mengemukakan apabila hutan rusak biaya rehabilitasi untuk penyerap air sebesar Rp1.900.000ha.
d. Penyimpan air
Konversi lahan menjadi pertambangan merupakan salah satu bentuk perubahan fungsi daerah tangkapan air, sehingga dari kegiatan pertambangan akan
menyebabkan defisit air pada daerah tesebut. Jumlah serapan air yang hilang akibat pertambangan adalah sebesar
115.713 m
3
15 tahun, jumlah tersebut dihitung dengan penetapan nilai CN Curve Number. Berdasarkan kelompok
hidrologi tanah, pada daerah penelitian merupakan tanah Latosol, yang bertekstur liat termasuk dalam kategori hidologi golongan C.
Berdasarkan pendugaan penghitungan tersebut, masyarakat yang berada di sekitar pertambangan apabila sumberdaya hutan dan perkebunan hilang, maka
harus menanggung kerugian dengan membeli air bersih sebesar Rp161.998.19615 tahun Rp107.999hatahun. Penghitungan ini berdasarkan
Metode Dinas Konservasi Tanah SCS Arsyad, 2006 Lampiran 5. Penghitungan nilai pasar berdasarkan harga air di PDAM Tirta Naga Tapak Tuan
Kabupaten Aceh Selatan yaitu Rp 1.400m
3
. Tabel 6 Nilai manfaat tidak langsung ekosistem hutan areal pertambangan
No Jenis manfaat
Nilai manfaat tidak langsung Rp 1 Pencegah
erosi 20.676.600
2 Penjaga siklus
makanan 1.680.000.000
3 Habitat flora dan fauna
150.000.000 4 Penyimpan
air 161.998.196
Total manfaat tidak langsung 2.012.674.796
5.1.3. Nilai Pilihan Bequest value
Penghitungan mengenai nilai guna pilihan dari ekosistem yang dikonservasi ke lahan pertambangan bijih besi PT Juya Aceh Mining, dihitung berdasarkan
manfaat keanekaragaman hayati yang dapat diperoleh dengan tetap menjaga keberadaan hutan pada daerah tersebut, nilai manfaat pilihan dari ekosistem hutan
sekunder adalah sebesar US 32,5hatahun dihitung dalam nilai Rp10.500US apabila lahan tersebut tetap dipertahankan secara ekologis hingga mencapai
klimak kembali dengan kepentingan atas pelestarian keanekaragaman hayati, untuk mempertahankan rantai makanan dan sebagai tempat untuk pendidikan
Ministry of State for Population and Environment, 1993. Dengan demikian
penggunaan lahan hutan seluas 56 ha untuk kegiatan pertambangan bijih besi berdampak pada hilangnya nilai pilihan sebesar Rp286.650.00015 tahun
Rp341.250hatahun Lampiran 4.
5.1.4. Nilai Keberadaan Existence values
Nilai keberadaan lahan hutan sekunder yang dikonversi ke lahan pertambangan oleh PT Juya Aceh Mining di Kabupaten Aceh Barat Daya,
dihitung dengan metode Contingent Valuation Method CVM. Penggunaan metode ini diterapkan pada responden secara acak pada daerah yang sama
sebanyak 91 orang responden. Responden adalah masyarakat yang tekena dampak baik langsung maupun tidak langsung dari manfaat hutan yang dikonversi
oleh pertambangan bijih besi PT Juya Aceh Mining. Dari pertanyaan yang diajukan diperoleh nilai kesediaan membayar
masyarakat antara Rp0-Rp10.000. Berdasarkan nilai tersebut diperoleh rata-rata menghargai keberadaan sumberdaya hutan adalah Rp275kkbulan. Dengan
demikian nilai total yang diperoleh dari penghitungan atas 406 KK adalah sebesar Rp20.097.00015 tahun Lampiran 6. Kesediaan membayar masyarakat sangat
dipengaruhi oleh lapangan kerja dan tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi pula kemampuan untuk menganalisa manfaat dari
sumberdaya hutan yang ada, sehingga memiliki kemauan untuk membayar guna perbaikan apabila sumberdaya tersebut rusak atau hilang. Seperti yang
dikemukakan oleh Susanti 2007 dalam menilai manfaat sumberdaya alam sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan nilai manfaat langsung dan tidak langsung hutan yang dikonversi ke pertambangan, diperoleh harga barang ekonomi lingkungan yang
hilang sebesar Rp18.892.826.44356 ha. Nilai ini mendekati hasil penelitian Wildayana 1999 dalam menghitung manfaat langsung hutan tanpa produksi
kayu dan manfaat tak langsung hutan sekunder di Sumatra Selatan sebesar Rp24
millyal4.500 hatahun atau Rp298.666.66656 hatahun. Hasil penghitungan nilai keseluruhan barang lingkungan yang hilang dari manfaat langsung dan tidak
langsung perkebunan dan hutan yang dikonversi ke pertambangan bijih besi PT Juya Aceh Mining adalah sebesar Rp69.002.802.610100 ha, keseluruhan nilai
manfaat langsung dan tidak langsung dari ekosistem yang dikonversi oleh PT Juya Aceh Mining masih lebih rendah dari nilai ekosistem Kars yaitu
Rp639.556.607.830tahun dalam luas areal 1033 ha atau Rp61.912.546.740.56100 ha Gustami dan Waluyo, 2002.
5.2 Dampak terhadap Pendapatan Rumah Tangga
Pada penelitian ini pendapatan rumah tangga masyarakat yang dimaksud adalah perbedaan pendapatan keluarga masyarakat sebelum dan sesudah adanya
pertambangan bijih besi PT Juya Aceh Mining. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan total rata-rata seluruh masyarakat yang berdomisili di sekitar
pertambangan mengalami penurunan yaitu sebelum hadirnya pertambangan rata- rata pendapatan masyarakat sebesar Rp1.253.571KKbulan setelah adanya
pertambangan menjadi Rp1.193.565KKbulan.
5.2.1 Perubahan Pendapatan
Responden sampel adalah 91 orang yang terdapat di Desa Ie Mirah dan Desa Pente Rakyat di Kecamatan Babah Rot yang berdomisili di sekitar
pertambangan, baik sebagai pekerja tambang maupun yang berprofesi lainnya. Dari hasil penelitian yang dilakukan, penduduk yang berdomisili di sekitar
pertambangan, sesudah adanya kegiatan tambang mengalami perubahan pendapatan Tabel 7.
Tabel 7 Perbedaan pendapatan sebelum dan sesudah adanya pertambangan
Dampak kegiatan Pertambangan
Jumlah responden Pendapatan rata-rata RpBulan
Perubahan Rp
Orang Sebelum Sesudah
Meningkat 6
6,59 1.112.500
1.500.000 387.500
Menurun 16
17,58 1.453.125
965.625 487.500
Tetap 69 75,82
1.219.565 1.219.565
- TotalRata-rata 91 100
1.253.571 1.193.565
Pada Tabel 7 terlihat bahwa hadirnya kegiatan pertambangan menyebabkan 6,59 masyarakat mengalami peningkatan pendapatan. Sebelum adanya kegiatan
pertambangan, pendapatan rata-rata Rp1.112.500KKbulan dan setelah adanya kegiatan pertambangan menjadi Rp1.500.000KKbulan Lampiran 7. Dari 6,59
masyarakat yang mengalami peningkatan pendapatan sebanyak 4,4 diantaranya