2009eas

(1)

MASYARAKAT

STUDI KASUS PERTAMBANGAN BIJIH BESI

PT JUYA ACEH MINING DI KABUPATEN ACEH BARAT DAYA

PROPINSI NAD

Erlan Aan Suriansyah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Dampak Pertambangan Terhadap Fungsi Ekonomi Lingkungan dan Pendapatan Masyarakat (Studi Kasus Pertambangan Bijih Besi PT Juya Aceh Mining di Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi NAD) adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2009

Erlan Aan Suriansyah

NRP: P052070121


(3)

Environmental Functions and Community’s Income.A Case Study from PT Juya Aceh Mining at Aceh Barat Daya Regency Province of NAD. Under supervision of Syaiful Anwar and Sri Mulatsih

Mining activities basically is a process of transferring natural resources into the real economy capital for the country economic development and social capital building. In that process, it is necessary to observe the interaction among social, economic, and environment factors, since the mining activities have positive and negative impacts. Economic valuation of the impacts are important thing in order to calculate the environment as economic assets. In this study, Total Economic Valuation (TEV) are covered of all valuable goods that were lost from the environmental because of ore mining by PT Juya Aceh Mining. Meanwhile, calculation of community income changes and community’s perception were analyzed with triangulation technique. Results of this study showed that environmental economic goods that lost from the conversion of forest and community plantations become mining areas, which was calculated as direct environmental benefit and indirect environmental benefit was Rp69,002,802,610. Community’s income after the mining had decreased from Rp1,253,571 to Rp1,193,565/household/month. Whilst, community’s perception toward the existence of the mining in their area showed that 56.1% of community were agree, and 35.2% of community were not agree.

Keywords: Environmental economic functions.  


(4)

sumberdaya alam menjadi modal nyata ekonomi bagi negara dan selanjutnya menjadi modal sosial. Dalam proses pengalihan tersebut perlu memperhatikan interaksi antara faktor sosial, ekonomi dan lingkungan hidup, karena kegiatan pertambangan berdampak positif dan negatif terhadap faktor tersebut, sehingga dampak yang terjadi dapat diketahui sedini mungkin.

Salah satu cara untuk menghitung biaya akibat kegiatan pertambangan adalah dengan menilai hilangnya barang ekonomi lingkungan dari ekosistem yang dikonversi ke pertambangan serta perubahan pendapatan dan persepsi masyarakat yang berdomisili di sekitar pertambangan. Dengan demikian valuasi ekonomi merupakan pilihan penting untuk menilai dampak tersebut agar aspek lingkungan diperhitungkan sebagai aset ekonomi. Sehingga dalam penelitian ini dilakukan perhitungan Nilai Ekonomi Total (NET) atas barang-barang lingkungan yang hilang dari dampak pertambangan bijih besi PT Juya Aceh Mining.

Pendekatan penghitungan dilakukan berdasarkan keadaan lapang yaitu analisis manfaat ekonomi berupa manfaat langsung (direct use values), manfaat tidak langsung (indirect use values), nilai pilihan (bequest value) dan nilai keberadaan (existence values). Berdasarkan penghitungan tersebut menunjukkan nilai ekonomi lingkungan yang hilang adalah sebesar Rp69.002.802.610/100 ha. Nilai fungsi ekonomi lingkungan yang hilang didominansi oleh hilangnya lahan perkebunan yaitu sebesar Rp50.089.879.167 selama masa izin pertambangan (15 tahun) yang hanya dalam areal seluas 44 ha. Adapun hutan dengan luas 56 ha hanya mengalami kehilangan nilai sebesar Rp18.892.826.443.

Kehilangan nilai lingkungan merupakan implikasi dari kebijakan pemerintah atas pertambangan yang telah mengubah manfaat sumberdaya bersifat

common pool goods yaitu sumberdaya yang dikuasai bersama yang mampu menghasilkan tambahan pendapatan yang cukup nyata, menjadi sumberdaya alam bersifat private goods yaitu sumberdaya apabila dimanfaatkan oleh individu-individu secara sendiri akan mengurangi jumlah yang tersedia bagi orang lain. Dengan berubahnya pemanfaatan sumberdaya alam tersebut sangat berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat, hal ini terbukti sebelum adanya pertambangan pendapatan rata-rata masyarakat Rp1.253.571/KK/bulan setelah adanya pertambangan menjadi Rp1.193.565/KK/bulan, penurunan pendapatan masyarakat dikarenakan oleh hilangnya lahan perkebunan dan pertanian serta akses pemanfaatan hutan.

Kenyataan menunjukkan bahwa konversi lahan perkebunan dan hutan untuk KP (Kuasa Pertambangan) oleh PT Juya Aceh Mining bagi masyarakat yang berdomisili di sekitar pertambangan tidak menguntungkan. Namun demikian dilihat dari segi persepsi terhadap kehadiran pertambangan, sebesar 56,1% masyarakat menunjukkan sikap setuju dan 35,2% masyarakat tidak setuju. Persepsi yang dikemukakan oleh masyarakat sangat tergantung pada dampak yang dirasakan dari hadirnya pertambangan. Masyarakat yang setuju karena merasakan dampak positif, atau tidak merasa dirugikan dengan kehadiran pertambangan. Sedangkan yang tidak setuju karena besarnya dampak negatif yang mereka rasakan seperti hilangnya lahan perkebunan dan pertanian, lapangan kerja serta akses ke hutan akibat dari kegiatan pertambangan.


(5)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(6)

MASYARAKAT

Studi Kasus Pertambangan Bijih Besi PT Juya Aceh Mining

Di Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi NAD

ERLAN AAN SURIANSYAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(7)

Nama : Erlan Aan Suriansyah NRP : P052070121

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam

dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S


(8)

segala rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul: Dampak Pertambangan terhadap Fungsi Ekonomi Lingkungan dan Pendapatan Masyarakat (Studi Kasus Pertambangan Bijih Besi PT Juya Aceh Mining di Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi NAD) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor berhasil diselesaikan

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc sebagai ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan ilmu pengetahuan dari awal perencanaan hingga selesainya tesis ini.

Terima kasih juga penulis sampaikan pada Bapak Dr Wonny Ahmad Ridwan, SE. MM (Penguji luar komisi pembimbing) yang telah banyak memberi masukan demi kesempurnaan tesis ini, serta kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Surjono. H Sutjahjo sebagai Ketua Program Studi, dan Rekan-rekan angkatan 2007 PSL yang telah banyak memberikan motivasi saran dan kerja samanya selama masa pendidikan.

Ucapan terimakasih penulis yang teristimewa buat Ayahanda H. Ali Akbar dan Ibunda Hj. Nursalmiah tercinta yang telah melahirkan membesarkan dan memperkenalkan penulis pada pendidikan, serta keluarga tersayang kanda Etiska Aliansyah Putra S.Hut. Kakak Risma Zuarnita, S.Ag. yang telah memberikan dorongan, nasehat dan semangat. adinda Riska Murlia tersayang, Cut abang T. Murdani S.Ag, Kak Sundari, serta keponakan Ku: Delfi Febriatiska, Cut S Rumi, Humairah Altiska dan si Jagoan T. Sultan S. Rumi dan Silva.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2009 Erlan Aan Suriansyah  

         


(9)

Penulis dilahirkan di Desa Uteun Pulo Kabupaten Aceh Barat, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada tanggal 17 Januari 1982. Sebagai anak

ke tiga dari empat bersaudara dari Ayahanda H. Ali Akbar dan Ibunda Hj. Nursalmiah.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar SD Negeri 1 Alue Bilie pada tahun 1994. Sekolah Menengah Pertama SMP Negeri 1 Alue Bilie pada tahun 1997. dan Sekolah Menengah Umum SMU Negeri 1 Darul Makmur pada tahun 2000 dan pada tahun yang sama penulis diterima menjadi salah seorang mahasiswa pada Fakultas Pertanian Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh, melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) dan memperoleh gelar sarjana pada tahun 2005.

Pada tahun 2006 penulis pernah bekerja pada GenAssit-CIDA (Canadian International Development Agency) sampai dengan tahun 2007, kemudian mengundurkan diri karena penulis diterima sebagai salah seorang mahasiswa Pascasarjana (S2) IPB pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Selama mengikuti kuliah penulis dibiayai oleh kedua orang tua.


(10)

i

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Kerangka Pemikiran ... 2

1.3Perumusan Masalah ... 4

1.4Tujuan Penelitian ... 6

1.5Manfaat Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1Usaha Pertambangan ... 7

2.2Dampak Pertambangan dan Ekosistem ... 8

2.3Peran Ekonomi terhadap Lingkungan ... 11

2.4Pendekatan Valuasi Ekonomi ... 12

2.5Dampak Sosial Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat ... 16

2.6Persepsi Masyarakat ... 17

2.7Ekologi dan Kesehatan ... 19

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

3.2Ruang Lingkup Penelitian ... 21

3.3Rancangan Penelitian ... 21

3.4Penentuan Sampel ... 22

3.5 Jenis dan Sumber Data ... 22

3.6 Pengumpulan Data ... 23

3.7 Analisis Data ... 24

3.7.1 Analisis Kehilangan Fungsi Ekonomi Lingkungan ... 24

3.7.2 Analisis Pendapatan Rumah Tangga ... 25

3.7.3 Analisis Persepsi Masyarakat ... 25

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum dan Luas Daerah Penelitian ... 26

4.2 Kondisi Iklim dan Curah Hujan ... 27

4.3 Kondisi Flora dan Fauna ... 28

4.4 Kondisi Alam Topografi dan Hidrologi ... 29

4.5 Ketergantungan Masyarakat terhadap Air Bersih ... 32


(11)

ii

5.1 Dampak terhadap Fungsi Ekonomi Lingkungan ... 35

5.1.1 Manfaat Langsung ... 35

5.1.2 Manfaat Tidak Langsung ... 39

5.1.3 Nilai Pilihan ... 41

5.1.4 Nilai Keberadaan ... 42

5.2 Dampak terhadap Pendapatan Rumah Tangga ... 43

5.2.1 Perubahan Pendapatan ... 43

5.2.2 Persepsi Masyarakat ... 45

5.3 Implikasi Kebijakan ... 49

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 52

6.2 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54


(12)

iv

Nomor Halaman

1. Jumlah penduduk dan kepala keluarga ... 27

2. Suhu, curah hujan dan kelembaban ... 28

3. Jenis fauna pada lokasi penelitian ... 30

4. Jenis dan nilai perkebunan pada lokasi tambang ... 36

5. Jenis, volume dan nilai hutan pada areal pertambangan ... 39

6. Nilai manfaat tidak langsung ekosistem hutan areal pertambangan ... 41

7. Perbedaan pendapatan sebelum dan sesudah adanya pertambangan ... 43

8. Persepsi masyarakat menurut alasan terhadap kegiatan pertambangan ... 45


(13)

v

Nomor Halaman

1. Kerangka pemikiran ... 5

2. Peta lokasi penelitian KP PT Juya Aceh Mining ... 27

3. Tipe dan kondisi rumah masyarakat daerah penelitian ... 32

4. Tempat penampungan air di Desa Ie Mirah ... 33


(14)

vi

Nomor Halaman

1. Penghitungan jumlah dan produksi tanaman ... 60

2. Data transek jenis dan jumlah kayu pada areal pertambangan ... 61

3. Rekapitulasi jumlah kayu dalam m3 pada areal ekploitasi PT Juya. ... 71

4. Penghitungan manfaat tidak langsung hutan pada areal pertambangan ... 72

5. Metode penghitungan tingkat simpanan air.. ... 73

6. Tingkat kesediaan membayar masyarakat terhadap SD hutan ... 74

7. Pendapatan masyarakat sebelum dan sesudah adanya pertambangan ... 76

8. Persepsi masyarakat terhadap pertambangan PT Juya Aceh Mining ... 79

9. Data demografi Kecamatan Babah Rot Kab Aceh Barat Daya... 81

10.Hasil penghitungan korelasi antara persepsi dan tingkat pendidikan ... 82

11.Kuisioner penelitian ... 83


(15)

i

Keanekaragaman Hayati : Keanekaragaman mahluk hidup dan hal-hal yang

berhubungan dengan ekologinya, dimana mahluk hidup

itu terdapat, dan mencakup keanekaragaman genetik,

spesies dan ekosisitem.

