persalinan untuk meningkatkan persiapan ibu dalam menghadapi proses persalinan yang akan dihadapi.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti pengaruh komunikasi terapeutik keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan
kesetaraan terhadap kenyamanan ibu pra persalinan di Wilayah Kerja Kecamatan Medan Marelan.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pengaruh komunikasi terapeutik keterbukaan, empati, sikap mendukung,
sikap positif dan kesetaraan bidan terhadap kenyamanan ibu pra persalinan di Wilayah Kerja Kecamatan Medan Marelan.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh komunikasi terapeutik keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan
bidan terhadap kenyamanan ibu pra persalinan di Wilayah Kerja Kecamatan Medan Marelan.
1.4. Hipotesis
Ada pengaruh komunikasi terapeutik keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan bidan terhadap kenyamanan ibu pra persalinan di
Wilayah Kerja Kecamatan Medan Marelan.
Universitas Sumatera Utara
1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Bagi Peneliti
Sebagai upaya untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti khususnya tentang komunikasi terapeutik.
1.5.2. Bagi Kecamatan Medan Marelan
Sebagai informasi dalam upaya meningkatkan kenyamanan ibu pra persalinan
dalam menghadapi persalinan. 1.5.3. Bagi Tenaga Kesehatan
Bagi tenaga kesehatan agar meningkatkan kualitas pemberian komunikasi terapeutik.
1.5.4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selajutnya sebagai referensi pengembangan ilmu kesehatan masyarakat, khususnya yang terkait dengan kenyamanan ibu pra persalinan.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Komunikasi 2.1.1. Prinsip Dasar Komunikasi
Komunikasi adalah proses pengopoperasian rangsangan stimulus dalam bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak non-verbal, untuk mempengaruhi
perilaku orang lain. Proses komunikasi yang menggunakan stimulus atau respon dalam bentuk bahasa baik lisan maupun tulisan selanjutnya disebut komunikasi
verbal. Sedangkan apabila proses komunikasi tersebut menggunakan simbol-simbol disebut kmunikasi non-verbal Setiawati, 2008.
2.1.2. Unsur-unsur Komunikasi
Agar terjadi komunikasi yang efektif antara pihak satu dengan pihak yang lain, antara kelompok satu dengan yang lain, atau seseorang dengan orang lain
diperlukan keterlibatan beberapa unsur komunikasi, yakni : Komunikator source adalah orang atau sumber yang menyampaikan atau mengeluarkan stimulus antara
lain dalam bentuk informasi atau lebih tepatnya disebut pesan yang harus disampaikan. Komunikan recevier adalah pihak yang menerima stimulus dan
memberikan respon terhadap stimulus tersebut. Respon bisa aktif dalam bentuk ungkapan ataupun pasif dalam bentuk pemahaman. Pesan message adalah isi
stimulus yang dikeluarkan oleh komunikator sumber kepada komunikan. Unsur komunikasi yang terakhir yaitu Saluran media, adalah alat atau sarana yang
Universitas Sumatera Utara
digunakan oleh komunikan dalam menyampaikan pesan atau informasi kepada komunikan Notoatmodjo, 2003.
2.1.3. Bentuk-bentuk Komunikasi 2.1.3.1. Komunikasi InterpersonalTatap Muka
Face to Face 2.1.3.1.1. Pengertian
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara
langsung, baik secara verbal atau nonverbal. Komunikasi interpersonal ini adalah komunikasi yang hanya dua orang, seperti suami istri, dua sejawat, dua sahabat dekat,
guru-murid dan sebagainya Mulyana, 2000. Menurut Effendi, pada hakekatnya komunikasi interpersonal adalah
komunikasi antar komunikator dengan komunikan, komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena
sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada saat komunikasi dilancarkan,
komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat memberikan kesempatan pada komunikan untuk
bertanya seluas-luasnya Sunarto, 2003.
