kosakata suatu bahasa sebenarnya bukanlah berupa sejumlah kata yang masing- masing berdiri sendiri, tetapi semuanya saling berhubungan dan memiliki medan
maknanya. Namun tidak semua medan makna ada superordinatnya.
18
2.3 Komponen Makna
Telah dipaparkan pada pembahasan medan makna bahwa kata-kata saling berhubungan dan mempunyai jaringan makna. Kata-kata tersebut ada yang
berdekatan maknanya, ada yang mirip, ada yang berjauhan, ada yang sama, dan ada juga yang bertentangan. Untuk mengetahui makna tersebut kita dapat
menggunakan analisis komponen. Komponen makna dalam bahasa Arab berpadanan dengan
ا .
Dalam studi Antropologi, para antropolog pun berusaha melakukan satu analisis komponen kata-kata yang menyatakan nisbah keluarga. Wallace dan Atkins
1960 mendiskripsikan tiga komponen semantik tentang nisbah keluarga Amerika Serikat: seks, generasi, dan garis hubungan.
19
Sama halnya dengan medan makna, Chaer juga mengemukakan setiap kata, leksem, atau butir leksikal tentu mempunyai makna. Makna yang dimiliki
oleh setiap kata, leksem, atau butir leksikal itu terdiri dari sejumlah komponen yang dinamakan komponen makna, yang membentuk keseluruhan makna kata,
leksem, atau butir leksekal tersebut. Komponen makna ini dapat dianalisis, dibutiri,
atau disebutkan satu per satu berdasarkan “pengertian-pengertian” yang dimilikinya.
20
18
Ibid., h. 258
19
J.D. Parera, Teori Semantik, h.158
20
http:file.upi.eduDirektoriDUALMODESKEBAHASAAN20IBBM207.pdf
Komponen makna atau komponen semantik semantic feature, semantic property, atau semantic marker mengajarkan bahwa setiap unsur leksikal terdiri
dari satu atau beberapa unsur yang bersama-sama membentuk makna kata atau makna unsur tersebut. Untuk menganalisis komponen makna, analisis kata yang
memiliki sesuatu ciri diberi tanda plus + dan yang tidak memiliki ciri itu diberi tanda minus -. Konsep analisis ini lazim disebut analisis biner yang oleh para
ahli kemudian diterapkan juga untuk membedakan makna suatu kata dengan kata yang lain. Misalnya, kata ayah mengandung komponen makna atau unsur makna:
[+INSAN], [+DEWASA], [+JANTAN], dan [+KAWIN]; dan ibu mengandung komponen makna; [+ INSAN], [+DEWASA], [-JANTAN], dan [+KAWIN].
Dalam hal pembeda makna, Pateda melihat bahwa perbedaan makna diakibatkan dari perubahan bentuk yang terbatas pada derivasi leksemnya, karena
itu tiap makna memiliki makna dasar. Pembeda makna akan terjadi karena perbedaan bentuk dan perubahan bentuk.
Perbedaan bentuk mengakibatkan perbedaan makna dan perubahan bentuk mengakibatkan hubungan makna. Contohnya, kata melihat dan melompat kedua
kata ini memperlihatkan tidak ada hubungan makna. Untuk dapat menganalisis komponen makna seseorang perlu mengetahui hubungan-hubungan makna yang
ada di dalam kata-kata. Misalnya kata melompat dan melompat-lompat mempunyai hubungan makna dan perbedaan makna, sehingga diperlukan
komponen pembeda. Lain halnya jika kata melompat dibandingkan dengan kata melihat, terdapat kenyataan bahwa kedua kata itu tidak memperlihatkan hubungan
makna.
Komponen pembeda makna akan jelas apabila diketahui komponen makna. Komponen makna diperlukan untuk mengetahui seberapa jauh kedekatan,
kemiripan, kesamaan, dan ketidaksamaan suatu makna kata.
21
2.3.1 Langkah Analisis Komponen Makna
Dalam menganalisis komponen makna, diperlukan langkah-langkah tertentu. Pateda menyebutkan enam langkah untuk menganalisis komponen makna:
22
1 Menyeleksi sementara makna yang muncul dari sejumlah komponen
yang umum dengan pengertian makna yang dipilih masih berada di dalam makna tersebut. Misalnya, dalam kriteria marah terdapat leksem
„mendongkol‟, „menggerutu‟, „mencaci maki‟, dan ‟mengoceh‟. 2
Mendaftar semua ciri spesifik yang dimiliki oleh rujukannya. Misalnya, untuk kata ayah terdapat ciri spesifik antara: [+INSAN],
[+JANTAN], [+KAWIN], dan [+ANAK]. 3
Menentukan komponen yang dapat digunakan untuk kata yang lain. Misalnya, ciri „kelamin perempuan‟ dapat digunakan untuk kata ibu,
kakak perempuan, adik perempuan, bibi dan nenek. 4
Menentukan komponen diagnostik yang dapat digunakan untuk setiap kata. Misalnya untuk kata ayah terdapat kompo
nen diagnostik „jantan‟, satu turunan di atas ego.
5 Mengecek data yang dilakukan pada langkah pertama.
6 Mendeskripsikan komponen diagnostiknya, misalnya dalam bentuk
matriks.
21
Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, h. 261
22
Ibid., h. 270-273
2.3.2 Hambatan Analisis Komponen Makna
Dalam menganalisis komponen makna, terdapat juga beberapa kesulitan atau hambatan. Pateda menjelaskan beberapa hambatan sebagai berikut;
1 Lambang yang didengar atau dibaca tidak diikuti dengan unsur-unsur
suprasegmental dan juga unsur-unsur ekstralinguistik. 2
Tiap kata atau leksem berbeda pengertiannya untuk setiap disiplin ilmu. Kata seperti ini disebut istilah. Misalnya istilah kompetensi ada
pada bidang linguistik, psikologi, dan pendidikan. Meskipun istilah itu memiliki medan yang sama, tetapi pasti ada perbedaan sesuai dengan
disiplin ilmu tersebut. 3
Tiap kata atau leksem memiliki pemakaian yang berbeda-beda. 4
Leksem yang bersifat abstrak sulit untuk dideskripsikan. Misalnya: liberal, sistem.
5 Leksem
yang bersifat dieksis dan fungsional sulit untuk dideskripsikan. Misalnya: ini, itu, dan, di.
6 Leksem-leksem yang bersifat umum sulit untuk dideskripsikan.
Misalnya: binatang, burung, ikan, manusia.
23
Abdul Chaer menambahkan bahwa dari pengamatan terhadap data unsur- unsur leksikal ada tiga hal yang perlu dikemukakan berkenaan dengan analisis
komponen makna. 1
Ada pasangan kata yang salah satu daripadanya lebih bersifat netral atau umum, sedangkan yang lain lebih bersifat khusus. Misalnya
pasangan kata mahasiswa dan mahasiswi. Kata mahasiswa lebih
23
Ibid., h.273-275
bersifat umum dan netral karena dapat termasuk pria dan wanita sedangkan kata mahasiswi lebih bersifat khusus karena hanya
mengenai wanita. Unsur leksikal yang bersifat umum seperti kata tersebut dikenal sebagai anggota yang tidak bertanda dari pasangan itu.
Dalam diagram anggota yang tidak bertanda ini diberi tanda 0 atau ±. 2
Ada kata atau unsur leksikal yang sukar dicari pasangannya karena memang mungkin tidak ada, tetapi ada juga yang mempunyai
pasangan lebih dari satu. Contoh yang sukar dicari pasangannya antara lain kata-kata yang berkenaan dengan warna.
3 Seringkali kita sukar mengatur ciri-ciri semantik itu secara bertingkat,
mana yang lebih bersifat umum dan mana yang lebih bersifat khusus. Umpamanya ciri [jantan] dan [dewasa] mana yang lebih bersifat
umum. Keduanya dapat ditempatkan sebagai unsur yang lebih tinggi dalam diagram yang berlainan. Ciri-ciri semantik ini dikenal sebagai
ciri-ciri penggolongan silang.
2.4 Kolokasi