KONSULTASI PERATURAN KPU DENGAN DPR DAN PEMERINTAH YANG BERKEPANJANGAN

2. KONSULTASI PERATURAN KPU DENGAN DPR DAN PEMERINTAH YANG BERKEPANJANGAN

Setelah UU No 10 Tahun 2016 disepakati dan diundangkan, bukan berarti permasalahan sudah selesai. Permasalahan baru yang muncul adalah KPU tidak bisa segera menetapkan Peraturan KPU sebagai pedoman penyelenggaraan Pilkada Serentak tahun 2017 karena KPU tidak bisa secepatnya melakukan konsultasi dengan DPR dan Pemerintah untuk membahas rancangan Peraturan KPU yang telah disiapkan KPU. Konsultasi dengan DPR dan Pemerintah untuk membahas beberapa rancangan Peraturan KPU tidak bisa secepatnya diselenggarakan karena DPR sedang menjalankan masa reses dan pada saat itu sedang

EVALUASI DAFTAR PEMILIH TETAP: UPAYA DAN KENDALA PENYUSUNAN DPT PILKADA 2017

menjelang libur Idul Fitri (Lebaran) 1437 H.

Pasca reses DPR dan libur lebaran, KPU, DPR, dan Pemerintah mulai melakukan rapat konsultasi untuk membahas beberapa rancangan Peraturan KPU. Beberapa rancangan Peraturan KPU yang menjadi prioritas antara lain, Peraturan KPU tentang Tahapan, Program, dan Jadwal, Peraturan KPU tentang Pencalonan, Peraturan KPU tentang Pilkada di Wilayah Otonomi Khusus dan Peraturan KPU tentang Pemutakhiran Daftar Pemilih, diajukan terlebih dahulu agar segera dibahas dan disetujui karena tahapannya sudah semakin dekat. Semula rapat konsultasi akan berjalan dengan lancar dan cepat sehingga 4 peraturan KPU tersebut segera dapat disahkan dan disosialisasikan kepada KPU di daerah dan masyarakat luas, ternyata pembahasan rancangan Peraturan KPU (khususnya Peraturan KPU tentang Pencalonan) berjalan sangat panjang.

Akibatnya, rancangan Peraturan KPU tentang Pemutakhiran Daftar Pemilih dibahas paling belakangan. Karena panjangnya pembahasan rancangan KPU yang belum jelas kapan berakhirnya, padahal proses pemutakhiran telah berjalan, KPU melakukan bimbingan teknis Pemutakhiran dan Penyusunan Daftar Pemilih dan Sistem Informasi Daftar Pemilih (SIDALIH) untuk Pilkada Serentak tahun 2017 kepada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota. Bimtek ini diselenggarakan pada tanggal 10 – 13 Agustus 2016 di Kampus UI Depok, Jawa Barat. Bimtek ini diselenggarakan jauh hari sebelum Peraturan KPU tentang Pemutakhiran Daftar Pemilih ditetapkan.

Celakanya, pembahasan rancangan Peraturan KPU tentang Pemutakhiran dan Penyusunan Daftar Pemilih juga cukup panjang dan alot. Materi terkait dengan KTP Elektronik atau Surat Keterangan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) sebagai syarat untuk terdaftar dalam daftar pemilih menjadi salah satu materi perdebatan yang panjang. DPR dan Pemerintah dengan meyakinkan bahwa program KTP Elektronik telah berhasil, hanya sedikit WNI yang belum melakukan perekaman KTP Elektronik.

Oleh karena itu, DPR dan Pemerintah bersepakat bahwa sudah saatnya di Pilkada Serentak tahun 2017 ini KTP Elektronik dijadikan dokumen wajib untuk menjadi pendukung calon perseorangan dan dokumen wajib untuk terdaftar sebagai pemilih. Pemerintah dalam hal

Pemilu Jurnal & Demokrasi

ini Kementerian Dalam Negeri berpandangan dengan adanya peraturan ini diharapkan warga yang belum memiliki KTP Elektronik akan segera melaporkan diri dan melakukan perekaman. Di lain pihak, Kementerian Dalam Negeri juga akan terpacu untuk segera merampungkan proses perekaman kepada seluruh warga yang telah berhak memiliki KTP Elektronik.

Di sisi lain, KPU berpendapat yang berbeda. KPU berpandangan

agregat maupun secara spesifik pada tahun-tahun Pemilu, terkonfirmasi

bahwa ketentuan mengenai KTP Elektronik sebagai syarat wajib pemilih untuk terdaftar akan memunculkan banyak permasalahan di lapangan dan berpotensi akan menghilangkan hak konstitusi pemilih. Sebagaimana diketahui bersama, Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) untuk Pilkada Serentak tahun 2017 yang diserahkan oleh Menteri Dalam Negeri, Tjahyo Kumolo, pada tanggal 14 Juli 2016 masih terdapat lebih dari 5 juta pemilih yang belum melakukan perekaman

syarat verifikasi faktual untuk menjadi peserta pemilu. UU No. 8 Tahun KTP­Elektronik. Belum lagi, dari 36 juta pemilih yang telah dinyatakan melakukan

perekaman KTP Elektronik tidak diketahui berapa pemilih yang benar­ benar sudah mendapatkan fisik KTP Elektronik tersebut. Tentu hal ini akan berpotensi semakin banyak pemilih yang kehilangan hak konstitusional karena tidak didaftar dalam daftar pemilih.

Argumen yang disampaikan oleh KPU kepada Komisi II DPR dan Pemerintah dalam forum konsultasi tersebut ternyata tidak mengubah pandangan dari DPR dan Pemerintah. Akhirnya Komisi II dan Pemerintah tetap bersepakat bahwa KTP Elektronik menjadi prasyarat kepada pemilih untuk terdaftar dalam daftar pemilih. Karena hasil rapat konsultasi antara KPU dengan DPR dan pemerintah memiliki kekuatan mengikat kepada KPU, maka KPU menuangkan apa yang menjadi hasil konsultasi pada Pasal 4 Peraturan KPU No 8 Tahun 2016 tentang Pemutakhiran dan Penyusunan Daftar Pemilih. Peraturan KPU ini ditetapkan oleh KPU dan diundangkan pada tanggal 7 September 2016, hanya 1 hari sebelum dilaksanakannya proses pencocokan dan penelitian oleh PPDP.