2.1.3.1.2. Faktor-faktor Efektivitas Komunikasi Interpersonal
Menurut Devito 1997 bahwa faktor-faktor efektivitas komunikasi interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Keterbukaan Openness
Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka
kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya.memang ini mungkin
menarik, tapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya
disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut. Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator
untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan
yang menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita ucapkan. Dan kita berhak mengharapkan hal ini. Tidak ada yang lebih buruk
daripada ketidak acuhan, bahkan ketidak sependapatan jauh lebih menyenangkan. Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap
orang lain. Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran Bochner
dan Kelly, 1974. Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda
bertanggung jawab atasnya. Cara terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini adalah dengan pesan yang menggunakan kata Saya kata ganti orang pertama
tunggal.
Universitas Sumatera Utara
2. Empati Empathy
Empati adalah sebagai ”kemampuan seseorang untuk ‘mengetahui’ apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain
itu, melalui kacamata orang lain itu.” Bersimpati, di pihak lain adalah merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih. Sedangkan berempati adalah merasakan
sesuatu seperti orang yang mengalaminya, berada di kapal yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Orang yang empatik
mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang.
3. Kita dapat
mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal. Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan 1
keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai; 2 konsentrasi terpusat meliputi komtak mata, postur tubuh yang penuh
perhatian, dan kedekatan fisik; serta 3 sentuhan atau belaian yang sepantasnya. Sikap Mendukung Supportiveness
Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung supportiveness. Suatu konsep yang perumusannya dilakukan
berdasarkan karya Jack Gibb. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap
mendukung dengan bersikap 1 deskriptif, bukan evaluatif, 2 spontan, bukan strategic, dan 3 provisional, bukan sangat yakin.
Universitas Sumatera Utara
4. Sikap Positif Positiveness
Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal dengan sedikitnya dua cara: 1 menyatakan sikap positif dan 2 secara positif
mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi
interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri.
5. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat
penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak
bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi. Kesetaraan Equality
Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang mungkin lebih pandai. Lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis daripada
yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila
suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak
mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan, ketidak-sependapatan dan konflik
lebih dillihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain.kesetaraan tidak mengharuskan
kita menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan nonverbal
Universitas Sumatera Utara
pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau menurut istilah Carl Rogers, kesetaraan meminta kita untuk memberikan ”penghargaan positif tak
bersyarat” kepada orang lain.
2.1.3.2. Komunikasi Kelompok Forum 2.1.3.2.1. Pengertian
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan
sebagainya Anwar Arifin, 1984. Michael Burgoon dalam Wiryanto, 2005 mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga
orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat
karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang
berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut Deddy,
2005. Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu
keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi
kelompok.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.2.2. Faktor-faktor Efektivitas Komunikasi Kelompok
Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan yaitu melaksanakan tugas kelompok dan memelihara moral anggota-anggotanya. Tujuan
pertama diukur dari hasil kerja kelompok-disebut prestasi performance tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan satisfacation. Jadi, bila kelompok dimaksudkan
untuk saling berbagi informasi misalnya kelompok belajar, maka keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan
sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok. Untuk itu faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik
kelompok, yaitu: 1.
Ukuran Kelompok Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi kerja kelompok bergantung
pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok. Tugas kelompok dapat dibedakan dua macam, yaitu tugas koaktif dan interaktif. Pada tugas koaktif,
masing-masing anggota bekerja sejajar dengan yang lain, tetapi tidak berinteraksi. Pada tugas interaktif, anggota-anggota kelompok berinteraksi secara teroganisasi
untuk menghasilkan suatu produk, keputusan, atau penilaian tunggal. Pada kelompok tugas koatif, jumlah anggota berkorelasi positif dengan pelaksanaan
tugas. Yakni, makin banyak anggota makin besar jumlah pekerjaan yang diselesaikan. Misal satu orang dapat memindahkan tong minyak ke satu bak truk
dalam 10 jam, maka sepuluh orang dapat memindahkan pekerjaan tersebut dalam satu jam. Tetapi, bila mereka sudah mulai berinteraksi, keluaran secara
Universitas Sumatera Utara
keseluruhan akan berkurang. Faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran kelompok adalah tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok
memelukan kegiatan konvergen mencapai suatu pemecahan yang benar, hanya diperlukan kelompok kecil supaya produktif, terutama bila tugas yang dilakukan
hanya membutuhkan sumber, keterampilan, dan kemampuan yang terbatas. Bila tugas memerlukan kegiatan yang divergen seperti memhasilkan gagasan berbagai
gagasan kreatif, diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar. Dalam hubungan dengan kepuasan, Hare dan Slater dalam Rakmat 2004 menunjukkan
bahwa makin besar ukuran kelompok makin berkurang kepuasan anggota- anggotanya. Slater menyarankan lima orang sebagai batas optimal untuk
mengatasi masalah hubungan manusia. Kelompok yang lebih dari lima orang cenderung dianggap kacau, dan kegiatannya dianggap menghambur-hamburkan
waktu oleh anggota-anggota kelompok. 2.
