Studi Isolasi Bakteri Rhizobium Yang Diinokulasikan Ke Dalam Dolomit Sebagai Pembawa ( Carrier ) Serta Pemanfaatannya Sebagai Pupuk Mikroba

(1)

STUDI ISOLASI BAKTERI RHIZOBIUM YANG DIINOKULASIKAN KE DALAM DOLOMIT SEBAGAI PEMBAWA ( CARRIER ) SERTA

PEMANFAATANNYA SEBAGAI PUPUK MIKROBA

SKRIPSI

MUHAMMAD ARSYAD 030802027

DEPERTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(2)

ii

PERSETUJUAN

Judul : STUDI ISOLASI BAKTERI RHIZOBIUM YANG DIINOKULASIKAN KE DALAM DOLOMIT

SEBAGAI PEMBAWA ( CARRIER ) SERTA PEMANFAATANNYA SEBAGAI PUPUK MIKROBA

Kategori : SKRIPSI

Nama : MUHAMMAD ARSYAD

Nonor Induk Mahasiswa : 030802027 Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA

Depertemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM ( FMIPA ) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Maret 2009

Komisi Pembimbing : Pembimbing II Pembimbing I

Prof.Dr.Dwi Suryanto, M.Sc Dr.Ribu Surbakti,MS NIP 132 089 421 NIP 130 872 290 Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr.Rumondang Bulan,MS NIP 131 459 466


(3)

iii

STUDI ISOLASI BAKTRI RHIZOBIUM YANG DIINOKULASIKAN KE DALAM DOLOMIT SEBAGAI PEMBAWA ( CARRIER ) SERTA

PEMANFAATANNYA SEBAGAI PUPUK MIKROBA

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri , kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.

Medan, Maret 2009

MUHAMMAD ARSYAD 030802027


(4)

iv

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang isolasi bakteri Rhizobium dari bintil akar putri malu (Mimosa pudica L) dengan Metode Dubey,2006. Bakteri hasil isolasi kemudian diinokulasi ke dalam dolomit dengan perbandingan 1:2 , 1:3, 1:4, 1:5, 1:6. Fungsi dolomit adalah sebagai pembawa (carrier) dalam pemanfaatan Rhizobium sebagai sumber Unsur N untuk tanaman kacang hijau yang diujikan di lapangan. Berdasarkan analisis perhitungan jumlah sel yang dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi setelah 2 bulan inokulasi = 108 - 109sel hidup / gram dolomite {CaMg(CO3)2} sehingga memenuhi persyaratan sebagai pupuk bio yang telah direkomendasikan oleh berbagai industri. Uji efektivitas pupuk ini diujikan terhadap tanaman kacang hijau dengan lama pengamatan 4 minggu dengan mengukur luas serta besar tanaman. Dari hasil pengamatan bahwa perbandingan antara Rhizobium dengan Dolomit yang efektif digunakan sebagai pupuk adalah 1:6.


(5)

v

THE STUDY OF Rhizobium BACTERIA,S ISOLATED THAT NOCULATION INTO DOLOMITE AS A CARRIER AND IT,S ADVANTAGE AS

BIOFERTILIZER ABSTRACT

The research of the pure Rhizobium bacteria,s isolation from root nodules of Mimosa pudica has been done with Methode Dubey, 2006. Then the bacteria,s inoculated to dolomite {CaMg(CO3)2} with the comparison 1:2 , 1:3 ,1:4 , 1:5 , 1:6. The function of dolomite is as carrier and the advantage Rhizobium as source Unsure N for green bean that applicated in the arca. Based on the calculated analysis done in Microbiology Laboratory quantity of cell after since 2 months = 108 -109 cell/gram , so inoculating match with the standard as biofertilizer. That have recomanded by industries. The efectivitas test of this fertilizer has tested on green bean with time experiment 4 weeks with measuring such as steam width large of plant. From the experiment that the effective comparison between Rhizobium and Dolomite that used as Fertilizer is 1:6.


(6)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ii

PERNYATAAN iii

ABSTRAK ` iv

ABSTRACT v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1.Latar Belakang 1 1.2.Perumusan Masalah 3 1.3.Pembatasan Masalah 3

1.4.Tujuan Penelitian 4

1.5.Manfaat Penelitian 4

1.6.Metodologi Penelitian 4

1.7.Lokasi Penelitian 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 2.1. Tanaman Putri malu (Mimosa pudica. L). 6 2.1.1. Sistematika Pertumbuhan Putri malu (Mimosa pudica. L) 6

2.2. Proses Pertumbuhan Tanaman 7 2.2.1. Unsur Hara Tanaman 8 2.2.2. Nitrogen (N) 9

2.3. Pupuk Mikroba 10

2.4. Rhizobium sp 11

2.5. Pembentukan Simbiosis antara Rhizobium dengan Leguminosa 12

2.6. Fiksasi (Pengikatan) Nitrogen Oleh Bakteri Rhizobium 13

2.6.1. Fiksasi Nitrogen Non Simbiotik 16


(7)

vii

2.8. Teknik Inokulasi dan Perkembangbiakan Rhizobium 17

2.9. Uji Untuk Membedakan Rhizobium dari Kerabat Dekatanya Agrobactrium 19

2.10.Dolomit sebagai Media Pembawa (Carrier) 20 2.11.Pupuk Rhizobium (Biofertilizer) 20

2.11.1. Respons Hasil Panen Terhadap Inokulasi Rhizobium di India 22

2.12.Kacang Hijau (Vigna radiata L) R.Wilczeck atau Phaseolus aurus) 25

2.12.1. Sistematika Tumbuhan Kacang Hijau(Vigna radiata L) R.Wilczeck atau Phaseolus aurus ) 25

2.12.2. Ragam Manfaat Kacang Hijau (Vigna radiata L) R.Wilczeck atau Phaseolus aurus) 26 2.13.Aktivitas Air (Aw) 26

BAB 3 BAHAN DAN METODELOGI PENELITIAN 28 3.1. Bahan – bahan 28

3.2. Alat – alat 28

3.3. Prosedur Penelitian 29

3.3.1. Pembuatan YEMA (Yeast Exstract Manitol Aagar) 29

3.3.2. Pembuatan YMB (Yeast Manitol Broth) 29

3.3.3. Preparasi Sampel 30

3.3.4. Isolasi Rhizobium dari Bintil Akar 30

3.3.4.1. Isolasi Bakteri Rhizobium pada Media Selektif dengan Penambahan Congo Red 30 3.3.4.2. Pengidentifikasian Bakteri Rhizobium dengan Metode Mikroskopis 31

3.3.5. Pembuatan Starter Kultur 31

3.3.6. Pencampuran Starter dengan Medium Pembawa (Carrier) 31

3.3.7. Pengujian Jumlah Sel dari Medium Pembawa (Carrier) 32

3.3.8. Pungujian Lapangan 32


(8)

viii

Metode Dubey,2006 33

3.4.1.1. Isolasi Pembuatan Pupuk Rhizobium dari Akar Tanaman Putri Malu(Mimosa pudica L) 33 3.4.1.1.1. Pembuatan Biakan Murni (Stok Kultur) Rhizobium 33

3.4.1.1.2. Pembuatan Perbandingan Biakan Murni Rhizobium (Carrier) 34

3.4.1.1.3. Perhitungan Jumlah Sel pada Pembawa (Cerrier) 35

3.4.2. Pengaplikasian Pupuk Rhizobium Terhadap Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L) R.Wilczech atau Phaseoulus aurus) 36

3.4.2.1. Tanaman Kacang Hijau tanpa Penambahan Pupuk Rhizobium (Blanko) 36

3.4.2.2. Tanaman Kacang Hijau dengan Penambahan Pupuk Rhizobium 37 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 38 4.1. Hasil Penelitian 38

4.1.1. Hasil Perhitungan Jumlah Sel Rhizobium 40

4.1.1.1. Pengamatan Minggu I 40

4.1.1.2. Pengamatan Minggu II 40

4.1.1.3. Pengamatan Minggu III 40

4.1.1.4. Pengamatan Minggu IV 40

4.1.1.5. Pengamatan Minggu V 41 4.2. Perhitungan Luas Daun 41

4.2.1. Perhitungan Aktivitas Air (Aw) 41


(9)

ix

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 47

5.1. Kesimpulan 47

5.2. Saran 48

DAFTAR PUSTAKA 50

LAMPIRAN 51


(10)

x

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel.2.8.1. Komposisi Medium Yeast Extract Manitol Agar (YEMA) 1 Tabel.4.11.1.1. Pengaruh Inokulasi Biji dengan Rhizobium japoonum (galur

IARI, SB 6+SB 16) terhadap Hasil Panen Kedelai (Glycine max) Hasil Rata – rata Percobaan Lapangan Tahun 1972, 1973 dan 1974

(dari VR Balasundram) 24 Tabel.2.11.1.2. Pengaruh Inokulasi Biji dengan Kultur Rhizobium terhadap Hasil

Panen Bermacam – macam Legum Berbiji di Tanah Tarai (pH 7,3) 24 Tabel.4.1. Data Perhitungan Jumlah Koloni Bakteri Rhizobium 52 Tabel.4.2. Data Perhitungan Jumlah Total Koloni Bakteri Rhizobium 52

Tabel.4.3. Data Hasil Pertumbuhan Tanaman Kacang Hijau per Minggu 53 Tabel.4.4. Hasil Ratataan Aplikasi Lapangan selama 4 Minggu pada

Tanaman Kacang Hijau yang Diberi Pupuk Mikroba

(Biofertilizer) dan tanpa Pemberian Pupuk (Blanko) 53 Tabel.4.5. Kadar Aktivitas Air (Aw) pada Dolomit yang Dicampur


(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Bakteri Rhizobium pada Yeast Ekstrak Manitol Agar (YEMA)

+ Congo Red 57

Gambar 2. Bakteri Rhizobium pada Yeast Ekstrak Manitol Agar (YEMA) 57 Gambar 3. Bakteri Rhizobium dilihat dari mikroskop cahaya dengan Pembesaran

Perbesaran 1000x 57

Gambar 4. Starter kultur Rhizobium 58

Gambar 5. Tarter kultur Rhizobium + Media Pembawa 58 Gambar 6. Gambar tanaman Kacang Hijau Minggu I

