Penggunaan Sinonim Bahasa Indonesia Siswa Taman Kanak-Kanak TKIT YAA Bunayya Kabupaten Aceh Tenggara Melalui Cerita Upin Dan Ipin (Media Televisi): Kajian Psikolinguistik

(1)

PENGGUNAAN SINONIM BAHASA INDONESIA

SISWA TAMAN KANAK-KANAK TKIT YAA BUNAYYA

KABUPATEN ACEH TENGGARA MELALUI CERITA UPIN

DAN IPIN (MEDIA TELEVISI): KAJIAN PSIKOLINGUISTIK

TESIS

Oleh

HIJRAH PURNAMA SARI ARIGA 117009017/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

PENGGUNAAN SINONIM BAHASA INDONESIA

SISWA TAMAN KANAK-KANAK TKIT YAA BUNAYYA

KABUPATEN ACEH TENGGARA MELALUI CERITA UPIN

DAN IPIN (MEDIA TELEVISI) :KAJIAN PSIKOLINGUISTIK

Tesis

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Linguistik pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatra Utara

Oleh

HIJRAH PURNAMA SARI ARIGA 117009017/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

Judul Tesis : PENGGUNAAN SINONIM BAHASA IDONESIA SISWA TAMAN KANAK-KANAK TKIT YAA BUNAYYA KABUPATEN ACEH TENGGARA MEMALUI CERITA UPIN DAN IPIN (MEDIA TELEVISI) : KAJIA PSIKOLINGUISTIK Nama Mahasiswa : Hijrah Purama Sari Ariga

Nomor Pokok : 117009017 Program Studi : Linguistik

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Dr.Gustianingsih,M.Hum) (Dr.Nurlela, M.Hum) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof.T. Silvana Sinar, M.A.,Ph.D) (Prof.Dr.Erman Munir, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 26 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Gustianingsih, M.Hum Anggota : 1. Dr. Nurlela, M.Hum

2. Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D. 3. Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S 4. Prof. Dr. Busmin Gurning, M.Pd


(5)

PERNYATAAN

Judul Tesis

“PENGGUNAAN SINONIM BAHASA INDONESIA SISWA TAMAN KANAK-KANAK TKIT YAA BUNAYYA KABUPATEN ACEH

TENGGARA MELALUI CERITA UPIN DAN IPIN (MEDIA TELEVISI) : KAJIAN PSIKOLINGUISTIK”

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisa ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Agustus 2013 Penulis,


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan Sinonim Bahasa Indonesia anak diperoleh dari cerita Upin dan Ipin melalui media televisi dan mengetahui faktor menonton cerita Upin dan Ipin di media televisi terhadap pemerolehan bahasa pada anak. Sumber data penelitian ini diperoleh dari tuturan anak Taman Kanak-kanak Tkit Yaa Bunayya Kabupaten Aceh Tenggara Tahun ajaran 2012-2013 yang berjumlah 24 orang. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan bantuan observasi, rekaman, wawancara, menonton filem, bercerita dan simak catat. Analisis data menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Data tersebut di analisis untuk mengetahui elemen-elemen sinonim kata benda, sinonim kata kerja, dan sinonim kata sifat melalui menonton cerita Upin dan ipin di televisi dan melalui bercerita anak mampu menceritakan tentang hal-hal yang diketahui anak kepada teman sebaya, anak dengan gurunya dan anak dengan ibunya. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa siswa Taman kanak-kanak mampu menggunakan sininonim kata benda, sinonim kata sifat dan sinonim kata kerja.


(7)

ABSTRACT

This study is aimed to find out the use of Indonesian synonym got from Upin and Ipin film on Television and to figure out the factor of watching Upin and Ipin film on Television towards the children language acquisition. The data source is collected from the utterances of the students of Taman Kanak-Kanak Tkit Yaa Bunayya Kabupaten Aceh Tenggara in acadmic year 2012-2013. The respondents are 24 students. The technique of collecting data are obseruation record interview, film watching, story-telling and note-comprehension. The data analysis uses descriptive-qualitative analysis. The data is analyzed to get the elements of noun synonym, verb synonym and adjective synonym by watching Upin and Ipin film on television and by story telling, the respondents are able to tell the story to their friends, teachers and mothers, it is concluded that the students of Taman Kanak-Kanak Tkit Yaa Bunayya can use the noun synonym, verb synonym and adjective synonym.


(8)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, Penulis banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc, selaku Direktor Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D., selaku Ketua Program Studi Magister Linguistik Sekolah Pascsarjana Universitas Sumatera Utara. 4. Ibu Dr. Nurlela, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Magister

Linguistik Sekolah Pascsarjana Universitas Sumatera Utara, sekaligus Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini.

5. Ibu Dr. Gustianingsih, M.Hum, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini. 6. Bapak Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S, dan Bapak Prof. Dr. Busmin

Gurning, M.Pd, selaku Dosen penguji penulis, yang telah membimbing serta memberi saran dan kritik yang membangun sehingga membantu penulis untuk menyempurnakan tesis ini.


(9)

7. Ayahanda Drs. H. T.M. Anjasmara dan ibunda Asnita Poerba tercinta serta Kakak, Abang, Adik dan Keponakan-keponakanku tersayang yang selalu memberikan do’a, perhatian dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

8. Teman-teman penulis di Program Studi Linguistik USU : Yani, Kak Erna, Kak Lia, Kak Fita, Kak Dara dan teman-teman yang lain yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, atas bantuan dan perhatian yang penulis terima baik selama perkuliahan maupun sewaktu dalam penyelesaian tesis ini. Semoga kebersamaan kita akan terus berlanjut ke masa yang akan datang.

9. Kak Nila, Kak Yuni, Kak Loli, Kak Kar dan Bang Dedek, selaku Staf ataupun Pegawai di Program Studi Linguistik, yang telah membantu penulis selama perkuliahan dan sewaktu dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga kiranya Allah SWT yang Maha Pemurah memberikan imbalan kemurahan dan kemudahan bagi kita. Amin.

Medan, Agustus 2013 Penulis,

Hijrah Purnama Sari Ariga 117009017


(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Hijrah Purnama Sari Ariga

Nim : 117009017

Program Studi : Linguistik Jenis Kelamin : Perempuan

Program Sarjana /S1 : Bahasa dan Sastra Indonesia

Alamat : Jln B’Ester Gg.Baja No 2 Padang Bulan Medan


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA . 9 2.1 Konsep ... 9

2.1.1 Taman Kanak-kanak ... 9

2.1.2 Sinonim ... 12

2.1.3 Cerita Upin dan Ipin ... 13

2.1.4 Media Televisi ... 17

2.2 Landasan Teori ... 18

2.2.1 Psikolinguistik ... 19

2.2.2 Pemerolehan dan Kemampuan Bahasa Menurut Chomsky ... 24

2.2.3 Sinonim dan Relasi Sinonim ... 25

2.2.4 Kemampuan Bahasa Anak ... 30

2.2.5 Perkembangan Bahasa Anak ... 32

2.2.6 Aspek-Aspek Perkembangan Bahasa Anak pada Taman Kanak-Kanak .. 33

2.2.7 Prinsip Perkembangan Bahasa Anak ... 34

2.2.8 Tahap Perkembangan Bahasa Anak ... 35

2.2.9 Tahap Pemerolehan Bahasa ... 39

2.2.10 Peranan Menonton Televisi terhadap Perkembangan Berbahasa Anak 46 2.2.11 Dampak dari Menonton Televisi ... 48

2.2.12 Peranan Filem Animasi atau Kartun dalam Perkembangan Bahasa pada Anak ... 48

2.3 Tinjauan Pustaka ... 49

BAB III METODE PENELITIAN ... 53

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 53

3.2 Sumber Data Penelitian ... 53

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 54


(12)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61

4.1 Kemampuan Siswa Taman Kanak-Kanak Tkit Yaa Bunayya Kabupaten Aceh Tenggara Menggunakan Sinonim Bahasa Indonesia yang Diperoleh dari Cerita Upin dan Ipin di Media Televisi ... 61

4.1.1 Tabel Hasil Makna Sinonim yang di Dapat dari Subjek ... 90

4.2 Bentuk Sinonim yang diperoleh Siswa Taman Kanak-Kanak Ykit Yaa Bunayya Kabupaten Aceh Tenggara setelah Menonton Cerita Upin dan Ipin ... 97

4.2.1 Tabel Hasil Kata Sinonim yang diperoleh dari Subjek ... 151

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 158

5.1 Simpulan ... 158

5.2 Saran ... 159


(13)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1. Gambar 1. Fungsi-Fungsi Otak... 31 2. Foto Siswa Taman Kanak-Kanak Tkit Yaa Bunayya


(14)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1. Tabel Hasil Makna Sinonim Kata yang di dapat dari Subjek.. 90 2. Tabel Hasil Kata Sinonim yang Diperoleh dari Subjek... 151 3. Nama – Nama Data yang Dijadikan Subjek Penelitian... 169


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman


(16)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan Sinonim Bahasa Indonesia anak diperoleh dari cerita Upin dan Ipin melalui media televisi dan mengetahui faktor menonton cerita Upin dan Ipin di media televisi terhadap pemerolehan bahasa pada anak. Sumber data penelitian ini diperoleh dari tuturan anak Taman Kanak-kanak Tkit Yaa Bunayya Kabupaten Aceh Tenggara Tahun ajaran 2012-2013 yang berjumlah 24 orang. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan bantuan observasi, rekaman, wawancara, menonton filem, bercerita dan simak catat. Analisis data menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Data tersebut di analisis untuk mengetahui elemen-elemen sinonim kata benda, sinonim kata kerja, dan sinonim kata sifat melalui menonton cerita Upin dan ipin di televisi dan melalui bercerita anak mampu menceritakan tentang hal-hal yang diketahui anak kepada teman sebaya, anak dengan gurunya dan anak dengan ibunya. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa siswa Taman kanak-kanak mampu menggunakan sininonim kata benda, sinonim kata sifat dan sinonim kata kerja.


(17)

ABSTRACT

This study is aimed to find out the use of Indonesian synonym got from Upin and Ipin film on Television and to figure out the factor of watching Upin and Ipin film on Television towards the children language acquisition. The data source is collected from the utterances of the students of Taman Kanak-Kanak Tkit Yaa Bunayya Kabupaten Aceh Tenggara in acadmic year 2012-2013. The respondents are 24 students. The technique of collecting data are obseruation record interview, film watching, story-telling and note-comprehension. The data analysis uses descriptive-qualitative analysis. The data is analyzed to get the elements of noun synonym, verb synonym and adjective synonym by watching Upin and Ipin film on television and by story telling, the respondents are able to tell the story to their friends, teachers and mothers, it is concluded that the students of Taman Kanak-Kanak Tkit Yaa Bunayya can use the noun synonym, verb synonym and adjective synonym.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan sarana intelektual yang paling berdaya dan paling lentur (fleksibel) yang disebabkan oleh umat manusia. Bahasa dapat dikatakan sebagai “panduan” bagi kehidupan sosial karena bahasa dapat mengarahkan, mengganti bentuk tindakan, atau merujuk kepada seseorang atau benda lain dan bahasa juga dapat menggambarkan dunia dan dirinya sendiri. Setiap bahasa yang di alami manusia merupakan sistem tanda yang kompleks dan dirancang untuk mengemas ungkapan makna yang tidak terbatas. Setiap tanda pada tataran dasar mengkaitkan antara makna dan bentuk bahasa (fonetis atau grafis); tanda-tanda itu bergabung menurut kaidah tertentu untuk membentuk sistem tanda yang kompleks guna mengungkapkan makna yang kompleks pula. Bahasa juga kecakapan manusia untuk berkomunikasi dengan menggunakan jenis-jenis tanda tertentu (misalnya suara, isyarat, dsb.) dan disusun dalam jenis-jenis unit tertentu (misalnya tata urut). Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi, bahasa mempunyai kaitan erat dengan masyarakat dan kebudayaan, bahkan dengan dunia secara umum (Duranti 1997:7).