Jaringan Komunikasi Terdapat beberapa tipe jaringan komunikasi, diantaranya adalah sebagai berikut:
roda, rantai, Y, lingkaran, dan bintang. Dalam hubungan dengan prestasi kelompok, tipe roda menghasilkan produk
kelompok tercepat dan terorganisir. 3.
Kohesi Kelompok Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota
kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok. McDavid dan Harari dalam Jalaluddin 2004 menyarankam bahwa
Universitas Sumatera Utara
kohesi diukur dari beberapa faktor sebagai berikut: ketertarikan anggota secara interpersonal pada satu sama lain; ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi
kelompok; sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personal. Kohesi kelompok erat hubungannya dengan
kepuasan anggota kelompok, makin kohesif kelompok makin besar tingkat kepuasan anggota kelompok. Dalam kelompok yang kohesif, anggota merasa
aman dan terlindungi, sehingga komunikasi menjadi bebas, lebih terbuka, dan lebih sering. Pada kelompok yang kohesifitasnya tinggi, para anggota terikat kuat
dengan kelompoknya, maka mereka makin mudah melakukan konformitas. Makin kohesif kelompok, makin mudah anggota-anggotanya tunduk pada norma
kelompok, dan makin tidak toleran pada anggota yang devian. 4.
Kepemimpinan Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok
untuk bergerak ke arah tujuan kelompok. Kepemimpinan adalah faktor yang paling menentukan kefektifan komunikasi kelompok. Klasifikasi gaya
kepemimpinan yang klasik dilakukan oleh White dan Lippit 1960. Mereka mengklasifikasikan tiga gaya kepemimpinan: otoriter; demokratis; dan laissez
faire. Kepemimpinan otoriter ditandai dengan keputusan dan kebijakan yang seluruhnya ditentukan oleh pemimpin. Kepemimpinan demokratis menampilkan
pemimpin yang mendorong dan membantu anggota kelompok untuk membicarakan dan memutuskan semua kebijakan. Kepemimpinan laissez faire
Universitas Sumatera Utara
memberikan kebebasan penuh bagi kelompok untuk mengambil keputusan individual dengan partisipasi dengan partisipasi pemimpin yang minimal.
2.1.4. Komunikasi Terapeutik
Menurut Purwanto 1994, komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk memengaruhi
orang lain. Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional yang mengarah pada tujuan yaitu memengaruhi kenyaman ibu pra persalinan.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan seorang bidan dengan teknik-teknik tertentu. Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara
untuk membina hubungan saling percaya terhadap ibu pra persalinan dan pemberian informasi yang akurat kepada ibu pra persalinan, sehingga diharapkan dapat
berdampak pada peningkatan kenyamanan ibu pra persalinan yang akan menghadapi proses persalinan.
2.1.5. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik
Menurut Suryani 2005 ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam membangun dan mempertahankan hubungan yang terapeutik. Pertama,
hubungan bidan dengan ibu pra persalinan adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan. Hubungan bidan dengan ibu pra persalinan tidak hanya sekedar
hubungan seorang penolong dengan kliennya tapi lebih dari itu, yaitu hubungan antar manusia yang bermartabat.
