ka’bah untuk
beribadat kepada Allah dengan syarat-syarat dan rukun-rukun serta beberapa kewajiban tertentu dan melaksanakannya dalam waktu tertentu Nogarsyah,2007.
Haji adalah rukun Islam yang kelima dan oleh karenanya, wajib dilakukan oleh setiap muslim yang mampu. Orang yang menginkari hukum wajibnya adalah
kufur dan murtad dari agama Islam Nogarsyah,2007.
Gambar 2.3.1 Ka’bah
Universitas Sumatera Utara
32
2.3.2 Tujuan Ibadah Haji
Tujuan beribadah haji seperti halnya dengan ibadah-ibadah lainnya, tidak boleh lain kecuali untuk dengan secara ikhlas menyembah Allah,
memperhambakan diri kepada-Nya dan hanya karena mematuhi perintah-Nya. Jika karena melaksanakan ibadah haji seseorang mendapat kepuasan batin, maka
kepuasan batin itu bukan menjadi tujuan beribadah lagi. Kepuasan batin mungkin hanya sekedar hasil dari pelaksanaan ibadah haji yang ikhlas Nogarsyah,2007
Jika setelah melaksanakan ibadah haji seseorang biasanya menjadi lebih kaya, baik lahir maupun batin maka kekayaan itu tidak boleh diangkat menjadi
tujuan melaksanakan ibadah haji. Kekayaan lahir dan batin itu mungkin hanya sekedar hasil dari pelaksanaan ibadah haji yang ikhlas Nogarsyah, 2007.
2.3.3 Dasar Hukum Ibadah Haji
Ibadah haji diwajibkan Allah atas setiap umat Islam yang mampu. Mengenai itu Allah SWT, berfirman dalam Q.S. 3, Ali ‘Imran : 97 :
“… dan karena Allah, wajiblah atas manusia melaksanakan Ibadah Haji ke Baitullah yaitu, bagi yang mampu melakukan perjalanan ke sana.”
Melaksanakan ibadah haji hanya wajib sekali seumur hidup. Nabi Muhammad SAW sendiri melaksanakan ibadah haji hanya sekali sejak dan saat
pertama perintah haji itu turun yaitu pada haji wada’ haji selamat tinggal pada tahun kesepuluh hijrah. Nogarsyah,2007
2.3.4 Waktu Melaksanakan Ibadah Haji
Waktu melaksanakan ibadah haji telah ditetapkan oleh firmah Allah SWT, seperti terlihat dalam Q.S 2 Al-Baqarah 189:
Universitas Sumatera Utara
33 “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah : “Bulan sabit itu
adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan bagi ibadat haji.” Para ulama sependapat bahwa bulan-bulan haji itu adalah “ Syawal.
Dzulqa’idah dan Dzulhijjah. Meskipun ketiga bulan itu disebut bulan-bulan haji, namun pelaksanaan ibadah haji sesungguhnya terjadi dalam bulan Dzulhijjah
Nogarsyah,2007.
2.3.5 Syarat-syarat wajib haji
Para ulama sepakat tentang lima syarat wajib melaksanakan ibadah haji. Syarat-syarat tersebut adalah Nogarsyah,2007:
1. Islam. Orang-orang kafir tidak terbeban kewajibannya melaksanakan
ibadah haji. 2.
Baligh. Anak-anak tidak terbeban kwajiban melaksanakan ibadah haji. 3.
Berakal. Orang-orang yang gila, idiot, kurang sempurna akalnya, sakit ingatan dan yang semacamnya tidak berbeban kewajiban melaksanakan
ibaha haji. 4.
Merdeka. Hamba tidak wajib melaksanakan ibadah haji karena ia terbeban kewajiban melaksanakan perintah majikannya. Sedang ibadah haji
memerlukan waktu. Di samping itu, hamba diperkirakan tidak mampu dilihat dari segi biaya dan lainnya.
5. Mampu istitha’ah. Yang dimaksud dengan mampu itu adalah kecukupan
dari segi biaya baik untuk yang pergi maupun untuk yang tinggal di kampung, kekuatan dalam perjalanan serta tidak terhalang dilihat dari
segi-segi keamanan, kendaraan, dan sebagainya. Bagi orang yang tempat
Universitas Sumatera Utara
34 tinggalnya berdekatan dengan kota Mekah, syarat-syarat tersebut tentu
berkurang, misalnya tidak terhalang dengan kenderaan, perongkosan, biaya makan dan lain-lain.
2.3.6 Rukun-rukun haji dan Wajib Haji
Rukun-rukun haji adalah perbuatan-perbuatan yang wajib diperbuat selama dalam masa melaksanakan ibadah haji. Satu saja dari rukun-rukun itu
tertinggal maka ibadah haji menjadi tidak sah. Rukun-rukun haji adalah : 1.
Ihram, yaitu mengenakan pakaian ihram dengan niat untuk haji atau umrah di Miqat Makani
2. Wuquf di ‘Arafah, yaitu berdiam diri, zikir dan berdoa di Arafah pada
tanggal 9 Zulhijjah. 3.
Thawaf thawaf ifadhah, yaitu mengelilingi Ka’bah sebanyak 7 kali ,dilakukan sesudah melontar jumrah Aqabah pada tanggal 10 Zulhijjah.
4. Sa’i antara Shafa dan Marwah, yaitu ber jalan atau berlari-lari kecil antara
Shafa dan Marwah sebanyak 7 kali dilakukan sesudah Tawaf Ifadah 5.