Perkembangan bahasa sebagai salah satu dari kemampuan yang harus dimiliki anak, sesuai dengan tahapan usia dan karakteristik perkembangannya. Perkembangan berbicara dan menulis merupakan suatu proses yang menggunakan bahasa ekspresif dalam membentuk arti. Perkembangan berbicara pada anak tidak


(19)

terlepas dari kenyataan adanya perbedaan kecepatan berbicara, maupun kualitas dan kuantitas anak dalam menghasilkan bahasa. Anak”mempelajari” bahasa dengan berbagai cara yakni meniru, menyimak, mengekspresikan dan juga bermain. Melalui bermain anak dapat belajar menggunakan bahasa secara tepat dan belajar mengkomunikasikannya secara efektif dengan orang lain dan melalui bermain anak juga belajar tentang gaya bahasa.

Pemerolehan bahasa pertama disebut bahasa ibu yang merupakan proses kreatif dimana aturan-aturan bahasa dipelajari anak berdasarkan input yang diterimanya dari bentuk sederhana hingga bentuk yang paling kompleks. Anak akan lebih cepat menguasai bahasa jika ia memperoleh bahasa dalam masa emas atau periode ideal (critical age) yaitu usia 6-15 tahun dan pada teori lain diasumsikan bahwa usia kritis tersebut berkisar 0-6 tahun, namun pada intinya batasan periode ideal yang dimaksud adalah prapubertas. Pada masa emas otak manusia masih sangat elastis sehingga memungkinkan seorang anak memperoleh bahasa pertama dengan mudah dan cepat, adapun pada usia pubertas telah dicapai kematangan kognitif pada saat selesainya fungsi-fungsi otak tertentu khususnya fungsi verbal yang menjadi mantap dibagian otak sebelah kiri hal inilah yang disebut lateralisasi. Setelah seseorang memperoleh bahasa pertama dan telah mampu berinteraksi dengan lingkungan sosial luar keluarga dan kelompoknya, individu tersebut butuh menguasai bahasa lainnya dalam hal ini disebut bahasa kedua. Kebutuhan pemerolehan bahasa kedua muncul karena seseorang memerlukan bahasa baru untuk dapat berkomunikasi dan menyesuaikan diri di lingkungan sosial yang lebih besar. Bahasa kedua juga digunakan untuk


(20)

mengambarkan bahasa apa saja yang diperolehannya atau penguasaanya dimulai setelah masa anak-anak awal termasuk bahasa ketiga atau bahasa asing lainnya.

Mekanisme pemerolehan bahasa pada anak-anak merupakan suatu mekanisme yang memungkinkan terjadinya proses pada anak untuk mengembangkan keterampilan bahasa. Perbedaan terjadi karena perbedaan cara pendekatannya. Namun pada umumnya, ditarik garis pembeda yang nyata antara posisi rasionalis dan posisi empiris. Mazhab rasionalis memandang kemampuan bahasa sebagai suatu yang bersifat bawaan (innate). Meskipun mereka mengakui peranan pengalaman, namun dianggapnya peranan ini tidak langsung sifatnya.

Pandangan atau teori dalam perkembangan bahasa anak terdiri dari tiga dalam sejarah. Dua pandangan yang controversial dikemukakan oleh pakar dari Amerika yaitu pandangan nativisme yang berpendapat bahwa penguasaan bahasa pada kanak-kanak bersifat alamiah (nature), dan pandangan behaviorisme yang berpendapat bahwa penguasaan bahasa pada kanak-kanak bersifat “suapan” (nurture). Pandangan ketiga muncul di Eropa dari Jean Piaget yang berpendapat bahwa penguasaan bahasa adalah kemampuan yang berasal dari pematangan kognitif sehingga pandangannya disebut Kognitivisme. (Chaer : 2003).

Teori linguistik yang kontemporer mengenai problem bahasa, posisi rasionalis diwakili oleh pengikut-pengikut (Chomsky:1969) mereka menggunakan Transformational Generative Grammar (TGG) sebagai suatu sudut pandang dalam hal ini, sedangkan mazhab empiris yang diwakili oleh B.F.Skinner dan kawan-kawan beranggapan bahwa manusia dilahirkan dengan steruktur biologis dan kemampuan kognitif serta kapasitas linguistik tertentu tidak berarti sianak mempunyai kemampuan khusus (special ability) untuk bahasa seperti yang


(21)

dipergunakan oleh Chomsky. Yang penting bagi tokoh empiris adalah adanya plastisitas manusia, yaitu adanya kapasitas untuk dapat belajar dari pengalaman. Meskipun demikian, pada kedua pandangan ini masing-masing mempunyai segi-segi positif yang memberikan andil besar dalam pengembangan teori psikolinguistik dewasa ini.

Sejarah pengembangannya, teori-teori psikolinguistik tentang pemerolehan bahasa pada anak-anak mulai meninggalkan kedua pendekatan tersebut secara murni dan menemukan suatu model baru dalam pendekatan yang lebih mempersoalkan bahasa dari segi prosesnya tanpa mengabaikan segi-segi positifnya. Dengan demikian perkembangan kemampuan berbahasa anak berjalan seiring dengan perkembangan biologis dan kognitifnya, namun perkembangan itu akan berjalan pesat jika lingkungan anak memungkinkan untuk itu. Dalam melangsungkan upaya memperoleh bahasa anak seolah dibimbing oleh prinsip “jadilah seperti orang lain dengan perbedaan-perbedaan kecil” ataupun “dapatkan perolehlah suatu identitas sosial dan didalamnya kembangkanlah identitas pribadi sendiri”. Sebagai simpulan dapatlah dikemukakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan sosial anak juga erat hubungannya dengan evaluasi identitas sosial; hal serupa ini tidak diterapkan pada pemerolehan bahasa kedua dengan luas dan jangkauan yang sama.(Klein ,1986 : 6 ; Gustianingsih : 2002).

Jelaslah bagi kita anak dilahirkan dengan potensi mampu memperoleh bahasa apa saja termasuk bahasa Indonesia, kemampuan itu membawa seorang anak mampu menguasai kalimat-kalimat secara bertahap dari yang sederhana sampai kepada bentuk yang kompleks (Chomsky, 1969 : 6).


(22)

Taman kanak-kanak (TK) disebut juga prasekolah, masa peralihan dari lingkungan keluarga menuju bangku sekolah. Taman kanak-kanak ini biasanya berusia 4 – 5 tahun. Diasumsikan setiap anak tidak sama dalam memahami konstruksi konjungsi dan biasanya dimulai dari yang mudah sampai kepada yang sulit.

Sinonim merupakan dua buah kata atau lebih yang maknanya kurang lebih sama. Untuk dapat menggunakan salah satu kata yang bersinonim dengan tepat, pertama-tama kita harus memastikan dulu konteks wacana yang dimaksudkan, memahami dengan baik konsep makna kata yang dipilih dengan memperhatikan perbedaan yang terdapat dalam penggunaan bahasa. Kata aku, saya, dan hamba misalnya adalah kata-kata yang bersinonim. Tetapi kata aku hanya cocok digunakan dalam ragam akrab, kata saya dalam ragam resmi atau netral, dan kata hamba hanya dalam ragam klasik atau arkais.

Bahasa yang digunakan pada penelitian di bawah ini adalah Bahasa Indonesia pada Taman kanak-kanak yang berada di Tkit Yaa Bunayya Kabupaten Aceh Tenggara. Taman kanak-kanak Tkit Yaa Bunayya berdiri pada Tahun 2009 bertepat di Kecamatan Lawe Sigala-gala Kabupaten Aceh Tenggara. ‘Tkit Yaa Bunayya artinya Wahai Anakku’, Taman kanak-kanak ini milik Yayasan Pesantren Mistahuljanah Hidayatullah cabang dari Jakarta, Taman kanak-kanak ini sudah berstatus Akreditasi B. Denga adanya penelitian mengenai sinonim di Taman Kanak-kanak ini siswa menjadi mampu untuk menggunakan kosa kata sinonim pada konteks yang tepat dalam berkomunikasi dan terbentuknya kesopanan dalam bertindak tutur.


(23)

Pada dasarnya anak-anak suka meniru apa yang mereka lihat dan dengar, terutama jika melihat sesuatu yang unik dan aneh, seperti filem kartun Upin dan Ipin. Animo anak-anak di Tkit Yaa Bunayya Kabupaten Aceh Tenggara dalam menonton filem tersebut sangat besar. Selain karakter yang diperlihatkan, bahasa yang digunakan juga mempengaruhi dalam kehidupan terutama dalam berkomunikasi dengan teman, guru, dan orang tua. Terkadang tanpa disadari dalam berkomunikasi sehari-hari anak-anak di Tkit Yaa Bunayya sudah menggunakan bahasa menggunakan sinonim.

Pemilihan dasar dari filem Upin dan Ipin ini didasari dengan melihat besarnya animo masyarakat terutama pada kalangan anak-anak, filem ini berceritakan tentang kehidupan sehari-hari, dimana karekter yang dimainkan mempunyai keunikan masing-masing. Pemilihan cerita ini dikhususkan kepada cerita tentang Terimakasih Cikgu. Cetita ini berkisahkan dimana karakter yang dimainkan berkaitan erat dengan kehidupan terutama dikeseharian pada saat anak-anak di sekolah.

Setiap anak mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menggunakan sinonim bahasa Indonesia, sehingga terkadang pemahaman kata yang digunakan kurang dimengerti oleh orang lain atau bahkan dirinya sendiri, hal inilah yang mendasari peneliti ingin mengetahui sejauh mana penggunaan kata sinonim yang dimiliki anak-anak di Tkitt Yaa Bunayya Kabupaten Aceh Tenggara dari cerita yang telah mereka lihat bersama di media televisi dengan mengungkapkan kembali cerita yang mereka lihat dari cerita Upin dan Ipin di media televisi.


(24)

1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana kemampuan siswa Taman kanak-kanak Tkit Yaa Bunayya Kabupaten Aceh Tenggara menggunakan sinonim Bahasa Indonesia yang diperoleh dari cerita Upin dan Ipin di media televisi?

2. Bentuk sinonim apa sajakah yang diperoleh siswa Taman kanak-kanak Tkit Yaa Bunayya Kabupaten Aceh Tenggara setelah menonton cerita Upin dan Ipin?

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui Penggunaan Sinonim Bahasa Indonesia pada Taman kanak-kanak (TK) Tkit Yaa Bunayya Kabupaten Aceh Tenggara melalui cerita Ipin dan Upin dengan menggunakan media televisi.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui penggunakan Sinonim Bahasa Indonesia anak yang diperoleh dari cerita Upin dan Ipin melalui media televisi.

2. Mengetahui Faktor menonton cerita Upin dan Ipin di media televisi terhadap pemerolehan bahasa pada anak.

1.4Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoretis

Menyediakan bahan masukan yang bersifat teoretis kepada pengajar bahasa Indonesia umumnya dan guru taman kanak-kanak Tkit Yaa Bunayya Kabupaten Aceh Tenggara khususnya.


(25)

1.4.2 Manfaat Praktis

Meningkatkan kualitas kemampuan siswa akan penggunaan sinonim bahasa Indonesia dan meningkatkan kualitas pengajar dalam membina dan mengembangkan bahasa Indonesia umumnya dan kemampuan menggunakan sinonim bahasa Indonesia khususnya.


(26)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo dkk., 1985: 46). Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 588), konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.

Untuk memahami hal-hal yang ada dalam penelitian ini perlu dipaparkan beberapa konsep, yaitu konsep Taman Kanak-kanak, sinonim, cerita Upin dan Ipin, dan Media televisi.

2.1.1 Taman Kanak-Kanak

Pandangan orang atau para ahli pendidikan tentang anak cenderung berubah dari waktu ke waktu, dan berbeda satu sama lain sesuai dengan landasan teori yang digunakannya. Ada yang memandang anak sebagai makhluk yang sudah terbentuk oleh bawaannya, atau memandang anak sebagai makhluk yang dibentuk oleh lingkungannya. Ada ahli lain yang menganggap anak sebagai miniatur orang dewasa, dan ada pula yang memandang anak sebagai individu yang berbeda total dari orang dewasa (Ernawulan, 2012).

Proses pendidikan bagi anak usia 4-5 tahun secara formal dapat ditempuh di Taman Kanak-kanak. Lembaga ini merupakan lembaga pendidikan


(27)

yang ditujukan untuk melaksanakan suatu proses pembelajaran agar anak dapat mengembangkan potensi-potensinya sejak dini sehingga anak dapat berkembang secara wajar sebagai seorang anak. Melalui suatu proses pembelajaran sejak usia dini, diharapkan anak tidak saja siap untuk memasuki jenjang pendidikan lebih lanjut, tetapi yang lebih utama agar anak memperoleh rangsangan-rangsangan fisik-motorik, intelektual, sosial, dan emosi sesuai dengan tingkat usianya (Ernawulan, 2012).

