KEKERASAN AKIBAT KON FLIK

V. KEKERASAN AKIBAT KON FLIK

Konflik selam a em pat tahun dengan dinam ika yang cukup tin ggi d an ber kem ban g d alam skala m asiff, pad a gilir an n ya m em bawa dam pak pada penghancuran seluruh aspek kehidupan m asyarakat Maluku. Mata rantai kekerasan terbentuk di segala lini dan saling m engait sebagai sebuah roda gila yang m em bentur hancur konstruksi fisik dan psikis m asyarakat, m aupun elem en- elem en koh esifitas yan g m en gikat dan m em ban gu n str u ktu r kem asyarakatan. Beberapa aspek kehancuran yang dapat dilihat sebagai akibat dari tum bukan rantai kekerasan antara lain:

Tabel 4. Dam pak Kerusuh an Pada Keh a n cu r a n Pem u kim a n Pen d u d u k

J u m lah Rum ah No

J u m lah Pendu duk

Kabupaten / Kota Berdasarkan Keluarga Pada Kelu arga yan g Han cu r

Sam pai Tahun 20 0 2 1 Malu ku Ten gah

Tahu n 20 0 0

11.0 37 2 Malu ku Ten ggara

3.78 5 3 Malu ku Ten ggara Barat

2.0 8 7 5 Kota Am bon

Su mber : BKKBN Pov in si M aluku & Bappeda Prov in si M aluku (diolah)

Tabel 5. Dam pak kerusuh an Pada Keh a n cu r a n I n fr a St r u kt u r la in n ya

Pengeluaran per kapita Kemiskin an Kabupaten/ Kota

Total

J um lah Tin gkat (Rp. ribu/ Bulan)

Makanan

(Ribu) Kem iskin an (%) Maluku Ten ggara

(% Dari total)

172,3 55,2 Maluku Ten gah

454,5 64,5 Kota Am bon 174,7

63,4 42,9 13,0 Maluku Utara

244,8 36,2 Halm ahera Tgh

Sumber: In donesia Nation al Dev elopm ent R eport 20 0 1, data provided by CBS based on Susenas

Kon flik M aluk u 129

Selain data kehancuran fisik yang digam barkan dalam tabel di atas, m aka berdasarkan data Bappeda Provinsi Maluku 20 0 3 tercatat juga 10 6 unit sarana perkantoran yang hancur (term asuk gedung perkantoran Pem da Provinsi Maluku dan gedung DPR Kota Am bon). Pada sektor ekonom i berdasarkan sum ber data yang sam a diketahui pula bahwa selam a kehancuran telah hancur 636 unit pertokoan, pasar, dan kios di seluruh wilayah Provinsi Maluku. Di sektor yang sam a laju pertum buhan ekonom i daerah Maluku pada tahun 1999 (awal konflik) turun drastis m encapai tataran negatif -27,38 % dibanding tahun 1998 sebesar -6,69. Sem en tara tin gkat in flasi pada tahun 20 0 1 m en capai 14,12 % (inflasi nasional m encapai 10 ,0 3 pada tahun yang sam a).

Pada sektor investasi kondisi kerusuhan m enurunkan nilai investasi di Provinsi Maluku m enjadi Rp. 0 0 0 .0 0 0 . pada tahun

20 0 0 . Secara signifikan hal ini nam pak pada m erosotnya jum lah perusahan di Provinsi Maluku dari total 21.475 perusahan (skala besar , m en en gah , d an kecil) pad a tah u n 1998 m en jad i 8 0 3 perusahan pada tahun 1999. Dengan perbandingan: Perusahan besar m erosot dari jum lah 965 unit m enjadi 791 unit. Perusahan m en en gah m er osot dar i ju m lah 5.8 0 2 u n it m en jadi 0 6 u n it (sum ber: M aluku dalam an gka 20 0 0 ). Perusahan kecil m erosot dari jum lah 14.70 8 unit m enjadi 0 6 unit. Indikator ini sekaligus m enjelaskan bahwa sejak kerusuhan, keterpurukan dunia usaha di Maluku secara dom inan dialam i oleh pengusaha-pengusaha kecil dari kalangan rakyat kebanyakan. Kondisi ini secara signifikan ber p en gar u h p ad a t in ggin ya an gka kem iskin an m asyar akat sejum lah 8 16 0 45 oran g atau 67,9 % pada tah un 20 0 0 (sbr :BKKBN Prov in si M aluk u 20 0 0 ) dari total jum lah pen duduk Provinsi Maluku sebanyak 1 20 0 0 67 orang (berdasarkan hasil sen su s ter a k hir ta hu n 20 0 0 ). J u m lah in i m en in gkat dr astis dibanding tahun 1998 sebesar 640 .963. Atau pada tahun 1996 sebesar 60 6.40 6.