Tanaman Kacang Hijau Minggu I Pengenceran

1:2, 1:3, 1:4, 1:5, 1:6, dan Blanko 59 Gambar 7. Gambar tanaman Kacang Hijau Minggu I

Tanaman Kacang Hijau Minggu II Perbandingan

1:2, 1:3, 1:4, 1:5, 1:6, dan Blanko 59 Gambar 8. Gambar tanaman Kacang Hijau Minggu I

Tanaman Kacang Hijau Minggu III Perbandingan

1:2, 1:3, 1:4, 1:5, 1:6, dan Blanko 59 Gambar 9. Gambar tanaman Kacang Hijau Minggu I

Tanaman Kacang Hijau Minggu IV Perbandingan

1:2, 1:3, 1:4, 1:5, 1:6, dan Blanko 59 Gambar 10.Gambar tanaman Kacang Hijau Minggu II

Tanaman Kacang Hijau Minggu I Perbandingan

1:2, 1:3, 1:4, 1:5, 1:6, dan Blanko 59 Gambar 11.Gambar tanaman Kacang Hijau Minggu II

Tanaman Kacang Hijau Minggu II Perbandingan

1:2, 1:3, 1:4, 1:5, 1:6, dan Blanko 59 Gambar 12.Gambar tanaman Kacang Hijau Minggu II


(12)

xii

Gambar 13.Gambar tanaman Kacang Hijau Minggu II

Tanaman Kacang Hijau Minggu IV Perbandingan 1:2, 1:3, 1:4, 1:5, 1:6, dan Blanko 60 Gambar 14.Gambar tanaman Kacang Hijau Minggu IIII

Tanaman Kacang Hijau Minggu I Perbandingan

1:2, 1:3, 1:4, 1:5, 1:6, dan Blanko 60 Gambar 15.Gambar tanaman Kacang Hijau Minggu III

Tanaman Kacang Hijau Minggu II Perbandingan

1:2, 1:3, 1:4, 1:5, 1:6, dan Blanko 60 Gambar 16.Gambar tanaman Kacang Hijau Minggu III

Tanaman Kacang Hijau Minggu III Perbandingan

1:2, 1:3, 1:4, 1:5, 1:6, dan Blanko 60 Gambar 17.Gambar tanaman Kacang Hijau Minggu III

Tanaman Kacang Hijau Minggu IV Perbandingan 1:2, 1:3, 1:4, 1:5, 1:6, dan Blanko

Gambar 18.Gambar tanaman Kacang Hijau Minggu IV Tanaman Kacang Hijau Minggu I Perbandingan

1:2, 1:3, 1:4, 1:5, 1:6, dan Blanko 61 Gambar 19.Gambar tanaman Kacang Hijau Minggu IV

Tanaman Kacang Hijau Minggu II Perbandingan

1:2, 1:3, 1:4, 1:5, 1:6, dan Blanko 61 Gambar 20.Gambar tanaman Kacang Hijau Minggu IV

Tanaman Kacang Hijau Minggu III Perbandingan

1:2, 1:3, 1:4, 1:5, 1:6, dan Blanko 61 Gambar 21.Gambar tanaman Kacang Hijau Minggu IV

Tanaman Kacang Hijau Minggu IV Perbandingan


(13)

xiii

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Tanaman memerlukan banyak zat nutrisi agar dapat tumbuh dengan baik dan memberikan hasil panen yang maksimum. Diantara sekian banyak kebutuhan zat nutrisi nitrogen merupakan salah satu unsur yang paling banyak diperlukan oleh tanaman. Selama ini kebutuhan zat nutrisi nitrogen tersebut umumnya dipenuhi dengan pupuk buatan. Mengingat semakin mahalnya harga pupuk dan berdampak besar terhadap kelangsungan ekosistem, maka penggunaan pupuk buatan mulai di kompensasi dengan penggunaan pupuk alternatif yang lebih murah dan dampaknya terhadap penurunan kualitas lingkungan jauh lebih kecil (Yuwono, 2006).

Peningkatan produksi dengan cara intensifikasi selama tiga dasawarsa terakhir, telah melahirkan petani yang mempunyai ketergantungan pupuk yang menyebabkan terjadinya kejenuhan produksi pada daerah lingkungan pertanian. Keadaan ini selain menimbulkan pemborosan juga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan pencemaran air tanah, khususnya unsur pupuk yang mudah larut seperti nitrogen dan kalium. Pemberian nitrogen berlebihan disamping menurunkan efisiensi pupuk lainnya, juga memberikan dampak negatif terhadap peningkatan gangguan hama dan penyakit akibat zat nutrisi yang tidak seimbang. Penggunaan pupuk organik bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia, sehingga dosis pupuk anorganik dan pencemaran lingkungan akibat penggunaan pupuk kimia dapat dikurangi


(14)

xiv

Para petani menyadari hal ini sehingga petani berusaha beralih menggunakan pupuk organik, seperti kotoran hewan, kompos ataupun humus dari hutan sekitarnya. Untuk memperoleh pupuk dalam bentuk kotoran hewan sangat sulit sehingga salah satu alternatif yang mungkin adalah menggunakan kompos (humus) dari hutan disekitarnya, penjarahan humus dari hutan adat maupun negara juga telah berlangsung lama mengakibatkan humus hutanpun habis. Terjadinya penjarahan humus ini mengakibatkan fungsi hutan sebagai daerah tangkapan hujan menjadi rusak, ekosistem terganggu sehingga sering terjadi banjir maupun tanah longsor (Matsara, 2001).

Negara Afganistan telah memanfaatkan bakteri Rhizobium pada strain bakteri komersial. Rhizobium disenangi karena kemampuannya mengikat nitrogen yang penting untuk pertanian dan ekologi. Kemampuan Rhizobium berinteraksi dengan tumbuhan dengan cara simbiosis dengan tanaman Legum seperti kacang hijau, kacang kedelai, ercis, buncis, kacang tanah memiliki kemampuan khusus untuk bersimbiosa membentuk bintil akar yang aktif sebagai wadah pembiakan bakteri Rhizobium pada akarnya (Marx, 1991). Tanaman putri malu merupakan tumbuhan yang sangat mudah didapat.Serta untuk pembentuk bintil akarnya tidak membutuhkan waktu yang lama,tanpa harus menunggu masa panen atau masa reproduksi (Dalimartha, 2000).

Pemberian dolomit {CaMg(CO3)2} dapat menambah ketersediaan Ca dan Mg

dalam tanah, Dengan meningkatnya kadar Ca dan Mg akan memacu turgor sel dan pembentukan klorofil sehingga proses fotosintesis menjadi lebih meningkat atau produk fotosintesis juga meningkat. Apabila proses fotosintesis digunakan oleh bakteri bintil akar untuk pertumbuhannya, sehingga pemberian dolomit semakin meningkatkan pembentukan jumlah bintil akar.Disamping itu menambah unsur hara Ca dan Mg juga serta dapat meningkatkan ketersediaan hara-hara yang lain serta memperbaiki sifat fisik tanah, dengan semakin meningkatnya unsur hara dan sifat fisik tanah maka peningkatan hasil pun tercapai.


(15)

xv

Merujuk pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Khairina, et al (2007), diperoleh jumlah sel 106 - 107 sel hidup/g. Penggunaan serbuk gergaji sebagai media pembawa tidak memenuhi standart sebagai pupuk mikroba (biofertilizer), Karena penggunaan serbuk gergaji sebagai media pembawa bersifat hidroskopis, menyebabkan kadar Aw (water activity) selalu berubah sehingga persyaratan hidup untuk bakteri Rhizobium tidak terpenuhi. Salah satu faktor yang menentukan mutu pupuk mikroba adalah

jumlah mikroorganisme yang terkandung didalamnya. Menurut Rao, (1994) dolomit baru memenuhi standart sebagai pupuk bio apabila jumlah sel 108- 109 sel hidup/g.

Hasil penelitian menunjukan bahwa penyimpanan pada suhu rendah lebih cocok untuk ketahanan hidup mikroorganisme dari pada suhu tinggi. Peningkatan suhu menyebabkan kelembaban menurun. Dengan mempertahankan kelembaban kematian mikroorganisme dapat dikurangi.

1.2. Perumusan Masalah

Seberapa lama bakteri Rhizobium hasil isolasi dari bintil akar tanaman putri malu yang diinokulasikan ke dalam media dolomit dapat bertahan hidup dengan jumlah sel yang konstan, sehingga memenuhi persyaratan untuk digunakan menjadi pupuk biofertilizer 1.3. Pembatasan Masalah

Karena luasnya permasalahan yang dijumpai dalam penelitian ini, maka penulis membatasi objek masalah sebagai berikut :

- Pengambilan sampel secara acak yaitu di halaman FMIPA USU Medan.

- Isolasi bakteri Rhizobium dilakukan pada media selektif dengan menggunakan media Yeast Ekstract Manitol Agar (YEMA) dengan menggunakan metode gores dan metode sebar, serta pengujiannya dilakukan dengan penambahan Congo red dan uji mikroskop.

- Dolomit yang digunakan diambil secara acak yaitu PT. TORGANDA LUBUK PAKAM


(16)

xvi

- Variasi perbandingan antara dolomit dengan starter kultur yang dilakukan 1:2, 1:3, 1:4, 1:5, 1:6, dengan masing – masing 5 gram dolomit dicampurkan dengan 10 ml , 15 ml ,20 ml , 25 ml , 30 ml , starter kultur dalam wadah yang berbeda.

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

- Untuk memperoleh biakan murni bakteri Rhizobium yang diisolasi dari akar tanaman putri malu.

- Untuk membuat pupuk mikroba dengan menggunakan bakteri Rhizobium yang diinokulasikan pada dolomit sebagai pembawa (carrier) sehingga viabilitasnya dapat dipertahankan stabil.

- Untuk membandingkan pertumbuhan tanaman kacang hijau kontrol dengan perlakuan di lapangan dengan pemberian pupuk Rhizobium dari hasil isolasi bintil akar tanaman putri malu.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk menghasilkan pupuk mikroba (biofertilizer) yang lebih memperhatikan kesuburan tanah tanpa merusak keadaan lingkungan serta lebih ekonomis sehingga sangat berguna bagi masyarakat luas khususnya petani.

