68
5. Membebankan kepada pemohon untuk membayar baiaya perkara yang hingga
kini diperhitungkan sejumlah Rp 455.000,00 empat ratus lima puluh lima ribu rupiah.
19
Demikianlah diputuskan dalam sidang musyawarah majelis hakim pengadilan Agama Jakarta Timur pada hari senin tanggal 19 juni 2006 M,
bertepatan dengan tanggal 22 jumadil Ula 1427 H, yang dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum, pada hari itu juga oleh kami Drs, Achmad Harun Shofa,
SH., sebagai ketua majelis, Drs. Nasrul dam Drs. Faizal Kamil, SH, MH., masing- masing sebagai Hakim anggota. Dibantu oleh Khairuddin, SH., sebagai Panitera
Pengganti, dengan dihadiri oleh pemohon tanpa hadirnmya termohon.
D. Analisa Penulis
Pada prinsipnya, tujuan membentuk kehidupan berrumah tangga adalah agar keluarga tersebut menjadi mawaddah, rohmah dan cinta kasih yaitu bahwa
suami istri harus memerankan peran masing-masing, yang satu dengan yang lainnya saling melengkapi. Disamping itu juga harus diwujudkan keseragaman,
keeratan dan saling pengertian satu dengan yang lainnya sehingga rumah tangga menjadi hal yang ssangat menyenangkan, penuh kebahagiaan, kenikmatan dan
melahirkan generasi yang baik yang bias merasakan kebahagiaan yang dirasakan oleh orang tua mereka.
Namun ketika kehidupan rumah tangga tidak harmonis sering terjadi perselisiahan, dan percekcokan rumah tangga terus menerus maka lebih baik
19
Salinan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Salinan Putusan Nomor 423Pdt.G2006PAJT, hal.7
69
berpisah yaitu dengan jalan perceraian, ketika terjadinya perceraian maka
timbullah sebab dan akibat hokum yaitu berupa nafkah iddah, kiswah, nafkah
anak, dan juga harta benda, dan mantan suami setelah perceraian yaitu berkewajiban memberikan kepada bekas istrinya nafkah iddah, kiswah dan
nafkah anak. Apabila terjadi suatu perceraian yang diakibatkan karena istri melakukan
nusyuz terhadap suami, maka timbullah suatu pertanyaan yang menyatakan, apakah si istri tetap berhak mendapatkan nafkah iddah walaupu si istri terbukti
melakukan nusyuz terhadap suami ? Dalam pemenuhan nafkah setelah perceraian yaitu nafkah iddah para ahli
fikih berpendapat bahwa bekas istri dalam masa iddah talak raj‟I atau dalam kadaan hamil baik dalam masa iddah berhak menadapkan nafkah dan tempat
tinggal dari suaminya.
20
Dalam berbagai literature fikih, para Ulama mazhab berpendapat bahwa apabila istri dicerai suaminya ketika dia dalam keadaan Nusyuz, maka istri tidak
berhak atas nafkah, Kalau dia dalam keadaan „Iddah dari talak raj‟I, lalu melakukan Nusyuz ketika menjalani iddah-nya, maka haknya atas nafkahnya
menjadi gugur. Kemudian bila dia kembali taat, maka nafkahnya diberikan terhitung dari waktu ketika diketahui dia kembali taat.
21
20
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 235
21
Mughniyah, h.404-406
70
Dan disinilah pengadilan agama Jakarta Timur berperan yang akan memberikan amar putusan apakah istri yang membangkang nusyuz tetap layak
untuk mendapatkan nafkah iddah atau tidak setelah perceraian. Dalam putusan perkara Nomor 423Pdt.G2006?PAJT, Mejelis hakim
menetapkan bahwa istri yangtelah terbukti melakukan nusyuz terhadap suami tetap mendapatkan nafkah iddah. Putusan tersebut telah dijatuhkan oleh majelis
hakim bersama-sama dengan putusan permohonan cerai talak, putusan ini sejalan dengan asas peradilan sederhana sederhana, cepat, dan baiaya ringan yang
terdapat dalam Pasal 179 HIR189 R.Bg.
22
Bagi Istri yang telah terbukti melakukan nusyuz terhadap suami maka si istri tidak berhak mendapatkan nafka iddah, hal ini diatur dalam Pasal 149 pada
point b dan Pasal 152 Kompilasi Hukum Islam tentang Akibat Putusnya Perkawinan Akibat Talak yang berbunyi ;
Pasal 149 Point b “Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib: memberi
nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telahdi jatuhi talak ba1in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak
hamil.”
22
M.Yahya harahap, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama Undang-Undang No 7 Tahun 1989, Jakarta.Pusat Kartini, 1970, Cet.5,h.53
71
Pasal 152 “Bekas isteri berhak mendapatkan nafkah iddah dari bekas suaminya kecuali ia
nusyuz .”