Beberapa ahli dalam bidang pendidikan dan psikologi memandang periode usia dini merupakan periode yang penting yang perlu mendapat penanganan sedini mungkin. Maria Montessori (dalam Elizabeth B. Hurlock, 1978:13) berpendapat bahwa usia 3-6 tahun merupakan periode sensitif atau masa peka pada anak, yaitu suatu periode dimana suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan sehingga tidak terhambat perkembangannya. Misalnya masa peka untuk berbicara pada periode ini tidak terlewati maka anak akan mengalami kesukaran dalam kemampuan berbahasa untuk periode selanjutnya (Ernawulan, 2012).

Proses pendidikan bagi anak usia 4-5 tahun secara formal dapat ditempuh di Taman kanak-kanak. Lembaga ini merupakan lembaga pendidikan yang ditujukan untuk melaksanakan suatu proses pembelajaran agar anak dapat mengembangkan potensi-potensinya sejak dini sehingga anak dapat berkembang secara wajar sebagai seorang anak. Melalui suatu proses pembelajaran sejak usia dini, diharapkan anak tidak saja siap untuk memasuki jenjang pendidikan lebih lanjut, tetapi yang lebih utama agar anak


(28)

memperoleh rangsangan-rangsangan fisik-motorik, intelektual, sosial, dan emosi sesuai dengan tingkat usianya.

Menurut Dini P. Daeng S (1996:114) ada empat faktor yang berpengaruh pada kemampuan anak bersosialisasi, yaitu :

a. Adanya kesempatan untuk bergaul dengan orang-orang di sekitarnya dari berbagai usia dan latar belakang.

Semakin banyak dan bervariasi pengalaman dalam bergaul dengan orang-orang di lingkungannya, maka akan semakin banyak pula hal-hal yang dapat dipelajarinya, untuk menjadi bekal dalam meningkatkan keterampilan sosialisasi tersebut.

b. Adanya minat dan motivasi untuk bergaul

Semakin banyak pengalaman yang menyenangkan yang diperoleh melalui pergaulan dan aktivitas sosialnya, minat dan motivasi untuk bergaul juga akan semakin berkembang. Keadaan ini memberi peluang yang lebih besar untuk meningkatkan keterampilan sosialnya.

c. Adanya bimbingan dan pengajaran dari orang lain, yang biasanya menjadi “model” bagi anak.

Walaupun kemampuan sosialisasi ini dapat pula berkembang melalui cara “coba-salah” (trial and error) yang dialami oleh anak, melalui pengalaman bergaul atau dengan “meniru” perilaku orang lain dalam bergaul, tetapi akan lebih efektif bila ada bimbingan dan pengajaran yang secara sengaja diberikan oleh orang yang dapat dijadikan “model” bergaul yang baik bagi anak.


(29)

d. Adanya kemampuan berkomunikasi yang baik yang dimiliki anak.

Dalam berkomunikasi dengan orang lain, anak tidak hanya dituntut untuk berkomunikasi dengan kata-kata yang dapat difahami, tetapi juga dapat membicarakan topik yang dapat dimengerti dan menarik bagi orang lain yang menjadi lawan bicaranya.

2.1.2 Sinonim

Secara etimologi kata sinonimi atau disingkat sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti ‘nama’, dan sin yang berarti ‘dengan’. Maka secara harfiah kata sinonimi berarti ‘nama lain untuk benda atau hal yang sama’(Chaer, 1994 :82). Sementara menurut H.G Tarigan (1993:78) kata sinonim terdiri dari sin (“sama” atau “serupa”) dan akar kata onim ”nama” yang bermakna “sebuah kata yang dikelompokkan dengan kata-kata lain di dalam klasifikasi yang sama berdasarkann makna umum. Dengan perkataan lain : sinonim adalah kata-kata yang mengandung arti pusat yang sama tetapi berbeda dalam nilai kata-kata. Atau secara singkat: sinonim adalah kata-kata yang mempunyai denotasi yang sama tetapi berbeda dalam konotasi.

Bambang Yudi Cahyono (1995:208) mengatakan bahwa sinonim adalah dua kata atau lebih, yang memiliki makna yang sama atau hampir sama, tetapi tidak selalu dapat saling mengganti dalam kalimat. Contoh-contoh sinonim adalah sudah-telah, sebab-karena, meskipun-walaupun, jikalau-apabila, cinta-kasih, mati-meninggal.

Perlu diperhatikan bahwa pengertian kesamaan makna yang digunakan dalam membicarakan sinonim tidak mesti sama secara utuh. Kadang-kadang sebuah kata-kata dapat cocok dalam kalimat tertentu, tetapi sinonim kata itu akan


(30)

membuat kalimat itu tidak enak didengar. Misalnya, kata makan cocok digunakan dalam kalimat para pekerja bangunan sedang makan nasi ransum kiriman majikannya. Akan tetapi bersantap yang merupakan sinonim kata itu terasa kurang pas.

Istilah sinonim dipakai karena pertindihan pada kata-kata yang bersinonim itu cukup sehingga menyebabkan kemiripan fungsi kata-kata yang bersinonim itu. Kata jejaka dan kata duda dalam bahasa Indonesia memiliki banyak kemiripan mengenai ciri-cirinya kecuali dalam status perkawinan. Pertindihan yang tidak luas itu tidak masuk dalam sinonim karena adanya perbedaan yang mendasar pada kata-kata itu. Memang kedua kata itu memiliki persamaan bahwa yang dimaksud ialah seorang manusia yang berjenis kelamin laki-laki, tetapi persamaan itu tidak pernah dihiraukan orang, justru perbedaanya yang menjadi pusat perhatian yakni perbedaan status perkawinannya.

2.1.3 Cerita Upin Dan Ipin

Banyak filem kartun atau anismasi yang berkembang saat ini, salah satunya adalah Filem Upin Dan Ipin. Filem ini berkisahkan tentang kehidupan sehari-hari pada masa Kanak-kanak. Filem ini sangat diminati oleh Anak-anak dikarenakan gambarnya yang menarik, cerita yang dimainkan dalam filem ini juga berkisahkan kehidupan sehari-hari, selain itu bahasa yang digunakan juga unik karena menggunakan bahasa asing (bahasa Malaysia).

Dalam cerita Upin dan Ipin yang berjudul”Terima Kasih Cikgu” ini menceritakan kepergian Cikgu Jasmin melanjutkan sekolah kejenjang yang lebih tingi, kepergian Cikgu Jasmin membuat anak-anak merasa sedih dan tidak rela ditinggal pergi Cikgu Jasmin, setelah diberikan penjelasan kepada anak-anak


(31)

akhirnya semua anak-anak mengerti dan semua anak-anak memberi ucapan dan bingkisan terima kasih kepada Cikgu karena selama ini Cikgu telah baik dan membimbing dengan penuh kesabaran. Cikgu berharap siswa yang ditinggalkannya bisa belajar lebih giat lagi bersama Cikgu baru nantinya agar menjadi anak yang pintar, berguna dan dapat mewujudkan cita-cita yang mereka dambakan.

Serial animasi Upin dan Ipin yang diproduksi oleh Les’Copaque dari Negara Malaysia. Upin dan Ipin menceritakan tentang pengalaman dua bocah kembar. Upin dan Ipin merupakan kakak adik kembar 5 tahun yang tinggal bersama kak Rose dan mbak Uda (biasa dipanggil Opa) di Kampung Durian, kedua orang tua Upin dan Ipin sedah meninggal dunia sejak mereka masih bayi. Upin dan Ipin bersekolah di sekolah Taman Kanak-kanak Tadika Mesra yang terletak dikawasan Kampung Durian. Mereka berteman dengan bermacam-macam tingkah lakunya, seperti Mei-mei yang imut dan berkepribadian cerdas, Jarjit Sigh yang gemar membuat humor dan membuat pantun, Ehsan yang suka menyendiri cerewet, suka makan, Fizi (sepupu Ehsan) yang penuh keyakinan diri tetapi suka mengejek orang lain, dan Mail yang berkemampuan untuk berdagang, suka melamun dan mengantuk karena ia berjualan ayam dipasar dan pandai berhitung. Filem animasi ini juga secara cerdas memotret pluralitas, kerukunan etnis Malaysia. Keberagaman itu ditampilkan dalam sosok teman-teman Upin dan Ipin yang berasal dari etnis selain Melayu seperti Mei-mei dari keluarga keturunan Cina, Ijat dan Rajoo dari keluarga India dan Susanti dari Jakarta, Indonesia.

Adapun jalan cerita yang dikisahkan dalam filem kali ini yaitu bertajuk Terima Kasih Cikgu, dalam cerita file mini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:


(32)

Bagian 1 :

Ikhsan tidur di kelas dan difoto oleh mei-mei. Kemudian Cikgu datang dan memberikan informasi kepada murid-murid ada Cikgu baru, murid-murid bertanya siapa Cikgu barunya, sebelum Cikgu memberitahu Cikgu Jasmin menginformasikan bahwa Cikgu Jasmin mau melanjutkan sekolah ke Kuala Lumpur. Anak-anak berkata kepada Cikgu Jasmin, Cikgu Jasmin kan udah pintar, ngapain belajar lagi, kan sudah pandai, murid pun bersedih dan Cikgu berkata bukan Cikgu tak sayang tapi Cikgu sambung belajar untuk menambah ilmu. Cikgu pengen jadi Cikgu besar.

Bagian 2:

Opa memonton tv. Kemudian upin & ipin datang dan berkata kepada Opa bahwa Cikgu Jasmin pergi ke Kuala Lumpur. Cikgu Jasmin nak pergi belajar Upin & ipin bersedih. Opa berkata : kalo kita sayang Cikgu tunjuk yang kita hargai dia, berterima kasih pada dia. Buatlah sesuatu, akrab-akrab dengan kawan-kawan. Sedih aja tak guna. Ketika Upin dan Ipin berkumpul dengan temannya, Mail berkata ayam goreng nak sekolah makan ramai-ramai kan senang. Kemudian Upin dan Upin berkata : kata Opa, kalo kita sayang Cikgu kan buat sesuatu dan mei-mei berkata : betul kata Opa, kita bahagiakan, saya suka, saya suka. Tak lama kemudian Ikhsan menangis, dia bersedih karena dia sayang sangat sama Cikgu Jasmin, Cikgu mengajarkan sampai pandai baca. Ikhsan sedih Cikgu pergi. Upin berkata pada Ikhsan jangan sedih, kita buat hadiah sama-sama ya. Kemudian Upin dan Ipin membawa hadiah


(33)

buat Cikgu Jasmin. Cikgu pun datang. Murid – murid berkata : Cikgu Janganlah pergi. Murid-murid pun bersedih.

Bagian 3:

Ketika baru masuk sekolah Upin dan Ipin berkenalan dengan Mei-mei. Mei-mei bingung membedakan Upin dan Ipin, karena Upin & ipin adalah saudara kembar. Cikgu menyuruh duduk bersama kawan-kawan. Kemudian Cikgu menyuruh murid-murid untuk membuat nama di kertas itu. Setelah murid-murid selesai membuat nama mereka dikertas. Cikgu berkata : bagus, pandai murid-murid Cikgu. Cikgu pun membantu murid-murid yang belum pandai menulis. Tak lama kemudian, Ikhsan menangis karena dia mengompol di dalam kelas. Setelah itu, Upin memberikan kado pada Cikgu Jasmin dan berkata : ini dari kami semua, bukalah. Kemudian Cikgu membuka kado tersebut. Cikgu Jasmin berterima kasih dan berpesan kepada murid-murid : Cikgu harap kamu semua rajin-rajin belajar sampai berjaya, sampai ke university dan Cikgu bangga bahwa yang berjaya adalah semua murid-murid Cikgu. Bel pun berbunyi dan Murid-murid berkata : terima kasih Cikgu. Hari esoknya Cikgu baru masuk yang bernama Cikgu melati. Murid-murid senang dengan Cikgu baru tersebut.