1.6. Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah eksperimen laboratorium, yaitu pembuatan pupuk mikroba dengan menggunakan bakteri Rhizobium hasil isolasi dari bintil akar tanaman putri malu. Langkah-langkah yang dilakukan untuk proses analisisnya adalah sebagai berikut :


(17)

xvii

2. Penyiapan media

3. Isolasi bakteri pada media selektif (metode Dubay dan Maheshwari, 2002). 4. Uji mikroskop untuk penentuan bakteri Rhizobium.

5. Perbanyakan (penanaman kembali) untuk mendapatkan biakan murni. 6. Inokulasi bakteri pada serbuk dolomit

7. Perhitungan jumlah sel bakteri 8. Pengujian lapangan.

1.7 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara eksperimen di Laboratorium Biokimia / KBM (Kimia Bahan Makanan), Laboratorium Mikrobiologi, dan Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU Medan.


(18)

xviii

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Puteri Malu (Mimosa pudica L)

Putri malu merupakan tumbuhan liar yang sering dijumpai di pinggir jalan maupun di lapangan terbuka yang terkena sinar matahari. Putri malu berasal dari Amerika tropis dan dapat ditemukan pada ketinggian 1-1200 m. Tumbuhan ini biasanya hidup memanjat atau berbaring di permukaan tanah dan sangat cepat berkembang biak. Kebanyakan mempunyai ketinggian batang berkisar 0,3–1,5 m dan memiliki batang bulat, berambut serta berduri tempel yang berbentuk runcing dan tajam. Daun berupa daun majemuk menyirip genap ganda dua yang sempurna. Jumlah anak daun setiap sirip sekitar 5-26 pasang. Pertumbuhan helaian anak daun berbentuk memanjang sampai lanset, ujung daun runcing, pangkalnya membundar, tepi daunnya rata, permukaan daun bagian atas dan bagian bawah licin. Tanaman putri malu mempunyai panjang daun 6-16 mm, lebar daun 1-3 mm, berwarna hijau, umumnya tepi daun berwarna ungu. Jika daun tersentuh, maka daun tersebut akan melipat diri (mengkerut). Mempunyai bentuk bunga yang bulat, berbentuk seperti bola, dan mempunyai tangkai berwarna ungu. Buah tanaman putri malu berbentuk seperti polong, pipih, dan berbentuk garis. Bijinya bulat dan pipih (Dalimartha, 2000).

2.1.1. Sistematika Tanaman Putri malu (Mimosa pudica L)

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophita Kelas : Angiospermae Sub kelas : Dicotyledoneae Ordo : Fabales


(19)

xix

Famili : Mimosaceae Sub Famili : Mimosoideae Genus : Mimosa

Spesies : Mimosa pudica L (Sharma, 2002). 2.2. Proses Pertumbuhan Tanaman

Untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, proses fotosintesis harus dibuat menjadi lebih efisien. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbaiki kelembapan tanah, meningkatkan penyerapan energi surya dan CO2, serta menyediakan zat nutrisi yang diperlukan dalam

proporsi yang benar dan tepat.

Umumnya, tahap pertumbuhan tanaman dibagi menjadi dua fase, yakni fase vegetatif dan fase generatif. Fase vegetatif terjadi pada perkembangan akar, daun, dan batang baru, terutama saat awal pertumbuhan atau setelah masa berbunga atau berbuah. Pada fase ini terjadi tiga proses penting, yakni pembelahan sel, perpanjangan sel, dan tahap awal dari diferensiasi sel. Fase generatif (fase reproduktif) dimulai dari pembentukan dan pertumbuhan kuncup-kuncup bunga, buah dan biji. Serta terjadi pula pada pembesaran dan pendewasaan struktur penyimpanan makanan, akar-akar, dan batang (Novizan, 2002).

Proses penting yang berlangsung pada fase generatif meliputi pembuatan sel-sel secara relatif berjumlah sedikit, pendewasaan jaringan penebalan serabut-serabut, pembentukan hormon untuk perkembangan kuncup bunga, buah dan biji. Kedua fase pertumbuhan tersebut berbeda, tetapi dapat juga terjadi secara bersamaan. Pada saat tanaman sedang mengalami fase generatif atau masa berbunga dan berbuah, fase vegetatif tetap berlangsung tetapi dalam jumlah sedikit. Kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan pada fase vegetatif dan generatif berbeda. Beberapa unsur hara dibutuhkan dalam jumlah besar melebihi unsur lainnya (Novizan, 2002).

Unsur hara dapat diserap oleh tanaman setelah melalui tiga mekanisme sebagai berikut :


(20)

xx

1. Unsur hara dapat diserap langsung oleh akar bersama dengan penyerapan air dari larutan tanah. Karena itu, sangat penting untuk menjaga keseimbangan unsur-unsur hara di dalamnya, misalnya mempertahankan pH pada posisi netral.

2. Unsur hara memasuki membran sel akar mengikuti hukum difusi, tanpa mengikutsertakan air. Jika konsentrasi ion terlarut di dalam larutan tanah lebih tinggi dari pada di dalam sel akar, ion dari larutan tanah akan bergerak kedalam sel akar.

3. Mekanisme penyerapan yang ketiga berlangsung lebih rumit, yang dikenal sebagai proses pertukaran ion. Akar tanaman yang paling aktif adalah rambut akar yang baru tumbuh. Pada akar ini terjadi kegiatan respirasi dalam jumlah paling besar, karena itu dapat dipahami jika pernafasan akar terhambat karena faktor genangan air atau tanah terlalu padat.

Unsur hara yang diserap oleh tanaman berasal dari 3 sumber sebagai berikut:

a. Bahan organik. Sebagian besar unsur hara terkandung di dalam bahan organik, sebagian dapat langsung digunakan oleh tanaman, sebagian lagi tersimpan untuk jangka waktu yang lama. Bahan organik harus mengalami dekomposisi (pelapukan) terlebih dahulu sebelum tersedia bagi tanaman.

b. Mineral alami. Setiap jenis batuan mineral yang membentuk tanah mengandung bermacam-macam unsur hara. Mineral alami ini berubah menjadi unsur hara yang tersedia bagi tanaman setelah mengalami penghancuran oleh cuaca.

c. Unsur hara yang terikat. Unsur hara ini terikat di permukaan atau antara lapisan koloid tanah dan sebagai sumber utama dari unsur hara yang dapat diatur oleh manusia (Novizan, 2002).

2.2.1. Unsur hara tanaman

Unsur hara yang diserap oleh tanaman dari dalam tanah terdiri dari 13 unsur mineral atau sering disebut unsur hara esensial. Unsur hara ini sangat diperlukan tanaman dan fungsinya tidak dapat diganti oleh unsur lain.


(21)

xxi

Dari ketiga belas unsur hara yang diperoleh dari dalam tanah, enam unsur diantaranya diperlukan tanaman dalam jumlah lebih besar atau yang sering disebut dengan unsur makro. Unsur makro terdiri dari nitrogen (N), phosphor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan sulfur (S ), tujuh lainnya diperlukan tanaman dalam jumlah relative lebih kecil atau sering disebut dengan unsur mikro. Unsur ini terdiri dari besi (Fe), seng (Zn), tembaga (Cu), mangan (Mn), boron (B), molybdenum (Mo), dan klor (Cl) (Novizan, 2002).

2.2.2. Nitrogen (N)

Nitrogen diserap oleh tanaman dalam bentuk ion nitrat (NO3-) dan ion ammonium (NH4+).

Sebagian besar nitrogen diserap dalam bentuk ion nitrat karena ion tersebut bermuatan negatif sehingga selalu berada di dalam larutan tanah dan mudah diserap oleh akar. Ion nitrat lebih mudah tercuci oleh aliran air dan mengarah menuju lapisan di bawah daerah perakaran sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Sebaliknya ion amonium bermuatan positif tidak mudah hilang oleh proses pencucian (Novizan, 2002).

Nitrogen tidak tersedia dalam bentuk mineral alami seperti unsur lainnya. Sumber nitrogen yang terbesar berupa udara yang sampai ketanah melalui air hujan atau udara yang diikat oleh bakteri pengikat nitrogen. Contoh bakteri pengikat nitrogen adalah

Rhizobium yang ada dibintil akar tanaman kacang-kacangan (Leguminosa). Idealnya,

Bakteri Rhizobium mampu menyediakan 50–70% kebutuhan nitrogen pada tanaman. Selain Rhizobium ada jenis bakteri pengikat nitrogen lain yang tidak bersimbiosis dengan tanaman, misalnya Azotobacter.

Nitrogen dapat kembali ke tanah melalui proses pelapukan sisa makhluk hidup (bahan organik). Nitrogen yang berasal dari bahan organik dapat dimanfaatkan oleh tanaman setelah melalui tiga tahap reaksi yang melibatkan aktivitas mikroorganisme tanah. Tahap reaksi tersebut sebagai berikut :

1. Penguraian protein yang terdapat pada bahan organik menjadi asam amino. Tahap ini disebut reaksi aminisasi.


(22)

xxii

2. Perubahan asam amino menjadi senyawa-senyawa amonia (NH3) dan amonium

(NH4+). Tahap ini disebut reaksi amonifikasi.

3. Perubahan senyawa amonia menjadi nitrat yang disebabkan oleh bakteri

Nitrosomonas dan Nitrosocooecus. Tahap ini disebut reaksi nitrifikasi.

Nitrogen yang ada di dalam tanah dapat hilang karena terjadinya penguapan, pencucian oleh air, atau terbawa bersama tanaman pada saat panen. Tanah yang sangat basah atau sangat padat penyebab terjadinya kondisi anaerob (tidak terdapat cukup oksigen di dalam tanah), maka akibatnya terjadi reaksi yang mengubah nitrat menjadi gas nitrogen. Jenis bakteri tertentu dapat mengubah nitrat menjadi gas nitrogen ini.

