Penempatan Pasar (Positioning)

3) Penempatan Pasar (Positioning)

Setelah melakukan proses targeting, maka tahapan selanjutnya adalah melakukan proses positioning, yaitu menempatkan produk sesuai dengan kebutuhan pasar sasaran (Craven, 1994). Dalam penempatan produk dapat dilakukan dengan beberapa strategi, diantaranya:

1) Penempatan berdasarkan produk Yaitu dengan menunjukan penampilan produk dengan memperlihatkan perbedaannya dengan produk lain. Dalam sebuah

penting untuk memperlihatkan daya saing melalui keunikan dari destinasinya.

2) Penempatan berdasarkan manfaat produk Bergantung pada sejauh mana produk itu dapat memberikan manfaat bagi pasar. Dalam sebuah destinasi dapat dilihat dari sejauh mana pasar dapat merasakan kepuasan yang didapat dengan berkunjung terhadap destinasi tersebut.

3) Penempatan berdasarkan penggunaan Dilihat dari seberapa banyak pasar yang menggunakan produk itu. Dalam hal destinasi wisata adalah seberapa sering pengunjung datang untuk berekreasi dan tetap akan memilih destinasi tersebut dibandingkan dengan destinasi lain.

4) Penempatan terhadap pesaing Cara ini dilakukan dengan cara memperlihatkan atau mengenalkan produk yang ada terhadap pesaing untuk membandingkan keunggulan yang dimiliki.

Setelah mengetahui strategi mana yang akan digunakan, langkah selanjutnya dalah pemetaan posisi. Penempatan posisi berisi 3 langkah: mengidentifikasikan sekelompok keunggulan bersaing, memilih keunggulan bersaing, dan secara efektif mengkomunikasikan dan memberikan posisi yang terpilih. Pemetaan posisi dapat terbentuk dari persepsi wisatawan melalui instrumen penelitian berupa daftar periksa dan pedoman wawancara. Berikut contoh dari pemetaan penempatan sebuah destinasi:

Gambar 2.10

Penetapan Posisi Untuk Sebuah Destinasi

Sumber : Craven, 1996 Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa :

a) Posisi dari destinasi A berada pada tingkatan kualitas produk dan pelayanan sedang dengan besaran harga yang tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa destinasi A tidak relevan dalam penetapan harga dengan kualitas produk dan pelayanan yang dimilikinya.

b) Posisi dari destinasi B berada pada tingkatan kualitas produk dan pelayanan yang sedang dengan besaran harga yang minim.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa destinasi A mempunyai harga, produk dan pelayanan yang dapat mencakup seluruh segmen pasar.

c) Posisi dari destinasi C berada pada tingkatan kualitas dan pelayanan produk yang tinggi dengan besaran harga yang minim. Sehingga destinasi ini memiliki daya jual yang rendah namun tetap mementingkan dan menjaga kualitas dari produk.

d) Posisi dari destinasi D berada pada tingkatan kulaitas dan pelayanan yang tinggi dengan besaran harga yang tinggi pula. Sehinggga dapat disimpulkan bahwa destinasi tersebut berupa destinasi yang ekslusif.

b. Pemasaran Destinasi Wisata (Tourism Marketing Places)

Pendekatan ini tumbuh berkembang sebagai konsekuensi meningkatnya tuntutan persaingan. Meningkatnya persaingan ini ditandai dengan pesatnya perkembangan komunikasi, transportasi, teknologi, dan investasi. Akselerasi atas faktor-faktor tersebut

memaksa “tempat” untuk melakukan penyempurnaan dan percepatan tindakan-tindakan secara nyata untuk memobilisasi seluruh sumber-

sumber yang dimiliki untuk menjamin kelangsungan aktivitas perekonomian, termasuk di dalamnya kepariwisataan.

Pendekatan pemasaran tempat atau lebih dikenal sebagai strategic marketing places, ditujukan untuk merevitalisasi tempat (Kabupaten, daerah, negara) melalui penggalangan seluruh kekuatan yang dimilikinya. Keberhasilan pendekatan pemasaran tempat akan tercipta pada kondisi di mana stakeholders kepariwisataan mampu menyelaraskan visi dan tindakan ( action) dengan pengharapan ( expectation) pasar sasaran yang mencakup wisatawan, aktivitas bisnis, dan investor. Optimalisasi pemanfaatan pendekatan ini menuntut adanya kolaborasi antara komunitas bisnis, publik, dan masyarakat.

Pendekatan place marketing mengarahkan produk yang heterogen menjadi lebih homogen. Heterogenitas produk akan memberikan rentang alternatif yang terlalu lebar, yang berdampak pada proses pengambilan keputusan yang semakin lama. Proses menghomogenkan produk lebih diarahkan pada upaya memposisikan produk pada potensi pasar tertentu.

Kesimpulan yang dapat diambil dari orientasi baru ini, yakni nilai potensial tempat sebagai produk tidak semata bergantung pada faktor lokasi, iklim dan sumber daya natural, melainkan lebih kepada keinginan manusia, energi, kemampuan, nilai, dan organisasi.

Bersandar pada konsepsi ini, maka kemajuan dan perkembangan kepariwisataan saat ini tidak terlepas dari peran sektor publik dalam menyediakan kebijakan beserta instrumennya, termasuk bidang pemasaran, yang mendukung dan dapat mengantisipasi perkembangan kepariwisataan sebagai industri berbasis jasa.

Selanjutnya, terdapat beberapa faktor pokok yang patut dicermati guna kesuksesan pemasaran tempat, yakni:

1) Menginterpretasikan apa yang sedang menjadi trend di lingkungan sekitar.

2) Memahami kebutuhan, keinginan dan kebiasaan pengambilan

keputusan dalam spesifikasi internal dan eksternal konstituen.

3) Membangun Visi yang bersifat nyata atau memungkinkan untuk dilakukan oleh atau pada tempat tersebut.

4) Membuat sebuah rencana aksi untuk mendukung visi tersebut.

5) Membangun kesepakan internal dan organisasi yang efektif.

6) Mengevaluasi setiap tahapan pelaksanaan atau perkembangan yang telah dicapai dari rencana aksi.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk dapat memobilisasi seluruh sumber daya pariwisata yang dimiliki guna menciptakan kedekatan produk-pasar, kemampuan beradaptasi Dinas Pariwisata Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk dapat memobilisasi seluruh sumber daya pariwisata yang dimiliki guna menciptakan kedekatan produk-pasar, kemampuan beradaptasi Dinas Pariwisata

Gambar 2.11