- Alkaloida akridin - Alkaloida kuinazolin
- Alkaloida izidin
2. Alkaloida dengan nitrogen eksosiklis dan amina alifatis
Alkaloida dengan nitrogen eksosiklis dan amina alifatis dibagi menjadi 4 bagian yaitu:
- Eritrofleum
- Fenilalkilamina
- Kapsaisin
- Alkaloida dari jenis kolkina
3. Alkaloida putressina, spermidina, dan spermina
4. Alkaloida peptida
5. Alkaloida terpena dan steroida
2.2.6. Biosintesis Alkaloida
Istilah biosintesis diartikan sebagai pembentukan molekul alami dari molekul lain yang kurang rumit strukturnya, dengan melalui reaksi endoerganik. Reaksi-reaksi
demikian, adalah khas reaksi pada proses-proses anabolik dalam metabolit sekunder. Misalnya, dalam Conium maculatum memiliki kandungan paling tinggi dari koniseina
yang dicapai atau dibiosintesis dalam waktu 1 minggu sebelum koniina dan alkaloida yang tersebut terakhir ini nampaknya berasal dari yang pertama. Prekursor alkaloida yang
paling umum adalah asam amino, meskipun sebenarnya biosintesis alkaloida lebih rumit. Salah satu contoh adalah biosintesis dari iridoida, yang menarik perhatian banyak
kelompok peneliti. Hal ini disebabkan oleh inkorporasi yang baik dari prazat terlabel dan adanya hubungan biogenetika yang dekat antara iridoida dan banyak jenis alkaloida indol
dan isokuinolina, yang 10 atau 9 atom karbonnya berasal dari kerangka iridoida. Iridoida penting adalah loganin, yang merupakan prazat dari sekoiridoida, misalnya swerosida dan
bagian terpena dari alkaloida-alkaloida yang telah disebut di atas Manitto, 1992.
Ada dua hal penting yang bermanfaat tentang biosintesis alkaloida, yaitu: struktur- struktur alkaloida yang mirip sering mengesankan adanya hubungan atau ketertarikan
biosintetik, misalnya higrin yang dibentuk dari spesies yang sama seperti esterm yang kemungkinan merupakan suatu zat antara dalam pembentukan tropin. Yang kedua yaitu:
pembentukan akaloida menyangkut reaksi-reaksi yang sederhana, dan hampir selalu berulang Herbert, 1989.
Sebagian dari turunan sederhana dari triptophan, misalnya indolilalkilamina, phisostigmina, dan β-carbolina, pembentukan secara analogis dalam tirosin, senyawa
mayor dari indol alkaloida. Indol alkaloida umumnya diperoleh tiga famili pada tumbuhan, yaitu Apocynaceae, Loganiaceae, dan Rubiaceae. Dalam beberapa instansi,
inti indol telah dimodifikasikan menjadi inti isoquinolin, misalnya dalam alkaloida calicanthina dan cinchonina Torssell, 1983.
Aktivitas fisiologis dari alkaloida menarik perhatian ilmuwan sejak dahulu kala. Banyak senyawa alkaloida yang ditemukan dalam 100 tahun terakhir. Spesies tumbuhan
dalam family atau genus tunggal sering menghasilkan dasar bigenetika yang memiliki struktur yang sama, senyawa tersebut diklasifikasikan berdasarkan jenis strukturnya
contohnya benzylisoquinolina alkaloida, indol alkaloida. Berikut ini diagram skematis klasifikasi senyawa alkaloida secara umum Nakanishi, 1975.
asetil-CoA malonil-CoA
protein N
2
atau asam amino
mevalonat poliketida asam amino
CO
2
NH
2
amina isoprenoid amina poliketida amina
CO
2
Pseudoalkaloida Alkaloida sesungguhnya
Protoalkaloida Asam amino yang
telah dimodifikasi Alkaloida
tidak sempurna
2.3. Metode Pemisahan
Pemisahan adalah keadaan hipotesis dari suatu pemisahan sempurna, m dipisahkan dari unit makroskopik, dimana m merupakan komponen kimia penyusun dari campuran.
Dengan kata lain, tujuan dari proses pemisahan adalah mengisolasi komponen kimia m dari bentuk aslinya, ke dalam tabung tempat hasil m dipisahkan, misalnya gelas vial atau
botol polyethylene Miller, 1991.
2.3.1. Estraksi
Ekstraksi dapat dilakukan dengan metode maserasi, perkolasi, dan sokletasi. Sebelum ekstraksi dilakukan, biasanya serbuk tumbuhan dikeringkan lalu dihaluskan dengan
derajat kehalusan tertentu, kemudian diekstraksi dengan salah satu cara di atas. Ekstraksi dengan metode sokletasi dapat dilakukan secara bertingkat dengan berbagai pelarut
berdasarkan kepolarannya, misalnya: n-heksana, eter, benzena, kloroform, etil asetat, etanol, metanol dan air. Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan ekstrak yang terakhir
memberikan reaksi negatif terhadap pereaksi alkaloida. Untuk mendapatkan larutan ekstrak yang pekat biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat
rotarievaporator Harborne, 1987.
Alkaloida biasanya diperoleh dengan cara mengekstraksi bahan tumbuhan memakai air, yang diasamkan yang dapat melarutkan alkaloida sebagai garam, atau bahan
tumbuhan dapat dibasakan dengan natrium karbonat dan sebagainya, dan basa bebas diekstraksi dengan pelarut organik seperti kloroform, eter dan sebagainya. Larutan dalam
air yang bersifat asam dan mengandung alkaloida dapat dibasakan dan alkaloida diekstraksi dengan pelarut organik sehingga senyawa netral dan asam yang mudah larut
dalam air tertinggal dalam air. Kemudian alkaloida dielusi dengan basa encer. Bukti kualitatif untuk menunjukkan adanya alkaloida dan perincian kasar dapat diperoleh
dengan menggunakan berbagai pereaksi alkaloida Robinson, 1991. Pada umumnya, alkaloida diekstraksi dari tumbuhan sumbernya melalui prosedur
berikut: