Nilai Filosofis Marawis

3. Nilai Filosofis Marawis

Istilah filosofi berasal dari kata Yunani Philopsophia yang berarti cinta kearifan. Kata lain dari filosofi adalah filsafat (filsafat, falsafah, falsafat) yang berarti pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan hukumnya. Kata filosofi di definisikan dengan pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab, asal hukum dan Istilah filosofi berasal dari kata Yunani Philopsophia yang berarti cinta kearifan. Kata lain dari filosofi adalah filsafat (filsafat, falsafah, falsafat) yang berarti pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan hukumnya. Kata filosofi di definisikan dengan pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab, asal hukum dan

Terdapat banyak falsafah dan nilai–nilai yang terkandung dalam marawis. Nilai–nilai dan falsafah itu masih di pegang teguh oleh para pemain dan pelestari marawis. Nilai-nilai yang terkandung diantaranya yaitu (1) Dalam hal penentuan ketukan dan irama musik marawis mengandalkan cita rasa dan perasaan. Apabila dibandingkan dengan musik lainnya, marawis mempunyai irama yang berbeda karena musik lainnya memiliki rumus dalam musiknya. (2) Lagu dan syair yang dilantunkan dalam kesenian marawis bertujuan untuk dakwah Islam.

a. Nilai filosofis Alat-Alat Musik Marawis

1) Hajir

Pada saat Habib Al Mukhdori menyaksikan acara bedug di Masjid, sehingga memunculkan ide untuk membunyikan dan memainkan hajir kepada masyarakat Indonesia. Habib Al Mukhdori menganggap bahwa alat musik hajir hampir sama dengan alat musik bedug, sehingga Habib Al-Mukhdori memiliki pemikiran ketika hajir dimainkan tidak ada bedanya dengan bedug yang sudah dikenalkan oleh Wali Songo. Hal yang membedakan antara bedug dengan hajir adalah kalau hajir dimainkan dengan telapak tangan dan tempatnya di bawah, sedangkan bedug di pukul dengan pentung dan memiliki satu suara. Pada masa menyebarkan agama Islam di pulau Jawa, Walisongo membawa dan mengenalkan bedug kepada masyarakat Indonesia. Latar belakang dimainkannya alat musik hajir karena bentuknya hampir sma dengan ”bedug Msjid” yang telah dikenalkan oleh Walisongo (Ustadz Alwi, 21 Mei 2009: Wawancara).

Bunyi yang ditimbulkan apabila hajir dipukul adalah pung...pung...pung’. Suara yang dikeluarkan ini mempunyai makna bahwa tempat yang digunakan para ulama untuk mengajarkan ilmu agama masih kosong, sehingga masih muat untuk di isi lagi oleh orang-orang yang mau mengikuti majelis ilmu yang akan di sampaikan oleh tokoh ulama yang ada di daerah itu. jangan malu-malu untuk mendatangi ke majelis ilmu ini, karena majelis ilmu adalah tempatnya orang- orang baik yang selalu mengajak, menyeru berbuat baik dan menjauhi kemungkaran. Bunyi hajir tersebut berfungsi untuk memanggil dan Bunyi yang ditimbulkan apabila hajir dipukul adalah pung...pung...pung’. Suara yang dikeluarkan ini mempunyai makna bahwa tempat yang digunakan para ulama untuk mengajarkan ilmu agama masih kosong, sehingga masih muat untuk di isi lagi oleh orang-orang yang mau mengikuti majelis ilmu yang akan di sampaikan oleh tokoh ulama yang ada di daerah itu. jangan malu-malu untuk mendatangi ke majelis ilmu ini, karena majelis ilmu adalah tempatnya orang- orang baik yang selalu mengajak, menyeru berbuat baik dan menjauhi kemungkaran. Bunyi hajir tersebut berfungsi untuk memanggil dan

Filosofi yang terkandung dalam hajir ini memiliki kesamaan pada filosofi yang terkandung dalam suara bedug yang muncul pada masa Wali Songo dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Apabila bedug dipukul maka bunyi yang dikeluarkan adalah deg...deg...deg’, filosopi yang terkandung adalah ”masih sedeng” (masih muat), artinya tempat atau majelis ilmu yang akan digunakan Walisongo masih cukup untuk menampung orang-orang yang ingin mengikuti dan mendengarkan ceramah-ceramah yang akan disampaikan oleh Wali Songo.

2) Marawis

Seperti halnya dengan hajir, marawis juga memiliki nilai filosopi. Bunyi yang di timbulkan apabila marawis di pukul adalah prak...prak...prak’, hal ini bermakna ”ayo cepat, ayo cepat”, cepatlah kalian datang jangan sampai terlambat, jangan sampai tempat ini didahului oleh orang lain, kalau bisa kalian yang menempati sof atau barisan yang terdepan supaya bisa mendengarkan dakwah yang akan disampaikan dalam lantunan qosidah atau dakwah yang akan disampaikan oleh tokoh yang ada di situ sehingga jangan sampai ketinggalan (Ustadz Alwi, 21 Mei 2009: Wawancara).

b. Nilai Filosofis zapin

Zapin merupakan salah satu tarian yang banyak berkembang di daerah Melayu. Kata zapin berasal dari dari bahasa Arab ”Al-Zafn” yang berarti ”gerak kaki”. Tarian zapin dibawa oleh keturunan Arab yang berasal dari Yaman. ...tarian khas Yaman yang disebut zapin” (http://majlismajlas.blogspot.com, 3 Mei 2009). Zapin pada mulanya merupakan tarian hiburan dikalangan raja-raja di Istana. Setelah dibawa oleh para pedagang pada awal abad ke-16.Di Indonesia terdapat 2 jenis zapin yaitu zapin Arab dan zapin Melayu. Zapin Arab pada perkembangannya mengalami perubahan secara lambat dan gerakan-gerakannya masih dipertahankan oleh masyarakat keturunan Arab sehingga hanya memiliki satu gaya, sedangkan zapin Melayu dikembnagkan oleh orang-orang Melayu dan disesuaikan dengan lingkungan masyarakatnya sehingga jenis zapin ini memiliki Zapin merupakan salah satu tarian yang banyak berkembang di daerah Melayu. Kata zapin berasal dari dari bahasa Arab ”Al-Zafn” yang berarti ”gerak kaki”. Tarian zapin dibawa oleh keturunan Arab yang berasal dari Yaman. ...tarian khas Yaman yang disebut zapin” (http://majlismajlas.blogspot.com, 3 Mei 2009). Zapin pada mulanya merupakan tarian hiburan dikalangan raja-raja di Istana. Setelah dibawa oleh para pedagang pada awal abad ke-16.Di Indonesia terdapat 2 jenis zapin yaitu zapin Arab dan zapin Melayu. Zapin Arab pada perkembangannya mengalami perubahan secara lambat dan gerakan-gerakannya masih dipertahankan oleh masyarakat keturunan Arab sehingga hanya memiliki satu gaya, sedangkan zapin Melayu dikembnagkan oleh orang-orang Melayu dan disesuaikan dengan lingkungan masyarakatnya sehingga jenis zapin ini memiliki

Pemberian nama untuk tarian tersebut tergantung dari bahasa atau dialek tempat tarian itu tumbuh dan berkembang. Nama zapin pada umumnya dikenal di Sumatera Utara dan Riau, sedangkan di Jambi, Sumatera Selatan dan Bengkulu menyebutnya dana sarah. Di lampung, tarian zapin dikenal dengan nama bedana, sedangkan di Jawa di sebut dengan zafin. Masyarakat Kalimantan cenderung memberi nama jepin, di Sulawesi disebut jippeng, dan di Maluku lebih akrab mengenal dengan nama jepen. Di Nusatenggara, zapin dikenal dengan nama dana-dana (untuk lebih jelasnya lihat lampiran pada halaman 10).

Syair yang dilantunkan dalam makhroj berisi tentang harapan–harapan kegembiraan berupa surga, rahmat dan kasih Allah ta’ala, sehingga zafin ditarikan dengan penuh kegembiraan. Syair yang dilantunkan dalam irama madkhol berisi tentang permohonan doa kepada Allah SWT, sehingga zapin juga ditarikan dengan lembut. Keberadaan dua penari dalam zapin mempunyai makna bahwa di dunia ini dalam setiap aspek ehidupan Tuhan menciptakan dua sisi yang berbeda, sehingga manusia dapat memilih pilihannya, misalnya baik dan buruk, hitam dan putih. Bentuk langkah dalam tarian zapin menggambarkan manusia di dalam setiap kehidupannya selalu berdoa kepada Allah, karena doa merupakan harapan, namun harus diimbangi dengan usaha atau bekerja untuk mewujudkannya serta menyerahkannya kepada Allah SWT sebagai pemilik semua alam semesta dan isinya (Ustadz Alwi, 21 Mei 2009: Wawancara).