Alkaloida telah dikenal selama bertahun-tahun dan telah menarik perhatian terutama karena pengaruh fisiologinya terhadap binatang menyusui dan pemakaiannya di
bidang farmasi. Salah satu pendapat yang dikemukakan pertama kali, sekarang tidak dianut lagi, ialah bahwa alkaloida berfungsi sebagai hasil buangan nitrogen seperti urea
dan asam urat dalam hewan. Liebig menyatakan bahwa sebagian besar senyawa alkaloida bersifat basa, yang dapat menggantikan basa mineral dalam mempertahankan
kesetimbangan ion dalam tumbuhan Robinson, 1991.
1. Sejarah Alkaloida
Hadirnya alkaloida hampir setua peradaban manusia. Manusia telah menggunakan obat- obatan yang mengandung alkaloida dalam minuman, kedokteran, teh, dan racun selama
4000 tahun. Saat itu, tidak ada usaha manusia untuk mengisolasi komponen aktif dari ramuan obat-obatan hingga permulaan abad ke sembilan belas Cordell, 1981.
Obat-obatan pertama yang ditemukan secara kimia adalah opium, getah kering Apium Papaver samniferum. Opium telah digunakan dalam obat-obatan selama berabad-
abad dan sifat-sifatnya sebagai analgesik maupun narkotik telah diketahui. Pada tahun 1803, Derosne mengisolasi alkaloida semi murni dari opium dan diberi nama narkotin.
Sertuner pada tahun 1805 mengadakan penelitian lebih lanjut terhadap opium dapat berhasil mengisolasi morphin. Tahun 1817-1820 di Laboratorium Pelletier Caventon di
Fakultas Farmasi di Paris, telah berhasil memperoleh senyawa alkaloida, yaitu strikhnin, emetin, brusin, piperin, kaffein, quinine, sinkhonin, dan kolkhisin. Dan tahun 1826,
Pelletier dan Caventon memperoleh konini, suatu senyawa alkaloida yang memiliki sejarah cukup terkenal, dan merupakan alkaloida pertama yang ditentukan sifat-sifatnya
1870, yang pertama disintesis 1886. Selama tahun 1884, telah ditemukan paling sedikit 25 alkaloid hanya dari Cinchona.
Pada tahun 1939 hampir 300 alkaloida telah diisolasi dan sekitar 200 dari padanya telah diketahui strukturnya. Di dalam seri Alkaloida yang diterbitkan oleh Mankse tahun
1950 memuat lebih 1000 alkaloida. Dengan dikenalkannya teknik kromatografi preparatif dan instrumen spektroskopi yang canggih, maka jumlah alkaloida yang ditemukan
semakin meningkat, dan akhir tahun 1978 telah ditemukan alkaloida hampir 4000 yang telah diidentifikasi strukturnya.
2. Sumber Alkaloida
Pada waktu lampau, sebagian besar sumber alkaloida adalah pada tanaman berbunga, angiosperma. Pada tahun-tahun berikutnya penemuan sejumlah besar alkaloida terdapat
pada hewan, serangga, organisme laut, mikroorganisme dan tanaman tingkat rendah. Misalnya, isolasi muskopiridin dari sebangsa rusa, kastoramin dari sejenis musang
Kanada, likopodin dari genus lumut Lycopodium, khanoklavin-I dari sebangsa cendawan, dan neurotoksik konstituen dari Gonyaular catenella.
Empat puluh persen dari semua famili tanaman paling sedikit mengandung satu alkaloida. Namun demikian, dilaporkan hanya sekitar 8,7 alkaloida yang terdapat pada
di sekitar 10.000 genus. Kebanyakan famili tanaman yang mengandung alkaloida yang penting adalah Liliacea, Solanaceae, dan Rubiaceae. Famili tanaman yang tidak lazim
yang mengandung alkaloida adalah papaveraceae. Di dalam tanaman yang mengandung alkaloida, alkaloida terlokasi pada bagian tanaman tertentu. Misalnya, reserpin terlokasi
pada akar hingga dapat diisolasi, quinine terdapat dalam kulit, tidak pada daun Cinchona ledgeriana, dan morfin terlokasi pada getah atau lateks Papaver samniferum
Sastrohamidjojo, 1996.
Senyawa akaloida dapat ditemukan pada biji, akar, dan kulit batang tumbuhan dengan cara mengisolasi ekstraknya dengan larutan asam misalnya HCl, H
2
SO
4
, dan CH
3
COOH atau dengan alkohol. Pada umumnya, senyawa nitrogen banyak ditemukan di fungi atau mikroorganisme lain sehingga diduga mengandung alkaloida. Alkaloida indol,
buforwnin, tidak hanya dapat ditemukan pada tumbuhan Piptadenia pergrina, tetapi juga dalam tumbuhan Bufo vulgaris, dan fungi Amanita mappa Ikan, 1991.
2.2.2. Sifat-sifat Alkaloida