Kedua, bidan harus menghargai keunikan ibu pra persalinan. Tiap individu mempunyai karakter yang berbeda-beda. Karena itu bidan perlu memahami perasaan
Universitas Sumatera Utara
dan perilaku ibu pra persalinan dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga, budaya dan keunikan setiap individu.
Ketiga, semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini bidan harus mampu menjaga harga
dirinya dan harga diri ibu pra persalinan. Keempat, komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya
harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternatif pemecahan masalah, hubungan saling percaya antara bidan dan ibu pra
persalinan adalah kunci dari komunikasi terapeutik.
2.1.6. Tujuan Komunikasi Terapeutik
Menurut Purwanto 1994, tujuan komunikasi terapeutik adalah, membantu klien atau pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran
serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan, mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil
tindakan yang efektif serta mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
Komunikasi terapeutik memegang peranan penting karena dengan komunikasi yang baik diberikan oleh bidan dapat membantu ibu pra persalinan memperjelas dan
mengurangi beban pikiran ibu pra persalinan, meningkatkan pengetahuan ibu pra persalinan dan diharapkan dapat memengaruhi ibu pra persalinan untuk menanamkan
kepercayaan dalam menghadapi proses persalinan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.7. Hal-hal yang Harus Diperhatikan Bidan dalam Komunikasi Terapeutik
Dalam melakukan komunikasi terapeutik, ada beberapa hal yang harus diperhatikan bidan, antara lain sikap bidan dalam melakukan hubungan, materi
hubungan dan teknik komunikasi terapeutik. Seorang bidan perlu memperhatikan sikap tertentu untuk melakukan
komunikasi terapeutik. Egan dalam Kozier 1983 mengidentifikasi lima sikap atau cara menghadirkan diri secara fisik untuk memfasilitasi komunikasi terapeutik, yaitu
berhadapan, posisi berhadapan menunjukanmemberi isyarat ”saya siap untuk anda”. Posisi yang tidak lurus menghadap wajah ibu pra persalinan menunjukan keterlibatan
yang kurang. Mempertahankan kontak mata, kontak mata sejajar menunjukan bidan menghargai ibu pra persalinan dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
Membungkuk ke arah ibu pra persalinan, posisi membungkuk ke arah ibu pra persalinan memberi makna ada keinginan untuk mengatakan atau mendengarkan
sesuatu. Mempertahankan postur terbuka, tidak melipat kaki atau tangan menunjukan keterbukaan untuk berkomunikasi.
Jarak yang terbentuk antara bidan dan ibu pra persalinan menunjukkan juga keintiman dan keterbukaan sikap dalam hubungan yang terbentuk antara bidan dan
ibu pra persalinan. Hall dalam kozier 1995 menyatakan bahwa hubungan intim berjarak dari nol kontak tubuh sampai 45 cm. Hubungan personal memiliki jarak
antar individu antara 45-120 cm, hubungan sosial dalam jarak antara 1,2-3,6 meter, dan hubungan publik dengan jarak antarpersonal lebih dari 3,6 meter.
Universitas Sumatera Utara
Lebih jauh, keintiman juga tercermin dari sentuhan tubuh, kemampuan merasakan bau tubuh, dan kehangatan suhu tubuh individu lain, serta frekuensi dan
kualitas kontak mata terbentuk. Dan sikap yang yang terakhir yaitu rileks, sikap rileks menciptakan iklim kondusif bagi ibu pra persalinan untuk tetap melakukan
komunikasi dan memungkinkan pengembangan komunikasi. Situasi yang rileks tercipta melalui posisi tubuh yang digunakan selama komunikasi, intonasi
pembicaraan, dan penggunaan kata-kata yang tepat atau mengandung humor. Pemilihan kata juga penting untuk menimbulkan kesan rileks bagi ibu pra persalinan.
Situasi rileks penting bagi ibu pra persalinan untuk meningkatkan kepercayaan dan keterbukaan diri dengan bidan tetap mempertahankan kesan profesional.
