Keberadaan Orang-Orang Arab di Pasar Kliwon

1. Keberadaan Orang-Orang Arab di Pasar Kliwon

Pada awal abad 20, orang-orang Arab di Indonesia khususnya di Jawa tergabung dalam organisasi Jamiatul Khoir yang didirikan pada tanggal 17 Juli 1905. Jamiatul khoir merupakan organisasi pertama di Indonesia, khususnya di Jawa sebagai gerakan pemurnian Islam yang bergerak dalam bidang pendidikan. Selain itu, Jami’atul khoir memiliki kegiatan tolong menolong dalam kematian, pengajian, dakwah dan kebudayaan. Dalam hal pendidikan,Jami’atul Khoir banyak mendirikan sekolah yang menekankan pada ajaran Islam. Orang-orang Arab di Indonesia merasakan adanya kebutuhan pendidikan bagi masyarakat muslim khususnya masyarakat Arab sehingga mendirikan lembaga pendidikan yang didasarkan ajaran agama Islam. Hal ini disebabkan pada masa kolonial Belanda sekolah-sekolah banyak didasarkan atas ajaran Nasrani yang dibawa oleh Misionaris. Hal lain yang mendorong berdirinya Jami’at Khoir adanya keinginan para pemimpin Jami’at Khoir untuk mendidik anak-anaknya menjadi generasi penerus pemimpin Islam yang memiliki budi pekerti dan pengetahuan Islam yang tinggi. Atas dasar itu, maka Jami’at Khoir menekankan pada bidang pendidikan.

khususnya pendidikan Islam dengan menyelenggarakan bermacam mata pelajaranseperti berhitung, ilmu bumi dan sejarah Islam. Tujuannya agar anak- anak tidak hanya mengetahui ilmu agama, tetapi juga pengetahuan umum untuk menambah wawasan.

Pada perkembangannya, Jamiatul Khoir mengalami perpecahan akibat perbedaan pendapat dan pandangan antara golongan Sayid dengan golongan Masayeh. Perpecahan ini disebabkan golongan Sayid menginginkan kedudukan lebih tinggi di kalangan umat Islam, karena merasa keturunan langsung Nabi Muhammad. Perpecahan ini semakin jelas setelah adanya fatwa dari Syaih Rasyid Ridho dalam majalah Al Mannar yang disampikan oleh Syaih Ahmad Assorkaty Al-Anshory di Solo. Di dalam fatwa tersebut dikemukakan bahwa perkawinan antara golongan Sayid dengan bukan Sayid hukumnya sah, asalkan memenuhi ketentuan Islam, akibatnya Assorkaty dianggap menyalahi ajaran agama Sayid. (Deliar Noer, 1973: 72-73). Dari kejadian ini, lahirlah perhimpunan Al-Irsyad yang didirikan oleh orang-orang keturunan Arab dari golongan bukan Sayid. Al- irsyad merupakan organisasi Islam yang banyak terpengaruh oleh pemikiran gerakan modernis Islam yang dipelopori oleh Muhammad Abduh dari Mesir. Al- irsyad bergerak dalam bidang pendidikan dengan mendirikan Jami’at al-Islam wal Ersyad al-Arabia disingkat Al-irsyad pada tahun 1913 (Deliar Noer, 1973: 73).

Setelah mengalami perpecahan , Jami’at khoir tetap menjadi perhimpunan dari golongan Sayid yang berorientasi pada tradisi najaran Sayid. Jami’at Khoir tidak dapat menyaingi kegiatan Al-irsyad, sehingga pada tahun 1920-an golongan Sayid mendirikan Al-Robithoh al-Alawiyah dan semua sekolah Jami’at Khoir berada di bawah naungan Al-Robithoh . Di Surakarta, golongan Sayid mendirikan Al-Robithoh al-Alawiyah yang dikenal dengan sekolah Diponegoro, perbedaan status sosial dan pandfangan antara golongan Sayid dan Masayeh sudah berlangsung dari tanah orang Arab di Hadramaut.

Di Negara Yaman, berdasarkan garis keturunan penduduknya dibedakan menjadi dua yaitu pertama Sayyid atau Sadah yaitu keturunan langsung dari Nabi Muhammad dan yang kedua golongan Mashayikh. Golongan masayikh sebagian besar adalah Qobail, yaitu pemegang senjata. Golongan Sadah dan Mashayikh membentuk stratifikasi sosial dalam mendapatkan pengaruh dalam bidang agama maupun dalam persoalan Di Negara Yaman, berdasarkan garis keturunan penduduknya dibedakan menjadi dua yaitu pertama Sayyid atau Sadah yaitu keturunan langsung dari Nabi Muhammad dan yang kedua golongan Mashayikh. Golongan masayikh sebagian besar adalah Qobail, yaitu pemegang senjata. Golongan Sadah dan Mashayikh membentuk stratifikasi sosial dalam mendapatkan pengaruh dalam bidang agama maupun dalam persoalan

Masyarakat Arab di Pasar Kliwon merupakan Arab peranakan yang berasal dari kota di Hadramaut seperti kota Seiwun, Huraidhah, ’Inat, Ghufrah dan Syibam (barat daya Jazirah Arab). Hal ini dapat dilihat dari nama-nama yang ada dalam Masyarakat Arab, seperti Al-jufri, Al-atas, Assegaf, Al-Habsyi, Mulachela, Al-Kaff, Alaydrus dan lain sebagainya. Nama-nama tersebut merupakan orang yang berasal dari golongan Sayid, sedangkan golongan Masayeh seperti Sungkar, Abdat, Haidaroh, Al-katiri, Al-khalifi, Bazemul dan lain sebagainya (http://id.wikipedia.org, 3 Februari 2009).

Istilah ”Habib” atau ”Habaib” adalah sebutan untuk laki-laki cucu dan cicit Rasulullah SAW. Habaib merupakan jamak dari habib, yang berarti ulama. Sebagian keturunan langsung Rosulullah, kedudukan Sayid lebih tinggi dan suci sehingga berkewajiban yang lebih besar untuk melanjutkan misi dakwah Rosulullah SAW ke seluruh penjuru bumi (Novel bin Muhammad Alaydrus, 2006: 20). Para ulama Arab seperti Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi, Hbaib Anis bin Alwi Al-Habsyi dikenal sebagai sufi. Sebagai seorang sufi, para ulama Arab memiliki ciri atau jalan khusus untuk mendekatkan diri kepada Allah yang dikenal dengan thariqoh (Novel bin Muhammad Alaydrus, 2006: 76). Dalam mengajarkan ajaran Islam , para ulama mendidik murid-muridnya dengan mengajarkan ilmu dan memberikan ceramah keagamaan yang banayk dihadiri oleh murid-muridnya dan masyarakat sekitar.