Tahallul, yaitu mencukur rambut kepala atau memotongnya 6.
Tertib Sedangkan wajib haji yakni :
1. Ihram dengan Miqat setelah berpakain ihram
2. Melempar jumrah pada tanggal 10 Zulhijah
3. Mabit bermalam di Muzdalifah
4. Mabit di Mina
Universitas Sumatera Utara
35 5.
Thawaf wada, yaitu melakukan tawaf perpisahan sebelum meninggalkan kota Mekah.
Gambar 2.3.6 Pakaian Ihram
Perbedaan antara wajib-wajib haji dengan rukun-rukun haji adalah bahwa jika wajib-wajib haji tertinggal terlanggar maka ibadah haji yang melaksanakan tetap
sah, tetapi orangnya terkena kewajiban membayar dam denda. Jika rukun haji yang tertinggal terlanggar maka hajinya menjadi tidak sah.
2.3.7 Macam-macam Haji
1. Haji Ifrad
Kata ifrad berarti menyendiri. Pelaksanaan ibadah haji disebut ifrad, jika seseorang bermaksud menyendirikan, baik menyendirikan haji maupun
menyendirikan umrah. Dalam hal ini, yang didahulukan adalah ibadah haji. Artinya ketika mengenakan pakaian ihram di miqat-nya, orang tersebut berniat
melaksanakan ibadah haji dahulu. Apabila ibadah haji sudah selesai maka orang tersebut mengenakan ihram lagi untuk melaksanakan umrah. Atau boleh juga
Universitas Sumatera Utara
36 sebaliknya yaitu ia melaksanakan umrah terlebih dahulu secara tersendiri.
Kemudian ia, mengenakan pakaian ihram lagi untuk mnelaksanakan ibadah haji pada waktunya, di tahun yang sama.
2. Haji Tamattu’
Kata tamattu’ mempunyai arti bersenang-senang atau bersantai-santai dengan melakukan umrah terlebih dahulu di bulan-bulan haji, lain bertahallul.
Kemudian mengenakan pakaian ihram lagi untuk melaksanakan ibadah haji, di tahun yang sama.
Tamattu’ dapat juga berarti melaksanakan ibadah didalam bulan-bulan serta di dalam tahun yang sama, tanpa terlebih dahulu pulang ke negeri asal. Dua
ibadah tersebut adalah haji dan umrah. Cara melaksanakan haji tamattu’ adalah bahwa para anggita jama’ah mengenakan pakaian ihram di miqat makani dan
berniat melaksanakan umrah serta mengucapkan talbiyah. 3.
Haji Qiran Kta qiran mengandung arti menggabungkan, menyatukan atau
menyekaliguskan. Yang dimaksud disini adalah menyatukan atau menyekaliguskan berihram utnuk melaksanakan ibadah haji dan umrah.
Haji qiran dilakukan dengan tetap berpakaian ihram sejak dari miqat makani dan melaksanakan semua rukun dan wajib haji sampai selesai, meskipun
mungkin akan memakan waktu lama. Dan karena tetap berpakaian ihram, baik siang maupun malam maka semua larangan tidak boleh dilakukan atau terlakukan.
Nogarsyah, 2007.
Universitas Sumatera Utara
37
2.4 Konsep Pendapatan
Pendapatan merupakan suatu gambaran tingkat kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan materinya dalam satuan waktu tertentu yang umum
digunakan biasanya satu bulan. Tingkat pendapatan ini sering dihubungkan dengan suatu standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyrakat yang
bersangkut an. Masyarakat berdasarkan pendapatan sering digolongkan ke beberapa
golongan yaitu mayarakat berpendapatan rendah, masyarakat golongan menengah serta masyarakat berpendapatan tinggi.
Pendapatan masyarakat ini secara langsung berpengaruh terhadap tingkat kesehatan, pendidikan. Kehidupan moral dan rasa harga diri atau status social
seseorang dibandingkan orang lain yang mempunyai golongan pendapatan berbeda.
Tingkat pendapatan juga mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menabung. Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang maka semakin tinggi
pula kemampuannya untuk menabung. Besar kecilnya pendapatan yang diterima oleh seseorang biasanya
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dimiliki. Adanya perbedaan distribusi pemilik faktor-faktor yang dimiliki. Adanya perbedaan distribusi pemilikan faktor-faktor
ekonomi tersebut dapat menyebabkan ketimpangan dalam jumlah pendapatan yang diterima masing-masing individu karena balas jasa yang diterima dari
berbagai faktor ekonomi sperti keahlian, modal, dan tanah juga akan berbeda satu sama lain. Pendapatan perkapita sering digunakan sebagai tolak ukur kemakmuran
Universitas Sumatera Utara
38 dan tingkat pembangunan sebuah negara; semakin besar pendapatan perkapitanya,
semakin makmur negara tersebut. Konsep pendapatan nasional yang biasa dipakai dalam menghitung pendapatan per kapita pada umumnya adalah Pendapatan
Domestik Bruto PDB atau Produk Nasional Bruto PNB. Pengertian domestikregional disini dapat merupakan Propinsi atau Daerah KabupatenKota.
Transaksi Ekonomi yang akan dihitung adalah transaksi yang terjadi di wilayah domestik suatu daerah tanpa memperhatikan apakah transaksi dilakukan oleh
masyarakat residen dari daerah tersebut atau masyarakat lain non-residen.
2.5 Tabungan Haji