Saat melakukan hubungan terapeutik, materi hubungan juga harus diperhatikan bidan. Materi dalam komunikasi terapeutik diorientasikan untuk
mencapai tujuan hubungan. Isi content komunikasi yang dilakukan antara bidan dan ibu pra persalinan dilakukan sesuai kontrak yang telah dibuat antara ibu pra
persalinan dan bidan sehingga nilai-nilai hubungan profesional tetap terjaga Tamsuri, 2005.
Kemudian yang tidak kalah pentingnya harus diperhatikan adalah komunikasi terapeutik. Sebagaimana penjelasan bahwa hubungan yang terbentuk antara bidan
dan ibu pra persalinan selalu memerlukan komunikasi dan mengacu pada pemahaman bahwa komunikasi merupakan salah satu sarana untuk membina hubungan
profesional antara bidan dan ibu pra persalinan, penting kiranya seorang bidan memiliki keterampilan berkomunikasi supaya komunikasi yang dilakukan berguna
Universitas Sumatera Utara
untuk mempertahankan hubungan bidan-ibu pra persalinan, mempengaruhi prilaku klien menuju pola-pola kesehatan, meningkatkan integritas ibu pra persalinan, dan
akhirnya menimbulkan efek mengatasi masalah ibu pra persalinan Tamsuri, 2005.
2.1.8. Teknik-teknik Komunikasi Terapeutik
Tiap ibu pra persalinan tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan teknik berkomunikasi yang berbeda pula. Berikut ini adalah teknik komunikasi berdasarkan
referensi dari Tamsuri 2005. 1.
Diam, yaitu tenang, tidak melakukan pembicaraan selama beberapa detik atau menit
2. Mendengar adalah proses aktif penerimaan informasi dan penelaah reaksi
seseorang terhadap pesan yang diterima 3.
Menghadirkan topik pembicaraan yang umum adalah dengan menggunakan pernyataan atau pertanyaan yang mendorong ibu pra persalinan untuk berbicara,
memilih topik pembicaraan dan memfasilitasi kelanjutan pembicaraan 4.
Menspesifikan adalah membuat pernyataan yang lebih spesifik dan tentatif 5.
Menggunakan pertanyaan terbuka adalah menanyakan sesuatu yang bersifat luas, yang memberi ibu pra persalinan kesempatan untuk mengeksplorasi
mengungkapkan, klarifikasi, menggambarkan, membandingkan, atau mengilustasikan
6. Sentuhan adalah melakukan kontak fisik untuk meningkatkan kepedulian
Universitas Sumatera Utara
7. Mengecek persepsi atau memvalidasi adalah metode yang sama dengan
klarifikasi, tetapi pengecekan dilakukan terhadap kata-kata khusus yang disampaikan ibu pra persalinan.
8. Menawarkan diri adalah menawarkan kehadiran, perhatian, dan pemahaman
tentang sesuatu 9.
Memberi informasi adalah memberi informasi faktual secara spesifik tentang ibu pra persalinan walaupun tidak diminta. Apabila tidak mengetahui informasi yang
dimaksud, bidan menyatakan ketidaktahuannya dan menanyakan orang yang dapat dihubungi untuk mendapatkan informasi.
10. Menyatakan kembali dan menyimpulkan adalah secara aktif mendengarkan pesan
utama yang disampaikan ibu pra persalinandan kemudian menyampaikan kembali pikiran dan perasaan itu dengan menggunakan kata-kata serupa.
11. Mengklarifikasi adalah metode membuat inti seluruh pesan dari pernyataan ibu
pra persalinan lebih dimengerti. Bidan dapat melakukan klarifikasi dengan menyatakan kembali pesan dasarmeminta ibu pra persalinan mengulang atau
meyatakan kembali pesan yang disampaikan 12.
Refleksi adalah mengembalikan ide, perasaan, pertanyaan kepada ibu pra persalinan untuk memungkinkan eksplorasi ide dan perasaan mereka terhadap
situasi.
Universitas Sumatera Utara
13. Menyimpulkan dan merencanakan adalah menyatakan poin utama dalam diskusi
untuk mengklarifikasi hal-hal relevan yang perlu didiskusikan. Teknik ini berguna pada akhir wawancara atau mengevaluasi penguasaan ibu pra persalinan terhadap
program pengajaran kesehatan. 14.
Pengakuan adalah memberi komentar dengan teknik tidak menghakimi terhadap perubahan perilaku seseorang atau usaha yang telah dilakukan
15. Klarifikasi waktu adalah membantu klien mengklarifikasi waktu atau kejadian,
situasi, kejadian dan hubungan antara peristiwa dan waktu. 16.
Memfokuskan adalah membantu ibu pra persalinan mengembangkan topik yang penting. Penting bagi bidan untuk menunggu ibu pra persalinan beberapa saat
tentang tema apa yang mereka sampaikan perhatikan sebelum memfokuskan pembicaraan.
2.2. Kenyamanan
2.2.1.Pengertian Kenyamanan
Kenyamanan dan rasa aman adalah penilaian komprehensif seseorang terhadap lingkungannya. Kenyamanan tidak dapat diwakili oleh satu angka tunggal.
Manusia menilai lingkungan berdasarkan rangsangan yang masuk kedalam dirinya melalui keenam indra dan dicerna otak untuk dinilai. Dalam hal ini yang terlibat tidak
hanya masalah fisik biologis, namun juga perasaan. Kemudian otak akan memberikan penilaian relatif apakah kondisi itu nyaman atau tidak. Kenyamanan itu disatu faktor
dapat ditutupi oleh faktor lain. Satwiko,2009.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Kebutuhan Rasa Nyaman
Kolcaba dalam Potter dan Perry 2006 mengungkapkan kenyamanan rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhnya kebutuhan dasar manusia yaitu
kebutuhan akan ketentraman suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari- hari , kelegaan kebutuhan telah terpenuhi dan transenden keadaan tentang sesuatu
yang melebihi masalah. Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang mencakup 4 aspek yaitu:
a. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
b. Sosial berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga dan sosial.
c. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri
yang meliputi harga diri, seksualitas dan makna kehidupan. d.
Lingkungan berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna dan unsur alamiah lainnya.
Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan bidan telah memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan dan bantuan. Secara umum dalam
aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah kenyamanan dalam menghadapi proses persalinan seperti komplikasi – komplikasi yang akan terjadi
misalnya kelainan letak anak, kelainan jalan lahir, perdarahan dan sebagainya. Hal ini disebabkan karena kegelisahan, kekawatiran merupakan kondisi yang
mempengaruhi perasaan tidak nyaman ibu yang ditunjukkan dengan timbulnya gejala dan tanda pada ibu.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Prinsip Umum Sayang Ibu
Prinsip-prinsip sayang ibu adalah sebagai berikut : 1. Memahami bahwa kelahiran merupakan proses alami dan fisiologis.
2. Menggunakan cara-cara yang sederhana dan tidak melakukan intervensi tanpa ada indikasi.
3. Memberikan rasa aman,berdasarkan fakta dan memberi kontribusi pada keselamatan jiwa ibu.
4. Asuhan yang diberikan berpusat pada ibu. 5. Menjaga privasi serta kerahasiaan ibu.
6. Membantu ibu agar merasa aman,nyaman dan didukung secara emosional. 7. Memastikan ibu nendapat informasi,penjelasan dan konseling yang cukup.
8. Mendukung dan keluarga untuk berperan aktif dalam pengambilan keputusan. 9. Menghormati praktek-praktek adat dan kenyakinan agama.
10. Memantau kesejahteraan fisik,psikologis,spiritual dan sosial ibu kelurganya selama kehamilan,persalinan dan nifas.
11. Memfokuskan perhatian pada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit.
2.2.4. Asuhan Sayang Ibu Selama Persalinan
Menurut Pusdiknakes 2003, upaya penerapan asuhan sayang ibu selama proses persalinan meliputi kegiatan :
1. Memanggil ibu sesuai nama panggilan sehingga akan ada perasaan dekat
dengan bidan.