HPH

: Hak Penguasaan Hutan. Izin yang dikeluarkan untuk

kegiatan pengelolaan dengan sistem tebang pilih tanam

Indonesis.

NET

: Nilai Ekonomi Total. Metode yang digunakan untuk

menilai sumberdaya alam.

Sumberdaya

: Unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumberdaya

manusia, sumberdaya alam hayati, non hayati dan

sumberdaya buatan.

Vegetasi :

Tumbuh-tumbuhan

pada suatu area yang terkait sebagai

suatu komunitas tetapi tidak secara taksonomi. Atau

jumlah tumbuhan yang meliputi wilayah tertentu atau di

atas bumi secara menyeluruh.

AMDAL :

Analisis

mengenai

dampak lingkungan. Hasil studi yang

menyajikan dampak penting suatu asaha atau kegiatan

yang direncanakan terhadap lingkungan, sebagai dasar

dalam proses pengambil kebijakan.

Degradasi Lingkungan

: Perubahan terhadap sifat fisik dan hayati lingkungan,

yang mengakibatkan lingkungan tersebut kurang atau

tidak berfungsi lagi dalam menunjang kehidupan yang

berkesinambungan.

Ekonomi Lingkungan

: Proses kuantifikasi dan pemberian nilai (evaluasi)

ekonomi terhadap dampak lingkungan dalam bentuk

moneter setelah dilakukan identifikasi.

Manfaat langsung

: Nilai guna atas sumberdaya alam yang dapat dirasakan

langsung dari konsumsi atau produksi.

Manfaat tidak langsung

:

Merupakan nilai guna fungsi pendukung terhadap

manfaat langsung dari sumberdaya alam yang berkaitan.

Nilai pilihan

: Nilai dari barang publik yang sebagai manfaat potensial

yang dapat diambil untuk masa yang akan datang.

Nilai keberadaan

: Nilai kepedulian akan keberadaan atas suatu opjek

sumberdaya.


(16)

I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kegiatan pertambangan pada dasarnya merupakan proses pengalihan sumberdaya alam menjadi modal nyata ekonomi bagi negara dan selanjutnya menjadi modal sosial, yang diharapkan mampu meningkatkan nilai kualitas insan bangsa untuk menghadapi hari depannya secara mandiri. Dalam proses pengalihan tersebut perlu memperhatikan interaksi antara faktor sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup sehingga dampak yang terjadi dapat diketahui sedini mungkin (Soelistijo, 2005).

Dampak dari kegiatan pertambangan menurut Muhammad (2000) dapat bersifat positif bagi daerah pengusaha pertambangan. Sedangkan Kusnoto dan Kusumodirdjo (1995) mengatakan bahwa kegiatan pertambangan bersifat negatif terhadap ekosistem daerah setempat. Munculnya dampak positif maupun negatif dari usaha pertambangan, terjadi pada tahap eksplorasi, eksploitasi dan tahap pemrosesan serta penjualan hasil tambang (Noor, 2005).

Kontribusi pengusahaan pertambangan terhadap pembangunan secara nasional melalui penerimaan negara sangat besar, namun terhadap pembangunan daerah dan masyarakat di sekitar kegiatan pertambangan baik melalui program

community development maupun program pembangunan lainnya belum merupakan jaminan kesejahteraan sosial-ekonomi (Saleng, 2004). Pengusahaan pertambangan yang lokasinya relatif terpencil atau daerah yang baru dibuka, masyarakat pendatang jauh lebih maju dan sejahtera serta mampu/memiliki semangat bersaing (competition spirit) yang tinggi dibandingkan masyarakat asli setempat. Contoh kasus masyarakat Kamoro dan Amungme di sekitar Freeport Indonesia, masyarakat Kutai di sekitar PT Kaltim Prima Coal, dan masyarakat Luwu di sekitar INCO.

Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa pertambangan selalu menimbulkan dampak positif dan negatif atau biaya dan manfaat sebagai akibat dari kegiatan atau kebijakan pertambangan, oleh karena itu diperlukan suatu penilaian terhadap hilangnya barang ekonomi lingkungan dari ekosistem yang dikonversi ke pertambangan, tanpa adanya pemberian nilai terhadap ekosistem,


(17)

akan sulit untuk menyatakan bahwa kegiatan pertambangan itu berdampak negatif atau positif dibandingkan dengan fungsi ekonomi lingkungan yang hilang (Suparmoko, 2008). Manfaat dari pemberian nilai ekonomi lingkungan antara lain: (1) dapat menyajikan potret yang lebih lengkap tentang nilai proyek pertambangan serta manfaat dan kerugian lingkungan (2) mendorong pertimbangan konsekwensi lingkungan pertambangan secara lebih cermat dan sistematis (3) dapat digunakan sebagai dasar yang jelas dan beralasan dalam menerima atau menolak pertambangan (4) dapat mengeliminasi investasi proyek-proyek yang cenderung mengeksploitasi dan atau merusak sumberdaya alam (Irham, 1999).

Selain memberikan dampak positif, kegiatan pertambangan juga dapat berdampak negatif karena mengakibatkan hilangnya fungsi ekonomi lingkungan. Upaya untuk menghitung atau mengkuantifikasi hilangnya fungsi ekonomi lingkungan telah dikembangkan oleh beberapa ahli seperti Tietenberg (1992) dan Constanza (1997) dalam mengevaluasi ekonomi lingkungan. Pentingnya valuasi dilakukan agar aspek lingkungan diperhitungkan sebagai aset ekonomi sehingga segala bentuk analisa dampak lingkungan yang juga merupakan bagian dari kelayakan suatu proyek dapat dilihat untung ruginya dari segi lingkungan hidup.

Adanya dampak kegiatan pertambangan terhadap hilangnya fungsi-fungsi ekonomi lingkungan, peneliti merasa adanya hal yang penting untuk melakukan penelitian pada pertambangan bijih besi yang dilaksanakan oleh PT Juya Aceh Mining, yang berada di Desa Ie Mirah dan Desa Pante Rakyat Kecamatan Babah Rot Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

1.2.Kerangka Pemikiran

Kata ekologi dan ekonomi berasal dari akar kata yang sama yakni oikos, yang berarti “rumah tangga”, namun dalam perkembangannya kedua bidang ilmu ekonomi (yang roh-nya developmentalis) dan ilmu ekologi (yang roh-nya

environmentalis) jarang berpandangan sama, bahkan sering saling bertolak belakang dalam mendefinisikan bagaimana memperlakukan alam (Saragih dan Tungkot, 2001).


(18)

Menurut pandangan Developmentalis alam harus dimanfaatkan dan didayagunakan untuk mengatasi kemiskinan serta meningkatkan kesejahteraan manusia. Sumberdaya alam seperti lahan, hutan, perairan, keanekaragaman hayati harus didayagunakan untuk menghasilkan barang ekonomi. Sebaliknya menurut pandangan environmentalis, sumberdaya alam tersebut tidak boleh dieksplotasi karena akan merubah ekosistem secara keseluruhan. Umumnya pandangan

environmentalis beralasan karena alam akan cukup memenuhi kebutuhan hidup manusia tetapi tidak akan cukup memenuhi kerakusan manusia. Kemiskinan terjadi bukanlah karena sumberdaya alam tidak dimanfaatkan, melainkan akibat dari eksploitasi sumberdaya alam (Saragih dan Tungkot, 2001).

Kegiatan pertambangan merupakan salah satu pemanfaatan sumberdaya alam yang pada umumnya berupa peningkatan produksi bahan tambang. Dalam pelaksanaannya kegiatan pertambangan memberi dampak terhadap ekosistem, dampak tersebut dapat besifat positif maupun negatif. Dampak positif seperti terciptanya lapangan kerja, meningkatnya pendapatan baik untuk perusahaan, pemerintah maupun para pekerja.

Dampak negatif kegiatan pertambangan adalah rusaknya bentang alam, hilangnya vegetasi, timbulnya erosi, banjir, sedimentasi, polusi kebisingan demikian pula sering terjadi limbah pertambangan (tailing) yang mempengaruhi kualitas sumberdaya air. Bagi masyarakat dampak negatif dapat berupa tertutupnya ruang partisipasi, terabaikannya hak-hak masyarakat lokal, perubahan pola kepemilikan lahan, pemanfaatan dan penguasaan sumberdaya alam, aksesibilitas dan perubahan tingkat pendapatan keluarga (Djajadiningrat, 2001).

Para pengambil kebijakan umumnya membuat alokasi sumberdaya mineral berdasarkan pada keuntungan ekonomi yang akan didapat dari hasil pertambangan, sementara penghitungan terhadap barang dan jasa lingkungan baik yang dapat dihitung maupun yang tidak dapat dihitung belum mendapat perhatian. Oleh karena itu, pengambil kebijakan atau pengelola pertambangan perlu diberi alasan yang kuat tentang valuasi sumberdaya pertambangan yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta sebagai modal pembangunan daerah yang dalam pemanfaatanya penilaian terhadap barang-barang dan jasa lingkungan harus dilakukan, sehingga kualitas lingkungan akan tetap terjaga.


(19)

Lingkungan hidup merupakan suatu ekosistem yang utuh. Informasi tentang nilai secara objektif dan kuantitatif sangat diperlukan. Dengan diketahuinya nilai ekonomi dari barang-barang lingkungan yang hilang akibat pertambangan akan lebih mudah bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan, bagi pihak perusahaan akan lebih berhati-hati dalam melakukan kegiatan dan bagi masyarakat akan lebih mudah menilai dan melakukan pengawasan.

Keuntungan ekonomi dari kebijaksanan pemanfaatan lingkungan, baik upaya pelestarian maupun pengendalian masalah lingkungan adalah nilai uang dari peningkatan lingkungan alam dan lingkungan buatan manusia yang dihasilkan oleh kebijaksanaan atau dapat dihindarkan biaya yang besar dalam menangani kerusakan lingkungan. Biaya untuk memperbaiki lingkungan bisa juga disebut sebagai keuntungan yang hilang.

Dari berbagai dampak yang muncul akibat adanya pertambangan bijih besi, maka perlu adanya suatu evaluasi atas pemanfaatan SDA dengan menghitung dampak terhadap hilangnya fungsi ekonomi lingkungan, pendapatan dan persepsi masyarakat akibat sebuah kebijakan, sehingga diketahui nilai lingkungan yang hilang, tercapainya pertumbuhan, pemerataan dan efisiensi kapital masyarakat dan terciptanya pembangunan yang berkelanjutan dari kegiatan pertambangan bijih besi PT Juya Aceh Mining (Gambar 1).

1.3. Perumusan Masalah

Kehadiran pertambangan bijih besi di Aceh Barat Daya menyebabkan terjadinya kehilangan ekositem yang benilai ekonomi yang berdampak kepada masyarakat. Agar pertambangan PT Juya Aceh Mining dalam pelaksanaannya dapat lebih berwawasan lingkungan maka perlu kiranya melakukan evaluasi terhadap barang ekonomi lingkungan yang hilang serta pendapatan masyarakat yang berdomisili di sekitar pertambangan, sehubungan dengan persoalan tersebut maka rumusan permasalahan dapat dibatasi dan difokuskan dalam konteks sebagai berikut:

1. Seberapa besar hilangnya fungsi ekonomi lingkungan dari konversi lahan hutan menjadi lahan pertambangan?


(20)

SDA Developmentalis DAMPAK Pertambangan Bijih Besi Environmentalis

Tercapainya pembangunan berkelanjutan

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

DAMPAK (-) DAMPAK (+)

2. Seberapa besar dampak perubahan pendapatan rumah tangga masyarakat dengan adanya kegiatan pertambangan PT Juya Aceh Mining?

3. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh PT Juya Aceh Mining di daerahnya?

Keterangan: = Batasan penelitian = Aliran. Sosial -Tertutupnya ruang pertisipasi masyarakat -Mengabaikan hak-hak masyarakat

Kajian analisis dampak pertambangan terhadap hilangnya fungsi ekonomi lingkungan, pendapatan serta persepsi

masyarakat

- Terdeteksinya nilai lingkungan yang hilang dari kegiatan pertambangan

- Tecapainya pertumbuhan, pemerataan dan efisiensi kapital masyarakat.

- Terakomodir persepsi dan peran serta masyarakat Ekonomi -Hilangnya sumber mata pencaharian masyarakat -Serapan tenaga kerja lokal Ekologi Hilangnya barang lingkungan (ekosistem) Peningkatan -PAD -Tenaga keja -SDM -Usaha mikro

masyarakat lingkar


(21)

1.4.Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang komprehensif tentang dampak ekonomi, ekologi dan sosial masyarakat dari pertambangan bijih besi PT Juya Aceh Mining khususnya bagi masyarakat lokal di Kecamatan Babah Rot Kabupaten Aceh Barat Daya. Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mempelajari dan menghitung kehilangan fungsi ekonomi lingkungan langsung dan tidak langsung akibat dari kegiatan pertambangan PT Juya Aceh Mining

2. Menghitung dampak terhadap pendapatan rumah tangga masyarakat sebelum dan sesudah adanya kegiatan pertambangan

3. Mengetahui persepsi masyarakat terhadap kegiatan pertambangan yang dilaksanakan oleh PT Juya Aceh Mining

1.5.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah daerah Propinsi NAD dan Kabupaten Aceh Barat Daya serta pihak pertambangan tentang keuntungan dan potensi munculnya permasalahan lingkungan dan sosial akibat dari proyek PT Juya Aceh Mining. Bagi masyarakat lokal, dapat dijadikan landasan dalam menentukan dan menerima kebijakan yang lebih menguntungkan dari pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan.


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Usaha Pertambangan

Seiring meningkatnya kebutuhan bahan mineral dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya, meningkat pula dampak terhadap lingkungan, seperti pencemaran pada tanah, udara, air serta tergangunya ekosistem. Ketergantungan manusia terhadap material-material yang berasal dari bumi tidak dapat dielakkan, seperti kebutuhan akan transportasi, perumahan, peralatan listrik, komputer, rumah tangga dan seluruh produk industri (manufaktur). Sumberdaya mineral merupakan sumberdaya yang diperoleh dari hasil ekstraksi batuan atau pelapukan batuan (tanah). Berdasarkan jenisnya, sumberdaya mineral dapat dikelompokkan menjadi mineral logam dan mineral non logam yang namun diperoleh dari hasil pertambangan (Noor, 2005).

Kebangkitan pertambangan di Indonesia titik awalnya ketika ditandatangani Kontrak Karya (KK) pertambangan-pertambangan luar negeri sekaligus sebagai pemodal asing yang masuk ke Indonesia seperti PT Freeport Indonesia Inc dari USA. Menyusul kemudian dalam kurun waktu 1968-1972, sebanyak 16 perusahaan pertambangan luar negeri seperti ALCOA, Bilton Mij, INCO, Kennecott, dan US Steel adalah salah satu perusahaan yang menambang bijih besi.

Besi sebagai unsur logam mempunyai kelimpahan nomor dua setelah aluminium. Logam ini sudah dikenal jauh sebelum masehi, tetapi pemisahan secara besar-besaran baru dilakukan mulai abad ke-17, bersamaan dengan pemanfaatan batu bara sebagai bahan bakar. Bijih besi terdiri dari berbagai macam, namun dari sekian banyak di alam, yang diusahakan dan memiliki nilai ekonomi tidak banyak, diantaranya adalah macnetit (Fe3O4) dengan kadar besi

72,4%, hematit (Fe2O3) kadar besi 70,0%, limonit (Fe2O3.H2O) kadar besi

59-63%, dan siderit (Fe2CO3) dengan kadar besi 48,2%. Kotoran-kotoran yang

terkandung dalam bijih besi adalah silika, karbonat, fosfor, mangan terutama dalam bijih hematit, belerang, alumina, air dan titanium (Sukandarrumidi, 2007).

Dalam prakteknya untuk masing-masing bijih besi dipakai nama lain. Untuk magnetit disebut sebagi bijih besi hitam, hematit disebut sebagai bijih besi


(23)

merah, limonit sebagai bijih besi coklat, dan siderit dipakai nama bijih besi lempung berlapis hitam. Dalam pemanfaatan bijih besi, penambangan dilakukan berdasarkan jenis endapan. Bijih besi sedimen dan laterit penambangan dikerjakan secara open pit, dengan alat-alat berat, sedangkan untuk bijih macmatit dilakukan dengan tambang dalam. Proses pemisahan biji besi agar dapat digunakan industri melalui proses mereduksi bijih menjadi pig iron, dan proses pembuatan besi tuang, besi lunak atau baja (Sukandarrumidi 2007).

2.2. Dampak Pertambangan dan Ekosistem

Dampak diartikan sebagai adanya suatu benturan antara dua kepentingan yang berbeda, yaitu kepentingan pembangunan dengan kepentingan usaha melestarikan kualitas lingkungan yang baik. Dampak yang diartikan dari benturan antara dua kepentingan itupun masih kurang tepat karena tercermin dari benturan tersebut hanyalah kegiatan yang menimbulkan dampak negatif. Pengertian ini juga banyak ditentang oleh para pemilik atau pengusul proyek, karena dalam perkembangannya yang dianalisis bukan hanya dampak negatif melainkan juga dampak positif dan dengan bobot analisis yang sama. Apabila didefinisikan lebih lanjut, dampak adalah setiap perubahan yang terjadi dalam suatu ekosistem akibat adanya aktivitas manusia. Di sini tidak disebut karena adanya suatu proyek, karena proyek sering diartikan sebagai bangunan fisik saja, sedangkan banyak kegiatan manusia yang bangunan fisiknya relatif kecil atau tidak ada, tetapi dampaknya besar terhadap lingkungan (Kristanto, 2004).

Menurut Muhammad (2000) kegiatan pertambangan memberikan dampak positif, karena dapat memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional, meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), menampung tenaga kerja, terutama masyarakat lingkar tambang, meningkatkan ekonomi masyarakat lingkar tambang, meningkatkan usaha mikro masyarakat lingkar tambang, meningkatkan SDM masyarakat lingkar tambang dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat lingkar tambang.

Sedangkan menurut Kusnoto dan Kusumodirdjo (1995) kegiatan pertambangan berdampak negatif bagi suatu ekosistem, karena dapat menghilangkan vegetasi darat, keanekaragaman hayati dari hutan yang dikonversi,


(24)

peninggalan budaya dan situs arkeologi, perubahan pola drainase dan terciptanya lubang-lubang besar. Kegiatan pertambangan juga berdampak negatif terhadap penurunan produktivitas tanah, penurunan kualitas udara dan penurunan kualitas air (Radyanprasetyo, 2007). Dampak negatif juga dapat berupa peningkatan kebisingan akibat pengangkutan dan peledakan, terjadinya erosi dan sedimentasi, perubahan iklim mikro, terganggunya keamanan, kesehatan, keselamatan kerja dan keresahan serta kecemburuan sosial dari masyarakat sekitar pertambangan akibat pembebasan lahan. Selanjutnya pengupasan lapisan atas tanah akan berdampak terancamnya daerah sekitarnya dari bahaya tanah longsor sebagai akibat hilangnya vegetasi penutup tanah (Anonim, 1999). Setiap dampak terhadap lingkungan yang terjadi akibat dari aktivitas pertambangan, menurut Noor (2005) terjadi dari tiga tahap kegiatan pertambangan

1. Tahap eksplorasi. Dampak yang ditimbulkan pada tahap ini adalah pembukaan lahan-lahan yang tertutup tanaman, seperti di hutan lindung, hutan suakamargasatwa dan hutan nasional. Masuknya kegiatan survey dan masuknya alat-alat berat, akan menyebabkan terganggunya ekosistem daerah tersebut. Bekas-bekas lubang pengeboran, pengupasan lapisan tanah oleh alat berat dan aktivitas pekerja bawah tanah yang ditinggalkan setelah penyelidikan eksplorasi selesai akan mengakibatkan degradasi lingkungan.

2. Tahap eksploitasi/penambangan. Dampak yang ditimbulkan pada tahap eksploitasi adalah ketika alat-alat berat masuk ke lokasi penambangan serta sejumlah besar material (limbah material padat), baik yang berasal dari batuan maupun pengupasan lapisan tanah untuk mendapatkan mineral yang diinginkan, dimana limbah-limbah material ini harus dipindahkan ke lokasi-lokasi di luar lokasi-lokasi tambang, dan biasanya terjadi pembuangan pada tempat yang tidak semestinya sehingga mencemari lingkungan.

3. Tahap pemrosesan mineral. Dalam pemrosesan bahan mineral kegiatan terdiri dari, pencucian untuk memisahkan lempung dan pasir, proses penggerusan, penggilingan dan pemisahan material-material yang tidak ekonomis (limbah padat) kebanyakan limbah padat yang dihasilkan lebih besar dari material yang mempunyai nilai ekonomis, sehingga dampak lingkungan yang sering dijumpai pada tahap ini adalah mereka sering membuang limbah padat ke dalam sungai


(25)

sehingga mencemari air, dampak lain yang timbul seperti degradasi lingkungan akibat suara dan getaran dari peledakan dinamit, debu dari lalu lintas jalan dan masalah yang cukup serius adalah bekas-bekas saluran pembuangan (drainase) yang ditinggalkan di wilayah pertambangan dimana air yang bersifat sangat asam dan mengandung unsur besi, serta air yang berasal dari pertambangan seringkali mengandung tembaga (Cu) atau seng (Zn), dan apabila air tersebut masuk ke dalam sungai, maka tidak baik bagi kehidupan ikan dan lingkungan.

Proses dalam menghasilkan produk bijih besi mempunyai kontribusi sangat besar terhadap lingkungan. Disatu sisi menutup pertambangan yang menghasilkan mineral yang dibutuhkan oleh manusia suatu hal yang tidak bijaksana. Disisi lain akibat pertumbuhan industri pertambangan harus disikapi dengan cara mencegah agar dampak negatif yang timbul dapat diminimalkan, karena untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia tidak harus menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan (Noor, 2005).

Lingkungan merupakan suatu kesatuan ruang yang terdiri dari komponen fisik (abiotik) seperti air, tanah, batuan dan iklim serta komponen biotik seperti tumbuhan, hewan dan jasat renik, komponen tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri, tetapi memiliki keterkaitan antara satu unsur dengan unsur lainnya (Indrawan, 2002). Perubahan pada salah satu unsur akan memberikan pengaruh pada unsur yang lain. Jadi lingkungan hidup itu merupakan suatu sistem yang di dalamnya terdiri dari berbagai subsistem. Subsistem itulah yang dinamakan dengan unsur atau barang-barang lingkungan hidup.

Hubungan antara manusia dengan lingkungannya berlangsung karena manusia membutuhkan bantuan lingkungan untuk hidupnya seperti air untuk minum, makanan, pakaian, rumah, bahkan oksigen untuk bernafas yang kesemua bahan-bahan tersebut didapat dari alam. Seperti halnya sumberdaya hutan, sebagai sebuah ekosistem yang mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama ekosistem hutan adalah fungsi ekonomis, ekologis dan sosial budaya. Fungsi ekonomi sumberdaya hutan adalah sebagai sumber makanan, bahan bangunan, tempat tinggal, bahan perdagangan dan manfaat lainnya (Nugroho, 2002). Fungsi ekologis antara lain sebagai penyerap karbondioksida (carbon sequester) dan gas-gas beracun lainnya,


(26)

melindungi dari gas-gas akibat adanya efek rumah kaca, menjaga keseimbangan sumberdaya air sepanjang musim, dan juga pencipta iklim mikro yang sesuai untuk berbagai kehidupan hayati (Indrawan, 2002).

Fungsi sosial ekosistem hutan berupa manfaat yang tidak hanya dirasakan oleh masyarakat yang ada di hutan tetapi juga masyarakat di luar kawasan hutan. Ekosistem hutan juga berperan membentuk aneka ragam budaya masyarakat akibat interaksi manusia dengan alam yang memungkinkan munculnya teknologi tepat guna setempat, bahasa, jenis pangan, dan seni. Oleh karena itu kondisi ekosistem hutan yang sehat akan memperkuat daya dukung bagi berbagai proses kehidupan manusia di sekitarnya (CEPF, 2001).

2.3. Peran Ekonomi terhadap Lingkungan

Manusia memanfaatkan sumberdaya alam, sumberdaya kapital, sumberdaya teknologi dan sumberdaya informasi untuk menghasilkan barang-barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Disamping barang dan jasa yang dihasilkan dari pemanfaatan sumberdaya-sumberdaya yang ada itu, muncul pula limbah atau sisa buangan yang masuk ke dalam lingkungan.

Barang dan jasa yang dihasilkan dari berbagai sektor perekonomian, seperti pertanian, pertambangan, dan energi, industri serta jasa secara totalitas dikenal sebagai Produk Domestik Bruto (PDB) “kotor” (BPS ABDYA, 2007). Dewasa ini masyarakat berminat untuk mengetahui tingkat kesejahteraan ekonomi bersih, misal dengan memperhitungkan hasil kegiatan rumah tangga dan biaya sosial karena adanya pencemaran (sakit, meninggal sebelum waktunya dan lain-lain) dan ketidaknikmatan hidup karena gangguan lingkungan.

Masalah yang dihadapi adalah bagaimana menilai dan mengukur barang-barang lingkungan yang tidak berwujud dan tidak ada pasarnya, agar dapat diperoleh kesatuan ukuran (common denominator) dan dibandingkan dengan barang-barang dan jasa-jasa yang ada nilai dan satuan ukuran Rupiah, sehingga diperoleh PDB bersih, dengan demikian terdapat hubungan yang erat antara sistem sosial ekonomi dengan lingkungan baik alami maupun fisik. Sistem sosial-ekonomi bisa berdampak positif maupun negatif terhadap lingkungan, dampak positif bisa berwujud maupun tidak berwujud, dampak berwujud seperti barang


(27)

dan jasa, mudah mengukurnya karena biasanya ada pasar. Nilai hal yang berwujud kuantitas dikalikan harga pasarnya, yang tidak berwujud seperti keindahan, kesenangan dan lain-lain atau juga dikenal dengan eksternalitas ekonomi atau eksternalitas positif, mengukurnya adalah dengan menggunakan metode tertentu (Reksohadiprodjo, 1999).

2.4. Pendekatan Valuasi Ekonomi

Teori valuasi ekonomi bukanlah hal baru dalam menghitung sumberdaya alam. Konsep ini telah dimulai sejak tahun 1902 ketika Amerika melahirkan Undang-Undang River and Harbor Act of 1902 yang mewajibkan para ahli untuk melaporkan tentang keseluruhan manfaat dan biaya yang ditimbulkan oleh proyek-proyek yang dilakukan di sungai dan pelabuhan. Konsep ini kemudian lebih dikembangkan setelah perang dunia kedua dimana konsep manfaat dan biaya lebih dikembangkan ke pengukuran nilai tidak langsung (intangible) atau nilai yang tidak nampak (Cantlon dan Herman, 1999).

Menurut Suparmoko (2005) pendekatan valuasi ekonomi terhadap sumberdaya alam dapat dilakukan dengan empat metode. (1)Perubahan produksi, dimana terdiri dari jenis produksi apa saja, seperti produksi pertanian, perikanan, produksi air, dan juga perubahan tingkat kesehatan dalam masyarakat yang menyebabkan penurunan produktivitas serta Opportunity Cost (biaya peluang) juga dapat menyebabkan menurunnya produktivitas, misal sebelum kuliah pendapatan 1 juta, setelah kuliah uang 1 juta tersebut hilang, ini yang disebut dengan Opportunity Cost. (2) Nilai property (hedonic approach) nilai lahan, beda pendapatan/upah. Terjadi perubahan pendapatan, misalnya tadinya sebagai petani, sekarang menjadi buruh tambang. (3) Metode survey (survey method) seperti

Contingan Valuation Method (CVM), dilakukan dengan mengsurvey orang tentang seberapa besar mereka mau membayar. (4) Pasar pengganti (surrogate market).

Barbier et al. (1997), mengatakan bahwa dalam melakukan penilaian terhadap ekosistem alam memiliki tiga tipe pendekatan, yaitu:

1. Analisis dampak (impact analysis) penilaian ini dilakukan apabila nilai ekonomi ekosistem dilihat dari dampak yang mungkin timbul sebagai


(28)

akibat dari aktivitas tertentu, misalnya pertambangan terhadap ekosistem hutan.

2. Partial analysis, pendekatan ini dilakukan dengan menetapkan dua atau lebih alternatif pilihan pemanfaatan ekosistem hutan, sedangkan

3. Total valuation dilakukan untuk menduga total kontribusi ekonomi dari sebuah ekosistem tertentu kepada masyarakat.

Nilai ekonimi (Economic value) dari suatu barang atau jasa diukur dengan menjumlahkan kehendak membayar dari banyak individu terhadap barang atau jasa yang dimaksud (CVM, Willingness To Pay/WTP). Jadi dengan demikian, valuasi ekonomi dalam kontek lingkungan hidup adalah pengukuran preferensi masyarakat untuk lingkungan yang baik dibandingkan dengan yang buruk. Valuasi bersifat fundamental untuk memikirkan pembangunan yang berkelanjutan

(sustainable development), namun hal yang terpenting adalah mengetahui apa dan bagaimana melakukan valuasi ekonomi (Djijono, 2002).

Hasil valuasi ekonomi dinyatakan dalam nilai uang, sebagai cara dalam mencari preference revelation, misalnya dengan menanyakan “Apakah masyarakat berkehendak untuk membayar?”. Lebih lanjut dinyatakan bahwa penggunaan nilai uang memungkinkan membandingkan antara nilai lingkungan hidup dengan nilai pembangunan. Pada prinsipnya valuasi ekonomi bertujuan untuk memberikan nilai ekonomi kepada sumberdaya yang digunakan sesuai dengan nilai nyata dari sudut pandang masyarakat. Dengan demikian dalam melakukan valuasi ekonomi perlu diketahui sejauh mana adanya bias antara harga yang terjadi dengan nilai nyata yang seharusnya ditetapkan dari sumberdaya yang digunakan tersebut.

Ilmu ekonomi sebagai perangkat melakukan valuasi ekonomi adalah ilmu tentang pembuatan pilihan-pilihan dari alternatif-alternatif. Alternatif-alternatif yang dihadapkan kepada kita tentang lingkungan hidup adalah lebih komplek dibandingkan dengan pembuatan pilihan dalam kontek barang-barang privat murni yang mudah dinilai (Suparmoko, 2008). Salah satu tantangan yang dihadapi oleh para pembuat kebijakan adalah bagaimana menilai suatu sumberdaya alam secara komprehensif. Dalam hal ini tidak hanya nilai pasar dari barang yang dihasilkan dari suatu sumberdaya melainkan juga jasa yang


(29)

ditimbulkan oleh sumberdaya tersebut. Pertanyaan yang lazim timbul adalah bagaimana menilai dan mengukur sumberdaya tersebut sementara tidak memiliki konsumen tetap. Salah satu metode yang digunakan untuk mengukur sumberdaya alam adalah melakukan valuasi ekonomi yaitu dengan menghitung Nilai Ekonomi Total (NET) (Kusnandar, 2008).

Nilai ekonomi total adalah nilai ekonomi yang terkandung dalam suatu sumberdaya alam, baik nilai guna maupun nilai fungsional yang harus diperhitungkan dalam menyusun kebijakan pengelolaan sehingga alokasi dan alternatif penggunaannya dapat ditentukan secara benar dan bermanfaat. Nilai ekonomi total ini dapat dibagi dalam beberapa komponen, sebagai ilustrasi misalnya dalam kontek penentuan alternatif penggunaan lahan dari ekosistem hutan sekunder dan perkebunan berdasarkan hukum biaya dan manfaat keputusan untuk mengembangkan ekosistem hutan menjadi pertambangan dapat dibenarkan apabila manfaat bersih dari pertambangan lebih besar dari manfaat bersih konservasi. Jadi dalam hal ini manfaat konservasi dihitung dengan NET dari ekositem hutan dan perkebunan tersebut yang juga berfungsi sebagai pendukung kesejahteraan rakyat (Suparmoko, 2008).

Manfaat dari pemberian nilai ekonomi lingkungan antara lain: (1) dapat menyajikan potret yang lebih lengkap tentang nilai proyek pertambangan dengan menyajikan manfaat dan kerugian lingkungan (2) mendorong pertimbangan konsekwensi lingkungan pertambangan secara lebih cermat dan sistematis (3) dapat digunakan sebagai dasar yang jelas dan beralasan dalam menerima atau menolak pertambangan (4) dapat mengeliminasi investasi proyek-proyek yang cenderung mengeksploitasi dan atau merusak sumberdaya alam (Irham, 1999).

Valuasi ekonomi pada suatu ekosistem merupakan suatu pendekatan yang sangat dianjurkan oleh pemerintah untuk menilai secara ekonomi pemanfaatan ekosistem hutan (Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1997). Akan tetapi permasalahan yang paling utama adalah kompleksitas ekosistem hutan. Sehingga menimbulkan berbagai persoalan dalam mengkuantifikasi parameter-parameter yang dapat digunakan sebagai standar dalam valuasi ekonomi pemanfaatan ekositem hutan. Berbagai penelitian yang telah berhasil melakukan penilaian ekonomi ekosistem hutan yang dimanfaatkan sebagai hutan maupun sebagai areal


(30)

lainnya, adalah sebagai berikut.

Godoy (1992) mengatakan beberapa prinsip yang dapat digunakan dalam valuasi ekonomi hutan sekunder, yaitu: (1) Sewa hutan, (2) penerimaan dari produk-produk selain kayu dan pelayanan, (3) konservasi tanah dan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS), (4) pendapatan dari turis dan keanekaragaman hayati. Riley dan Scrimgeour (1991) menerapkan penghitungan NPV hutan di Selandia baru. Nilai hutan yang dominan untuk rekreasi dan pengontrolan erosi (non-use values) adalah berbeda nyata dibandingkan dengan penggunaan untuk tahan pertanian.

Patz (1990) memperkenalkan tiga metode valuasi hutan di Jerman Timur tergantung pada tujuan ekonomi, berdasarkan pada nilai langsung dan nilai tak langsung dari harga kayu umum. Pearce (1991) membuat perkiraan penghitungan valuasi ekonomi hutan di Inggris yang mempertimbangkan: (1) keuntungan alamiah dari investasi hutan, (2) kegagalan pasar dan valuasi keuntungan hutan, (3) nilai ekonomi alam, dan (4) komponen CBA dari kayu, rekreasi, konservasi kehidupan liar, dampak sumberdaya air, evaluasi bentang lahan, dampak rumah kaca keamanan ekonomi dan integritas masyarakat.

Grimes et al. (1994) menghitung 3 ha hutan primer Amazona di Equador berdasarkan ekstraksi potensi produk-produk non kayu. Nilai NPVnya adalah US $ 2.830 pada lahan kering dan US $ 1.257 pada lahan Aluvial. Nilai-nilai ini secara nyata lebih tinggi dari biaya total pemanfaatan lahan untuk tujuan lainnya. Voon (1992) melaporkan pemanfaatan lahan kering berlereng yang digunakan untuk tujuan parawisata secara berlebihan ternyata berdampak negatif dalam jangka panjang. Tobias dan Mendelsohn (1991) melakukan valuasi ekoturisme hutan hujan tropis di Costa Rica dengan metoda biaya perjalanan.

Analisis ekonomi cara rehabilitasi lahan dapat menggunakan analisis manfaat dan biaya, atau penghitungan biaya pengendalian erosi sampai erosi yang terjadi tidak membahayakan produktivitas tanah. Untuk mengendalikan erosi sampai 25 ton/ha/thn (berkurang sebesar 63%), dibutuhkan biaya sebesar US $ 0,33/ton tanah hilang. Bila erosi dikurangi sampai 80% (12,6 ton/ha/thn), maka dibutuhkan biaya US $ 0,45/ton tanah hilang (Council for Agricultural Science and Technology, 1982).


(31)

Kurnia (1996) melaporkan bahwa biaya pengendalian erosi dengan mulsa jerami padi dan mulsa Mucuna sp berturut-turut Rp2.175 dan Rp1.640/ton tanah tererosi. Pupuk kandang mempunyai biaya pengendalian erosi lebih tinggi, yaitu Rp4.085/ton tanah tererosi. Sedangkan biaya kerusakan lahan Podsolik Merah Kuning Bogor tanpa rehabilitasi adalah Rp291.175/ha sehingga biaya rehabilitasi kerusakan lahan dengan mulsa padi dan mulsa Mucuna sp hanya 1,2-9,2% dari biaya kerusakan lahan tanpa rehabilitasi.

2.5. Dampak Sosial Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat

Pembangunan suatu proyek yang berada di wilayah yang penduduk atau lokasi tempat mencari nafkah bagi penduduk sekitarnya, maka dampak kegiatan dapat secara langsung mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitarnya serta perubahan pendapatan keluarga, pola kepemilikan lahan, pemanfaatan dan penguasaan sumberdaya alam, perkembangan fasilitas sosial dan aksesibilitas wilayah (Djajadiningrat, 2001). Perubahan tingkat pendapatan keluarga akan terjadi jika penduduk mengalami perubahan yang berarti akibat adanya pembangunan. Pembangunan akan berdampak positif terhadap masyarakat jika dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas fasilitas umum dan sosial, tetapi jika mengurangi fungsi dari fasilitas umum dan sosial yang ada maka berarti pembangunan proyek tersebut berdampak negatif (Utomo, 2002).

Usaha pertambangan dan industri biasanya dilakukan dengan padat modal dan teknologi tetapi terletak di daerah pedesaan yang miskin. Perbedaan kedua lingkungan sosial ini dapat menimbulkan masalah sosial di masyarakat, dan untuk menghindarinya sangat perlu diperhitungkan pembangunan fasilitas kehidupan masyarakat sekitar pertambangan, hal ini agar masyarakat juga dapat merasakan manfaat dari kegiatan pertambangan dan pengusaha juga merasa bertanggung jawab untuk menjaga kualitas lingkungan dimana mereka berusaha serta memperhatikan pola kehidupan sosial masyarakat yang sudah ada.

Dampak kegiatan pertambangan bijih besi yang positif diharapkan tidak hanya terhadap keadaan sosial ekonomi masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pertambangan, tetapi juga terhadap peningkatan kesejahteraan yang dapat dirasakan oleh sebagian besar masyarakat yang berdomisili di sekitar


(32)

pertambangan, kesejahteraan antar individu dapat berbeda-beda satu dengan yang lainnya, seperti yang dikemukakan oleh Sukanto (1998) bahwa kesejahteraan tidak saja menyangkut aspek yang bersifat lahiriah atau material, tetapi juga yang bersifat batiniah atau spiritual. Dalam ekonomi mikro, indikator yang digunakan untuk mengetahui apakah seseorang itu dikatakan sejahtera atau tidak adalah melalui tingkat kepuasan. Apabila seseorang mengaku puas dalam mengkonsumsi suatu barang atau jasa, maka orang tersebut dapat dikatakan sejahtera.

Pendapatan per kapita sering digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat, ekonomi masyarakat yang makmur ditunjukkan oleh pendapatan per kapita yang tinggi, dan sebaliknya ekonomi masyarakat yang kurang makmur ditunjukkan oleh pendapatan per kapita yang rendah. Ada beberapa indikator untuk menilai tingkat kesejahteraan adalah:

1. Konsumsi rumah tangga per tahun 2. Keadaan tempat tinggal

3. Fasilitas tempat tinggal

4. Kesehatan anggota rumah tangga

5. Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan dan medis. 6. Kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan 7. Kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi

8. Kehidupan beragama

9. Perasaan aman dari tindakan kejahatan

Tingkat kesejahteraan masyarakat dapat pula dilihat melalui kondisi maupun fasilitas yang dimiliki sebagai tempat tinggal. Perumahan (papan) adalah suatu kebutuhan dasar yang sangat penting selain makan dan pakaian (sandang) dalam pencapaian kehidupan yang layak. Kesehatan dapat juga sebagai ukuran kesejahteraan seseorang, sehingga status sosial masyarakat dapat diketahui (BPS NAD, 1996).

2.6. Persepsi Masyarakat

Sejak individu dilahirkan, saat itu pula individu secara langsung berhubungan dengan dunia luarnya. Mulai saat itu individu secara langsung menerima stimulus atau rangsangan dari luar di samping dari dalam dirinya


(33)

sendiri. Individu mengenali dunia luarnya dengan menggunakan alat inderanya sehingga memunculkan persepsi.

Persepsi seringkali dimaknakan dengan pendapat, sikap, dan penilaian. Persepsi selalu melibatkan aktivitas manusia terhadap obyek tertentu, sehingga persepsi selalu menggambarkan pengalaman manusia tentang obyek dan peristiwa yang diperoleh dengan cara menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan tentang obyek tersebut. Persepsi itu tidak akan lepas dari peristiwa, obyek dan lingkungan di sekitarnya, sehingga tercapai komunikasi antara manusia dengan lingkungannya. Persepsi merupakan proses internal yang dilakukan untuk memilih, mengevaluasi, dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan eksternal. Dengan kata lain persepsi adalah cara seseorang untuk mengubah energi fisik lingkungan menjadi pengalaman yang bermakna (Sarwono, 1987).

Menurut Mar’at (1981) persepsi merupakan bagian dari konsep diri manusia yang diartikan sebagai proses pandangan/tanggapan dalam memahami/menanggapi sesuatu. Persepsi seseorang berkaitan dengan pengalaman, kemampuan maupun daya persepsi yang diterimanya. Pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya akan memperkaya diri dengan perbendaharaan untuk memperkaya daya persepsinya. Dari beberapa pernyataan di atas dapat diketahui bahwa proses pemberian makna atau persepsi sangatlah berkaitan dengan pengetahuan dan kemampuan individu melalui proses stimulasi dengan lingkungannya.

Persepsi positif terhadap stimulasi cenderung bersangkutan untuk mengadakan perhatian/pendekatan terhadap stimulasi. Sebaliknya persepsi terhadap stimulasi cenderung yang bersangkutan untuk mengadakan pengindaran/penilaian yang negatif dan bahkan reaksi tingkah laku (respon) yang negatif berupa perlawanan dan pelampiasan pada obyek lain.

Persepsi menurut Abizar (1988) adalah proses dengan mana seseorang individu memilih, mengevaluasi dan mengorganisasi stimulus dari lingkungannya. Persepsi juga menentukan cara kita berperilaku terhadap suatu obyek atau permasalahan, bagaimana segala sesuatu itu mempengaruhi persepsi seseorang nantinya akan mempengaruhi perilaku yang dipilihnya. Persepsi juga merupakan suatu proses tentang petunjuk-petunjuk inderawi (sensory) dan pengalaman masa


(34)

lampau yang relevan diorganisasikan untuk memberikan kepada kita gambaran yang terstruktur dan bermakna pada suatu situasi tertentu.

Dari kondisi yang tercipta akibat kegiatan pertambangan menimbulkan persepsi dari masyarakat yang berdomisili di sekitar pertambangan. Menurut Liana (1994) persepsi yang positif dari masyarakat terhadap suatu kegiatan akan tercermin dari respon yang positif terhadap kegiatan tersebut karena manfaat yang dirasakan, dan masyarakat akan mendukungnya secara berkesinambungan. Persepsi masyarakat mengenai lingkungannya sangat tergantung pada dampak langsung atau tidak langsung terhadap aktivitas dan sarana-sarana yang menunjang kehidupan masyarakat dari suatu kegiatan proyek yang dilakukan di lingkungan mereka serta faktor sosial ekonomi, budaya dan tingkat pendidikan.

2.7. Ekologi dan Kesehatan

Kesehatan lingkungan sangat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan erat pula hubungannya dengan taraf sosial ekonomi. Karenanya, untuk dapat mengelola kualitas lingkungan ataupun kesehatan masyarakat perlu dihayati hubungan lingkungan dengan manusia, yaitu ekologi manusia.

Kemampuan manusia untuk mengubah atau memodifikasi kualitas lingkungnya tergantung sekali pada taraf sosial budaya. Masyarakat yang primitif hanya mampu membuka hutan secukupnya untuk memberi perlindungan pada masyarakat tersebut. Sebaliknya, masyarakat yang sudah maju sosial budayanya dapat mengubah lingkungan hidup sampai ke taraf yang irreversibel. Gunung-gunung dapat dibelah atau dipotong sesuai dengan keperluannya. Hutan dapat diubah menjadi kota dalam waktu yang singkat.

Pemanfaatan sumberdaya alam menurut Sugandhi dan Hakim (2007) dalam memodifikasi lingkungan hidup dengan tujuan memperbaiki nasib manusia tidak selalu berhasil dengan baik bila tidak diperhatikan proses-proses yang terjadi di dalam ekosistem yang mengikuti perubahan-perubahan tersebut. Apabila modifikasi lingkungan dilakukan sedemikian rupa sehingga alam tidak dapat lagi mempertahankan keseimbangannya, maka akan terjadi hal-hal yang merugikan manusia sendiri. Karena manusia selain mendayagunakan unsur-unsur dari alam,


(35)

manusia juga membuang kembali segala sesuatu yang tidak dipergunakan kembali ke alam biasanya disebut dengan limbah, tindakan ini akan berakibat buruk bagi manusia apabila jumlah buangan sudah telalu banyak sehingga alam tidak dapat lagi membersihkan keseluruhannya. Dengan demikian, terjadi pengotoran lingkungan dan sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari. Sebagai akibatnya, manusia akan mengalami gangguan kesehatan. Berdasarkan hal tersebut di atas, jelas bahwa kelangsungan hidup masyarakat sangat tergantung pada pengetahuan dan pengertian tentang proses-proses interaksi di dalam ekosistem (Slamet, 2007).


(36)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada usaha pertambangan bijih besi PT Juya Aceh Mining, yang berlokasi di Desa Ie Mirah dan Pante Rakyat, Kecamatan Babah Rot Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Jarak dari ibukota propinsi (Banda Aceh) 412 km arah barat, dapat ditempuh dalam waktu 11-12 jam dengan transportasi darat. Secara geografis lokasi pertambangan bijih besi ini terletak pada posisi 96048, 29’84” BT dan 30 47, 45’582”. LU.

Pengusahaan pertambangan berada dalam dua wilayah administrasi desa yaitu Desa Ie Mirah dan Desa Pante Rakyat. Desa Ie Mirah terbagi dalam empat dusun yaitu: Dusun Kuta Malaka, Dusun Kubang Gajah, Dusun Pancang Besi dan Dusun Seujahtra, dan memiliki berpenduduk sebanyak 1.579 jiwa. Sedangkan Desa Pante Rakyat terdiri atas sepuluh dusun yaitu dusun Pasar, Alue Pineung, Plak Mirah, Kampong Teungoeh, Lhoek Gayoe, Geunang Jaya, Alue Mentri, Blang Raja, Lhoek Meukek dan Dusun Alue Dawah, serta memiliki penduduk 6.728 jiwa. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2008 sampai dengan bulan Maret 2009.

3.2. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini sepenuhnya dilakukan di Desa Ie Mirah dan Desa Pante Rakyat Kecamatan Babah Rot Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi NAD. Penelitian ini terkonsentrasi pada pencarian seberapa besar kehilangan fungsi ekonomi lingkungan yang ditimbulkan oleh pertambangan, menghitung perbedaan tingkat pendapatan masyarakat sebelum dan sesudah adanya kegiatan pertambangan dan mengidentifikasi persepsi masyarakat terhadap kegiatan pertambangan bijih besi PT Juya Aceh Mining.

3.3. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode survey yang merupakan kombinasi dari “descriptive research” dan “problem solving research”. Menurut Ethridge (1995), Penelitian descriptive adalah upaya sederhana untuk menentukan,


(37)

mengidentifikasi dan mendeskripsikan apa yang terjadi. Sementara itu penelitian

problem solving research, (penelitian pemecahan masalah) adalah penelitian yang dirancang untuk memecahkan masalah yang spesifik guna mengambil keputusan yang spesifik pula. Dengan penggunaan metode penelitian ini, maka hasil penelitian selain dapat dideskripsikan juga dapat diketemukan masalah yang penting, untuk selanjutnya ditentukan alternatif pemecahannya.

3.4. Penentuan Sampel

Dalam penelitian ini pengambilan sampel terdiri dari dua desa yaitu Desa Ie Mirah dan Desa Pante Rakyat. Dari desa tersebut diambil 4 dusun yaitu: tiga dusun dari Desa Ie Mirah dipilih Dusun Kuta Malaka, Seujahtera dan Dusun Pancang Besi dan satu dusun dari Desa Pante Rakyat yaitu Dusun Alue Dawah.

Pemilihan tempat berdasarkan asumsi dimana dampak permasalahan seperti fasilitas, aktifitas, hilangnya sumber kehidupan, terjadinya pencemaran, tersedia lapangan kerja, peningkatan dan penurunan pendapatan/kapita, konflik dan lain sebagainya, selama proyek beroperasi, dampak paling utama akan dipikul oleh masyarakat Desa Ie Mirah dan Desa Pante Rakyat.

3.5. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data atau informasi langsung dari masyarakat Desa Ie Mirah dan Desa Pante Rakyat yang berdomisili di sekitar pertambangan PT Juya Aceh Mining. Data primer ini diperoleh dari hasil wawancara dengan anggota masyarakat yang dipandu dengan kuisioner. Data primer ini mencakup komponen ekonomi, sosial dan lingkungan yang terkena dampak dari kegiatan proyek PT Juya Aceh Mining. Data ini berupa:

• Data tentang vegetasi dari ekosistem yang terdapat pada areal pertambangan PT Juya Aceh Mining

• Data jumlah tenaga kerja yang memiliki kesempatan kerja di pertambangan

• Data pendapatan masyarakat pada saat sebelum dan setelah adanya tambang


(38)

• Persepsi masyarakat (sikap dan pandangan masyarakat) terhadap kegiatan pertambangan

Data sekunder, merupakan data/informasi yang sudah didokumentasikan baik berupa data statistik maupun hasil penelitian yang diperoleh dari dinas/instansi atau kelembagaan yang terkait dengan penelitian ini. Data ini berupa:

• Data luasan hutan dan pemanfaatannya

• Data tentang kekayaan keanekaragaman hayati yang terdapat pada hutan konversi oleh PT Juya Aceh Mining

• Data harga dasar produk kehutanan dan pertanian

• Dokumen AMDAL PT Juya Aceh Mining

• Data luas areal yang dikonversi oleh PT Juya Aceh Mining

• Data demografi (kependudukan) yang berdomisili di sekitar tambang

• Data tingkat pendidikan dan pekerjaan

• Data jumlah KK, pekerjaan, dan pendidikan

3.6. Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang bertujuan untuk mengetahui kehilangan fungsi ekonomi lingkungan diperoleh dari menghitung barang ekonomi yang hilang. Pengambilan data dilakukan pada seluruh areal pertambangan dengan merujuk pada dokumen AMDAL PT Juya Aceh Mining. Sedangkan data sosial, diperoleh melalui diskusi/wawancara secara mendalam dengan masyarakat yang dijadikan sampel, tokoh masyarakat, pihak perusahaan dan pemerintah diikuti dengan pengisian kuisioner.

Pemilihan responden berdasarkan pendapat Siegel (1997) yang menyatakan bahwa apabila subjeknya lebih dari 100, maka dapat diambil antara 10–15% atau 20–25% atau lebih. Dengan merujuk pendapat tersebut, maka responden pada penelitian ini adalah 91 orang yaitu (20% dari populasi), dari jumlah penduduk disetiap dusun dan dibagi dalam 4 kelompok berdasarkan dusun. Tiga dusun berada dalam administrasi Desa Ie Mirah yaitu Dusun Kuta Malaka, Seujahtera dan Dusun Pancang Besi, dan satu dusun berada dalam administrasi Desa Pante


(39)

Rakyat yaitu Dusun Alue Dawah. Data pendukung berupa telaah pustaka yang mencakup kajian konsep teoritis dan telaah hasil penelitian.

3.7. Analisis Data

3.7.1. Analisis Kehilangan Fungsi Ekonomi Lingkungan

Untuk mengetahui dampak pertambangan terhadap hilangnya barang lingkungan, analisis dilakukakan dengan kuantitatif dengan cara melakukan penghitungan Nilai Ekonomi Total (NET) terhadap vegatasi yang terdapat pada areal pertambangan PT Juya Aceh Mining. Dalam penelitian ini dilakukan dua tahap pendekatan Tietenberg (1992) yaitu (1) identifikasi manfaat dan fungsi-fungsi barang lingkungan (2) mengkuantifikasi segenap manfaat dan fungsi-fungsi ke dalam nilai uang. Tahap identifikasi manfaat dan fungsi dari barang lingkungan yang diteliti diawali dengan studi pustaka mengenai nilai-nilai dari barang lingkungan (Yakin, 2004). Identifikasi ini meliputi manfaat langsung dan manfaat tidak langsung.

a. Manfaat langsung (Direct use value) ML=∑ MLi

Diamana: ML : Total manfaat langsung

MLi : Manfaat langsung dari barang lingkungan ke-i b. Manfaat tidak langsung (Indirect use value)

MTL=∑MTLi

Dimana : MTL : Total manfaat tidak langsung

MTL1: Manfaat tidak langsung dari barang lingkungan ke-i Selanjutnya Nilai Ekonomi Total dari barang lingkungan yang dikonversi pertambangan dapat diformulasikan sebagai berikut

NMT=ML+MTL

Dimana : NMT : Nilai manfaat total

ML : Total manfaat langsung MT : Total manfaat tidak langsung

Setelah semua manfaat dan fungsi barang lingkungan yang diteliti berhasil diidentifikasikan, maka langkah selanjutnya adalah mengkuantifikasi manfaat dan


(40)

fungsi tersebut ke dalam nilai rupiah. Teknik kuantifikasi yang akan dipakai adalah penggunaan nilai pasar.

3.7.2. Analisis Pendapatan Rumah Tangga

Ada tidaknya perbedaan tingkat pendapatan rumah tangga masyarakat yang terkena dampak langsung dari kegiatan pertambangan di Desa Ie Mirah dan Desa Pante Rakyat, sesudah adanya kegiatan pertambangan, dianalisi dengan statistik deskriptif dengan menggunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi merupakan teknik meneliti yang menggunakan metode lebih dari satu secara independen, sehingga dapat diperoleh informasi yang mendekati kebenaran dari data yang dihimpun (Hadi, 2005). Adapun data yang digunakan berupa pendapatan masyarakat sebelum dan sesudah adanya pertambangan.

3.7.3. Analisis Persepsi Masyarakat

Persepsi masyarakat terhadap kegiatan pertambangan, dilihat dari sikap dan pandangan responden terhadap keberadaan PT Juya Aceh Mining atas dampak yang telah ditimbulkannya terhadap kehidupan mereka. Persepsi yang baik/positif menunjukkan bahwa masyarakat mendukung kegiatan pertambangan, sedangkan persepsi yang kurang baik/negatif menunjukkan kurangnya dukungan terhadap kegiatan pertambangan. Jadi persepsi ini didasari oleh manfaat yang masyarakat rasakan sebelum dan sesudah adanya kegiatan pertambangan, data ini disajikan secara deskriptif.


(41)

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Keadaan Umum dan Luas Daerah Penelitian

Kabupaten Aceh Barat Daya (ABDYA) terbagi menjadi 6 kecamatan dengan Blang Pidie sebagai ibu kota kabupaten. Pertanian dan perdagangan adalah pilar utama yang membangun struktur perekonomian Kabupaten Aceh Barat Daya. Pertanian di daerah ini mengandalkan tanaman pangan sebagai hasil utama yang berupa padi, kacang hijau, kacang tanah, ketela pohon, dan pisang. Seluruh komoditi ini akan dipacu produksi dan produktivitasnya untuk program agropolitan. Pada kelompok tanaman buah-buahan juga dikembangkan antara lain buah mangga, durian, kuini, dan rambutan. Di sektor perkebunan komoditas pala, kelapa sawit, dan karet juga diandalkan untuk pengembangan agropolitan. Pengembangan perikanan laut di daerah ini lebih dimungkinkan sebab lima kecamatan di ABDYA berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Secara umum setiap kecamatan di daerah ini telah memiliki peruntukan kegiatan ekonomi masing-masing sesuai dengan karakter daerah yang dimiliki. Blang Pidie menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan. Kecamatan Susoh menjadi sentral pengembangan sektor kelautan, Kecamatan Manggeng, Kuala Batee dan Babah Rot menjadi agropolitan.

Daerah penelitian merupakan salah satu kecamatan yang berada dalam Kabupaten Aceh Barat Daya yaitu Kecamatan Babah Rot. Secara administrasi daerah penelitian berada dalam dua desa, yaitu Desa Ie Mirah dan Desa Pante Rakyat. Luas Desa Ie Mirah 7.700 ha, dengan jumlah penduduk laki-laki 830 jiwa, wanita 746 jiwa dan terdiri dari 383 Kepala Keluarga (KK). Di bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues, sebelah selatan dengan samudra Hindia, sebelah timur dengan Desa Pante Rakyat, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Gunung Samarinda.

Luas Desa Pante Rakyat 8.200 ha, dengan jumlah penduduk 3.205 jiwa laki-laki dan 3.525 jiwa wanita, terbagi dalam 1.514 KK. Desa ini di bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues, di sebelah selatan Samudra Hindia, sebelah timur berbatasan dengan Desa Pante Cermen, sebelah barat dengan Desa


(42)

Ie Mirah. Kedua desa tersebut terletak di dalam administrasi Kecamatan Babah Rot Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi NAD. (Tabel 1)

Tabel 1 Jumlah penduduk dan kepala keluarga

No Desa Jumlah

KK

Penduduk Akhir Bulan Februari 2009 Laki-laki Perempuan L+P

1 Ie Mirah 340 829 750 1.605

2 Pante Rakyat 1.514 3.204 3.524 6.748

Jumlah 1.854 4.033 4.274 8.353

Sumber: Kantor Camat Kecamatan Babah Rot

Kecamatan Babah Rot berjarak 45 km dari ibukota Kabupaten Aceh Barat Daya yaitu Blang Pidi. Secara geografis terletak pada posisi 960, 48 BT dan 30 47 LU.

\

Gambar 2 Peta lokasi penelitian KP PT Juya Aceh Mining (Sumber: Laporan studi kelayakan PT Juya Aceh Mining)

4.2. Kondisi Iklim dan Curah Hujan

Tipe iklim daerah penelitian berdasarkan klasifikasi Oldeman (1980) termasuk kategori iklim A (hujan tropis). Bila dilihat dari nilai suhu udara rata-rata bulanan, semua berada di atas 180C dan distribusi hujan bulanan semua


(43)

bernilai di atas 60 mm (Tabel 2). Wilayah penelitian memiliki suhu udara rata-rata 25,6 0C dengan kisaran antara 22,4 0C sampai 31,1 0C.

Kelembaban nisbi udara yang relatif tinggi berkisar antara 79%, pada bulan Agustus hingga 89% pada bulan Januari. Evapotranspirasi potensial bulanan atau penguapan setiap bulan berkisar antara 3,0 mm, pada bulan Januari 4,5 mm, total penguapan setahun mencapai 23,8 mm. Curah hujan daerah penelitian sebesar 3.877 mm/tahun, termasuk kategori bulan basah, dengan distribusi bulanan terendah hujan 186 mm pada bulan Agustus hingga tertinggi 451 mm pada bulan Januari. Hujan total terbanyak 3.877 mm berakumulasi selama 132 hari. Hari hujan dengan hujan terendah pada bulan Juli dengan 13 hari dan tertinggi 28 hari pada bulan Januari. Hujan total dalam sehari sering terjadi pada bulan Januari yang mencapai 16 mm/hari.

Tabel 2 Data suhu, curah hujan dan kelembaban Kabupaten ABDYA Bulan/Unsur

Iklim

Suhu 0C Min

Suhu 0C Rata2

Suhu 0C Maks ETP (mm) RH (%) HH (hari) CH (mm) min CH (mm) rata2 CH (mm) maks

Jan 22,6 25 29,3 3 89 28 297 451 629

Feb 22,6 25,2 30,1 3,4 88 24 73 342 538

Mar 22,8 25,6 31,1 3,7 86 25 98 368 741

Apr 22,9 26 31,4 3,7 86 24 245 430 596

Mei 22,6 25,8 31,3 3,4 85 20 209 371 518

Jun 22 25,6 31,2 3,4 83 15 51 274 470

Jul 21,5 25,6 31,7 3,8 81 14 24 217 366

Agt 21,7 25,7 32,2 4,3 79 12 10 186 431

Sep 22,2 25,9 32,3 4,5 81 15 45 234 445

Okt 22,6 25,9 31,7 4 84 21 36 329 573

Nov 22,7 25,7 30,9 3,8 86 25 181 415 709

Des 22,7 25,5 30,5 3,8 86 24 70 260 414

Rata2 22,4 25,6 31,1 3,7 84,5 21 112 323 536

Sumber: Dokumen Amdal PT Juya Aceh Mining

4.3. Kondisi Flora dan Fauna Daerah Penelitian

a. Flora

Secara umum kondisi alam daerah penelitian dibagi atas tiga komposisi vegetasi.

1. Vegetasi hutan yang didominasi oleh Kuli minyak (Litsea glutinose), Medang

(Dehaosia sp), Tapu (Mancaraga tanarius), Pasang (Castanopsis argentea)


(44)

yang sering dijumpai pada hutan sekunder. Kehadiran kelompok tumbuhan seperti Tapu, Kapur dan Lara mengindikasikan bahwa kawasan tersebut merupakan kawasan hutan sudah pernah dieksploitasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat menunjukkan bahwa kawasan hutan sekunder tersebut merupakan areal bekas Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) PT ASDAL yang telah berakhir sekitar tahun 1998 yang lalu.

2. Vegetasi agroforestry. Daerah ini merupakan daerah yang telah berubah dari hutan menjadi daerah yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tempat mencari nafkah dengan bercocok tanam. Hal ini terbukti dengan vegetasi yang mendominasi kawasan ini antara lain: Pala (Myristica sp), Pinang (Areca catechu), Kelapa sawit (Elaeis quineensis), Durian (Durio zebhatinus) yang kesemuanya merupakan tanaman yang dibudidayakan.

3. Vegetasi perkarangan. Tanaman yang mendominasi kawasan ini berupa jambu air (Syzigium aquaticum), Pisang (Musa paradisiacal), Coklat (Theobroma cacao), Rambutan (Nephelium sp), Melinjo (Gnetum gnemon), Sirsak (Annona muriceta), Belimbing (Averhoa bilimbi), Pepaya (Carica papaya), Nangka

(Arthocarpus integra).

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa pada kawasan eksploitasi bijih besi oleh PT Juya Aceh Mining tidak dijumpai hutan primer. Bila ditinjau dari fungsi hutan primer seperti pemelihara iklim, hidrologi, habitat satwa liar, pemelihara siklus biokimia, pemelihara kesuburan dan lainnya, maka fungsi-fungsi tersebut sudah menurun. Akan tetapi dari segi pendapatan masyarakat sebagai tempat berusaha dan secara ekonomi lingkungan vegetasi ini masih memiliki nilai.

b. Kondisi Fauna

Pada daerah penelitian ada beberapa jenis fauna yang dijumpai, yang secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalam Mamalia, Reptilia dan Aves (Tabel 3).

4.4. Kondisi Alam, Topografi dan Hidrologi

Dilihat dari sejarah, kawasan penelitian yaitu Kecamatan Babah Rot, memiliki sejarah pahit dalam menerima hukum alam berupa banjir bandang yang terjadi pada tahun 2002 lalu, yang menelan korban jiwa dan harta benda.


(45)

Kejadian ini diprediksikan sebagai akibat dari hilangnya vegetasi hutan bagian hulu Kabupaten Aceh Barat Daya.

Tabel 3 Jenis fauna pada lokasi penelitian

Nama daerah Nama ilmiah Keterangan

Kelompok Mamalia

Kerbau Babalus bubalis Mamalia Peliharaan

Babi Sus Scrofa Mamalia Liar

Tupai Caloceorus notacus Mamalia Liar

Kera ekor Panjang Macaca fascicularis Mamalia Liar Siamang Symphalangus sundactylus Mamalia Liar

Kalong protopterus vampirus Mamalia Liar

Musang Paradoxurus hemaproditus Mamalia Liar

Kambing Capra sp Mamalia peliharaan

Anjing Canis canis Mamalia peliharaan

Kucing Felis domesticus Mamalia peliharaan

Rusa Cervus sp Mamalia Liar

Harimau Sumatara Panthera tigris sumatrae Mamalia Liar

Kancil Malacocincla sp. Mamalia Liar

Landak Hystrix brachyura Mamalia Liar

Kelompok Reptilia

Kadal Maboyya multifasciata Tidak dilindungi

Biawak Varanus salvatorius Tidak dilindungi

Tokek Gekko-gekko Tidak dilindungi

Ular fiton Sanca molurus Tidak dilindungi

Ular mati ekor Trimeresurus sp Tidak dilindungi Kelompok Aves

Elang hitam Ictinaetus malayensis* Dilindungi burung Cekakak Halcyon chloris Tidak dilindungi Walet sarang putih Collocalia fuchipaga Tidak dilindungi Kentul Kerbau Bubulkus ibis Tidak dilindungi Tekukur Streptopelia chinensis Tidak dilindungi

Punai kecil Treron olax Tidak dilindungi

Burung Cabee Dicaeum trochileum Tidak dilindungi Alap-alap api Falco moluccencis* Dilindungi Layang-layang batu Hirundo taitica Tidak dilindungi Kirik-kirik laut Merops philippinus Tidak dilindungi Kicuit batu Motacilla cinerea Tidak dilindungi

Kipasan Rhipidura javanica* Dilindungi

Burung madu sepah raja Aethopyga siparaja Tidak dilindungi Burung madu kelapa Antreptes malacencis* Dilindungi Burung madu sriganti Nectarinia jugularis* Tidak dilindungi Burung kepodang Oriolus chinensis Tidak dilindungi

Bondol haji Lonchura maja Tidak dilindungi

Bondol taruk Lonchura molucca Tidak dilindungi Burung terucuk Pycnonotus goiavier Tidak dilindungi Burung geri kecil Aploinis minor Tidak dilindungi Jalak kerbau Acridotheres javanicus Tidak dilindungi Burung cinenen Orthotomus surtorius Tidak dilindungi

Srigunting Dicrurus sp Dilindungi

Perling kumbang Aplonis panayensis Tidak dilindungi Burung kucica Capsycus saularis Tidak dilindungi Sumber: LSM YLI dan dokumen AMDAL PT Juya Aceh Mining


(46)

Dua desa di Kecamatan Babah Rot yaitu Desa Ie Mirah dan Pante Rakyat yang dijadikan sampel penelitian, merupakan daerah yang rawan bencana banjir. Pada Desa Ie Mirah banjir terjadi hampir setiap tahun, menurut hasil pengamatan dan wawancara dengan penduduk yang sudah 30 tahun tinggal di desa tersebut serta dinas kehutanan, banjir ini terjadi karena curah hujan yang tinggi, topografi hulu yang terjal dan berbatu, kondisi hutan bukan primer dan ketidakmampuan sungai Ie Mirah menampung air. Alasan lain adalah daerah serapan berupa lahan gambut di hilir telah dikonversi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. Kondisi lain juga dapat dilihat dari tipe rumah panggung yang dibangun oleh masyarakat setempat untuk mengantisipasi banjir yang tiap tahun kerap terjadi, (Gambar 3). Rutinitas banjir telah terjadi sejak 30 tahun sebagai dampak dari meluapnya Daerah Aliran Sungai (DAS) Ie Mirah yang merupakan anak DAS utama Krueng Babah Rot.

Wilayah penelitian termasuk ke dalam DAS Krung Babah Rot dengan beberapa sub DAS yang terdapat di kawasan pertambangan bijih besi PT Juya Aceh Mining, salah satunya adalah sub DAS Krung Ie Mirah. Air permukaan di lokasi penelitian berkualitas baik, yaitu jernih, tidak berwarna dan tidak berbau, jaringan sungai umumnya rapat dan berair hanya pada musim penghujan. Muka air sungai cepat naik manakala hujan turun dan cepat surut setelah beberapa saat hujan berhenti. Masyarakat di wilayah ini menggunakan air sungai dan air pegunungan yang ditampung untuk keperluan hidup sehari-hari mulai dari keperluan MCK sampai konsumsi.

Topografi daerah penelitian terdiri dari bentang alam dataran dan perbukitan, kecuraman terdiri atas ringan, sedang hingga berat. Karakteristik topografi sebagian besar berupa perbukitan, hanya sebagian kecil bertopografi datar. Daerah perbukitan menempati bagian timur, tengah dan selatan, disusun oleh rangkaian perbukitan yang memanjang searah dengan sumbu Pulau Sumatra, yaitu berarah barat laut-tenggara dengan elevasi tinggi 500 meter di atas permukaan laut. Sedangkan topografi dataran hanya terletak di bagian utara.


(47)

Gambar 3 Tipe dan kondisi rumah masyarakat daerah penelitian

4.5. Ketergantungan Masyarakat terhadap Air Bersih

Air merupakan salah satu unsur yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia maupun mahluk hidup lainnya yang ada di muka bumi. Sejalan dengan pertambahan dan perkembangan penduduk serta industri, maka kebutuhan terhadap air bersih semakin meningkat pula. Pertumbuhan penduduk dan aktivitas pembangunan yang tinggi, serta adanya eksploitasi sumberdaya alam secara intensif dan berlebihan, memberikan peringatan kepada kita untuk menyusun suatu strategi yang lebih baik dalam mengelola sumberdaya alam air. Sebagai wilayah yang memiliki curah hujan yang cukup tinggi mencapai 3.877 mm/tahun hingga terkadang di berbagai wilayah mengalami banjir, seperti halnya salah satu desa penelitian yaitu Desa Ie Mirah, yang hampir setiap tahun mengalami banjir. Namun demikian pada daerah penelitian ketersedian air bersih terbatas, hal ini terbukti dari ketergantungan masyarakat pada air sungai dan air pegunungan untuk penggunaan seluruh kebutuhan hidup.

Air yang dipergunakan oleh mayoritas masyarakat Desa Ie Mirah saat ini bersumber dari air pegunungan yang dialirkan melalui pipa ke tempat penampungan (Gambar 4). Tempat penampungan berada tepat di tengah-tengah Desa Ie Mirah. Dari hasil wawancara yang dilakukan, sumber air tersebut berasal dari kawasan pengunungan dalam kawasan eksploitasi bijih besi PT Juya Aceh Mining. Hingga penelitian dilakukan belum diketemukan masalah ketidak


(48)

tersediaan air baik secara kualitas maupun kuantitas dalam penampungan di Desa Ie Mirah tersebut.

Gambar 4 Tempat penampungan air di Desa Ie Mirah

4.6. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat

Mayoritas penduduk Desa Ie Mirah dan Pante Rakyat adalah suku Aneuk Jamee. Suku ini terdapat dibeberapa tempat di bagian pesisir barat-selatan Nanggroe Aceh Darussalam. Dari segi bahasa, dialek mereka masih merupakan dialek Minang Kabau dan menurut cerita, mereka memang berasal dari Ranah Minang. Orang Aceh menyebut mereka sebagai Aneuk Jamee yang berarti tamu

atau pendatang.

Hubungan antara masyarakat dengan hutan pada dasarnya telah terjalin lama. Hubungan ini bukannya semata-mata didorong oleh adanya manfaat langsung barang dan jasa yang dapat diperoleh dari hutan tetapi lebih dari itu. Hutan merupakan objek terpenting lingkungan hidup. Masalah lingkungan hidup amat erat hubungannya dengan sosial ekonomi dan budaya. Keadaan dan perkembangan tingkat sosial, budaya dan ekonomi masyarakat akan menentukan baik buruknya lingkungan tersebut dan pada gilirannya hal tersebut akan tercermin pada keadaan hutan itu sendiri. Karateristik masyarakat yang mempengaruhi adalah jumlah penduduk. Intensitas penduduk yang tinggi akan mempersempit kesempatan kerja, karena mayoritas penduduk daerah penelitian


(1)

(a) konsumsi pribadi (b) Dijual berapa haraga/kg, Rp……….

