Marawis Sebagai Hiburan

2) Marawis Sebagai Hiburan

Menurut Soedarsono (!976: 30), kesenian adalah segala sesuatu bentuk yang menyenangkan, dan dapat memenuhi keinginan yang terakhir. Setiap keindahan yang terdapat dalam seni merupakan sesuatu yang dapat memberikan kepuasan pada batin manusia, dan tadak hanya melalui gerak–gerik yang keras, kasar, penuh keanehan–keanehan saja yang dapat menimbulkan keindahan, tetapi juga gerak–gerik yang halus. Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manusia di dalam menghasilkan karya seni bertujuan untuk menumbuhkan rasa keindahan, dan keindahan tersebut menyebabkan seseorang merasa terpenuhi segala keinginannya sehingga merasakan kepuasaan.

Kesenian sebagai hiburan bagi manusia tidak memandang status, pangkat, kekayaan dan lain sebagainya, walaupun orang itu miskin dan sangat terbelakang tetapi pada dasarnya sama–sama membutuhkan hiburan sebagi pelepas lelah dan penyegar jasmani dan rohani. Melalui hiburan, seseorang akan menjadi senang dan kesenangan akan membantu manusia untuk melupakan hal-hal yang menyediihakan atau melelahkan.

Pada perkembangannya, marawis di Pasar Kliwon menjadi kesenian yang dapat dinikmati oleh masyarakat umum. Meskipun sebagai hiburan, nilai-nilai yang terkandung dalam marawis tetap di pegang teguh dan dipertahankan yaitu dalam hal penentuan ketukan, irama dan lagu-lagu tetap bertujuan untuk dakwah.

Kesenian marawis bukan merupakan substansi, melainkan hanya sebagai pengiring upacara yaitu hiburan. Bagi pemain, dengan bermain marawis dapat menumbuhkan rasa keindahan, sehingga menimbulkan kepuasaan batin (wawancara dengan pemain: Hasan Al Amin, 29 Maret 2009).

Marawis sebagai hiburan mampu memberikan kepuasaan batin bagi masyarakat pendukungnya. Sebagai hiburan, karena komunitas Arab dapat memperoleh kesenangan, karena dapat melepaskan rutinitas hidup serta melupakan masalah yang di hadapi. Keterhiburan mereka oleh pementasan marawis antara lain tercermin dari keceriaan dalam melakukan aktivitas masing- masing bahkan diantara mereka ada pula yang menyenandungkan syair-syair yang sedang ditampilkan.

Marawis diyakini tidak bertentangan dengan ajaran Islam karena isi syairnya merupakan suatu ajakan untuk berbuat baik dan meninggalkan perbuatan yang buruk. Menurut Hendropuspito (1984: 38-39), bahwa fungsi agama pada manusia meliputi (1) fungsi edukatif, (2) fungsi penyelamatan, (3) fungsi penyelamat sosial,( 4) fungsi persaudaraan, (5) fungsi transformatif.

Keberadaan marawis sebagai dakwah Islam tidak bertentangan dengan hukum Islam, selama syair-syair atau lagu yang dilantunkan berisi tentang doa- doa kepada Allah SWT dan tidak terpengaruh oleh syair-syair yang berisikan cinta terhadap lawan jenis (wawancara dengan MUI Surakarta: Ustadz Ali Muhammad Shobri Bazemul, 29 Mei 2009). Pendapat di atas, diperkuat lagi oleh seorang ulama dari kalangan Jawa, bahwa selama syair-syair yang dilantunkan tidak berisi tentang hal-hal yang syirik dan tidak melanggar aturan Islam maka kesenian tersebut diperbolehkan, selain itu pementasan kesenian marawis dinilai positif dan dipandang sangat menghormati ajaran Islam, karena dalam pementasannya terdapat pemisahan antara kaum laki–laki dengan kaum perempuan (wawancara dengan ustadz Muqorrobin, 29 Mei 2009).

Pada dasarnya keberadaan nyanyian diperbolehkan dalam Islam asalkan memenuhi syarat: (1) Tema atau isi nyanyian harus sesuai dengan ajaran dan adab Islam. (2) Penampilan penyanyi juga harus dipertimbangkan.(3) Tidak berlebih- lebihan dalam permainan (Yusuf Qardhawi dalam http://media.isnet.org).

Berdasarkan pendapat diatas dapat diketahui bahwa keberadaan marawis yang dipertunjukkan mendapat tanggapan yang baik. Di samping itu, para pemain dan penikmat marawis menganggap bahwa marawis merupakan media yang sesuai dengan misi menyampaikan pesan–pesan yang berhubungan dengan ajaran agama Islam. Dengan demikaian, keberadaan tradisi marawis sampai sekarang masih tetap bertahan dan mendapat perhatian yang baik dari ulama maupun anggota masyarakat dari komunitas Arab di Pasar Kliwon.