Universitas Sumatera Utara
2. Meminta izin dan menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan bidan
dalam pemberian asuhan. 3.
Bidan memberikan penjelasan tentang gambaran tentang proses persalinan yang akan dihadapi ibu dan keluarga
4. Memberikan informasi dan menjawab pertanyaan dari ibu dan keluarga
sehubungan dengan proses persalinan. 5.
Mendengarkan dan menanggapi keluhan ibu dan keluarga selama proses persalinan.
6. Menyiapkan rencana rujukan atau kolaborasi dengan dokter spesialis apabila
terjadi kegawat daruratn kebidanan. 7.
Memberikan dukungan mental, memberikan rasa percaya diri pada ibu, serta berusaha memberi rasa nyaman dan aman.
8. Mempersiapkan persalinan dan kelahiran bayi dengan baik meliputi sarana
dan prasarana pertolongan persalinan. 9.
Menganjurkan suami dan keluarga untuk menghadapi ibu selama proses persalinan.
10. Membimbing suami dan keluarga tentang cara memperhatikan dan
mendukung ibu selama proses persalinan dan kelahiran bayi, seperti:memberi makan dan minum, memijit punggung ibu, membantu mengganti posisi ibu,
membimbing relaksasi dan mengingatkan untuk berdoa. 11.
Bidan melakukan tindakan pencegahan infeksi. 12.
Menghargai privasi ibu dengan menjaga semua kerahasiaan.
Universitas Sumatera Utara
13. Membimbing dan menganjurkan ibu untuk mencoba posisi selama persalinan
yang nyaman dan aman. 14.
Menganjurkan ibu untuk makan dan minum saat tidak kontraksi. 15.
Menghargai dan memperbolehkan praktek –praktek tradisional yang tidak merugikan.
16. Menghindari tindakan yang berlebihan dan yang membahayakan.
17. Memberi kesempatan ibu untuk memeluk bayi segera setelah lahir dalam
waktu 1 jam setelah persalinan. 18.
Membantu ibu dalam pemberian ASI dalam waktu 1 jam pertama setelah kelahiran bayi dengan membimbing ibu membersihkan payudara,posisi
menyusui yang benar dan penyuluhan tentang manfaat ASI.
2.3. Persalinan
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dari janin turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong
keluar melalui jalan lahir Sarwono, 2001. Persalinan normal disebut juga partus spontan adalah proses lahirnya bayi
pada letak belakang kepala dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam
Mochtar,R 1998. Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan 37 – 42 minggu lahir spontan dengan presentasi belakang
Universitas Sumatera Utara
kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin Prawirohardjo, 2001.
2.3.1. Etiologi
Apa yang menyebabkan terjadinya persalinan belum diketahui benar, yang ada hanyalah merupakan teori-teori yang komplek antara lain ditemukan faktor hormonal,
struktur rahim, sirkulasi rahim, pengaruh prostaglandin, pengaruh tekanan pada syaraf dan nutrisi.
2.3.1.1. Teori Penurunan Hormonal
Penurunan hormonal terjadi 1-2 minggu sebelum partus yaitu mulai terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron bekerja sebagai penenang otot-
otot polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar progesteron turun.
2.3.1.2. Teori Plasenta Menjadi Lebih Tua
Yang akan menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesteron sehingga menyebabkan kekejangan pembuluh darah. Hal ini akan menimbulkan kontraksi
rahim.
2.3.1.3. Teori Distensi Rahim
Rahim yang menjadi besar dan meregang menyebabkan iskemia otot-otot sehingga mengganggu sirkulasi utero placenta.
2.3.1.4. Teori Iritasi Mekanik
Dibelakang serviks terletak ganglion servikale Frankenhauser. Bila ganglion ini digeser dan ditekan, misalnya oleh kepala janin akan timbul kontraksi uterus.