Pencucian nitrat sering terjadi pada tanah berpasir atau tanah sangat gembur. Saat pencucian terjadi, air memindahkan nitrat menuju lapisan bawah daerah perakaran. Erosi pada tanah akan menghanyutkan nitrogen ke sungai yang akhirnya bermuara ke laut. Selanjutnya akan terjadi proses pengembalian nitrogen ke tanah. Proses ini terjadi secara berkesinambungan yang dikenal dengan siklus nitrogen.Tanah yang kekurangan nitrogen menyebabkan pertumbuhan tanaman lamban dan kecil yang ditandai dengan perubahan warna pada daun menjadi pucat dan layu serta menguning sebelum waktunya tiba. Selanjutnya daun pada tanaman akan mengering mulai dari bawah ke bagian atas daun. Jaringan-jaringan tanaman tersebut mati lalu mengering. Bila tanaman sempat berbuah, buahnya akan tumbuh kerdil kekuningan dan lekas matang. Kalau pada tanah tersebut tidak diberi pupuk yang mengandung unsur nitrogen maka selamanya tanaman akan tumbuh seperti dijelaskan di atas (Lingga, 2004).

2.3. Pupuk Mikroba

Pupuk mikroba merupakan formulasi inokulan strain-strain mikroba unggul yang dapat menambah atau meningkatkan unsur hara dalam tanah. Keberadaannya sangat berperan bagi pertanian berkelanjutan. Ada beberapa jenis pupuk mikroba yang beredar di pasaran saat ini, antara lain mikroba pengikat nitrogen (N), mikroba pelarut fosfat. Jenis mikroba ini sudah diakui dan dimanfaatkan secara luas sebagai pengikat unsur N sehingga


(23)

xxiii

kebutuhan pupuk nitrogen seperti urea dan amonium sulfat dapat dikurangi ataupun digantikan.

Salah satu bentuk simbiosis pengikat N antara mikroba dengan tanaman tinggi yang sangat terkenal adalah simbiosis bakteri kelompok Rhizobia dengan tanaman leguminosa. Beberapa jenis tanaman Leguminosa antara lain dari jenis kacang-kacangan seperti kedelai, kacang tanah, kacang hijau, dan kacang-kacangan penutup tanah serta jenis pohon seperti akasia dan sengon. Untuk dapat lebih memanfaatkan bentuk simbiosis tersebut, diperlukan pemahaman lebih mendalam tentang proses yang terjadi dalam asosiasi bakteri dengan tanaman inang (Ismawati, 2004).

2.4. Rhizobium sp

Rhizobium adalah salah satu contoh kelompok bakteri yang berkemampuan sebagai

penyedia unsur hara bagi tanaman. Bila bersimbiosis dengan tanaman legume, kelompok bakteri ini akan menginfeksikan akar tanaman dan membentuk bintil akar didalamnya.

Rhizobium hanya dapat memfiksasi nitrogen atmosfer bila berada didalam bintil akar dari

mitra legumnya.Peranan Rhizobium terhadap pertumbuhan tanaman khususnya berkaitan dengan masalah ketersediaan nitrogen bagi tanaman inangnya (Rao ,1994).

Bakteri Rhizobium hidup di akar tanaman kacang-kacangan dan bersimbiosis secara mutualisme. Bakteri ini masuk melalui serabut akar dan kulit halus, lalu mengikat (memfiksasi) nitrogen dari udara bebas dan membentuk bintil di akar. Itulah sebabnya bakteri ini disebut bakteri bintil akar.

Tanaman inang berperan memberikan karbohidrat yang merupakan energi bagi bakteri Rhizobium dan mendapatkan tambahan unsur N untuk pertumbuhannya. Nitrogen yang difiksasi dimanfaatkan untuk pertumbuhan oleh tanaman inang dan bukan inang (non

leguminosa) yang tumbuh di sekitar inang. Ada juga nitrogen yang tepat tinggal di dalam


(24)

xxiv

Bakteri Rhizobium aktif dapat diketahui secara visual dari bintil-bintil bundar di akar tanaman. Bila akar dibelah, di dalamnya akan tampak warna kemerahan bila bagian ini dipijit, akan keluar cairan kemerahan. Bakteri Rhizobium akan giat mengadakan fiksasi N pada tanah yang kandungan nitrogennya rendah dan akan berkurang pada tanah yang kandungan nitrogennya tinggi. Bakteri Rhizobium mampu bertahan di dalam tanah selama beberapa tahun (Ismawati, 2004).

Adapun ciri-ciri bakteri Rhizobium adalah: merupakan bakteri gram negatif, bersifat aerob, berbentuk batang dengan ukuran sekitar 0,5–0,9 µm x 1,2–3 µm, bakteri ini banyak terdapat di dalam daerah perakaran tanaman leguminosa. Koloni

bakteri Rhizobium bersimbiosis dengan tanaman akar leguminosa, membentuk bintil akar yang berperan dalam penyematan nitrogen. Permasalahan yang perlu diperhatikan adalah efisiensi inokulan Rhizobium untuk jenis tanaman tertentu. Rhizobium mampu mencukupi 80% kebutuhan nitrogen tanaman leguminosa dan meningkatkan produksi antara 10% - 25% (Sutanto, 2002).

2.5. Pembentukan Simbiosis antara Rhizobium dengan Leguminosa

Simbiosis antara Rhizobium dengan leguminosa dicirikan oleh pembentukan struktur bintil akar pada tanaman inang (leguminosa). Pembentukan bintil akar diawali dengan sekresi produk metabolisme tanaman ke daerah perakaran yang menstimulasi pertumbuhan bakteri. Secara umum tahapan pembentukan bintil akar pada tanaman leguminosa terjadi melalui beberapa tahapan, yaitu:

1. Pengenalan pasangan yang sesuai antara tanaman dengan bakteri yang diikuti oleh pelekatan bakteri Rhizobium pada permukaan rambut akar tanaman.

2. Invasi rambut oleh bakteri melalui pembentukan benang infeksi. 3. Perjalanan bakteri ke akar utama melalui benang infeksi.

4. Pembentukan sel-sel bakteri yang mengalami deformasi, yang disebut sebagai bakteriod, didalam sel akar tanaman.


(25)

xxv

Pelekatan Rhizobium pada rambut akar dapat terjadi karena pada permukaan sel

Rhizobium dan Bradyrhizobium terdapat suatu protein pelekat (adhesin) yang disebut

sebagai Rhicadhesin. Rhicadhesin adalah suatu protein pengikat kalsium yang berfungsi dalam pengikatan kompleks kalsium pada permukaan rambut akar. Di samping itu juga terdapat senyawa lain yang berperan dalam pengikatan bakteri yaitu lectin yang merupakan protein yang mengandung karbohidrat.

Penitrasi awal sel bakteri ke dalam rambut akar dilakukan melalui ujung rambut akar. Setelah bakteri melekat, rambut akan menggulung yang disebabkan oleh senyawa yang dikeluarkan oleh bakteri yang disebut sebagai faktor Nif, selanjutnya bakteri memasuki rambut akar dan menginduksi pembentukan benang infeksi yang kemudian tumbuh kearah sel-sel akar. Faktor Nif yang dihasilkan oleh bakteri selanjutnya menstimulasi pembelahan sel-sel tanaman sehingga terbentuk bintil akar (Yuwono, 2006).

Bakteri yang terdapat di dalam akar kemudian tumbuh secara cepat dan mengalami perubahan bentuk menjadi struktur bercabang yang disebut sebagai bakteriod. Bakteroid dikelilingi oleh membran sel tanaman yang disebut membran peribakteroid. Pengikatan nitrogen baru dapat terjadi setelah terbentuk struktur bakteroid. Jika tanaman mati maka bintil akar akan rusak sehingga bakteri terlepas keluar dari sel-sel akar tanaman (Yuwono, 2006).

Perkembangan bintil akar dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : 1. Konsentrasi nutrien anorganik

2. Suhu tanah (suhu sekitar 250 – 300 C) optimum untuk pembentukan bintil dan pada suhu yang lebih rendah atau jauh lebih panas pembentukan bintil akan terhambat. 3. Cahaya dan naungan (cahaya yang cukup banyak dapat meningkatkan jumlah bintil

sedangkan naungan akan menurunkan berat bintil akar).

4. Konsentrasi CO2 (konsentrasi karbondioksida yang tinggi dapat meningkatkan

jumlah bintil akar).


(26)

xxvi

6. Keberadaan mikroorganisme lain di dalam rhizofer (Yuwono, 2006). 2.6. Fiksasi (pengikatan) Nitrogen oleh Bakteri Rhizobium

Nitrogen mencapai hampir 80% udara yang di hirup tapi tidak dapat kita pakai, begitu juga semua hewan, tumbuhan, jamur, dan hampir semua bakteri tidak bisa menggunakan N secara langsung. Namun nitrogen dalam bentuk organik merupakan komponen utama tubuh semua makhluk hidup. Protein, asam nukleat, vitamin, dan berbagai molekul lain semua mengandung nitrogen. Beberapa spesies bakteri berkemampuan khusus untuk mereduksi atau mengikat N2 udara untuk membentuk amonia. Amonia ini adalah suatu

produk senyawa nitrogen yang dapat dipakai oleh tumbuhan dan mikroba sebagai bahan pembangunan untuk mensintesa asam amino, demikian pula senyawa bernitrogen lain (Marx, 1991).

Terdapatnya suatu keseimbangan antara karbon dan hidrogen di dalam sistem perakaran yang diimbangi dengan sumber nitrat dari luar.Juga dihipotesiskan bahwa nitrat diubah menjadi nitrit dalam lingkungan perakaran yang diperantarai oleh Rhizobium dan nitrit yang terbentuk itu merusak auksin, yakni asam indol asetat (IAA). Frekuensi pembentukan bintil pada alfalfa diketahui akan meningkat pada tingkat IAA yang optimum (10-8M) dalam medium perakaran, sedangkan KNO3, dengan konsentrasi 140 N (ppm),

memiliki pengaruh yang sebaliknya dan juga menyebabkan berkurangnya jumlah total bintil yang dihasilkan. Walaupun demikian, penghambatan yang diinduksi oleh nitrat ini dapat dikembalikan dengan penambahan 10-8M IAA ke daerah perakaran yang sebagian mengembalikan kemampuan pembentukan gulungan rambut akar serta pembentukan benang infeksi di dalamnya yang dihambat oleh induksi nitrat. Fakta-fakta yang saling berhubungan menunjukkan adanya keterkaitan yang menarik di antara hasil fotosintesis, sumber nitrogen mineral, reaksi tanah (pH) dan substansi perangsang pertumbuhan yang diketahui bekerja di dalam daerah perakaran selama tahap-tahap simbiosis yang berbeda-beda dalam legum yang membentuk bintil (Rao, 1994).


(27)

xxvii

Proses pengikatan nitrogen ini merupakan salah satu dari banyak proses biokimiawi di dalam tanah yang memainkan salah satu peranan penting, yaitu mengubah nitrogen atmosfer (N2 atau nitrogen bebas) menjadi nitrogen dalam persenyawaan (nitrogen terikat).

Dua organisme terlibat dalam proses ini:

1. Mikroorganisme non simbiotik, yaitu yang hidup bebas dan mandiri di dalam tanah.

2. Mikroorganisme simbiotik, yaitu yang hidup pada akar tanaman kacang-kacangan. Besarnya serta fungsinya fiksasi nitrogen hayati dapat di nilai dari perkiraan yang dibuat baru-baru ini yang menyatakan bahwa organisme hidup mengikat nitrogen dalam jumlah lebih besar daripada yang dilakukan oleh pabrik di seluruh dunia pada tahun 1974, jumlah nitrogen yang diikat oleh organisme hidup ialah 175 ton, sedangkan yang dihasilkan oleh pabrik hanya 4 juta ton (Pelczarzchan, 1988).

2.6.1 Fiksasi Nitrogen Non Simbiotik

Jumlah nitrogen hasil fiksasi oleh berbagai bakteri tergantung pada sifat keadaan sumber energinya, kehadiran nitrogen dan mineral yang tersedia, reaksi tanah dan kondisi–kondisi lingkungan lain serta kehadiran berbagai bakteri yang spesifik. Fiksasi nitrogen non-simbiotik telah dipelajari secara ekstensif pada Clostridium pasteurianum dan spesies– spesies Azotobacter. Selama bertahun-tahun, hanya kedua jenis mikroba itulah yang diketahui mampu menambat nitrogen secara non simbiotik (Pelczarzchan, 1988).

2.7. Proses Pembentukan Bintil Rhizobium Pada Tanaman

Jika di dalam fiksasi nitrogen non-simbiotik bakteri heterotrop yang hidup dalam tanah secara bebas, tanpa hidup bersama-sama dengan tanaman tingkat tinggi dalam menggunakan udara bagi pembentukan sel-sel jaringan tubuhnya, maka dalam fiksasi


(28)

xxviii

dalam nodula-nodula (bintil-bintil akar tanaman), bakteri mendapatkan makanannya dari tanaman inangnya, sedangkan kepentingan nitrogen bagi tanaman itu disediakan oleh bakteri tersebut. Hidup bersama antara bakteri dengan tanaman, yang saling menguntungkan disebut simbiosis.

Menurut Sarif (1986), jika terdapat bakteri yang mendekati dan menyentuh akar tanaman Leguminosa, ada beberapa diantaranya yang masuk kedalam sel-sel tunggal perakaran rambut tanaman. Perkembangan jumlah bakteri ini dapat meningkat dengan cepat karena berlimpahnya bahan makanan yang dengan mudah dicapai dari jaringan tubuh tanaman. Bakteri yang telah masuk membentuk benang-benang dasar pada perakaran. Dengan adanya infeksi pada akar tanaman maka disekitarnya akan timbul nodula atau bintil akar, dan disinilah bakteri hidup. Setiap nodula dapat mengandung berjuta-juta bakteri dan sejumlah nitrogen yang terkumpul pada nodula. Tanaman leguminosa mengikat atmosferik melalui akar-akarnya dan tidak melalui daun-daunnya. Dalam keadaan pertumbuhannya yang muda, akar-akar tanaman itu berkandungan nitrogen lebih besar. Bakteri Rhizobium dalam penelitian lebih dikenal, sebagai bakteri yang bersimbiosis dengan akar tanaman kacang-kacangan dengan membentuk nodula (Mulyani, 1991).

Macam asosiasi yang lain antara akar dan tumbuhan tingkat tinggi serta organisme tingkat rendah dijumpai pada leguminosa. Pada akar-akarnya terdapat bintil yang berkembang sebagai akibat penitrasi bakteri pengikat nitrogen (spesies Rhizobium) kedalam rambut akar. Bakteri tersebut memasuki akar terutama melalui rambut akar. Sambil memperbanyak diri, bakteri tersebut membentuk benang infeksi dengan terkurungnya dalam selubung dari bahan seperti gum. Benang-benang itu menembus kedalam akar dan merangsang sel-selnya. Jumlah sel dalam bintil meningkat mula-mula kareana pembelahan diseluruh massa sel yang bulat itu dan karena aktivitas daerah meristematik setempat yang tidak dimasuki bakteri. Sel-sel terdifrensiasi itu di daerah sebagian dalam, yaitu zona bakteroid, mengandung bakteri yang dilepaskan dari benang-benang infeksi. Bintil-bintil pada tingkatan itu secara sekilas mirip dengan primordium akar latera (Fahn, 1991).


(29)

xxix

Selama pertumbuhan bintil, bakteri mengalami transformasi ke bentuk bakteroid yang ukuranya lebih besar dari pada aslinya. Transformasi ini berhubungan dengan sintesis leghemoglobin, nitrogenase dan enzim lain yang diperlukan untuk fiksasi N2 waktu antara

infeksi sampai dengan bakteri mampu memfiksasi N2 sekitar tiga sampai lima minggu.

Selama priode tersebut kebutuhan karbohidrat, nutrien, mineral dan asam aminodisediakan oleh inang tanpa memperoleh keuntungan dan tidak saling merugikan satu dengan yang lain (http ://elearning.unej.ac.id).

2.8. Teknik inokulasi dan perkembangbiakan Rhizobium

Rhizobium pada umumnya dipelihara dengan menumbuhkannya dalam medium padat

Yeast Extract Manitol Agar (YEMA). Untuk menjaga kemampuan fisiologisnya agar tidak mengalami penurunan, Rhizobium harus diremajakan secara berkala. Kultur yang dipelihara inilah yang digunakan sebagai kultur induk yang digunakan sebagai inokulum untuk perbanyakan Rhizobium yang akan diformulasi sebagai pupuk hayati. Komposisi medium Yeast Extract Manitol Agar (YEMA) yang umum digunakan untuk pemeliharaan

Rhizobium adalah sebagai berikut (Tabel 2.8.1):

Tabel 2.8.1 Komposisi Medium Yeast Extract Manitol Agar (YEMA)

Komponen Berat/volume

K2HPO4 0,5 g

MgSO4 0,2 g

NaCl 0,1 g

Manitol 10,0 g

Yeast Extract 1,0 g

Akuadest 1000 mL

Agar 20 g

*Manitol dapat diganti dengan sukrosa

(Yuwono, 2006).

Selain medium dengan komposisi seperti di atas, beberapa peneliti atau produsen inokulan Rhizobium menggunakan medium dengan komposisi yang bervariasi.


(30)

xxx

Perbanyakan inokulum dilakukan dengan menumbuhkan bakteri dalam medium cair dalam skala volume yang disesuaikan dengan kapasitas produksi inokulan.

Perkembangbiakan dilakukan dengan menggunakan fermentor besar dengan ragam alat pengaturan, misalnya pH, oksigen terlarut, suhu dan penggojok (shaker). Selain itu perbanyakan dapat juga dilakukan dengan menggunakan fermentor yang lebih sederhana yaitu menggunakan tabung Erlenmeyer meskipun tanpa peralatan pengaturan khusus. Jika perbanyakan dilakukan dengan menggunakan tabung Erlenmeyer, maka harus dilakukan penggojokan dengan alat penggojok (shaker) secara teratur yang dapat diatur kecepatannya. Medium yang digunakan untuk perbanyakan sama dengan yang digunakan untuk pemeliharaan kultur tetapi tanpa menggunakan agar. Meskipun medium cair dengan komposisi seperti diatas sudah cukup untuk perbanyakan Rhizobium, namun pengalaman menunjukkan bahwa penggunakan medium biphasic dapat menghasilkan biomassa sel yang lebih banyak. Medium biphasic adalah medium yang terdiri atas dua fase yaitu medium fase padat (medium yang ditambah dengan agar) yang ada di bagian bawah tabung Erlenmeyer. Di atas medium padat lalu dituangkan medium fase cair dengan komposisi cair dengan komposisi sama dengan medium padat tetapi tanpa agar.

Kultur cair Rhizobium yang sudah dibuat selanjutnya dicampur dengan bahan pembawa (carrier material). Bahan pembawa yang dapat digunakan untuk Rhizobium ada beberapa macam, namun idealnya dengan karakteristik :

1. Mempunyai kemampuan menahan air yang tinggi. 2. Tidak toksik terhadap mikrobia

3. Mendukung pertumbuhan mikrobia

4. Secara umum steril atau mudah disterilkan 5. Bahan mudah diperoleh dengan harga murah. 6. Mempunyai daya lekat terhadap benih.

7. Secara kimiawi mempunyai komposisi yang seragam. 8. Mudah didegradasi, tidak mencemari lingkungan. 9. Mudah melepaskan mikrobia jika digunakan ditanah. 10.Mudah dicampur dan dikemas.


(31)

xxxi

Beberapa bahan pembawa yang dapat digunakan untuk formulasi inokulan rhizobia antara lain gambut, lignit, arang, zeolit dan lain-lain. Setelah dicampur dengan bahan pembawa, campuran Rhizobium dengan bahan pembawa tersebut kemudian dikemas dalam kantong yang kuat tetapi cukup lentur, tidak mudah sobek atau bocor. Inokulan yang sudah dikemas selanjutnya dapat dibawa ke tempat penggunaan atau dipasarkan (Yuwono, 2006). 2.9. Uji Untuk Membedakan Rrizobium dari Kerabat dekatnya Agrobactrium

Beberapa galur Rhizobium yang memiliki keefektifannya berbeda – beda, yang sering kali berkaitan dengan genus kerabatnya genus bakteri Agrobacterium, dipisahkan dari tanaman yang sama. Jelas sekali bahwa pemisahan, hal semacam ini menjadi langkah

yang sangat penting.

Medium Congo merah (congo red); telah diketahui bahwa pada medium agar yang di bubuhi congo merah (2,5 ml dari larutan 1% perliter agar manitol berekstrak khamir), bakteri Rhizobium akan membentuk koloni yang putih bening, berkilau, menonjol dan lebih kecil dengan tepi keseluruhan utuh yang berbeda dengan koloni Agrobacterium yang berwarna merah (Rao, 1994).

2.10. Dolomit Sebagai Media Pembawa ( Carrier )

Dolomit merupakan rumpun mineral karbonat, mineral dolomit murni secara teoritis mengandung 45,6% MgCO3 atau 21,9%. MgO dan 54,3% CaCO3 atau 30,4%. CaO.

Rumus kimia mineral dolomit dapat ditulis meliputi CaCO3. MgCO3, CaMg (CO3)2 atau

(a x Mgl x CO3), dengan nilai x lebih dari satu. Dolomit di alam jarang ada yang murni,

karena umumnya mineral ini selalu terdapat bersama-sama dengan batu gamping, kwarsa, rijang, pirit dan lempung. Dalam mineral dolomit terdapat juga pengotor, terutama ion besi.


(32)

xxxii

Dolomit berwarna putih keabu-abuan atau kebiru-biruan dengan kekerasan lebih lunak dari batu gamping, yaitu berkisar antara 3,50–4,00, bersifat pejal, berat jenis antara 2,80– 2,90, berbutir halus hingga kasar dan bersifat mudah menyerap air serta mudah

dihancurkan

2.11. Pupuk Rhizobium (Biofertilizer)

Beberapa jenis pupuk Rhizobium (biofertilizer) telah diproduksi secara komersial pada beberapa negara di dunia. Di bawah ini adalah beberapa perusahaan penghasil inokulan mikrobial:

A. Perusahaan India

No Perusahaan Penghasil Inokulan Mikrobial Produk 1 Bacfil, 25, NK. Road, Lucknow Rhizoteekn 2 Microbies India, 87 Lenin Sarani, Calcutta - 13 Rhizoteekn 3

Rallis India Ltd, 87 Richmond Road,

Bangalore-25 Rhizoteekn

4

Indian Organic Chemicals Ltd, 15 Matheno

Road, Bombay-4 Nodin, Natrin


(33)

xxxiii

B. Perusahaan Yang Ada di Eropa, Australia, USA

No Perusahaan Penghasil Inokulan Mikrobial Produk

1 Union Chemique SA, Belgia Nodosit

2 Phyluxia Allami, Hungaria Rhizonit

3 Laboratorie de Microbiologie, Francis N – germ 4 Root Nodue Pvt, Ltd. Australia Nitrogerm 5 Agricultural Laboratories, Australia Nitrogerm 6 Radicin Institute, Jerman Rodicin impfsfoff 7

Abbott Laboratories, USA and Institute for Corrhizal Research and Development, US. D.A,

Athena, Yunani Mycoorhiz

8 Interbec Australia Ltd. Mycobedds

(Dubey, 2006)

Peningkatan produksi dari berbagai tanaman dengan pemberian pupuk Rhizobium di beberapa daerah di India. Respon dari beberapa tanaman berbeda pada pemberian pupuk

Rhizobium terlebih dengan kondisi daerah yang berbeda serta kondisi dari tanaman itu

sendiri.

Tanaman Lokasi

Respon tanaman (Range dalam % kenaikan dalam butir, hasil (q/ha).

Hasil dari tanaman setelah diberi pupuk

Rhizobium (% kenaikan

dalam hasil, pH tanah 7,3) Kontrol Arhar (Cajannus cajan) Hisar, Haryana Pantnager, UP SK. Negar, Gujarat Sehore, MP Rehari (Maharesta) 5-25 2-225 9-21 13-29 3-40 Gandum (Tritium aestivum)

UI – 20,75 RI – 24,15

16,4 Arhar (Cajannus cajan) Varanasi, UP Dholi, Bihar Delhi Hisar Dohad, Gujarat Schore Maharastra 4-19 25-40 18-28 24-43 33-67 20-41 8-12 Padi (Oryza

sativa) UI – 25,15

RI – 27,15

7,9 Lentil (Lens culinaris) Pantnagar, UP Ludhiana, Punjab 4-26 Tidak ada Padi Padi

UI – 22,57 RI – 25,55


(34)

xxxiv

Kacang Hijau

(Vigna munga)

Puduk Kotti, TN Dholi, Bihar Pantnagar 4-21 11-29 17-21 Gandum (Triticum aestivum)

UI – 20,75 RI – 21,25

2,4

(Dubey, 2006)

Keterangan :

*(Rewari,1984, 1985)

**(Subba Rao and Titak, 1977) UI = Uni noculated Control

RI = Ino culated with Rhizobium Culture (Dubey, 2006).

2.11.1 Respons Hasil Panen terhadap Inokulasi Rhizobium di India.

Hasil eksperimen yang dilakukan di India secara keseluruhan telah menghasilkan fakta-fakta pokok yang penting berikut ini :

1. Kedelai merespons secara menakjubkan terhadap pemakaian Rhizobium dan hasil panen bijinya seringkali meningkat sampai 50% dibandingkan kontrol yang tidak diinokulasi karena tanah-tanah di India kekurangan bakteri khusus yang mampu membentuk bintil pada kedelai (tabel 2.10.1.1)

2. Tergantung pada kondisi agro-klimatik dan varietas yang ditanam, pertambahan yang signifikan pada hasil panen dibanding kontrol (tabel 2.10.1.2) dapat diharapkan terjadi pada arhar (Cajanus cajan) semacam kacang panjang atau buncis yang disebut gram Benggala (Cicer arietinum) dan masur (Lens culinaris) 3. Pada tempat-tempat tertentu, bahkan dalam tanah-tanah netral, di mana inokulasi

sederhana pada Rhizobium yang konvensional biasanya gagal, pembuluhan biji yang diinokulasi dengan kapur atau arang dapat meningkatkan hasil panen gram merah (Cajanus cajan) secara signifikan

4. Walaupun respons terhadap inokulasi Rhizobium untuk tanaman budi daya yang lain agak bervariasi, secara umum di daerah-daerah tertentu masih terbukti hasilnya menguntungkan.


(35)

xxxv

Tabel 2.11.1.1. Pengaruh inokulasi biji dengan Rhizobium japonuum (galur IARI, SB6+SB16) terhadap hasil panen kedelai (Glycine max); hasil rata-rata percobaan lapangan tahun 1972, 1973 dan 1974 (dari VR Balasundram)

Lokasi (varietas)

Hasil panen (kg/ha) % Peningkatan hasil panen karena diinokulasi Tidak diinokulasi Diinokulasi

Delhi (Bragg) 1498 1883 25,7

Pantnagar (Bragg) 1308 1988 52,0

Bangalore (Bragg) 1722 2442 41,8

(Rao, 1994). Tabel 2.11.1.2. Pengaruh inokulasi biji dengan kultur Rhizobium terhadap hasil

panen bermacam-macam legum berbiji di tanah Tarai (pH 7,3).

Perlakuan

Cajanus cajan (arhar)

Cicer arietinum

(bengal gram) Lens culinaris (lentil)

Hasil panen (kuint al/ha) % peningkatan dibandingka n kontrol yang tidak diinokulasi Hasil panen (kuintal /ha) % peningkatan dibandingkan kontrol yang tidak diinokulasi Hasil panen (kuintal /ha) % peningkatan dibandingkan kontrol yang tidak diinokulasi Kontrol (tidak diinokulasi)

11,3 10,5 8,7

Diinokulasi dengan kultur IARI

13,5 19,47 12,7 20,94 11,5 32,20

40 kg N/ha 13,2 16,82 11,8 12,38 12,1 39,10

(Rao, 1994) 2.12. Kacang Hijau (Vigna radiata L) R.Wilczeck atau Phaseolus aurus)

Kacang hijau (Vigna radiate L) tumbuh didaerah tropika dan subtropika pada suhu 30 – 350C. Tanaman ini tergolong tahan terhadap kekeringan dan berhari netral atau berhari pendek dan diduga berasal dari India. Kacang hijau (Vigna radiate L) peka terhadap frust, terendam, dan salinitas tinggi walaupun ada kultivar yang dilaporkan tahan basa dan salin (Mugnisyah, 1995).


(36)

xxxvi

Kacang hijau (Vigna radiata L) mempunyai nama lain mungo, mungbean, green– grain, golden grown. Kacang hijau mempunyai nilai gizi yang cukup baik mengandung Vitamin B1 cukup tinggi (150 – 400. i.u) dan vitamin A (9 i.u). Kacang hijau yang sudah menjadi kecambah mengandung vitamin E (tokoferol) yang penting sebagai anti oksidan, dalam mencegah panen dini dan anti sterilitas. Kandungan protein kacang hijau mencapai 24% dengan kandungan asam amino esensial seperti isolensin, lensin, lisin, metionin, fenilalonin, treonin, triptofan, dan valin. Mengandung karbohidrat + 58%. Pemanfaatan sifat fungsional dari patinya dapat dibuat sebagai tepung bahan berbagai bentuk makanan bayi dan orang dewasa. Pati kacang hijau terdiri dari amilosa 28,8%, dan amilopektin 71,2%. Kegunaan lain kacang hijau (Vigna radiate L) adalah sebagai pupuk hijau dan penutup tanah (http:/www.indobiogen.or.id).

2.12.1.Sistematika Tumbuhan Kacang Hijau (Vigna radiata L) R. Wilczeck Atau

Phaseolus aurus)

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophytn Kelas : Magnoliopsida Ordo : Fabales

Famili : Fabuceae Sub Famili : Leguminoseae Genus : Vigna

Spesies : V. radiata

Binomial : Vigna radiate L.R. Wilczeck

Sinonim : Phaleolus aureus Roxv

2.12.2. Ragam Manfaat Kacang Hijau (Vigna radiata L) R. Wilczeck atau Phaseolus

aurus)

Kacang hijau (Vigna radiata L) memiliki kandungan proteinnya cukup tinggi dan merupakan sumber mineral penting, antara lain: kalsium dan fosfor yang sangat diperlukan tubuh untuk memperkuat tulang. Sedangkan kandungan lemaknya merupakan asam lemak


(37)

xxxvii

tak jenuh, sehingga aman dikonsumsi oleh orang yang memiliki masalah kelebihan berat bada. Asupan lemak tak jenuh tinggi penting untuk menjaga kesehatan jantung. Kacang hijau juga mengandung vitamin B1 yang dapat memperbaiki pertumbuhan yang lamban serta dapat meningkatkan nafsu makan maupun memperbaiki saluran pencernaan.

Vitamin B1 adalah koenzim yang berperan penting dalam oksidasi karbohidrat untuk diubah menjadi energi. Anti oksidan yang terkandung didalamnya memperbaiki proses penuaan dan mencegah penyebaran sel kanker, vitamin-Enya membantu meningkatkan kesuburan, sangat baik untuk menjaga keasaman lambung dan memperlancar pencernaan

2.13.Aktivitas Air (Aw)

Aktivitas air adalah kebutuhan air untuk pertumbuhan mikroorganisme atau aktivitas kimia air. Bakteri termasuk jenis bakteri yang tumbuh dengan cepat apabila keadaan sekitarnya memungkinkan. Masing-masing jenis mikroorganisme membutuhkan jumlah air yang berbeda untuk pertumbuhannya. Kebanyakan bakteri nonhalofilik mempunyai tingkat pertumbuhan maksimum pada kisaran nilai Aw= 0,980–0,997, bakteri

halofilik masih dapat tumbuh pada nilai Aw =0,750.

Aktivitas air minimal beberapa jenis mikroorganisme tertentu:

Organisme Aw minimal

Sebagian besar bakteri 0,90

Sebagian besar khamir 0,88

Sebagian besar jamur 0,80

Khamir Osmofilik 0,60

(Purnomo,H.1995). Aktivitas air (Aw) merupakan parameter yang sangat berguna untuk menunjukkan

kebutuhan air atau hubungan air dengan mikroorganisme dan aktivitas enzim. Pengurangan air dari penambahan zat yang dilarutkan dapat dilakukan sampai keadaan dimana pertumbuhan mikroorganisme dapat dikendalikan. Pada saat penambahan zat tersebut akan lebih peka terhadap perubahan-perubahan kimiawi dan fisik. Kebutuhan air untuk pertumbuhan mikroorganisme atau aktivitas kimiawi air atau yang dikenal sebagai


(38)

xxxviii

aktivitas air (Aw) berarti konsentrasi efektif sebagai pereaksi dalam reaksi-reaksi kimia.

Hal ini penting sekali, karena mikroorganisme pembusuk lainnya tidak dapat tumbuh, atau reaksi-reaksi kimia yang dihambat atau dihentikan pada nilai aktivitas kimia dari air di bawah nilai tertentu. Pengetahuan tentang aktivitas air diperlukan untuk mengendalikan perubahan-perubahan yang bersifat kimiawi, fisik maupun mikrobiologik, sehingga dapat diproduksikan serta dapat disimpan pada suhu kamar. Disamping itu aktivitas air juga sangat penting perannya dalam proses penyimpanan (Purnomo, 1995).


(39)

xxxix

BAB III

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1 Bahan-Bahan

1. Bintil akar tanaman putri malu (Mimosa pudica .L) 2. Media Yeast Extract Manitol Agar (YEMA) steril 3. Media Yeast Manitol Broth (YMB)

4. Dolomit 5. Akuades 6. Akuades Steril 7. Larutan Klorok

8. Congo Red p.a.(E. Merck)

9. Kristal Violet p.a.(E. Merck)

10.Iodine p.a.(E. Merck)

11.Aseton Alkohol p.a.(E. Merck)

12.Safranin p.a.(E. Merck)

13.Alkohol 96% Teknis

3.2.Alat-alat

1. Cawan Petri Pyrex

2. Tabung Reaksi Pyrex

3. Pipet Volume Pyrex

4. Gelas Ukur Pyrex

5. Gelas Beaker Pyrex

6. Gelas Erlenmeyer Pyrex

7. Oven Gallenkamp


(40)

xl

10.Mikroskop Prior England

11.Neraca Analitis Ohaus

12.Shaker Julabo SW 22

13.Jarum Ose 14.Gelas Objek 15.Spatula 16.Pipet tetes

17.Pengaduk Magnet 18.Hockey Stick 19.Plastik tahan panas 20.Aluminium Foil

3.3.Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan YEMA (Yeast Extract Manitol Agar)

Ditimbang 0,2 gram Yeast Extract, 2 gram Manitol, 0,1 gram K2HPO4, 0,04 gram MgSO4,

0,1 gram NaCl, dan 7,8 gram PDA. Kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass. Lalu ditambahkan 200 mL akuades, kemudian diaduk hingga rata. Lalu dipanaskan sampai mendidih. Ditambah 0,25 gram Congo Red yang diencerkan dengan 100 mL akuades, lalu ditambahkan ke dalam media YEMA yang telah homogen hingga berwarna merah. Dibagi ke dalam 20 tabung reaksi. Diautoklaf pada tekanan 1,02 atm dengan suhu 2500C selama 2 jam.

3.3.2. Pembuatan YMB (Yeast Extract Manitol Broth)

Ditimbang 0,1 gram Yeast Extract, 1 gram Manitol, 0,05 gram K2HPO4, 0,02 gram

MgSO4 dan 0,01 gram NaCl. Kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass. Lalu

ditambahkan 100 mL akuades, kemudian diaduk hingga rata. Lalu dipanaskan sampai mendidih. Diautoklaf pada tekanan 1,02 atm dengan suhu 2500C selama 2 jam.


(41)

xli

3.3.3. Preparasi Sampel

Sampel yang digunakan adalah Rhizobium hasil isolasi dari tanaman putri malu, yang diambil dari FMIPA USU. Pengambilan sampel dilakukan dengan mencabut putri malu yang akarnya berbintil lalu bintilnya dikumpulkan. Kemudian dibawa ke Laboratorium Biokimia FMIPA USU.

3.3.4. Isolasi Rhizobium dari Bintil Akar

Sampel yang telah dibawa ke laboratorium, kemudian diproses. Bintil akar dipilih dari tanaman putri malu yang tersedia kemudian bintil akar tersebut dicuci dengan merendamnya ke dalam tabung reaksi yang berisi akuades selama 2 menit, dibiarkan selama 1 menit, kemudian disaring. Lalu bintil akar tersebut dimasukkan dalam tabung reaksi. Dilanjutkan dengan disemprot dengan menggunakan alkohol 96% selama 10 detik. Lalu disemprot kembali dengan larutan klorok selama 10 menit dan dibilas dengan akuades selama 2 menit. Kemudian bintil akar yang telah disterilkan tersebut dipencet atau digerus menggunakan gelas objek. Di tambah 1 mL akuades. Lalu bintil akar yang steril tersebut digiling.

3.3.4.1. Isolasi Bakteri Rhizobium pada Media Selektif dengan Penambahan Congo

Red

Satu ose dari suspensi yang sudah disiapkan sebelumnya diambil, kemudian digoreskan pada media YEMA + Congo Red. Lalu kultur diinkubasi pada suhu 37oC selama 24-48 jam. Pertumbuhan Rhizobium diamati dengan memperhatikan bentuk dan warnanya. Pada umumnya koloni berwarna putih transparan, mukoid dan sedikit berlendir. Rhizobium yang diperoleh disimpan dalam lemari es pada suhu 4oC selama 24-48 jam. Bakteri yang diperoleh ditumbuhkan kembali pada medium YEMA dengan menggunakan metode gores sinambung, lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 - 48 jam. Tujuannya yaitu untuk


(42)

xlii

3.3.4.2. Pengidentifikasian Bakteri Rhizobium dengan Metode Mikroskopis

Plat kaca atau gelas objek disterilkan dengan alkohol 96%. Satu ose biakan media diambil. Kemudian diletakkan di atas plat kaca ditetesi akuades sebanyak 2 tetes lalu didiamkan sampai kering. Plat kaca kemudian ditetesi dengan larutan kristal violet dan didiamkan selama 30 detik, lalu dicuci dengan akuades. Plat kaca ditetesi kembali dengan larutan iodine dan didiamkan selama 30 detik, lalu dicuci dengan akuades. Kemudian ditetesi dengan larutan aseton alkohol dan didiamkan selama 30 detik, dicuci dengan akuades. Plat kaca ditetesi kembali dengan larutan safranin dan didiamkan selama 30 detik, dan dicuci dengan akuades, dibiarkan mengering lalu diamati di bawah mikroskop. Difoto bakteri

Rhizobium yang diamati.

3.3.5. Pembuatan Starter Kultur

Biakan Rhizobium yang ditumbuhkan kembali pada YEMA kemudian diambil 1-2 ose dan dicampur dengan 100 mL Yeast Manitol Broth (YMB) dalam gelas erlenmeyer, lalu dikocok dengan menggunakan alat pengocok (shaker) selama 9 hari pada temperatur kamar hingga diperoleh Starter Kultur.

3.3.6. Pencampuran Starter dengan Medium Pembawa (Carrier)

Dolomit sebagai medium pembawa ditimbang sebanyak 140 gram lalu disterilkan. Sterilisasi dilakukan pada suhu 121oC pada tekanan 1,02 atm selama 60 menit. Medium yang sudah disterilisasi dibagi wadah plastik dengan pembagian sebagai berikut :

1. Wadah I : 5 g Dolomit ditambahkan dengan 10 mL Starter (1:2) 2. Wadah II : 5 g Dolomit ditambahkan dengan 15 mL Starter (1:3) 3. Wadah III : 5 g Dolomit ditambahkan dengan 20 mL Starter (1:4) 4. Wadah IV : 5 g Dolomit ditambahkan dengan 25 mL Starter (1:5) 5. Wadah V : 5 g Dolomit ditambahkan dengan 30 mL Starter (1:6)


(43)

xliii

Masing-masing wadah kemudian dibolak balik sehingga antara starter dengan media tercampur secara homogen lalu diinokulasikan dan disimpan selama 5 minggu pada temperatur kamar.