23
Dari uraian tersebut diatas, maka dalam putusan perka No 423Pdt,G2006PAJT, penulis beranggapan bahwa istri yang telah terbukti
melakukan nusyuz terhadap suami tidak berhak mendapatkan nafkah iddah Akan tetapi pada kenyataannya, majelis hakim pengadilan Agama Jakarta
Timur dalam putusan Nomor No 423Pdt,G2006PAJT, menetapkan bahwa istri tetap mendapatkan nafkah iddah walaupun si sitri telah terbukti nusyuz.
Majelis hakim
mempertimbangan putusan
tersebut berdasarkan
persetujuan suami untuk memberikan nafkah iddah terhadap istri.Disamping itu terkadang suami juga melalaikan kewajibannya sebagai kepala rumah tangga
seperti kurangnya nafkah terhadap istri, faktor ekonomi yang kurang mencukupi, sehingga hal tersebut dapat mengakibatkan istri melakukan nusyuz terhadap
suami, maka istri berkah mendapatkan nafkah iddah tersebut.
24
Dengan dasar pertimbangan inilah majelis hakim pengadilan agama Jakarta timur dalam putusan Nomor 423Pdt,G2006PAJT, menetapkan istri
tetap mendapatkan nafkah iddah walaupun si sitri telah terbukti nusyuz terhadap suami,
23
Kompilasi Hukum Islam, Hal.149
24
Hasil wawancara dengan Drs. Nasrul, MA. Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur, Tanggal 29 Maret 2011. Di kantor Pengadilan Agama Jakarta Timur. Pukul 14.35 WIB
72
Kemudian majelis hakim pengadilan Agama Jakarta Timur juga mempertimbangkan bahwa perkara tersebut belum mencapai dalam tahap nusyuz
yang dapat membahayakan keluarga oleh karena itu, majelis hakim menyatakan istri tetap berhak mendapatkan nafkah iddah, kecuali kalau nusyuznya tersebut
berkaitan dengan akidah dan perbuatan yang kurang baik seperti mabuk, berjudi, dan berbuat zina.
25
Dalam pasal 178 HIR189RB.g ayat 3 dijelaskan bahwa : “hakim dilarang menjatuhkan putusan atas hal-hal yang tidak diminta atau
mengabulkan lebih dari pada yang digugat ”
Jadi, seorang hakim dalam memutuskan perkara harus berdasarkan petitum atau apa yang dituntut para pihak dalam surat gugatannya dan tidak boleh
menjatuhkan putusan lebih dari yang dituntut, karena hal tersebut telah melanggar Undang-Undang.
Ketentuan mengenai berhak atau tidaknya nafkah iddah diberikan kepada istri yang nusyuz dalam perundang-undangan Indonesia Kompilasi Hukum
Islam bukan merupakan sesuatu yang tetap, tetapi hanya dijadikan sebagai gambaran umum bagi hakim dalam mengambil keputusan, sehingga dalam
implementasinya dipengadilan agama khusunya Pengadilan Agama Jakarta Timur perkara nafkah iddah lebih bersifat fleksiibel dan kasuistik berdasarkan apa yang
di inginkan oleh para pihak yang berperkara.
25
Hasil wawancara dengan Drs. Nasrul, MA. Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur, Tanggal 29 Maret 2011. Di kantor Pengadilan Agama Jakarta Timur. Pukul 14.35 WIB
73
Akan tetapi apabila dalam putusan majelis hakim terdapat Pasal-pasal dari perundang-undangan yang ada maka keputusan tersebut akan terlihat lebih adil
bagi semua pihak karena ada dasar hukum yang dijadikan landasan.
74
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah mengkaji dan menganalisa putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur nomor 423Pdt.G2006PAJT. Untuk penulis ada beberapa kesimpulan
yang dapat ditarik dari hal tersebut ; 1.
Tentang permasalahan Nafkah iddah Bagi Istri yang nusyuz, para fuqoha sepakat, mereka berpendapat bahwa apabila istri dicerai suaminya ketika dia
dalam keadaan Nusyuz, maka istri tidak berhak atas nafkah, Kalau dia dalam keadaan ‘Iddah dari talak raj’I, lalu melakukan Nusyuz ketika menjalani
iddah-nya, maka haknya atas nafkahnya menjadi gugur. Kemudian bila dia kembali taat, maka nafkahnya diberikan terhitung dari waktu ketika diketahui
dia kembali taat. Pandangan para fuqoha diperkuat dengan KHI yang diatur didalam pasal 149 point b dan pasal 152 tentang Akibat Putusnya
Perkawinan Akibat Talak yang berbunyi : Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib:. memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada
bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telahdi jatuhi talak ba1in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil. Pasal 152 ; Bekas isteri
berhak mendapatkan nafkah iddah dari bekas suaminya kecuali ia nusyuz.” 2.
Faktor-faktor istri nusyuz ialah : pertama, faktor ekonomi, masalah ekonomi adalah permasalahan yang sangat penting dalam kehidupan rumah tangga dan
suami harus mampu untuk mencukupi biaya kehidupan istri dan keluarganya