Universitas Sumatera Utara
2.2.1.5. Induksi Partus Induction of Labour
Partus dapat pula ditimbulkan dengan jalan : rangsang laminaria, amniotomi, dan oksitosin drips Mochtar, 2005.
2.3.2. Tanda dan Gejala Persalinan 2.3.2.1. Tanda Permulaan Persalinan
Pada permulaan persalinankata pendahuluan Preparatory stage of labor yang terjadi beberapa minggu sebelum terjadi persalinan, dapat terjadi tanda-tanda
sebagai berikut : a.
Lightening atau settingdeopping, yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul terutama pada primigravida.
b. Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun
c. Perasaan sering kencing polikisuria karena kandung kemih tertekan oleh bagian
terbawah janin d.
Perasaan sakit diperut dan dipinggang karena kontraksi ringan otot rahim dan tertekannya fleksus frankenhauser yang terletak pada sekitar serviks tanda
persalinan false-false labour pains e.
Serviks menjadi lembek, mulai mendatar karena terdapat kontraksi otot rahim f.
Terjadi pengeluaran lendir, dimana lendir penutup serviks dilepaskan dan bisa bercampur darah Sarwono, 2005.
2.3.2.2. Tanda-tanda Inpartu
Tanda-tanda inpartu sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
a. Kekuatan dan rasa sakit oleh adanya his datang lebih kuat, sering dan teratur
dengan jarak kontraksi yang semakin pendek. b.
Keluar lendir bercampur darah yang lebih banyak karena robekan-robekan kecil pada serviks.
c. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya.
d. Pada pemeriksaan dalam dijumpai perubahan serviks : perlunakannnya,
pendataran, dan terjadinya pembukaan serviks Manuaba, 2001.
2.3.3. Faktor-faktor yang Penting dalam Persalinan
Faktor-faktor yang penting dalam persalinan antara lain : 1.
Power kekuatan mendorong janin keluar a.
His kontraksi uterus b.
Merupakan kontraksi dan relaksasi otot uterus yang bergerak dari fundus ke korpus sampai dengan ke serviks secara tidak sadar.
c. Kontraksi otot dinding rahim
d. Kontraksi diafragma pelviskekuatan mengejan.
2. Passanger a.
Janin b.
Plasenta 3. Passage jalan lahir
a. Jalan lahir keras yaitu tulang pinggul os coxae, os sacrumpromontorium,
dan os coccygis
Universitas Sumatera Utara
b. Jalan lahir lunak : yang berperan dalarn persalinan adalah segmen bahwa
rahim, seviks uteri dan vagina, juga otot-otot, jaringan ikat dan ligamen yang menyokong alat urogenital Sarwono, 2009.
4. Psikologis Kejiwaan 5. Pisycian Penolong
2.4. Landasan Teori
Menurut teori komunikasi Devito 1997, bahwa faktor yang berpengaruh
terhadap kenyamanan ibu pra persalinan adalah efektivitas komunikasi Interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu keterbukaan
openness, empati empathy, sikap mendukung supportiveness, sikap positif positiveness, dan kesetaraan equality. Berdasarkan faktor-faktor yang
memengaruhinya, ibu pra persalinan yang akan menghadapi persalinan adalah :
Gambar 2.1 Kerangka Teori Devito 1997
Keterbukaan Empati
Mendukung Positif
Persepsi Kesetaraa
Universitas Sumatera Utara
2.5. Kerangka Konsep
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Komunikasi Terapeutik : - Keterbukaan
- Empati - Sikap Mendukung
- Sikap Positif - Kesetaraan
Kenyamanan Ibu Pra Persalinan
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survei yang bersifat explanatory research, penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh faktor komunikasi terapeutik
keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan terhadap kenyamanan ibu pra persalinan di Wilayah Kerja Kecamatan Medan Marelan.
Rancangan penelitian ini menggunakan cross sectional, karena wawancara dan observasi dilakukan sesaat dan pada waktu yang bersamaan, serta bermaksud
untuk mencari hubungan antara suatu keadaan dengan keadaan lain dalam populasi yang sama Azwar dan Joldo, 1987, Murti, 1997.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian