BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan sarana intelektual yang paling berdaya dan paling lentur fleksibel yang disebabkan oleh umat manusia. Bahasa dapat dikatakan
sebagai “panduan” bagi kehidupan sosial karena bahasa dapat mengarahkan, mengganti bentuk tindakan, atau merujuk kepada seseorang atau benda lain dan
bahasa juga dapat menggambarkan dunia dan dirinya sendiri. Setiap bahasa yang di alami manusia merupakan sistem tanda yang kompleks dan dirancang untuk
mengemas ungkapan makna yang tidak terbatas. Setiap tanda pada tataran dasar mengkaitkan antara makna dan bentuk bahasa fonetis atau grafis; tanda-tanda itu
bergabung menurut kaidah tertentu untuk membentuk sistem tanda yang kompleks guna mengungkapkan makna yang kompleks pula. Bahasa juga
kecakapan manusia untuk berkomunikasi dengan menggunakan jenis-jenis tanda tertentu misalnya suara, isyarat, dsb. dan disusun dalam jenis-jenis unit tertentu
misalnya tata urut. Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi, bahasa mempunyai kaitan erat dengan masyarakat dan kebudayaan, bahkan dengan dunia
secara umum Duranti 1997:7. Perkembangan bahasa sebagai salah satu dari kemampuan yang harus
dimiliki anak, sesuai dengan tahapan usia dan karakteristik perkembangannya. Perkembangan berbicara dan menulis merupakan suatu proses yang menggunakan
bahasa ekspresif dalam membentuk arti. Perkembangan berbicara pada anak tidak
Universitas Sumatera Utara
terlepas dari kenyataan adanya perbedaan kecepatan berbicara, maupun kualitas dan kuantitas anak dalam menghasilkan bahasa. Anak”mempelajari” bahasa
dengan berbagai cara yakni meniru, menyimak, mengekspresikan dan juga bermain. Melalui bermain anak dapat belajar menggunakan bahasa secara tepat
dan belajar mengkomunikasikannya secara efektif dengan orang lain dan melalui bermain anak juga belajar tentang gaya bahasa.
Pemerolehan bahasa pertama disebut bahasa ibu yang merupakan proses kreatif dimana aturan-aturan bahasa dipelajari anak berdasarkan input yang
diterimanya dari bentuk sederhana hingga bentuk yang paling kompleks. Anak akan lebih cepat menguasai bahasa jika ia memperoleh bahasa dalam masa emas
atau periode ideal critical age yaitu usia 6-15 tahun dan pada teori lain diasumsikan bahwa usia kritis tersebut berkisar 0-6 tahun, namun pada intinya
batasan periode ideal yang dimaksud adalah prapubertas. Pada masa emas otak manusia masih sangat elastis sehingga memungkinkan seorang anak memperoleh
bahasa pertama dengan mudah dan cepat, adapun pada usia pubertas telah dicapai kematangan kognitif pada saat selesainya fungsi-fungsi otak tertentu khususnya
fungsi verbal yang menjadi mantap dibagian otak sebelah kiri hal inilah yang disebut lateralisasi. Setelah seseorang memperoleh bahasa pertama dan telah
mampu berinteraksi dengan lingkungan sosial luar keluarga dan kelompoknya, individu tersebut butuh menguasai bahasa lainnya dalam hal ini disebut bahasa
kedua. Kebutuhan pemerolehan bahasa kedua muncul karena seseorang memerlukan bahasa baru untuk dapat berkomunikasi dan menyesuaikan diri di
lingkungan sosial yang lebih besar. Bahasa kedua juga digunakan untuk
Universitas Sumatera Utara
mengambarkan bahasa apa saja yang diperolehannya atau penguasaanya dimulai setelah masa anak-anak awal termasuk bahasa ketiga atau bahasa asing lainnya.
Mekanisme pemerolehan bahasa pada anak-anak merupakan suatu mekanisme yang memungkinkan terjadinya proses pada anak untuk
mengembangkan keterampilan bahasa. Perbedaan terjadi karena perbedaan cara pendekatannya. Namun pada umumnya, ditarik garis pembeda yang nyata antara
posisi rasionalis dan posisi empiris. Mazhab rasionalis memandang kemampuan bahasa sebagai suatu yang bersifat bawaan innate. Meskipun mereka mengakui
peranan pengalaman, namun dianggapnya peranan ini tidak langsung sifatnya. Pandangan atau teori dalam perkembangan bahasa anak terdiri dari tiga
dalam sejarah. Dua pandangan yang controversial dikemukakan oleh pakar dari Amerika yaitu pandangan nativisme yang berpendapat bahwa penguasaan bahasa
pada kanak-kanak bersifat alamiah nature, dan pandangan behaviorisme yang berpendapat bahwa penguasaan bahasa pada kanak-kanak bersifat “suapan”
nurture. Pandangan ketiga muncul di Eropa dari Jean Piaget yang berpendapat bahwa penguasaan bahasa adalah kemampuan yang berasal dari pematangan
kognitif sehingga pandangannya disebut Kognitivisme. Chaer : 2003. Teori linguistik yang kontemporer mengenai problem bahasa, posisi
rasionalis diwakili oleh pengikut-pengikut Chomsky:1969 mereka menggunakan Transformational Generative Grammar TGG sebagai suatu sudut pandang dalam
hal ini, sedangkan mazhab empiris yang diwakili oleh B.F.Skinner dan kawan- kawan beranggapan bahwa manusia dilahirkan dengan steruktur biologis dan
kemampuan kognitif serta kapasitas linguistik tertentu tidak berarti sianak mempunyai kemampuan khusus special ability untuk bahasa seperti yang
Universitas Sumatera Utara
dipergunakan oleh Chomsky. Yang penting bagi tokoh empiris adalah adanya plastisitas manusia, yaitu adanya kapasitas untuk dapat belajar dari pengalaman.