Sem en tar a itu d i sektor pen d id ikan d am pak ker u su h an m en gh em p askan ku alitas p en d id ikan Pr ovin si Malu ku p ad a

Pot r et R et a k N u sa n t a r a

ranking 25 dari 26 provinsi di Indonesia (jum lah provinsi di awal kerusuhan, sebelum m ekar m enjadi 30 provinsi selam a kerusuhan Maluku). Sebelum kerusuhan kualitas pendidikan Maluku berada pada ranking 20 di Indonesia. Hal ini antara lain diakibatkan

h an curn ya saran a dan prasaran a pen didikan selam a kon flik, disam ping tidak kondusifnya situasi konflik untuk m enjalankan kegiatan persekolahan selam a lebih kurang 3 tahun. Dilain pihak ter jad i m obilisasi par a gu r u ber d asar kan gar is agam a, yan g berakibat pada tidak m eratanya penyebaran guru pada berbagai wilayah konflik.

1. Kehancuran psikis sebagai akibat proses internalisasi budaya keker asan

2 . Pem belahan/ segregasi m asyarakat berdasarkan garis agam a Diban din g isu lain n ya m aka isu kon flik agam a tern yata

m en jadi isu dom in an selam a kon flik un tuk m en gkon disikan m asyarakat berhadap-hadapan dan saling m em bantai. Militansi pem belaan ter h adap agam a dikedepan kan sebagai justifikasi utam a untuk m em bantai siapa saja yang kedapatan beragam a lain . Pen afsiran -pen afsiran kitab suci digun akan secara bebas untuk m em bangun klaim -klaim pem benaran terhadap keharusan perang suci. Sim bol-sim bol keagam aan dengan serentak m enjadi m arak dipakai untuk m enandai perbedaan pasukan perang dari m asing-m asing kubu. Agam a dengan sendirinya terjebak untuk diapresiasi sebagai teror dan horor.

Tanpa sadar dinam ika kerusuhan bernuansa agam a selam a 3,5 t ah u n p ad a gilir an n ya m em belah keu t u h an m asyar akat Maluku dalam bentuk segregasi total. Baik segregasi pem ukim an, berdasarkan kategori wilayah Muslim dan Kristen. Tetapi juga segregasi kognitif yang terapresiasi pada berbagai bentuk sim bol sosial dalam interaksi m asyarakat. Berkaitan dengan segregasi wilayah, m aka pada pasca konflik dengan sangat gam pang orang m enandai wilayah pem ukim an Muslim di kota Am bon, hanya den gan m en yebut n am a wilayah terten tu (m isaln ya : daerah

Kon flik M aluk u 131

Waihaong, Seilale, Batum erah, dll). Sebaliknya dengan m udah pula wilayah Pem ukim an Kristen ditandai dengan m enyebutkan n am a daerah pem ukim an (m isaln ya : daerah Kudam ati, Batu Gajah, Batu Gantung, dll). Selain penandaan berdasarkan sebutan nam a wilayah m aka istilah ‘dong di lau’ (m ereka di laut) dan ‘dong di dara’ (m ereka di darat) an tara lain digun akan juga un tuk m enandai wilayah pem ukim an Muslim di pusat Kota Am bon yang um um n ya terletak di pesisir pan tai, dan wilayah pem ukim an Kristen yang um um nya terletak ke arah bebukitan.

Menariknya apresiasi publik terhadap pola segregasi yang dem ikian lalu dilegitim asi m elalui pem asangan sim bol dan tanda- tan d a ter ten tu , u n tu k seked ar m en an d ai ‘kap lin gan wilayah geografis’ yang terbelah berdasarkan garis agam a (catatan kaki). Den gan sen dirin ya pusat-pusat pelayan an publik lalu terbagi juga berdasarkan garis agam a (catatan kaki). Antara lain dalam

b e n t u k p e la ya n a n ke s e h a t a n , p e n d id ika n , p e m e r in t a h a n , tr an sp or tasi, d ll. Am bon sebagai bar om eter p er kem ban gan Malu ku , d en gan sen d ir in ya ber kem ban g m en jad i kota yan g

terbelah secara aneh. Dengan luas sebesar 377 km 2 , dan jum lah penduduk sebanyak 20 6.210 jiwa, serta tingkat kepadatan 574 org/ km 2 , kom unitas Muslim dan Kristen hidup secara terpisah.

Ironisnya selain segregasi m enjadi m apan pada kaplingan wila ya h ge o gr a fis , m a k a t a n p a s a d a r ia m e r a m b a h d a n m em apankan dirinya juga pada ruang kognisi publik. Antara lain yang term aknai m elalui jargon-jargon kom unikasi publik. Hal ini setidaknya m em buktikan, bahwa pengam atan terhadap konflik Maluku sebenarnya tidak pernah dapat dibatasi hanya pada aspek keker asan fisik. Dalam p en ger tian bah wa kon flik d ikatakan

b er a kh ir ket ika b er h en t in ya t in d a ka n keker a sa n t er b u ka . Penyim pulan sem acam itu hanya akan m endistorsi realitas konflik yan g sesun gguh n ya.

132 Pot r et R et a k N u sa n t a r a

Ko n flik S im b o lik Is la m d a n Kris te n

J elasnya asum si tentang realitas sebuah konflik tidak terbatas pada perilaku kekerasan terbuka. Kon flik juga dapat terjaga, terlestarikan, dan potensial m enjadi konflik baru ketika tersim pan pada tataran sim bolik. Segala sesuatu yang pernah terjadi di m asa lam pau, cenderung tidak pernah terhapus begitu saja. Ia m enjadi bagian dari sejarah sosial m asyarakat setem pat yang dibentuk sebagai ingatan kolektif. Um um nya gejala ini m enyertai sebuah konflik yang panjang dan telah m elibatkan sentim en-sentim en prim ordial yang kental. Selalu akan tercipta sebuah stereoty pe (tipikal) untuk m enandai subjek yang berkonflik. Dalam situasi konflik, stereoty pe sem acam itu sangat penting untuk m enjadi solusi terhadap kebutuhan in tegrasi kelom pok m asin g-m asin g (tertentu), ketika integrasi bersam a belum pernah terjadi, atau pernah terjadi nam un m engalam i kegoyahan akibat perbedaan- perbedaan yang sulit terjem batani. Situasi itu nam pak m elalui bahasa yang dipergunakan. Ia m erupakan instrum en yang paling efektif untuk m enanam kan pengaruh, juga bentuk tertentu dari ekslusivitas kelom pok. Hal itu sangat efektif m em bangun identitas baru dan fanatism e terhadap kelom pok. Tercipta istilah-istilah baru yang m enam pilkan bentuk pengkodean secara tajam yang

bersifat person al (atau m en yan gkut kolektivitas ekslusif). 54 Ia berbanding lurus dengan m unculnya radikalism e m assa di tingkat bawah (grassroot).

Perspektif itu berfungsi m elihat kondisi m asyarakat Maluku kontem porer yang tidak saja tersegregasi secara sosiologis, tetapi juga sim bolik. Berlangsung intensif m enyusul terjadinya segregasi wilayah pem ukim an – sejak J anuari 1999 hingga saat ini– m enurut perbedaan agam a. Intensitas hubungan yang terbangun selam a itu turut m en doron g perilaku in dividu dalam m asin g-m asin g kom u n itas u n tu k h id u p d alam n ilai-n ilai n or m atif m en u r u t

kesepakatan m asing-m asing. 55 Selam a proses konflik dinam ika kelom pok yang sem acam itu sulit dihindari oleh karena aspek

Kon flik M aluk u 133

Akhirnya individu tidak m enuangkan diri ke dalam publik – yang seh a r u sn ya b eb a s d a r i id en t ifika si fa kt or -fa kt or su b jekt if kelom pok– tetapi ke tengah realitas prim ordial keagam aannya. Secara efektif hal itu dikondisikan dan terpelihara hingga saat ini. Ken dati kekerasan m assa sudah berakhir dan diikuti den gan perjum paan an tar kom un itas telah berlan gsun g relatif lan car, nam un posisi pem ukim an belum berubah. Bahkan kondisi terakhir m enunjukkan adanya kecenderungan untuk m em apankan situasi segregasi itu m enjadi sesuatu yang norm al. Fenom ena ini tentu sangat tidak produktif dalam usaha m elakukan proses pem ulihan konflik secara utuh.

