Rencana Pengembangan Aksesibilitas
k. Rencana Pengembangan Aksesibilitas
1) Angkutan Udara. Pengembangan transportasi udara diarahkan untuk meningkatkan frekuensi dan kapasitas dari Bandar udara yang ada pada saat ini. Diharapkan pemerintah daerah dapat mendorong terselenggaranya pelayanan angkutan udara yang fleksibel dan dapat menyesuaikan dengan fluktuasi jumlah penumpang angkutan udara dari waktu ke waktu. Pengembangan Bandar udara dapat dilakukan tidak hanya dalam konsep untuk meningkatkan mutu bandara, tetapi untuk meningkatkan kemampuan integrasinya dengan moda angkutan lain.
2) Angkutan Kereta Api. Rencana pengembangan angkutan kereta api diarahkan pada peningkatan tingkat pelayanan angkutan, baik kelas ekonomi dan terlebih kelas bisnis dan eksekutif. Segmentasi pasar dan peningkatan jumlah pengguna kereta api diharapkan benar-benar dapat mencerminkan permintaan yang sebenarnya. Pengembangan termasuk alternative frekuensi perjalanan ke Kota/Kabupaten yang ada atau dari Kota Palembang ke Pusat-Pusat Wilayah Pengembangan Pariwisata (WPP) maupun dari pusat WPP ke ODTW yang ada di sekitarnya. Pembuatan jalur kereta api ke Kota/Kabupaten yang strategis untuk pengembangan pariwisata namun belum ada jalur kereta api.
3) Angkutan Bus Wisata dan Rute Bus Wisata. Angkutan bus wisata direncanakan untuk dapat didorong memanfaatkan lokasi parkir yang disediakan untuk mereka. Jenis bus wisata perlu didorong untuk melakukan segmentasi dalam ukuran kendaraan, sehingga keberadaan bus wisata, terutama yang 3) Angkutan Bus Wisata dan Rute Bus Wisata. Angkutan bus wisata direncanakan untuk dapat didorong memanfaatkan lokasi parkir yang disediakan untuk mereka. Jenis bus wisata perlu didorong untuk melakukan segmentasi dalam ukuran kendaraan, sehingga keberadaan bus wisata, terutama yang
sejenis “amphibi” yang dapat melayani city tour di darat maupun melintasi sungai Musi.
4) Angkutan Bus Kota dan Taksi. Angkutan bus Kota Perlu direncanakan untuk mengakomodasi objek wisata sebagai salah satu kriteria dalam penentuan rute angkutan. Dengan demikian, wisatawan dapat menggunakan angkutan umum untuk mencapai ODTW. Taksi perlu dikembangkan agar memberikan standar pelayanan yang memadai terutama bagi pengunjung yang baru pertama kali datang ke Sumatera Selatan.
5) Angkutan Sewa/Charter. Regulasi bagi angkutan sewa perlu dibuat agar dapat diperoleh standar pelayanan yang memungkinkan penggunan mengetahui hak-haknya dan penyedia jasa angkutan sewa mengetahui kebutuhan pelayanan yang harus diberikan. Bagi pemerintah, peraturan ini dapat digunakan sebagai salah satu syarat dan mendorong transparansi kriteria dalam pendirian usaha angkutan sewa.
6) Angkutan Lokal. Angkutan lokal perlu didorong melalui regulasi, baik dalam regulasi usaha maupun dalam pengaturan lalu lintas yang memungkinkan kelompok angkutan ini tetap lestari. Keberlanjutan secara bisnis untuk kapal pesiar (Putri Kembang Dadar, dll) yang secara khusus sebagai angkutan wisata di sungai-sungai (terutama sungai Musi) perlu diperhatikan. Demikian juga pengembangan perahu berukuran menengah dan kecil dapat ditingkatkan dari angkutan umum menjadi angkutan wisata pada waktu tertentu dengan beberapa modifikasi dan spesifikasi pelayanan.
7) Fasilitas Pejalan Kaki. Sebagai komponen wisata yang sangat penting dalam meningkatkan keberlanjutan ODTW, fasilitas pejalan kaki pada ODTW maupun pada lokasi-lokasi lain dengan mendasarkan pada konsep bahwa fasilitas pejalan kaki adalah komponen atraksi, bukan komponen yang membebani pengguna fasilitas. Dengan kata lain, fasilitas pejalan kaki tidak boleh dilihat sebagai prasarana yang semata-mata akan melelahkan pemakai, atau merekayasa pejalan kaki untuk membeli cinderamata (melalui pengaturan rute dan mengharuskan pejalan kaki melewati toko-toko tertentu). Dengan demikian, penataan fasilitas pejalan kaki harus melihat faktor-faktor iklim mikro, penataan muka bangunan dan street furniture.
8) Fasilitas Parkir dan Terminal. Lokasi dan fasilitas parkir untuk angkutan wisata harus direncanakan dengan melihat kompromi antara jarak pencapaian, serta aktivitas lokasi dan ODTW apabila lokasi parkir terlalu dekat. Oleh karenanya, fasilitas parkir harus terintegrasi dengan perencanaan fasilitas pejalan kaki.
9) Jaringan Jalan. Jaringan jalan perlu didesain untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi objek dan daya tarik wisata utama yang akan dikembangkan agar mampu melayani kebutuhan angkutan wisata yang melalui jalan tersebut. Rekomendasi rute wisata perlu diiringi dengan penyesuaian fasilitas terutama lebar jalan bagi bis-bis wisata ukuran besar. Jaringan jalan diutamakan jalur yang menghubungkan Kota Palembang sebagai Pusat Wisata Sumatera Selatan dengan Kabupaten/Kota yang ada terutama yang terdapat ODTW sudah siap dipasarkan. Jaringan jalan juga dikembangkan bertahap dari Kota sebagai basecamp pusat WPP ke ODTW yang sekitarnya.
10) Sistem Informasi Transportasi. Sistem informasi transportasi merupakan rencana yang paling utama dalam penyediaan aksesibilitas bagi wisatawan, baik mancanegara maupun nusantara. Penyediaan informasi dan system perolehan informasi harus direncanakan secara terintegrasi dan terbaharui untuk setiap moda angkutan dan setiap titik transfer utama. Informasi bilingual dalam bentuk How to Go There merupakan komponen utama dalam penyediaan informasi. Informasi mengenai rute perlu disosialisasikan pada pengunjung. Perlu pula direncanakan institusi yang bertanggung jawab dan mekanisme penyediaan informasi sehingga ketersediaan informasi ini dapat dipertanggung jawabkan.