2.1.4 Media Televisi

Media adalah alat yang dapat digunakan untuk mencapai massa (sejumlah orang yang tidak terbatas). Ardianto, dkk, (2007) Televisi artinya sistem penyiaran gambar yang disertai dengan bunyi suara melalui kabel atau melalui angkasa dengan menggunakan alat yang mengubah cahaya gambar dan


(34)

bunyi suara menjadi gelombang listrik dan mengubahnya kembali menjadi berkas cahaya yang dapat dilihat dan bunyi yang dapat didengar.

Dari semua media komunikasi yang ada, televisilah yang paling berpengaruh pada kehidupan manusia. 99% orang Amerika memiliki televisi di rumahnya. Jenis tayangan televisi dijelajahi hiburan, berita dan iklan. (Ardianto,2007).

Televisi sebagai media audio, motion-visual merupakan salah satu media yang paling lengkap dalam arti penggunaan segala kemampuan audio-visual. Dari semua media komunikasi yang ada, televisilah yang paling berpengaruh pada kehidupan manusia.

Fungsi televisi sama dengan fungsi media massa lainnya (surat kabar dan radio siaran) yaitu memberi informasi, mendidik, meghibur, dan membujuk. Tujuan utama khalayak menonton televisi adalah untuk memperoleh hiburan, selanjutnya untuk memperoleh informasi.

a. Fungsi dan peran Televisi

Media televisi sebagaimana media massa lainnya berperan sebagai alat informasi, hiburan, kontrol sosial dan penghubung wilayah secara geografis. Bersamaan dengan jalannya proses penyampaian isi pesan media televisi kepada pemirsa, maka isi pesan itu akan diinterprestasikan secara berbeda-beda menurut visi pemirsa. Hal ini terjadi karena tingkat pemahaman dan kebutuhan pemirsa terhadap isi peran acara televisi berkaitan erat dengan status sosial ekonomi serta situasi dan kondisi pemirsa pada saat menonton televisi (Ardianto, 2007).


(35)

b. Karakteristik Televisi

1)Audiovisual, televisi memiliki kelebihan, yakni dapat didengar sekaligus dapat dilihat (audiovisual).

2)Berpikir dalam gambar, ada dua tahap yang dilakukan dalam proses berpikir dalam gambar, pertama adalah visualisasi (visualization), yakni menerjemahkan kata-kata yang mengandung gagasan yang menjadi gambar secara individual. Tahap kedua dari proses berpikir dalam gambar adalah penggambaran (picturazation), yakni kegiatan merangkai gambar-gambar individual sedemikian rupa, sehingga kontinuitasnya mengandung makna tertentu.

3)Pengoperasian lebih kompleks, dibandingkan dengan radio siaran, pengoperasian televisi siaran lebih kompleks dan lebih banyak melibatkan orang. Peralatan yang digunakannya pun lebih banyak dan untuk mengopersikannya lebih rumit dan harus dilakukan oleh orang-orang yang terampil dan terlatih.

2.2 Landasan Teori

Sebuah penelitian perlu ada landasan teori yang mendasarinya karena landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Landasan teori yang digunakan diharapkan mampu menjadi dasar tumpuan seluruh pembahasan.

Berikut adalah landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini: 2.2.1 Psikolinguistik

Kata psikolinguistik adalah gabungan dua kata, yaitu ‘psikologi’ dan ‘linguistik’, yang merupakan dua disiplin yang berlainan dan berdiri sendiri. Kedua disiplin ilmu ini mengkaji satu masalah yang sama, yaitu bahasa, dengan


(36)

cara yang berlainan dan dengan tujuan yang berlainan. Namun dengan demikian banyak masalah sama yang dikaji oleh kedua-dua disiplin ilmu ini dengan tujuan yang sama atau hampir sama tetapi dengan cara atau teori yang berlainan. Kedua disiplin ilmu ini saling berdampingan dan bekerjasama atau saling membantu dalam mengkaji bahasa dan hakekat bahasa itu.

Sebagai hasil kerjasama yang lebih terarah dan sistematis lahirlah satu ilmu baru yang kemudian disebut ‘psikolinguistik’. Psikolinguistik merupakan satu ilmu yang mencoba menerangkan proses-proses psikologi yang terjadi apabila seseorang mengucapkan kalimat-kalimat dan memahami kalimat yang didengar pada waktu berkomunikasi dan bagaimanakah hal itu diperoleh manusia (Miller 1962: 56).

Secara teoretis tujuan utama psikolinguistik ialah mencari suatu teori bahasa yang unggul dari segi linguistik dan pemerolehannya. Dengan kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan struktur bahasa dan bagaimana struktur bahasa diperoleh dan digunakan pada waktu bertutur dan memahami ujaran-ujaran bahasa. Dapat disimpulkan bahwa psikolinguistik adalah satu ilmu yang dilahirkan sebagai akibat dari satu kesadaran, bahwa pengkajian bahasa merupakan sesuatu yang sulit sehingga satu disiplin ilmu secara sendirinya tidak mungkin mampu menerangkan hakikat bahasa itu.

Dasar-dasar psikolinguistik menurut beberapa pakar dalam buku yang berjudul Psyholinguistik:A Survey of Theory and Reseach Problem pada tahun 1954 yang disunting Osgood dan Sebiek yaitu:

1. Psikolinguistik adalah suatu tiori linguistik berdasarkan bahasa yang dianggap sebagai sistem elemen yang saling berhubungan erat.


(37)

2. Psikolinguistik adalah suatu teori pembelajaran (menurut teori behaviorisme) berdasarkan bahasa yang dianggap sebagai suatu sistem tabiat dan kemampuan yang menghubungkan isyarat dengan perilaku.

3. Pesikolinguistik adalah teori informasi yang mengganggap bahasa sebagai sebuah alat untuk menyampaikan suatu benda.

Dengan perkembangan ilmu psikolinguistik Mehler dan Noizet (1974)dalam artikelnya” Vers une Modelle Psycholinguistic du locuteur” yang dimuat dalam Textes Pour Une Psycholinguistique Menerangkan tiga generasi teori psikolinguistik yaitu:

A. Teori Psikolinguistik Generasi Pertama

Teori psikolinguistik pertama oleh Osgood dan Sebaek menitik beratkan pada teori aliran behaviorisme atau tiori perilaku. Teori ini mengidentifikasikan bahasa sebagai satu sistem respon langsung dan tidak langsung terdapat sitimulus verbal dan non verbal. Orientasi stimulus-respon (aksi-reaksi atau rangsangan balasan) ini adalah orientasi psikologi.

Tokoh lain dari teori generasi pertama adalah Bloomfield merupakan ahli linguistik Amerika yang menerima dan menerapkan teori behaviorisme (prilaku) dalam analisis bahasa. Berikut beberapa pandangan Bloomfield tentang teori stimulus respon ini:

1. Bahasa adalah satu bentuk prilaku. Pernyataan ini menunjukkan bahwa bahasa adalah salah satu fenomena yang dapat ditangkap lewat pancaindra yaitu indra pendengaran. Pernyataan ini sama dengan pernyataan bahwa bahasa adalah prilaku (peri=kata,berperi=berkata


(38)

dan laku=perbuatan). Jadi pernyataan Bloomfiled ini menyatakan bahwa bahasa adalah Verbal Behavior.

2. Dalam menganalisis bahasa perlu dibedakan tiga peristiwa beruntun sebagai berikut:

a. Pristiwa yang mendahului peristiwa berbahasa atau stimulus pertama, kode S.

b. Respon yang dilakukan terhadap stimulus pertama, salah satu respon adalah prilaku atau perbuatan berbahasa yang berwujud bunyi bahasa, kode r.

c. Peristiwa yang terjadi setelah adanya respon prilaku diberi kode R. 3. Diantara peristiwa a dan c terdapat peristiwa bahas yang terdiri atas

respon bahas terhadap stimulus. Respon bahasa yang berubah menjadi stimulus (kedua) dan akhirnya respon R setelah stimulus (kedua). Runtun stimulus dan respon itu dapat digambarkan:

S ───── r...s ───── R

Menurut Bloomfield r...s adalah bahasa karena laku yang berupa peri itulah yang ditangkap dengan indra pendengaran dan melihat. Aliaran behaviorisme dalam psikologi merupakan aliran empiris, oleh karena itu mereka menganggap bahwa bahasa merupakan salah satu wujud tingkah laku manusia yang dinyatakan secara verbal atau dengan kata-kata, kalimat-kalimat.

Pandangan ini diterapkan dalam proses pemerolehan bahasa, melalui proses pembelajaran.


(39)

B. Teori Psikolinguistik Generasi Kedua

Teori psikolinguistik generasi kedua dikemukakan oleh Noam Chomsky dan George Miller dengan teori kognitif. Mereka berpendapat bahwa dalam peroses berbahasa bukanlah butir-butir bahasa yang diperoleh melainkan kaidah yang diperoleh. Disini orientasi psikologi telah digantikan dengan orientasi linguistik. Beberapa pernyataan G.S Miller dan Noam Chomsky yang tertuang dalam artikel “Some Preliminaries in Psyholinguistics” yang dimuat dalam American Psycholigist jilid 20 tahun 1985 menyangkut teori ini diantaranya:

1. Dalam komunikasi verbal, tidak semua ciri-ciri fisiknya jelas dan terang dan tidak semua ciri-ciri yang terang dalam ujaran mempunyai representasi fisik. Dengan kata lain tidak semua makna dapat diungkapkan dengan ujaran bahasa.

2. Makna sebuah tuturan tidak boleh dikacaukan dengan apa yang ditunjukkannya. Satu respon yang terpenggal-penggal terlalu menyederhanakan kekayaan makna atau makna secara keseluruhan. 3. Makna sebuah ujaran bukanlah makna dari kata-kata yang tersusun. 4. Steruktur sintaksis sebuah kalimat terdiri dari satuan-satuan yang

menentukan interaksi antara makna-makna yang terdapat dalam kalimat tersebut.

5. Jumlah kalimat dan jumlah makna yang dapat dijelaskan dengan makna bahasa tidak terbatas jumlahnya.

6. Harus dibedakan antara pendeskripsian sebuah bahasa dan pendeskripsian pemakaian bahasa. Dengan kata lain dalam


(40)

menganalisis proses berbahasa perlu dibedakan struktur dalam yang menjadi struktur batin penutur dan struktur luar yang merupakan wujud luar dari bahasa.

7. Adanya komponen biologis yang besar untuk menentukan kemampuan berbahasa.

C. Teori Psikolinguistik generasi Ketiga

Psikolinguistik generasi ketiga dilahirkan oleh Werstch dalam bukunya Two Problems for the New Psycholinguistich diberi nama New Psycholinguistics atau Psikolinguistik Baru mempunyai ciri-ciri yaitu:

1. Orientasi mereka kepada psikologi, tapi bukan psikologi prilaku. 2. Keterlepasan mereka dari kerangka “psikolinguistik kalimat” dan

keterlibatan dalam psikolinguistik yang berdasarkan situasi dan konteks

3. Adanya satu pergeseran dari analisis mengenai proses ujaran yang abstrak (persepsinya) kesuatu analisis psikologi mengenai komunikasi dan berpikir.

Ketiga ciri utama dari psikolinguistik generasi ketiga ini menunjukkan telah terjadi suatu peningkatan kualitatif dalam perkembangan psikolinguistik. Teori yang menjadi anutan adalah teori psikolinguistik kognitif Chomsky.

2.2.2 Pemerolehan dan Kemampuan Bahasa Menurut Chomsky

Chomsky yang merupakan seorang nativis menyerang teori Skinner yang menyatakan bahwa pemerolehan bahasa itu bersifat nurture atau dipengaruhi oleh lingkungan. Chomsky berpendapat bahwa pemerolehan bahasa itu berdasarkan pada nature karena menurutnya ketika anak dilahirkan ia telah dibekali dengan


(41)

sebuah alat tertentu yang membuatnya mampu mempelajari suatu bahasa. Alat tersebut disebut dengan Piranti Pemerolehan Bahasa (Language Acquisition Device) yang bersifat universal yang dibuktikan oleh adanya kesamaan pada anak-anak dalam proses pemerolehan bahasa mereka (Dardjowidjojo, 2005:235-236).

Chomsky berpendapat bahwa seorang anak telah dilahirkan dengan kecakapan alami untuk menguasai bahasa apabila anak sudah sampai pada peringkat kematangan tertentu. Pada tiap-tiap peringkat kematangan, anak tersebut akan membentuk hipotesis-hipotesis terhadap aturan-aturan yang ada dalam bahasa yang digunakannya di dalam komunikasi sehari-hari dengan orang-orang disekitarnya. Semua perbaikan atas kesalahan yang dibuatnya akan mempertegas lagi aturan-aturan bahasa yang tersimpan di dalam otaknya.

Jadi, pemerolehan bahasa bukan didasarkan pada nurture (pemerolehan itu ditentukan oleh alam lingkungan) tetapi pada nature. Artinya anak memperoleh bahasa seperti dia memperoleh kemampuan untuk berdiri dan berjalan. Anak tidak dilahirkan sebagai tabularasa, tetapi telah dibekali dengan Innate Properties (bekal kodrati) yaitu Faculties of the Mind (kapling minda) yang salah satu bagiannya khusus untuk memperoleh bahasa, yaitu Language Acquisition Device. LAD ini dianggap sebagai bagian fisiologis dari otak yang khusus untuk mengolah masukan dan menentukan apa yang dikuasai lebih dahulu seperti bunyi, kata, frasa, kalimat dan seterusnya. Meskipun kita tidak tahu persis tepatnya dimana LAD itu berada karena sifatnya yang abstrak.

Menurut Chomsky (1999 : 34) manusia mempunyai faculties of the mind yaitu semacam “kapling-kapling intelektual” dalam benak/otaknya. Salah satu kapling itu adalah untuk bahasa. Kapling kodrati yang dibawa sejak lahir itu oleh


(42)

Chomsky dinamakan Language Acquisition Device (LAD) yang telah diterjemahkan menjadi Piranti Pemerolehan Bahasa (PBB) (Dardjowidjojo, 2000 : 19). PBB menerima masukan dari lingkungan di sekitarnya dalam bentuk kalimat yang tidak semuanya bagus (well-formed).

Kemampuan bahasa adalah kemampuan individu untuk mendengarkan ujaran yang disampaikan oleh lawan bicara, berbicara dengan lawan bicara, membaca pesan-pesan yang disampaikan dalam bentuk tulisan, dan menulis pesan-pesan baik secara lisan maupun tulisan.

2.2.3 Sinonim dan Relasi Sinonim

Sinonim merupakan salah satu relasi makna yang terdapat dalam semantik. “sinonim adalah hubungan dalam semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu ujaran dengan satu ujaran lainnya.”(Chaer 2003:297). Misalnya antara kata hamil dengan frase duduk perut, antara kata betul dengan benar, dsb.

Relasi sinonim ini bersifat dua arah maksudnya apabila suatu ujaran A bersinonim dengan ujaran B, maka ujaran B itu bersinonim dengan ujaran A . Secara konkret kalau kata betul bersinonim dengan kata benar, maka kata benar itupun bersinonim dengan kata betul yang sama tapi berbeda dalam nilai rasa. Atau secara singkat, sinonim adalah kata-kata yang mempunyai denotasi sama tapi berbeda konotasi

Sinonim bisa terjadi antara lain, sebagai akibat adanya:

a. Perbedaan dialek sosial, seperti kata istri bersinonim dengan kata bini. Tetap kata istri digunakan dalam kalangan atas sedangkan bini dalam kalangan bawahan.


(43)

b. Perbedaan dialek regional, seperti kata handuk, bersinonim dengan kata tuala; tetapi kata tuala hanya dikenal di beberapa daerah di Indonesia timur saja. c. Perbedaan dialek temporal, seperti kata hulubalang bersinonim dengan kata

komandan; tetapi kata hulubalang hanya cocok digunakan dalam suasana klasik saja.

d. Perbedaan ragam bahasa sehubungan dengan bidang kegiatan kehidupan, seperti kata menggubah bersinonim dengan kata menempa tetapi kata mengubah dilakukan dalam arti membuat karya seni sedangkan menempa dalam arti membuat barang logam.

e. Pengaruh bahasa daerah atau bahasa asing lain, seperti kata akbar dan kolosan yang bersinonim dengan kata besar. Kata auditorium dan aula yang bersinonim dengan kata bangsal dan pendopo.

Untuk dapat menggunakan salah satu kata yang bersinonim dengan tepat, pertama-tama kita harus memastikan dulu konteks wacana yang dimaksudkan, memahami dengan baik konsep makna kata yang dipilih dengan memperhatikan perbedaan yang terdapat dalam menggunakan bahasa, seperti adanya dialek sosial, dialek regional, dialek temporal, ragam bidang kegiatan, dan sebagainnya. Kata aku, saya, dan hamba, misalnya, adalah kata-kata yang bersinonim. Tetapi kata

aku hanya cocok digunakan dalam ragam akbar, kata saya dalam ragam resmi

atau netral, dan kata hamba hanya dalam ragam klasik atau arkais.

Ada lima cara yang dapat digunakan dalam menentukan kemungkinan adanya sinonim. Kelima cara yang dimaksud adalah :

1. Seperangkat sinonim itu mungkin saja merupakan kata-kata yang digunakan dalam dialek yang berbeda. Kata pena dan rika dalam bahasa jawa dialek


(44)

Surabaya memiliki terjemahan kedalam bahasa Indonesia yang persis sama dengan koen atau kowe dalam bahasa Jawa dialek Malang. Begitu juga kata

cacak dan kakang memiliki terjemahan yang persis sama, yakni “kakak”.

Akan tetapi, apabila dalam setiap dialek masing-masing kata tersebut memiliki makna dasar berbeda-beda, kata-kata tersebut tidak dapat ditentukan sebagai sinonim.

2. Sebuah kata yang semula dianggap memiliki kemiripan atau kesamaan makna, setelah berada dalam berbagai pemakaian ada kemungkinan membuahkan makna yang berbeda-beda. Kata bisa dan dapat, misalnya, meskipun secara leksikal merupakan sinonim, dalam konteks pemakaian Saya nanti bisa datang dan Saya nanti dapat datang tetap pula dapat dianggap sinonim. Sewaktu dalam konteks pemakaian Bisa ular itu berbahaya, kedua kata tersebut tidak dapat lagi disebut sinonim.

3. Suatu kata, apabila ditinjau berdasarkan makna kognitif, makna emotif, maupun makna evaluatif, mungkin saja akhirnya menunjukan adanya karakteristik tersendiri meskipun dalam pemakaian sehari-hari semua dianggap memiliki kesinoniman dengan kata lain. Bentuk demikian misalnya dapat ditemukan dalam pasangan kata ilmu dan pengetahuan, mengamati dan meneliti, serta antara mengusap dengan membelai. Apabila hal itu terjadi, maka kata-kata yang semula dianggap sinonim itu harus dianggap sebagai kata yang berdiri sendiri.

4. Suatu kata yang semula memiliki kolokasi sangat ketat, misalnya antara kopi dengan minuman, kuncup dengan kembang, maupun pohon dengan batang, sering kali dipakai secara tumpang tindih karena masing-masing dianggap


(45)

memiliki kesinoniman. Hal itu tentu saja tidak benar karena masing-masing kata tersebut jelas masih memiliki ciri makna sendiri-sendiri. Sebab itu, pemakaian yang tumpang tindih dapat mengakibatkan adanya salah pengertian.

5. Akibat kurang mengerti terhadap nilai makna suatu kata maupun kelompok kata, sering kali bentuk kebahasaan yang berbeda-beda begitu saja dianggap sinonim, misalnya antara bentuk kembali kepangkuan ilahi dengan

meninggalkan dunia kehidupan, antara merencanakan dengan menginginkan

serta antara gambaran dengan bayangan.

Palmer (1976:60-63) mengemukakan 5 kemungkinan perbedaan pada sinonimi. Kelima perbedaan itu yalah :

1. Perbedaan karna dialek atau kebiasaan setempat, misalnya bentuk fall yang digunakan di Amerika Serikat, sedangkan Inggris digunakan kata autum yang bermakna musim gugur. Dalam dialek Jakarta terdapat bentuk gue, kita untuk dialek Manado, dan saya untuk bahasa Indonesia.

2. Perbedaan pada pemakaian, misalnya kata mati dan meninggal.Kata mati digunakan untuk hewan dan tumbuhan seperti yang terdapat pada kalimat, “ Bunga itu mati karena tidak disiram.” Kata meninggal biasanya hanya digunakan untuk manusia, misalnya dalam kalimat “ Bapak Ali itu sudah meninggal dunia.’’

3. Perbedaan pada nilai kata, misalnya kata memohon nilainnya lebih halus daripada kata meminta; kata bersantap lebih baik daripada kata makan.

4. Perbedaan berdasarkan kolokial tidaknya kata, misalnya kata ana dan kata saya.


(46)

5. Perbedaan karena hiponim, misalnya kata sapi merupakan hiponim kata binatang.

Sinonim juga dapat berupa sesuatu yang dikabarkan atau diinformasikan, baik melalui jalan orasi, pidato ataupun pengkabaran karena bentuk kalimat mythical (ajaib) yang memudahkan para orator menyampaikan kesan dan pesannya kepada orang banyak.

1. Sinonim dalam kata benda. Contohnya kalimat “ Dia adalah banteng pemberani yang bersedia mati demi bangsanya”. Dalam kalimat ini “banteng” disinonimkan dengan manusia seperti “prajurit” atau “pahlawan”.

2. Sinonim dalam kata kerja yang dicontohkan dalam kalimat berikut. “Mereka telah merobek-robek kedaulatan kita”. Dalam pidato tersebut “merobek-robek kedaulatan” disinonimkan dengan “melukai harga diri suatu kelompok”.

3. Sinonim dalam kata sifat, misalnya dengan kalimat “Dia itu orangnya centang perenang”. Kata “centang perenang” tersebut disinonimkan sebagai “terlalu santai” (Chaer, 2006).

2.2.4 Kemampuan Bahasa Anak

Pada anak-anak Prasekolah, kemampuan bahasa penting karena akan menjadi dasar memahami pelajaran berikutnya. Anak-anak dengan kemampuan bahasa yang rendah cenderung makin susah meningkatkan kemampuan bahasanya jika ditempatkan dalam kelas berisi anak-anak yang kemampuan bahasannya sama-sama rendah. Namun hal itu tidak terjadi ketika anak-anak tersebut ditempatkan dalam kelas yang kemampuan bahasanya yang cukup bagus, dengan


(47)

demikian dapat kita lihat karakteristik kemampuan bahasa anak sesuai dengan usianya sebagai berikut.

Karakteristik Kemampuan Bahasa anak usia Taman Kanak-kanak sebagai berikut:

1. Karakteristik Kemampuan Bahasa Anak Usia 3-4 Tahun

Berdasarkan fase perkembangan kognitif anak tersebut berada dalam fase praoperasional. Pada fase ini, fungsi simbolis anak berkembang dengan pesat. Fungsi simbolis berkaitan dengan kemampuan anak untuk membayangkan tantangan sesuatu benda atau objek lainnya secara mental, atau tanpa kehadiran benda atau objek secara konkret, oleh karena itu perkembangan bahasa anak pada fase ini juga diwarnai oleh fungsi simbolis.

2. Karakteristik Kemampuan Bahasa Anak Usia 4 Tahun

a. Terjadi perkembangan yang cepat dalam kemampuan bahasa anak. Ia telah dapat menggunakan kalimat baik dan benar

b. Telah menguasai 90% dari fonem dan sintaksis bahasa yang digunakan c. Dapat berpartisipasi dalam suatu percakapan. Anak sudah dapat

mendengarkan orang lain berbicara dan menanggapi pembicaraan tersebut..

3. Karakteristik Kemampuan Bahasa Anak Usia 5-6 Tahun a. Sudah dapat mengucapkan lebih dari 2500 kosa kata

b. Lingkup kosa kata yang dapat diucapkan anak menyangkut: warna, ukuran, bentuk, rasa, bau, keindahan, kecepatan, suhu, perbedaan, perbandingan, jarak, permukaan (kasar halus)


(48)

c. Sudah dapat melakukan peran sebagai pendengar yang baik

d. Dapat berpartisipasi dalam suatau percakapan. Anak sudah dapat mendengarkan orang lain berbicara den menanggapi pembicaraan tersebut e. Percakapan yang dilakukan telah menyangkut berbagai komentar terhadap

apa yang dilakukan oleh dirinya sendiri dan orang lain, serta apa yang dilihatnya sudah dapat melakukan ekspresi diri, menulis, membaca dan bahkan berpuisi.Semua kegiatan anak ini tidak terleps dari fungsi otak anak tersebut. Peran otak dalam pemerolehan dan pembelajara bahasa sangat penting, karena ideasi bahasa terletak pada hemisfer kiri otak, sedangkan ideasi logika, seni dan emosi ada pada hemisfer kanan otak. Berikut ini adalah gambar otak manusia Simanjuntak (2009 :1998)


(49)

2.2.5 Perkembangan Bahasa Anak

Perkembangan bahasa sebagai salah satu dari kemampuan yang harus dimiliki anak, sesuai dengan tahapan usia dan karakteristik perkembangannya. Anak “mempelajari” bahasa dengan berbagai cara, yaitu meniru, menyimak, mengekspresikan dan juga bermain. Melalui bermain, anak dapat belajar menggunakan bahasa secara tepat dan belajar mengkomunikasikannya secara efektif dengan orang lain. Melalui bermain anak juga belajar tentang gaya bahasa.