Perilaku itu nam pak dari pengkodefikasian personal dalam proses kom unikasi publik. Pada m asa sebelum konflik, terdapat penyebutan yang seragam ketika digunakan dalam dunia publik Dalam kehidupan publik, penggunaan istilah yang um um dipakai adalah Bun g (un tuk laki-laki dewasa) dan Usi (un tuk wan ita dewasa). Ia berkem bang m enjadi sebuah ciri “kultural” m asyarakat Maluku (terutam a Am bon dan Lease). Ia telah lam a m enjadi bagian dari kesadaran orang Maluku tentang ruang publiknya. Nam un kondisi tersebut berubah ketika konflik Maluku berakhir. Orang m ulai m enggunakan istilah-istilah teknis yang m ereferensi ke prim ordialitas kam pung atau agam a. Terdapat gejala binaritas an tar pen gu jar yan g ter ban gu n m en u r u t su bjek d an tem pat m en u r u t I sla m d a n Kr ist en . Na m p a k a n t a r a la in m ela lu i pen yebutan subjek oran g pertam a tun ggal dan oran g kedua

jam ak. 56 Dalam ruang-ruang publik terdapat gejala m enguatnya peran agam a sebagai instrum en ruang publik. Agam a seakan- akan hendak dim uliakan kem bali dan dianggap sebagai sesuatu yang dipakai sebagai standar dalam kehidupan berm asyarakat. Agam a-agam a cenderung ingin m elakukan form alisasi terhadap segala aturan kem asyarakatan .

Selain itu kesadaran kultural m ulai m un cul di kalan gan m asyarakat Islam n am un lebih ban yak terarah pada sejarah p olitik. Mer eka m elaku kan p r oses kon solid asi p er seku tu an -

134 Pot r et R et a k N u sa n t a r a

p er seku t u a n ka m p u n g, ja zir a h , m en giku t i su a sa n a ket ika m asuknya kolonial Belanda. 57 Fenom ena ini lebih m enam pilkan adan ya upaya revitalisasi m asyarakat terhadap sim bol-sim bol prim ordial yang selam a ini m engalam i m arjinalisasi. Nam paknya m asyarakat Maluku Islam sem entara m elakukan tekanan yang kuat terhadap m aksim alisasi peran politik m ereka dalam ruang pu blik.

Keadaan Maluku pasca kekerasan m enam pilkan m erosotnya upaya m em bangun sebuah m asyarakat sipil yang rasional dalam kerangka dem okrasi. Masyarakat tidak lagi diatur dan m erasa dirin ya setara satu terhadap yan g lain . Fan atism e keagam aan ya n g b er leb ih a n h a n ya a ka n m en ga kib a t ka n kem u n gkin a n m asyar akat m en galam i in tegr asi ber ada pada titik ter en dah . Aga m a - a ga m a m a s u k k e d a la m p r o s e s t a wa r - m e n a wa r k e p e n t in ga n p o lit ik d a n ja b a t a n - ja b a t a n d i b ir o k r a s i

pem erintahan. 58 Banyak pihak yang berpendapat bahwa gagasan perim bangan dalam jabatan birokrasi dan pem erintahan serta universitas adalah pilihan yang rasional sebagai jalan m engatasi konflik Maluku. Kehadiran gagasan ini telah m em beri ruang yang keliru terhadap peran agam a secara lebih tepat dalam m asyarakat dan turut m em pertajam kon flik ideologis (agam a) di Maluku. Akibatnya tidak tercipta sebuah sistem kekuasaan yang rasional (dijauhkan dari sentim en prim ordial dan agam a) dan dem okratis (kesetaraan di antara setiap warga negara, jam inan rasa keadilan, kom petensi dan kualitas individu). Wacana kekuasaan seperti itu hanya akan m enciptakan m unculnya relasi patron-klien, budaya kor u p s i, n ep ot is m e, d a n kolu s i ka r en a p r os es keku a s a a n ber lan gsu n g secar a tid ak wajar . Atm osfer politik d i Malu ku m en jadi san gat tidak rasion al karen a diban gun tidak di atas asum si-asum si yan g rasion al, tetapi san gat iirasion al. Dalam konteks sem acam itu sulit diperoleh kelas-m enengah yang kuat, m a sya r a ka t sip il ya n g ku a t u n t u k m en gon t r ol n ega r a , d a n kelom pok profesion al yan g ben ar-ben ar m em iliki kualifikasi/ keun ggulan kom paratif.