Meskipun demikian, pada kedua pandangan ini masing-masing mempunyai segi- segi positif yang memberikan andil besar dalam pengembangan teori
psikolinguistik dewasa ini. Sejarah pengembangannya, teori-teori psikolinguistik tentang pemerolehan
bahasa pada anak-anak mulai meninggalkan kedua pendekatan tersebut secara murni dan menemukan suatu model baru dalam pendekatan yang lebih
mempersoalkan bahasa dari segi prosesnya tanpa mengabaikan segi-segi positifnya. Dengan demikian perkembangan kemampuan berbahasa anak berjalan
seiring dengan perkembangan biologis dan kognitifnya, namun perkembangan itu akan berjalan pesat jika lingkungan anak memungkinkan untuk itu. Dalam
melangsungkan upaya memperoleh bahasa anak seolah dibimbing oleh prinsip “jadilah seperti orang lain dengan perbedaan-perbedaan kecil” ataupun “dapatkan
perolehlah suatu identitas sosial dan didalamnya kembangkanlah identitas pribadi sendiri”. Sebagai simpulan dapatlah dikemukakan bahwa pertumbuhan dan
perkembangan sosial anak juga erat hubungannya dengan evaluasi identitas sosial; hal serupa ini tidak diterapkan pada pemerolehan bahasa kedua dengan luas dan
jangkauan yang sama.Klein ,1986 : 6 ; Gustianingsih : 2002. Jelaslah bagi kita anak dilahirkan dengan potensi mampu memperoleh
bahasa apa saja termasuk bahasa Indonesia, kemampuan itu membawa seorang anak mampu menguasai kalimat-kalimat secara bertahap dari yang sederhana
sampai kepada bentuk yang kompleks Chomsky, 1969 : 6.
Universitas Sumatera Utara
Taman kanak-kanak TK disebut juga prasekolah, masa peralihan dari lingkungan keluarga menuju bangku sekolah. Taman kanak-kanak ini biasanya
berusia 4 – 5 tahun. Diasumsikan setiap anak tidak sama dalam memahami konstruksi konjungsi dan biasanya dimulai dari yang mudah sampai kepada yang
sulit. Sinonim merupakan dua buah kata atau lebih yang maknanya kurang
lebih sama. Untuk dapat menggunakan salah satu kata yang bersinonim dengan tepat, pertama-tama kita harus memastikan dulu konteks wacana yang
dimaksudkan, memahami dengan baik konsep makna kata yang dipilih dengan memperhatikan perbedaan yang terdapat dalam penggunaan bahasa. Kata aku,
saya, dan hamba misalnya adalah kata-kata yang bersinonim. Tetapi kata aku hanya cocok digunakan dalam ragam akrab, kata saya dalam ragam resmi atau
netral, dan kata hamba hanya dalam ragam klasik atau arkais. Bahasa yang digunakan pada penelitian di bawah ini adalah Bahasa
Indonesia pada Taman kanak-kanak yang berada di Tkit Yaa Bunayya Kabupaten Aceh Tenggara. Taman kanak-kanak Tkit Yaa Bunayya berdiri pada Tahun 2009
bertepat di Kecamatan Lawe Sigala-gala Kabupaten Aceh Tenggara. ‘Tkit Yaa Bunayya artinya Wahai Anakku’, Taman kanak-kanak ini milik Yayasan
Pesantren Mistahuljanah Hidayatullah cabang dari Jakarta, Taman kanak-kanak ini sudah berstatus Akreditasi B. Denga adanya penelitian mengenai sinonim di
Taman Kanak-kanak ini siswa menjadi mampu untuk menggunakan kosa kata sinonim pada konteks yang tepat dalam berkomunikasi dan terbentuknya
kesopanan dalam bertindak tutur.
Universitas Sumatera Utara
Pada dasarnya anak-anak suka meniru apa yang mereka lihat dan dengar, terutama jika melihat sesuatu yang unik dan aneh, seperti filem kartun Upin dan
Ipin. Animo anak-anak di Tkit Yaa Bunayya Kabupaten Aceh Tenggara dalam menonton filem tersebut sangat besar. Selain karakter yang diperlihatkan, bahasa
yang digunakan juga mempengaruhi dalam kehidupan terutama dalam berkomunikasi dengan teman, guru, dan orang tua. Terkadang tanpa disadari
dalam berkomunikasi sehari-hari anak-anak di Tkit Yaa Bunayya sudah menggunakan bahasa menggunakan sinonim.
Pemilihan dasar dari filem Upin dan Ipin ini didasari dengan melihat besarnya animo masyarakat terutama pada kalangan anak-anak, filem ini
berceritakan tentang kehidupan sehari-hari, dimana karekter yang dimainkan mempunyai keunikan masing-masing. Pemilihan cerita ini dikhususkan kepada
cerita tentang Terimakasih Cikgu. Cetita ini berkisahkan dimana karakter yang dimainkan berkaitan erat dengan kehidupan terutama dikeseharian pada saat anak-
anak di sekolah. Setiap anak mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menggunakan
sinonim bahasa Indonesia, sehingga terkadang pemahaman kata yang digunakan kurang dimengerti oleh orang lain atau bahkan dirinya sendiri, hal inilah yang
mendasari peneliti ingin mengetahui sejauh mana penggunaan kata sinonim yang dimiliki anak-anak di Tkitt Yaa Bunayya Kabupaten Aceh Tenggara dari cerita
yang telah mereka lihat bersama di media televisi dengan mengungkapkan kembali cerita yang mereka lihat dari cerita Upin dan Ipin di media televisi.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan Masalah