Banyak ungkapan yang dikemukakan untuk menggambarkan bagaimana pentingnya bahasa bagi manusia. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia umumnya dan dalam kegiatan berkomunikasi khususnya. Seperti yang di kemukakan oleh Laird bahwa tiada kemanusiaan tanpa bahasa dan tidak ada peradapan tanpa bahasa lisan. Manusia tidak hanya berfikir dengan otaknya, tetapi juga memerlukan bahasa sebagai mediunya. Orang lain tidak akan dapat memahami hasil pemikiran kita kalau tidak di ungkapkan dengan menggunakan bahasa baik secara lisan maupuntulisan.

Begitu juga halnya peranan bahasa bagi anak. Bahasa memberikan sumbangan yang pesat dalam perkembangan anak menjadi manusia dewasa. Dengan bantuan bahasa, anak tumbuh dari organisme biologis menjadi pribadi dalam kelompok. Pribadi itu berfikir, berperasaan, bersikap, berbuat serta memandang dunia dan kehidupan seperti masyarakat disekitarnya. Sehubungan dengan peranan penting bahasa dalam kehidupan.

2.2.6 Aspek-aspek Perkembangan Bahasa Anak Pada Taman kanak-kanak Anak usia taman kanak-kanak berada dalam fase perkembangan bahasa secara ekspresif. Hal ini berarti bahwa anak telah dapat mengungkapkan


(50)

keinginannya, penolakannya, maupun pendapatnya dengan menggunakan bahasa lisan. Bahasa lisan sudah dapat di gunakan anak sebagai alat berkomunikasi. Aspek-aspek yang berkaitan dengan perkembangan bahasa anak tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kosa kata

Seiring dengan perkembangan anak dan pengalamannya berinteraksi dengan lingkingannya, kosa kata anak berkembang dengan pesat.

2. Sintaksis (tata bahasa)

Walaupun anak belum mempelajari tata bahasa, akan tetapi melalui contoh-contoh berbahasa yang di dengar dan dilihat anak di lingkungan, anak telah dapat menggunakan bahasa lisan dengan susunan kalimat yang baik. Misalnya: “Rita memberi makan kucing”bukan “ kucing Rita makan memberi”.

3. Semantik

Semantik maksudnya penggunaan kata sesuai dengan tujuannya. Anak di taman kanak-kanak sudah dapat mengekspresikan keinginan, penolakan dan pendapatnya dengan menggunakan kata-kata dan kalimat yang tepat. Misalnya: “tidak mau” menyatakan penolakan.

4. Fonem (satuan bunyi terkecil yang membedakan kata)

Anak di taman kanak-kanak sudah memiliki kemampuan untuk merangkaikan bunyi yang di dengarnya menjadi satu kata yang mengandung arti. Misalnya: “ i.b.u menjadi ibu”.


(51)

2.2.7 Prinsip Perkembangan Bahasa Anak

Sesuai dengan pendapat Vigotsky tentang prinsip zone of proximal yaitu zona yang berkaitan dengan perubahan dari potensi yang di miliki oleh anak menjadi kemampuan aktual, maka perinsip-prinsip perkembangan bahasa anak usia taman kanak-kanak adalah sebagai berikut:

1. Interaksi

Interaksi anak dengan lingkungan sekitarnya, membantu anak memperluas kosa kata dan memperoleh contoh dalam menggunakan kosa kata tersebut secara tepat.

2. Ekspresi

Mengekspresikan kemampuan bahasa. Ekspresi kemampuan bahasa anak dapat di salurkan melalui pemberian kesempatan pada anak untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya secara tepat.

Penelitian yang dilakukan terhadap perkembangan bahasa anak tentunya tidak terlepas dari pandangan, hipotesis, atau teori psikologi yang dianut.

2.2.8 Tahap Perkembangan Bahasa Anak

Schaerleakens (1977:42) membagi fase-fase perkembangan bahasa anak dalam empat periode. Perbedaan fase-fase ini berdasarkan pada ciri-ciri tertentu yang khas pada setiap periode. Adapun tahap - tahap tersebut sebagai berikut : 1. Tahap Prelingual (usia 0 – 1 tahun)

Disebut demikian karena anak belum dapat mengucapkan ‘bahasa ucapan’ seperti yang diucapkan orang dewasa, dalam arti belum mengikuti aturan-aturan bahasa yang berlaku. Pada periode ini anak mempunyai bahasa sendiri, misalnya mengoceh sebagai ganti komunikasi dengan orang lain. Contohnya :baba, mama,


(52)

tata, yang mungkin merupakan reaksi terhadap situasi tertentu atau orang tertentu sebagai awal suatu simbolisasi karena kematangan proses mental pada usia 9-10 bulan.

Pada periode ini, perkembangan yang menyolok adalah perkembangan comprehensi, artinya penggunaan bahasa secara pasif. Misalnya, anak mulai bereaksi terhadap pembicaraan orang dengan melihat kepada pembicara dan memberikan reaksi yang berbeda terhadap suara yang ramah, yang lembut, dan yang kasar.

2. Tahap Lingual Dini (1 – 2,5 tahun)

Pada periode ini anak mulai mengucapkan perkataannya yang pertama, meskipun belum lengkap. Misalnya: atia (sakit), agi (lagi), itut (ikut), atoh (jatuh). Pada masa ini beberapa kombinasi huruf masih sukar diucapkan seperti r, s, k, j, dan t. pertambahan kemahiran berbahasa pada periode ini sangat cepat dan dapat dibagi dalam tiga periode, yaitu:

a) Periode kalimat satu kata

Menurut aturan tata bahasa, kalimat satu kata bukanlah suatu kalimat, karena hanya terdiri dari satu kata, tetapi para ahli peneliti perkembangan bahasa anak beranggapan bahwa kata-kata pertama yang diucapkan oleh anak itu mempunyai arti lebih dari hanya sekedar suatu ‘kata’ karena kata itu merupakan ekspresi dari ide-ide yang kompleks, yang pada orang deawasa akan dinyatakan dalam kalimat yang lengkap.

Contohnya: ucapan “ibu” dapat berarti : Ibu kesini! Ibu kemana? Ibu tolong saya!, Itu baju ibu, Ibu saya lapar, dst.


(53)

Pada umumnya, kata pertama ini dipergunakan untuk memberi komentar terhadap obyek atau kejadian di dalam lingkungannya. Berupa perintah, pemberitahuan, penolakan, pertanyaan, dll. Bagaimana menginterpretasikan kata pertama ini tergantung pada konteks waktu kata tersebut di ucapkan, sehingga untuk dapat mengerti apa maksud sianak dengan kata tersebut kita harus melihat atau mengobservasi apa yang sedang dikerjakan anak pada waktu itu. Intonasi juga sangat membantu untuk mempermudah menginterpretasikan apakah anak bertanya, memberi tahu, atau memerintah.

b) Tahap kalimat dua kata

Dengan bertambahnya perbendaharaan kata yang diperolah dari lingkungan dan juga karena perkembangan kognitif serta fungsi-fungsi lain pada anak, maka terbentuklah pada periode ini kalimat yang terdiri atas dua kata. Pada umunya, kalimat kedua muncul pertama kali ketika seorang anak mulai mengerti suatu tema dan mencoba untuk mengekspresikannya. Hal ini terjadi pada usia 18 bulan dan anak menentukan kombinasi dua kata mempunyai hubungan tertentu dan mempunyai makna berbeda-beda, misalnya makna kepunyaan (baju ibu), makna sifat (hidung pesek), dan lain sebagainya.

c) Kalimat lebih dari dua kata

Kalau ada lebih dari dua kata dalam bidang morfologi belum terlihat perkembangan yang nyata, maka pada periode kalimat lebih dari dua kata sudah terlihat kemampuan anak dalam bidang morfologi. Keterampilan membentuk kalimat bertambah, terlihat dari panjangnya kalimat, kalimat tiga kata, kalimat empat kata, dan seterusnya. Pada periode ini penggunaan bahasa tidak bersifat egosentris lagi, melainkan anak sudah mempergunakan untuk berkomunikasi


(54)

dengan orang lain, sehingga mulailah terjadi suatu hubungan yang sesungguhnya antara anak dengan orang dewasa.

3. Tahap Diferensiasi (usia dua setengah tahun sampai lima tahun)

Yang menyolok pada periode ini adalah keterampilan anak dalam mengadakan diferensiasi dalam penggunaan kata-kata dan kalimat-kalimat. Secara garis besar ciri umum perkembangan bahasa pada periode ini adalah sebagai berikut:

Pada akhir periode secara garis besar anak telah menguasai bahasa ibunya, artinya hukum-hukum tatabahasa yang pokok dari orang dewasa telah dikuasai. Perkembangan fonologi boleh dikatakan telah berakhir. Mungkin masih ada kesukaran pengucapan konsonan yang majemuk dan sedikit kompleks. Perbendaharaan kata sedikit demi sedikit mulai berkembang. Kata benda dan kata kerja mulai lebih terdiferensiasi dalam pemakaiannya, hal ini ditandai dengan penggunaan kata depan, kata gati dan kata kerja. Fungsi bahasa untuk komunikasi benar-benar mulai berfungsi. Persepsi anak dan pengalamannya tentang dunia luar mulai ingin dibaginya dengan orang lain, dengan cara memberikan kritik, bertanya, menyuruh, membritahu dan lain-lain. Mulai terjadi perkembangan dalam bidang morfologi, ditandai dengan munculnya kata jamak, perubahan akhiran, perubahan kata karja, dan lain-lain.

4. Tahap Perkembangan bahasa sesudah usia 5 tahun

Dalam periode ini ada anak dianggap telah menguasai struktur sintaksis dalam bahasa pertamanya, sehingga ia dapat membuat kalimat lengkap. Jadi sudah tidak terlalu banyak masalah. Menurut Piaget, pada periode ini perkembangan anak dibidang kognisi masih berkembang terus sampai usia 14


(55)

tahun, sedangkan peranan kognisi sangat besar dalam penggunaan bahasa. Dengan masih terus berkembang kognisi bahasa anak dengan sendirinya.

Ada beberapa penelitian tentang perkembangan bahasa sesudan usia 5 tahun, antara lain penelitian yang dilakukan oleh Karmiloff Smith yang meneliti bahasa anak-anak sekolah (1979) yang menyatakan bahwa antara usia 5 – 8 tahun muncul ciri-ciri baru yang khusus pada bahasa anak, yaitu kemampuan untuk mengerti hal-hal yang abstrak pada taraf yang lebih tinggi, kemudian sesudah anak usia 8 tahun bahasa menjadi alat yang betul-betul penting baginya untuk melukiskan dan menyampaikan pikiran.

Dalam bidang semantik terlihat kemajuan-kemajuan yang tercermin pada penambahan kosa kata, dan penggunaan kata sambung secara tepat. Tetapi aturan sintaksis khusus untuk pembuatan kalimat konteks baru dikuasai secara bertahap antara usia 5 – 10 tahun. Selanjutnya pada usia 7 tahun baru dapat menggunakan kalimat pasif, maksudnya mengerti aturan-aturan tatabahasa mengenai prinsip-prinsip khusus, bertindak ekonomis dalam mengungkapkan sesuatu serta menghindari hal-hal yang berlebihan. Setelah Anak memasuki pendidikan SMP keterampilan berbicara anak meningkat, kemampuan sintaksis anak lebih lengkap dengan variasi-variasi struktur dan variasi-variasi kata, baik secara tulis maupun lisan.