Kon flik M aluk u 135

Apa yang terjadi seperti dikem uakakan di atas, tidak dapat dilepaskan dar i car a pem er in tah (baca: Negar a/ state) dalam m enyelesaikan persoalan Maluku. J ika m encerm ati keseluruhan proses yang ditem puh pem erintah dalam rangka m enyelesaikan kasu s Malu ku sejak tah u n 1999 h in gga sekar an g (m u takh ir , P er ja n jia n Ma lin o t a h u n 2 0 0 2 ), t id a k n a m p a k keser iu sa n pem erin tah un tuk hal itu. Pen an gan an yan g dilakukan han ya ditekankan pada persoalan politik, nam un tidak m enyentuh m ateri p ela n gga r a n h u ku m . Akib a t n ya m a s ya r a ka t t id a k p er n a h m en dapatkan klarifikasi yan g sesun gguhn ya m en gen ai sebab- sebab konflik Maluku, aktor yang terlibat, jum lah korban jiwa, serta rekam an proses konflik dari fase ke fase. 59

H in gga sa a t in i r ekom en d a si P er ja n jia n Ma lin o ya n g m erupakan tanggung jawab pem erintah ternyata tidak dilakukan sebagaim ana m estinya. Terutam a rekom endasi untuk m em bentuk Tim I n ve s t iga s i I n d e p e n d e n ya n g b e r t u ga s m e n gu n gk a p pelan ggaran -pelan ggaran h ukum selam a kon flik berlan gsun g. P a d a h a l r e k o m e n d a s i it u s a n ga t p e n t in g a r t in ya u n t u k m enem ukan persoalan-persoalan yang selam a ini tidak terungkap kelu a r seca r a jela s. Ter m a su k ya n g sa n ga t p en t in g a d a la h m engungkap keterlibatan m iliter dalam konflik sosial di Maluku. Masyarakat diperh adapkan den gan teori ten tan g keterlibatan m ilit er / p olisi d alam kon flik Malu ku . Up aya klar ifikasi oleh p em er in tah m elalu i Tim In vestigasi In d ep en d en yan g ter u s berlarut-larut hingga saat ini telah m engakibatkan (1) m enurunnya tin gkat keper cayaan m asyar akat ter h adap pem er in tah (baca: Negara/ state), (2) m enurunnya tingkat kepercayaan m asyarakat terhadap institusi m iliter/ polisi, (3) rentannya m asyarakat oleh proses politisasi sen tim en -sen tim en prim ordial.

Den gan tidak dilakukan n ya proses itu secara serius oleh pem erin tah , m aka m asyarakat pun m en ciptakan kesim pulan - kesim p u lan t er sen d ir i t en t an g sebab-sebab kon flik Malu ku . Akibatnya m asing-m asing kelom pok m engidentifikasikan dirinya sebagai korban dari pihak yan g lain , seakan -akan kon flik in i

136 Pot r et R et a k N u sa n t a r a

terjadi sebagai m ekan ism e un tuk salin g m en ghan curkan pada m a s in g- m a s in g k e lo m p o k . M a s ya r a k a t I s la m m is a ln ya m enyim pulkan bahwa kerusuhan Maluku m erupakan bagian dari skenario untuk m endirikan negara RMS di bum i Maluku.

Sebaliknya, kalangan Kristen m elihat bahwa kerusuhan ini sen gaja dibuat sebagai bagian dari upaya um at Islam un tuk m em perjuangkan syariat Islam di Indonesia. Akibatnya ketika konflik terbuka berangsur-angsur dim inim alisir, nam un potensi konflik tidak pernah hilang karena ia dim anifestasi dalam proses pem ben tukan sim bolik m en urut prim ordial agam a dan suku. Masin g-m asin g kelom pok m er asa bah wa r ealitas m asyar akat secara keseluruhan bukanlah entitas yang sanggup m em beri rasa am an kepada individu. Mereka m erasa bahwa dalam identifikasi keagam aan, keam anan sebagai individu relatif terjaga term asuk kep en t in ga n -kep en t in ga n sosia l la in n ya . Kon d isi in i t u r u t m em bantu agam a diberikan peran yang lebih luas dan sangat for m alisitik d alam keh id u pan ber m asyar akat. Ia m er u pakan t a n d a d a r i t e r d is t o r s in ya r u a n g p u b lik m a s ya r a k a t ya n g m enciptakan potensi kerawanan di m asa depan.