(c) Konsumsi pribadi dan dijual

2.10 Jika jawaban poin (j) (Tempat mencari umbi-umbian) umbi tanaman apa saja yang anda ambil?

(a) Umbi Gadung (b) Lainnya (sebutkan)………

Umbi tersebut Anda gunakan Untuk keperluan:

(a) Pribadi (b) Dijual (berapa harga/kg. Rp………(c) Konsumsi pribadi dan dijual

2.11. Jika jawaban poin (k) (Tempat mengambil sagu) sagu tersebut bapak/ibu pergunakan untuk?

(a) Kebutuhan pribadi (b) Dijual Berapa harga/kg. Rp………..

(c) Konsumsi pribadi dan dijual

2.12. idak ada manfaat Hutan bagi Bapak/ibu secara langsung Karena : (a) Rumah bapa/ibu tidak terbuat dari kayu

(b) Tidak pernah mengambil hasil hutan apapun bentuknya

(c) lainnya (sebutkan)………..……….. 3. Jika lahan yang di gunakan oleh PT Juya Aceh Mining tersebut adalah

Perkebunan, apakah manfaat langsung perkebunan bagi bapak/ibu? 1. sebagai tempat memperoleh pendapatan utama keluarga dari hasi penjualan hasil penggarapan dan panen tanaman

(a) Apa jenis tanaman di perkebunan bapak?

1………….……..2……….3………4…..…………..5 (b) yang paling banyak (dominan) No 1, 2, 3, 4. Berapa……….% 2. Sebagai lapangan kerja utama

3. Sebagai borok (jaminan) pinjaman modal pada perbangkan

(a) modal yang anda peroleh anda gunakan untuk usaha apa?... 4. Tidak ada manfaat lansung (karena)……… 5. Lainnya (sebutkan) ………..

4. Dari manfaat hutan yang bapak /ibu rasakan, kalau seandainya hutan rusak berapa kerelaan bapak memberi biaya untuk memperbaikinya /bulan?


(2)

III. KOMPONEN SOSIAL EKONOMI

1. Dengan adanya Pertambangan PT Juya Aceh Mining, apakah ada kekayaan/ harta benda bapak/ibu yang digantirugikan/dibeli?

(a) ADA (b) TIDAK ADA 2. Jika ada apa saja?

1. Rumah (ukuran)………M2

2. Lahan Pertanian/Perkebunan (berapa luasnya)……… M2 2.1. Tanamannya terdiri dari?

(a) Durian (b) Kopi (c)Rambutan (d)Pinang (e)Melinjo (f) Kakao (g)Kelapa sawit (h)Jati

(i) Pisang

(j) Lain-lain (tanaman apa): ………Banyaknya………Batang

3. Lainnya………..

3. Berapa nilai ganti rugi untuk masing-masing harta kekayaan bapak/ibu tersebut di bayar oleh PT Juya Aceh Mining?

1. Rumah ukuran (berapa harganya) Rp………

2. Lahan Pertanina/Perkebunan seluas (Berapa harganya) RP..………… a. Tanamannya.

(a) Durian/Batang Rp……… (b) Kopi /Batang Rp……… (c) Rambutan/Batang Rp……… (d) Pinang/Batang Rp……… (e) Melinjo/Batang Rp……… (f) Kakao/Batang Rp……… (g) Kelapa sawit/Batang Rp……… (h) Jati/Batang Rp……… (i) Pisang/Batang Rp……….. (j) Lain-lain tanaman apa: Rp………

3. Lainnya (sebutkan apa)... Rp………

4. Mengapa lahan pertanian/perkebunan yang bapak miliki bapak jual ke ke pihak pertambangan?

(a) Karena harganya yang dibayar PT Juya mahal/meter Rp (sebutkan)………

(b) Karena lahan tersebut tidak di garab lagi karena konflik


(3)

(d) Terpaksa dijual karena terjepit kebutuhan hidup sehari-hari (e) Dipaksa minta dibeli oleh pihak-pihak tertentu.

(f) Lainnya (sebutkan)………

5. Sekarang berapa luas kebun/atau lahan pertanian yang tersisa, dari yang telah bapak/ibu jual ke pertambangan.

(a) Sebutkan ………ha

6. SEBELUM adanya kegiatan pertambangan bapak/ibu bekerja sebagai? (a) Buruh Tani (bekerja pada lahan milik orang lain)

(b) Petani Pemilik (Bekerja pada lahan sendiri)

(c) Tukang (pertukangan apa)……….. (d) Pedagang (dagang apa)………. (e) Perbengkelan (bengkel apa)……….. (f) Buruh industri (Industri apa)……….. (g) Peternak (ternak apa)………. (h) Sopir

(i) Pegawai Negeri (sebagai) ………... (j) TNI/Polri

(k) Lain-lain (Sebutkan)………..

7. SETELAH adanya kegiatan pertambangan bapak/ibu bekerja sebagai? (a) Buruh Tani (bekerja pada lahan milik orang lain)

(b) Petani Pemilik (Bekerja pada lahan sendiri)

(c) Tukang (pertukangan apa)……….. (d) Pedagang (dagang apa)………. (e) Perbengkelan (bengkel apa)………. (f) Buruh industri (Industri apa)………. (g) Peternak (ternak apa)……… (h) Sopir

(i) Pegawai Negeri (sebagai) ……….. (j) TNI/Polri

(k) Lain-lain (Sebutkan)……….. 8. Selain dari pekerjaan Utama diatas, Apa bapak/ibu ada Mata

Pencaharian Sampingan? (Bila ada sebagai)

(a) Buruh Tani (bekerja pada lahan milik orang lain) (b) Petani Pemilik (Bekerja pada lahan sendiri) (c) Tukang (pertukangan apa)……… (d) Pedagang (dagang apa)……… (e) Perbengkelan (bengkel apa)……… (f) Buruh industri (Industri apa)……… (g) Peternak (ternak apa)……… (h) Sopir

(i) Pegawai Negeri (sebagai) ……….. (j) TNI/Polri


(4)

(k) Lain-lain (Sebutkan)………

9. Berapa Pendapatan rata-rata Bapak/ibu SEBELUM adanya kegiatan Pertambangan di desa ini? Rp:………./hari

10. Berapa Pendapatan rata-rata Bapak/ibu SETELAH adanya kegiatan Pertambangan desa ini? Rp:………../hari

Alasannya:………

11. Penghasilan keluarga bapak/ibu/bulan dimasa sekarang bersumber dari? (a) Pekerjaan Pokok Suami Rp:………/hari

(b) Pekerjaan Pokok Istri. Rp………/hari

(c) Pekerjaan anak yang sudah layak kerja tetapi belum menikah Rp…./hari (d) Pekerjaan sampingan keluaraga. Rp:………../hari

12. Pemgeluaran keluarga bapak/ibu dimasa sekarang untuk kebutuhan? 1. Makan/hari : Rp:………

2. Minum /hari : Rp:……… 3. rumah tangga/hari : Rp:……… 4. Pendidikan/Hari : Rp:……… 5. Kesehatan/hari : Rp:……… 6. sosial/hari : Rp:………

III. PERSEPSI MASYARAKAT

1. Apakah Bapak/ibu mengetahui bahwa disini telah beroperasinya PT Juya Aceh Mining yang mengambil Bijih Besi?

(a) Tahu (b) Tida Tahu (langsung isi ke No 4)

2. Jika TAHU dari siapa informasi Bapak/Ibu peroleh?

(a) Karyawan PT Juya Aceh Mining (b) Kepala Desa (c) Kepala dusun (d) Imum mukim (e) Saudara/famili (f) Surat kabar

(g) Lainnya (sebutkan)………

3. Menurut Bapak/ibu sudah berapa lama PT Juya Aceh Mining hadir di desa anda? (a) < 6 bulan (b) 1 tahun (c) 1,5 tahun (d) 2 tahun (e) 2,5 tahun (e) > 3 tahun

4. Bagaimana sikap Bapak/ibu dengan beroperasinya PT Juya Aceh Mining di desa ini?

(a) Setuju (b) Tidak Setuju (lanjut ke No 6) (c) Terserah Pemerintah 5. Jika setuju, Apa alasan Bapak/ibu?

(a) Karena dapat memberikan nilai tambah bagi pendapatan keluarga (b) Karena tidak mengganggu kenyamanan tinggal di sini

(c) Karena dapat bekerja di PT juya Aceh Mining. (e) Karena Program pemerintah

(f) Karena PT Juya Aceh mining peduli terhadap masyarakat dan banyak melakukan pembangunan sarana/prasarana untuk desa/dusun kami


(5)

(g) Karena PT Juya Lebih mengutamakan tenaga kerja lokal (h) Lainnya (sebutkan)……… 6. Jika TIDAK setuju, Apa alasan Bapak/ibu?

(a) Karena hilangnya lahan perkebunan/pertanian

(b) Pt Juya tidak peduli terhadap pembangunan sarana dan prasarana pedesaan/dusun

(c) Tidak menguntungkan secara ekonomi

(d) Kerena mengganggu kenyamanan dengan banyaknya pendatang dari daerah lain

(e) Hilangnya akses atau mata pencaharian karena areal hutan setelah di kelola PT Juya.

(f) Tidak adanya program pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar oleh PT Juya.

(g) Lainnya (sebutkan)………..

7. Menurut pandangan bapak/ibu, bagaimanakah kesan keberadaan PT Juya Aceh Mining di daerah anda?

(1) Tidak mengganggu malah menyenangkan

(2) Suara mobil dan alat berat cukup mengganggu kenyamanan (3) Mencemari air sungai

(4) Mengganggu tempat kehidupan satwa liar

(5) Bertambahnya kesempatan masyarakat untuk bekerja di PT Juya (6) Lainnya (sebutkan)………...

8. Menurut Pandangan Bapak/Ibu setelah beroperasinya PT Juya Aceh Mining masalah apa yang sering terjadi?

(a) Tidak pernah terjadi apa-apa, aman-aman saja

(b) Keresahan Masyarakat yang tidakmemiliki kesempatan kerja (c) Konflik/sengketa tanah yang belum tuntas

(d) Sering banjir (e) Erosi/tanah longsor

(f) Adanya binatang buas dan hama babi yang banyak turun ke perkampungan

(g) Kebisingan (akibat suara mobil, alat berat dan dynamit)

(h) Banyaknya debu saat musim kemarau akibat mobil proyek yang lalu-lalang

(i) Lainnya (sebutkan)………..

9. Selama beroperasinya PT Juya Aceh Mining, bentuk BANTUAN apa yang pernah diberikan untuk dusun bapak/ibu?

(a) Bantuan beasiswa (biaya pendidikan) (b) Santunan anak yatim piatu

(c) Santunan untuk fakir miskin (d) Sunat masal gratis


(6)

(f) Tunjangan Hari raya (g) Bantuan modal usaha (h) Bantuan bibit pertanian

(i) Tidak ada (jika jawaban Tidak ada, Lansung Ke No 11) (j) Lainnya, apa (sebutkan)………

10 SARANA apa yang telah di bangun di desa/dusun bapak/ibu selama PT. Juya Aceh Mining beroperasi?

(a) Kantor Desa

(b) Tempat Ibadah (mesjid/meunasah) (c) Rumah untuk penduduk

(d) Klinik (e) Irigasi

(f) Saluran Air bersih (g) Jalan desa/kampung (h) Tidak ada

(i) Lainnya, (sebutkan)……….

11. Menurut informasi yang bapak/ibu terima/dengar, Ada Tidak rencana bantuan yang akan diberikan untuk desa/dusun bapak ibu oleh PT Juya Aceh Mining?

(a) Ada (b) Tidak (jika jawaban Tidak Jaban Cukup disini) 12 Jika ADA Jenis bantuan apa yang bapak/ibu dengar/ketahui?

(a) ………..

(b) ………..

(c) ………

(d) ………