2.2.9 Tahap Pemerolehan Bahasa

Pemerolehan bahasa merupakan suatu proses yang digunakan oleh anak-anak untuk menyesuai- kan serangkaian hipotesis dengan ucapan orang tua sampai dapat memilih kaidah tata bahasa yang paling baik dan paling sederhana dari bahasa yang bersangkutan (Kiparsky dalam Tarigan, 1988:1). Anak mulai


(56)

belajar berbicara pada usia kurang lebih 18 bulan dan pada usia kurang lebih tiga setengah tahun si anak telah dikatakan sudah menguasai "tata bahasa" bahasa-ibunya. Pada masa perkembangannya, bahasa anak-anak itu mempunyai ciri antara lain adanya penyusutan (reduksi) . Dari penelitian Roger Brown dan Ursula Bellugi, diketahui bahwa yang disusutkan atau dihilangkan adalah kata-kata yang termasuk golongan atau kata tugas , seperti kata depan, kata sambung, partikel, dan sebagainya. Fungtor adalah kata-kata (atau butir gramatika seperti penanda jamak -es atau -s dalam bahasa Inggris) yang tidak mempunyai arti sendiri, dan biasanya hanya mempunyai fungsi gramatikal dalam sintaksis.

Menurut Kiparsky (dalam Taringan, 1988:25), anak-anak melihat dengan pandangan yang cerah akan kenyataan-kenyataan bahasa yang dipelajarinya dengan melihat tata bahasa asli orang tuanya, serta pembaharuan-pembaharuan yang telah mereka perbuat sebagai bahasa tunggal. Anak menyusun atau membangun suatu tata bahasa yang baru serta yang disederhanakan dengan pembaharuan-pembaharuan yang dibuatnya sendiri. Walaupun agaknya jelas bahwa perbedaan struktur dalam struktur permukaan benar dan sah bagi bahasa kanak-kanak, namun tidaklah begitu jelas hubungan antara komponen tata bahasa orang dewasa dan komponen dalam tata bahasa kanak- kanak. Istilah pemerolehan bahasa adalah proses yang dilakukan oleh anak-anak mencapai sukses penguasaan yang lancar serta fasih terhadap bahasa ibu mereka. Anak-anak memiliki sejumlah pengalaman, tetapi terbatas pengalaman pada linguistik, mendengar kalimat-kalimat, mencoba menirunya dan menyusun kalimat-kalimat baru. Melalui suatu masa, bentuk-bentuk bahasa yang dipakai oleh anak-anak menjadi lebih mirip bahasa yang dipakai oleh orang dewasa. Menurut Tarigan (1988:15), urutan


(57)

perkembangan pemerolehan bahasa dapat dibagi atas tiga bagian penting bentuk ini.

1. Perkembangan Prasekolah

Selama tahun pertama, sang anak mengembangkan sejumlah konsep dan kemampun yang merupakan syarat penting bagi ekspresi linguistik. Anak mulai mengembangkan pengertian mengenai diri sendiri dan orang lain sebagai kesatuan yang berbeda, membedakan antara persona dan objek, membangun konsep-konsep agen dan objek serta aksi. Aspek kognitif maupun aspek sosial merupakan landasan penting bagi perkembangan bahasa.

Umumnya sang anak pada tahap satu kata, terus-menerus berupaya mengumpulkan nama- nama benda dan orang di dunia. Secara khusus kosakata permulaan sang anak mencakup tipe kata- kata lain. Biasanya, anak mencari dan menemukan kata-kata tindak (seperti: pergi, datang, makan, minum, duduk, dan tidur), ekspresi-ekspresi sosial (seperti: hai, halo), kata-kata lokasional (di sini, di atas, di sana), dan kata-kata pemerian (seperti: panas, dingin, besar, kecil). Sebagai tambahan terhadap perbedaan dalam jenis kata-kata yang dipakai oleh anak-anak, pada tahap satu kata ini adalah pembagian berdasarkan cara mereka memakainya. Dengan sejumlah kata yang relatif terbatas, seorang anak dapat mengekpresikan berbagai ragam makna dan relasi dalam berbagai konteks.

Sampai akhir tahap satu kata, sang anak dapat menggunakan nomina untuk memperkenal- kan objek, subjek, objek sesuatu tindakan, lokasi, dan sebagainya. Perlu diingat bahwa situasi pemakaian kata tunggal tersebut sangat perlu diketahui oleh orang dewasa agar dapat memberi interpretasi makna yang tepat. Situasi perlu bagi sang anak pada saat dia mengekpresikan makna, karena justru dalam


(58)

waktu dan situasi yang tepatlah, anak dapat menyampaikan makna kata yang dipahaminya. Ketika sang anak telah mengembangkan sejumlah kata dan cara menggunakan untuk mengekpresikan berbagaimakna, anak cenderung memilih kata yang paling informatif. Hal yang paling menarik dan mengesankan ialah bahwa sang anak pada tahap ini mampu mengekpresikan begitu banyak dengan kata-kata yang sedikit. Dengan kata lain, harga dengan satu kata dalam berbagai situasi, alangkah banyaknya komunikasi yang dapat dilakukan oleh sang anak. Jenis kata yang dipakai oleh sang anak mengandung isi yang padat ditambah dengan penggunaan yang beraneka ragam yang dibuatnya dalam berbagai situasi, ditambah lagi dengan pilihan yang dibuatnya bagi keinformatifan maksimal.

Dari pengamatan Brown (2000:57), dielaskan bahwa panjang ucapan anak kecil merupakan petunjuk atau indikator perkembangan bahasa yang lebih baik dari pada usia kronologis. Masa tahap I, ditandai dengan ujaran satu kata menuju ujaran kombinasi. Pada masa ini, biasanya morfem-morfem gramatikal seperti kata depan, partikel, tidak dipakai orang.

Contoh dalam bahasa Indonesia seperti berikut: Papa rumah (Papa ada di rumah) Mama Manado (Mama ke Manado) Kakak pergi (Kakak sudah pergi)

Ucapan anak pada tahap satu kata menyebut atau menamai orang, objek, aksi, tempat, sifat, di dalam berbagai situasi. Kenyataan bahwa sang anak selama periode tersebut cenderung melakukan verbal satu kata yang paling informatif dalam berbagai situasi. Dalam tahap satu kata, sang anak mungkin menyatakan


(59)

kata tunggal mama dalam berbagai situasi, tetapi dalam tahap I sang anak dapat berkata seperti berikut:

mama bawa (mama bawa kue) cium mama (saya mencium mama) mama roti (mama membeli roti) mama dapur (mama memasak di dapur) mama papa (mama menunggu papa)

Perlu diingat bahwa bukan saja perilaku verbal ini lebih rumit dan lebih eksplisit dari pada ujaran satu kata, tetapi juga mendemonstrasikan susunan reguler dalam unsur-unsur yang diverbalisasikan oleh sang anak. Hal itu telah berpola dan tidak sembarangan saja. Perilaku verbal yang seperti itu jelas mendemonstrasikan pengembangan sintaksis pada sang anak. Para peneliti Bahasa anak jelas berdasarkan kaidah dan kreatif. Sang anak memang mengekpresikan maknanya sendiri secara kreatif di dalam perangkat kemungkinan-kemungkinan struktural yang diizinkan oleh sistemnya.

Dalam ujaran anak tahap II, anak menggabungkan, menghaluskan, memperinci, serta memperluas makna-makna dan sarana-sarana ekspresif yang tersedia baginya pada tahap I. Sang anak bukannya meloncat dari satu tahap ke tahap berikutnya, tetapi dia tumbuh dengan teratur dalam bahasa, pada setiap butir yang telah dibangun sebelumnya. Dalam tahap ini, morfem gramatikal mulai muncul, tetapi penguasaan sang anak terhadap morfem-morfem tersebut mendekati orang dewasa secara khusus, berkembang secara teratur selama beberapa tahun.


(60)

2. Perkembangan Ujaran Kombinasi

Perkembangan ujaran kombinatif dibagi menjadi dua bagian, yaitu (1) perkembangan negatif (penyangkalan), (2) perkembangan interogatif (pertanyaan). Sebanyak 50% dari ucapan ibu kepada anaknya berbentuk pertanyaan. Pakar lain mengemukakan bahwa anak-anak mengenali pertanyaan-pertanyaan sejak semula dan mereka memberi responsi kepadanya sangat berbeda dengan kepada tipe kalimat lainnya. Sang anak pada umumnya memahami pertanyaan tertentu sebelum dia memproduksinya. Perkembangan penggabungan kalimat pada anak-anak memerlukan rentangan masa selama beberapa tahun.

Dari penelitian para pakar, dapat disimpulkan secara singkat bahwa sarana-sarana atau cara-cara penggabungan kalimat sang anak memperlihatkan gerakan melalui beberapa dimensi, yaitu (a) dari penggabungan dua klausa setara menuju penggabungan dua klausa yang tidak setara; (b) dari klausa-klausa utama yang tidak tersela menuju penggabungan klausa-klausa yang tersela (penyisipan klausa bawahan di dalam klausa utama); (c) dari susunan klausa yang memuat kejadian tetap menuju susunan klausa yang bervariasi; (d) dari penggunaan perangkat- perangkat semantik sintaksis yang kecil (adverbial, verba komplemen) menuju perangkat-perangkat- yang lebih diperluas.

Mengenai perkembangan pemerolehan bunyi pada anak-anak, jelas terlihat bahwa anak-anak bergerak dari pembuatan bunyi ke arah pembuatan pengertian. Periode pembuatan pembedaan atas dua bunyi dapat dikenali selama tahun pertama yaitu: (a) periode vokalisasi dan pra meraban, (b) periode meraban, selama setengah tahun pertama anak-anak memvokalisasikan secara acak (random).


(61)

Vokalisasi mereka mencakup berbagai bunyi dan belum memperlihatkan suatu pola atau kontrol. Walaupun begitu, ada fakta-fakta yang menyatakan bahwa sang anak membuat pembedaan bunyi perseptual yang penting selama periode ini, misalnya anak membedakan antara bunyi suara insani dengan yang bukan insani, antara ekspresi marah dan yang bersikap bersahabat, antara suara pria dengan wanita, antara ciri-ciri intonasi dan ritme yang beraneka ragam (Clark and Clark, 1977:377).

Selama setengah tahun yang kedua atau selama enam bulan terakhir (masa meraban) vokalisasi memang berbeda. Produksi bunyi itu menunjukkan pola yang lebih luas dan besar serta kontrol artikulator sebaik anak-anak memverbalisasikan gabungan suku kata yang merupakan ulangan konsonan + vokal (KV-KV). Tangisan menunjukkan perbedaan. Mereka meraban dengan melodi yang lebih beragam.

Sesuai dengan berjalannya usia, masa merabanya pun menurun, dan mulai dengan kata- kata yang pertama. Mungkin kata-kata pertamanya ini berbeda sekali dengan ucapan-ucapan orang dewasa walaupun agaknya merupakan penyederhanaan ucapan-ucapan orang dewasa seperti penghilangan konsonan-konsonan akhir (misalnya: /m/ + /a/ buat "mak"), pengurangan konsonan-konsonan rangkap (misalnya: /tik/ buat /stik), puluhan suku kata yang tidak mendapat tekanan (misalnya: /mak/ buat /emak/), atau pengulangan atau reduplikasi suku kata (/papa/, /mama/, /mimi/).

Pada mulanya sang anak mungkin saja mempunyai ucapan-ucapan yang beraneka ragam untuk kata yang sama, tetapi secara bertahap bentuk tersebut akan stabil.


(62)

Orang dewasa pun sering pula ikut-ikutan meniru ucapan anak-anak yang masih belum sempurna. Memang dapat dan sering kita jumpai bahwa anak-anak merasakan pembedaan- pembedaan yang tidak mereka hasilkan dalam ujaran mereka. Clark and Clark (1977:371) menganggap hal ini sebagai fakta bahwa anak-anak kecil menyimpan dalam pikiran mereka adalah representasi berdasarkan orang dewasa terhadap kata-kata, selain dari pada representasi-representasi yang berdasarkan ucapan mereka sendiri. Clark and Clark (1977:379) lebih jauh menemukan fakta-fakta bagi representasi berdasarkan orang dewasa dalam kenyataannya berikut ini. Anak-anak mengenali makna-makna berdasarkan persepsi mereka sendiri terhadap bunyi kata-kata yang mereka dengar.

Anak-anak menukar/ mengganti ucapan mereka dari waktu ke waktu menuju ucapan orang dewasa. Apabila anak-anak mulai menghasilkan segmen bunyi tertentu, seperti /s/, maka hal itu menyebar kepada kata-kata lain dalam perbendaharaan mereka, tetapi bukan kepada kata-kata yang tidak merupakan perbedaan mereka, sesuai dengan ucapan orang dewasa.

2.2.10 Peranan Menonton Televisi Terhadap Perkembangan Berbahasa Anak

Televisi merupakan media massa modern, yang berbeda dengan media massa lainnya. Semua media komunikasi yang ada, televisi memiliki pengaruh yang besar pada kehidupan manusia. Hal ini disebabkan sebagian masyarakat di muka bumi ini memiliki televisi di rumahnya.

Menurut Ardianto & Komala (2004 : 125) menyatakan : Dengan melihat tayangan televisi mereka mendapatkan pengetahuan, hiburan, berita dan iklan.


(63)

Dalam sebuah penelitian, manusia dapat menghabiskan waktu tujuh jam dalam sehari untuk menonton televisi.

Televisi memiliki kelebihan, yakni dapat didengar sekaligus dapat dilihat (audio visual). Jadi, apabila khalayak radio siaran hanya mendengar kata-kata, musik dan efek suara, maka khalayak televisi dapat melihat gambar yang bergerak. Namun demikian, tidak berarti gambar lebih penting daripada kata-kata. Keduanya harus ada kesesuaian secara harmonis. Betapa menjengkelkan bila acara televisi hanya terlihat gambarnya tanpa suara, atau suara tanpa gambar. Seiiring berkembangnya zaman, televisi mengalami perkembangan yaitu adanya pertumbuhan televisi kabel. Transmisi program televisi kabel menjangkau seluruh pelosok negeri dalam bantuan satelit dan diterima langsung pada layar televisi di rumah dengan menggunakan wire atau microwave (wireless cables) yang membuka tambahan saluran televisi bagi pemirsa. Televisi tambah marak lagi setelah dikembangkan Direct Broadcast Satellite (DBS).

Darwanto menjelaskan, bahwa Greenfield menyatakan : “ menonton televisi banyak didominasi oleh anak-anak dari sinilah menonton televisi dapat menjadi suatu kegiatan pasif yang mematikan apabila orang tua tidak mengarahkan apa-apa yang boleh dilihat oleh anak-anak mereka dan sekaligus mengajar anak-anak itu untuk menonton secara kritis serta belajar dari apa-apa yang mereka tonton ”.

Selanjutnya Hurlock mengatakan : bagi kebanyakan anak, waktu yang digunakan untuk menonton televisi melebihi proporsi jumlah waktu yang digunakannya bagi bentuk bermainnya. Murray memberi komentar mengenai berapa banyak waktu yang dihabiskan anak pra sekolah untuk menonton televisi :


(64)

“rata-rata anak prasekolah menghabiskan setengah dari waktu kerja orang dewasa selama seminggu untuk duduk di depan layar televisi”. (Hurlock, 1997 : 342).

Televisi berperan sebagai media informasi anak, yang mana televisi harus memberikan sumber informasi yang aktual bagi anak demi perkembangan anak itu juga. Televisi harus memberikan keinginan kepada anak-anak untuk mencoba menggali pengetahuan sesuai dengan pola pikir mereka, membantu anak-anak atas Universitas Sumatera Utarasuatu pengertian yang sebelumnya belum pernah dialami, serta merangsang untuk menumbuhkan hasrat dan menggali hubungan dengan kegiatan dengan kegiatan sekitar.

Anak-anak yang dimaksud juga biasanya terdiri atas dua bagian yaitu masa kanak-kanak dini (2 sampai 6 tahun) adalah usia prasekolah atau “prakelompok”. Anak itu berusaha mengendalikan lingkungan dan mulai belajar menyesuaikan diri secara sosial. Akhir masa kanak-kanak 6 sampai 13 tahun pada anak perempuan dan 14 tahun pada anak laki-laki) adalah periode dimana terjadi kematangan seksual dan masa remaja dimulai. Perkembangan utama ialah sosialisasi, ini merupakan usia sekolah atau “usia kelompok”. (Hurlock, 1997 : 38).

2.2.11 Dampak dari Menonton Televisi a. Kreatif

Televisi dapat memberikan hiburan yang sehat kepada pemirsanya. b. Edukatif

Televisi dapat memberikan banyak pengetahuan kepada pemirsanya melalui tayangan-tayangan yang ditampilkan.


(65)

c.Informatif

Televisi dapat menyebarkan media secara cepat. Dengan adanya televisi manusia memperoleh kesempatan untuk mendapatkan informasi yang lebih baik tentang apa yang terjadi di daerah lain.

2.2.12 Peranan Filem Animasi Atau Kartun Dalam Perkembangan Bahasa Pada Anak

Tayangan televisi untuk anak-anak tidak bisa dipisahkan dengan film animasi atau kartun. Jenis film ini sangat populer di lingkungan mereka, bahkan tidak sedikit orang dewasa yang menyukai film ini. Pada awalnya, film animasi memang dibuat sebagai sarana hiburan untuk anak-anak. Namun perkembangan teknologi animasi dan industri film turut memperluas ruang gerak film kartun, baik dari segi tema cerita maupun gambarnya, sehingga segmen penontonnya pun meluas. Film animasi atau kartun mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan anak, salah satunya pada perkembangan bahasa.

Banyak filem kartun atau anismasi yang berkembang saat ini, salah satunya adalah Filem Upin Dan Ipin. Filem ini berkisahkan tentang kehidupan sehari-hari pada masa kanak-kanak. Filem ini sangat diminati oleh anak-anak dikarenakan gambarnya yang menarik, cerita yang dimainkan dalam file mini juga berkisahkan kehidupan sehari-hari, selain itu bahasa yang digunakan juga unik karena menggunakan bahasa asing (bahasa Malaysia).

Anak-anak sangat menyukai bahasa yang menurut mereka lucu dan unik (jarang di dengar), karena lucu dan uniknya terkadang anak-anak sering menirukan bahasa-bahasa yang jarang mereka dengarkan dalam kehidupan


(66)

sehari-hari, walaupun terkadang mereka sendiri tidak mengetahui apa makna kata yang mereka ucapkan tersebut.

2.3 Tinjauan Pustaka

Penelitian yang dilakukan terhadap perkembangan bahwa anak tentunya tidak terlepas dari pandangan, hipotesis, atau teori psikologi yang dianut. Sejarah telah mencatat adanya tiga pandangan atau teori dalam perkembangan bahasa anak. Dua pandangan yang controversial dikemukakan oleh pakar dari amerika yaitu pandangan nativisme yang berpendapat bahwa penguasaan bahasa pada kanak-kanak bersifat alamiah (nature), dan pandangan behaviorisme yang berpendapat bahwa penguasaan bahasa pada kanak-kanak bersifat “suapan” (nurture). Pandangan ketiga muncul di Eropa dari Jean Piaget yang berpendapat bahwa penguasaan bahasa adalah kemampuan yang berasal dari pematangan kognitif sehingga pandangannya disebut Kognitivisme. (Chaer 2003).

Penelitian tentang kemampuan bahasa Indonesia sudah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, diantaranya :

Krashen (1978) menyatakan bahwa pemahaman hubungan antara pemerolehan dan belajar itu penting untuk memahami periode kritis, karena setelah periode kritis berakhir, peranan belajar menjadi lebih berarti. Pemerolehan mengacu keperkembangan kemampuan dalam suatu bahasa secara bertahap dan tidak disadari dengan disertai kemampuan penggunaan secara alamiah dalam situasi-situasi komunikatif. Kegiatan pemerolehan ialah kegiatan yang dialami oleh anak-anak dan mereka yang memperoleh bahasa karena mereka cukup lama dalam interaksi sosial (bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari) di negara lain. Pemerolehan terjadi dalam lingkungan yang tidak formal.


(1)

Hutabarat, Ismarini. 2011. “Pemerolehan Sintaksis Bahasa Indonesia Anak Usia Dua Tahun dan Tiga Tahun Di Padang Bulan Medan”. Tesis : Pascasarjana USU.

Kamisa. 1997. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Kartika. Keraf, Gorys. 1991. Komposisi. Flores: Nusa Indah.

__________. 1996. Diksi dan Gaya Bahasa. Flores: Nusa Indah. Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta : Gramedia.

Kridalaksana, Harimurti. 1984. Kamus Sinonim Bahasa Indonesia, Jakarta :Gramedia.

Laura, Dyer. 2009. Meningkatkan Kemampuan Bicara Anak. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia.

Mursid, Ali. 1993. Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Moleong. 2001. Metode Kualitatif. Bandung : Rosdakarya.

Nasution, Putri. 2009. “Kemampuan Berbahasa Anak Usia 3-4 Tahun (Prasekolah) di Play Group Tunas Mekar Medan : Tinjauan Psikolinguistik”. Tesis : Pascasarjana USU.

Pelenkahu, H. Noldy. 2010. “Pemerolehan Bahasa Pertama Anak Kembar Usia Dua Tahun Delapan Bulan”. Tesis : Universitas Haluoleo. Rusyani, Endang. 2008. “Pemerolehan Bahasa Indonesia Anak Usia 2,5

Tahun (Studi Kasus Terhadap Pemerolehan Bahasa Anak Usia Dini)”. Tesis : Universitas Republik Indonesia.

Simanjuntak, Mengantar. 2009. Pengantar Neuropsikolinguistik. Medan: Perpustakaan Nasional RI.

Siregar, Mahmud Aziz. 2002. “Pengaruh Stimuli Terhadap Pemerolehan Bahasa Anak Prasekolah (Studi Komparatif)”. Tesis : Pascasarjana USU.

Sugono, Dendy. 1999. Berbahasa Indonesia yang Benar. Jakarta : Puspa Swara.

Tarigan, Henry Gubtur. 1989. Pengajaran Kosakata. Bandung : Angkasa. Tarigan, Hendri Guntur. 1987. Pengajaran Pemberolehan Bahasa. Bandung :

Angkasa.

Yudi, Chayono, Bambang. 1995. Kristal-Kristal Berbahasa. Surabaya : Air Langga University Press.


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Urutan Pemerolehan Kosa Kata Dasar Bahasa Indonesia Dalam Bahasa Lisan Anak Usia 3-4 Tahun: Kajian Psikolinguistik

3 94 77

Penggunaan Kalimat Majemuk Bertingkat Bahasa Indonesia Anak Usia Taman Kanak-Kanak Melalui Media Gambar: Tinjauan Psikolinguistik

0 64 15

Penggunaan Sinonim Bahasa Indonesia Siswa Taman Kanak-Kanak TKIT Yaa Bunayya Kabupaten Aceh Tenggara Melalui Cerita Upin Dan Ipin (Media Televisi): Kajian Psikolinguistik

1 41 15

Penggunaan Sinonim Bahasa Indonesia Siswa Taman Kanak-Kanak TKIT YAA Bunayya Kabupaten Aceh Tenggara Melalui Cerita Upin Dan Ipin (Media Televisi): Kajian Psikolinguistik

1 50 183

Penggunaan Kalimat Majemuk Bertingkat Bahasa Indonesia Anak Usia Taman Kanak-Kanak Melalui Media Gambar : Tinjauan Psikolinguistik

1 57 165

Penggunaan Model Pembelajaran pada Taman Kanak-Kanak Kota Makassar

0 0 7

Korelasi Penggunaan Alat Peraga Bahasa Indonesia (Media Papan Tempel) Dengan Hasil Belajar Menulis Kalimat Sederhana Pada Siswa SDN Ngrandulor

0 0 9

Urutan Pemerolehan Kosa Kata Dasar Bahasa Indonesia Dalam Bahasa Lisan Anak Usia 3-4 Tahun: Kajian Psikolinguistik

0 0 11

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Kalimat Majemuk Bahasa Indonesia - Penggunaan Kalimat Majemuk Bertingkat Bahasa Indonesia Anak Usia Taman Kanak-Kanak Melalui Media Gambar : Tinjauan Psikolinguistik

0 0 32

Penggunaan Kalimat Majemuk Bertingkat Bahasa Indonesia Anak Usia Taman Kanak-Kanak Melalui Media Gambar : Tinjauan Psikolinguistik

0 0 14