3.3.7. Pengujian Jumlah Sel dari Medium Pembawa ( Carrier )

Masing-masing wadah dengan perbandingan antara dolomit dengan starter kultur 1:2, 1:3, 1:4, 1:5, 1:6, ditimbang sebanyak 1 g dan dimasukkan dalam masing-masing 5 tabung reaksi yang berbeda, kemudian ditambahkan dengan 10 mL akuades steril. Dikocok sampai homogen dengan menggunakan vortexs lalu didiamkan selama 1 menit atau sampai partikel tanah mengendap.Sebanyak 1 mL diambil dengan menggunakan pipet volume kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu divortex (pengenceran 10-2). Hal yang sama dilakukan sampai penegenceran 10-9. Suspensi diambil sebanyak 0,25 mL dan disebarkan pada medium YEMA + Congo Red dalam cawan petri dengan menggunakan cawan sebar. Kemudian diinkubasi pada suhu 37oC (selama 24 – 48) jam. Isolasi

Rhizobium dari media pembawa dilakukan dari minggu ke-1 sampai minggu ke-5. Hingga

diperoleh pupuk Rhizobium. 3.3.8. Pengujian Lapangan

Pupuk Rhizobium yang diperoleh kemudian diaplikasikan dalam bentuk tabur kedalam masing-masing pot tanaman kacang hijau. Kemudian diukur lebar daun, panjang daun, diameter daun, tinggi batang dan diameter batang dengan menggunakan jangka sorong. Pengamatan yang dilakukan dari minggu ke-1 sampai minggu ke-4 dan dicatat hasil pengamatan.


(44)

xliv

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1. Bagan Penelitian Isolasi Bakteri Rhizobium Metode Dubey, 2006

3.4.1.1.Isolasi Pembuatan Pupuk Rhizobium dari Akar Tanaman Putri Malu (Mimosa pudica .L)

3.4.1.1.1. Pembuatan Biakan Murni (Stok Kultur) Rhizobium

dicuci dengan akuades selama 2 menit

dibiarkan 1 menit

disaring

dimasukkan kedalam tabung reaksi

disemprot dengan alkohol 96% selama 10 detik disemprot dengan larutan klorok selama 10 detik dibilas dengan akuades selama 2 menit

digiling dengan menggunakan alu dan lumpang

ditambah 1 mL akuades steril

diinokulasi 1 ose pada media YEMA +

Congo red pada cawan petri

diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24-48 jam

dilihat bentuknya diamati warnanya

dipisahkan dengan jarum ose

disimpan dalam lemari es pada suhu 4oC selama 24-48 jam uji mikroskop

dikembngbiakkan kembali untuk mendapatkan biakan murni pada medium YEMA dengan menggunakan metode gores sinambung

diinkubasi pada suhu 37oC selama 24-48 jam. Bintil akar tanaman putri malu

(Mimosa pudica .L)

Bintil akar tanaman putri malu (Mimosa pudica .L)

Bintil akar tanaman putri malu (Mimosa pudica .L)

Suspensi Bintil akar tanaman putri malu (Mimosa pudica .L)

Koloni berwarna putih

(Rhizobium)

Koloni berwarna merah

(Agrobacterium)

Campuran Koloni Rhizobium dan

Agrobacterium


(45)

xlv

3.4.1.1.2. Pembuatan Perbandingan Biakan Murni Rhizobium pada pembawa (Carrier)

diambil 1-2 ose isolat Rhizobium dolomit ditimbang sebanyak 140 gram

diinokulasikan kedalam media disterilkan di dalam autoklaf

Yeast Manitol Broth (YMB) pada suhu 121oC dan tekanan

digoyang selama 9 hari 1,02 atm selama 60 menit pada temperatur kamar

diukur volume dengan variasi ditimbang sebanyak 5 gram 10 ml, 15 ml, 20 ml, 25 ml, 30 ml

dicampurkan starter kultur dengan dolomit

dimasukkan ke dalam 5 wadah plastik yang berbeda

didapat perbandingan 1:2, 1:3, 1:4, 1:5, 1:6

diinokulasikan selama 5 minggu pada temperatur kamar

Biakan murni (Stok Kultur) Rhizobium

Starter kultur

Dolomit {CaMg(CO3)2}

Wadah V (5 gram Dolomit) + 30 mL starter Wadah IV (5 gram Dolomit) + 25 mL starter Wadah III (5 gram Dolomit) + 20 mL starter Wadah II (5 gram Dolomit) + 15 mL starter Wadah I (5 gram Dolomit) + 10 mL starter

Rhizobium dalam serbuk dolomit


(46)

xlvi

3.4.1.1.3. Perhitungan Jumlah Sel Pada pembawa (Carrier)

ditimbang sebanyak 1 gram

dimasukkan kedalam masing-masing 5 tabung reaksi

ditambahkan 10 mL akuades steril dihomogenkan dengan vorteks didiamkan selama 1 menit

dipipet sebanyak 1 mL

dimasukkan ke dalam tabung reaksi

dilakukan pengenceran 10-2 – 10-9 dengan vorteks

diambil sebanyak 0,25 mL

disebarkan pada media YEMA + Congo red dalam cawan petri diinkubasi pada suhu 37oC selama 24-48 jam

dihitung jumlah sel pada pembawa (carier) dari minggu ke-1 sampai minggu ke -5

Rhizobium dalam serbuk dolomit

Filtrat Rhizobium Endapan serbuk

Suspensi Rhizobium Filtrat


(47)

xlvii

3.4.2. Pengaplikasian Pupuk Rhizobium Terhadap Tanaman Kacang Hijau (Vigna

radiata L.)

3.4.2.1. Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.) Tanpa Penambahan Pupuk

Rhizobium (blanko)

diambil secukupnya serta dimasukkan ke dalam wadah yang telah disediakan

ditambahkan akuades secukupnya dibiarkan terendam selama 10 menit

diambil 2 – 3 biji kacang hijau

dimasukkan ke dalam wadah polibek yang telah diisi tanah setinggi 20 cm + 5 gram dolomit yang telah dihomogenkan

diukur dan dihitung

diamati pertumbuhan tanaman kacang hijau dari minggu ke – 1 hingga ke – 4.

dicatat hasil pengamatan

diulangi perlakuan yang sama pada tanaman berikutnya

Biji Kacang Hijau (Vigna radiata L.)

Biji Kacang Hijau (Vigna

radiata L.) Yang Terendam

(Biji yang bagus)

Biji Kacang Hijau (Vigna

radiata L.) Yang Terapung (Biji

yang rusak)

Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.)

Diameter daun Panjang daun Lebar daun Hasil Tinggi batang Diameter batang


(48)

xlviii

3.4.2.2. Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.) Dengan Penambahan Pupuk

Rhizobium.

diambil secukupnya serta dimasukkan ke dalam wadah yang telah disediakan

ditambahkan akuades secukupnya dibiarkan terendam selama 10 menit

diambil 2 – 3 kacang hijau

dimasukkan ke dalam wadah polibek yang telah diisi tanah setinggi 20 cm

ditambahkan dengan pupuk Rhizobium dengan perbandingan (1:2) diukur dan dihitung

diamati pertumbuhan tanaman kacang

hijau dari minggu ke – 1 hingga ke – 4.

dicatat hasil pengamatan

diulangi perlakuan yang sama pada penambahan pupuk Rhizobium dengan perbandingan (1:3 ; 1:4 ; 1:5 ; 1:6) Biji Kacang Hijau (Vigna radiata L.)

Biji Kacang Hijau (Vigna

radiata L.) Yang Terendam

(Biji yang bagus)

Biji Kacang Hijau (Vigna

radiata L.) Yang Terapung (Biji

yang rusak)

Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.)

Tinggi batang Diameter daun Panjang daun Lebar daun Hasil Diameter batang


(49)

xlix

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian pupuk mikroba dan pengaplikasian pada tanaman kacang hijau yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa pertumbuhan kacang hijau dengan penambahan starter kultur dan bentonit 1:6 memperlihatkan hasil yang paling baik dibandingkan dengan perbandingan 1:2, 1:3, 1:4, 1:5, dan blanko. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 4.1 dan 4.2 berikut ini :

Tabel 4.1. Data perhitungan jumlah koloni bakteri Rhizobium

Sampel Pengenceran

Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu

I II III IV V

Blanko 109 0 0 0 0 0

1 : 2 109 207 253 268 272 281

1 : 3 109 215 274 276 290 315

1 : 4 109 270 291 311 379 381

1 : 5 109 289 318 346 391 428

1 : 6 109 301 347 384 459 473

Tabel 4.2. Data Perhitungan jumlah total koloni Rhizobium

Sampel Pengenceran

Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu

I II III IV V

Blanko 109 0 0 0 0 0

1 : 2 109 828 x 109 1012 x 109 1072 x 109 1088 x 109 1124 x109 1 : 3 109 860 x 109 1096 x 109 1104 x 109 1160 x 109 1260 x 109 1 : 4 109 1080 x109 1164 x 109 1244 x 109 1516 x 109 1525 x 109 1 : 5 109 1156 x109 1272 x 109 1384 x 109 1564 x 109 1712 x 109 1 : 6 109 1204 x109 1388 x 109 1536 x 109 1836 x 109 1892 x 109


(50)

l

Tabel 4.3. Data Hasil Pertumbuhan tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) per minggu

Perlakuan Minggu I

Lebar Daun (cm) Panjang Daun (cm) Diameter daun (cm) Tinggi batang (cm) Diameter batang (cm)

Blanko 1 2,2 4,1 0,1 1,3 0,2

Blanko 2 2,2 4,0 0,1 13,1 0,2

Blanko 3 2,3 4,1 0,1 13,4 0,2

1 : 2 2,2 7,9 0,1 18,5 0,2

1 : 3 2,4 6,7 0,1 16,5 0,2

1 : 4 2,4 4,0 0,1 16,3 0,3

1 : 5 2,6 6,5 0,1 15,6 0,3

1 : 6 2,7 6,8 0,1 17,1 0,2

1 : 2 2,4 6,0 0,1 16,5 0,2

1 : 3 2,7 5,4 0,1 15 0,2

1 : 4 2,5 7,3 0,1 16,5 0,25

1 : 5 2,3 7,8 0,1 17,3 0,25

1 : 6 2,4 7,1 0,1 17,8 0,25

1 : 2 2,4 7,4 0,15 18,6 0,2

1 : 3 2,4 5,8 0,15 20,1 0,3

1 : 4 2,3 7,1 0,1 16,5 0,2

1 : 5 2,3 6,0 0,15 17,8 0,3

1 : 6 2,4 6,5 0,1 15,4 0,2

1 : 2 2,7 8,1 0,1 10,6 0,25

1 : 3 2,5 70 0,1 18,9 0,25

1 : 4 2,4 7,4 0,1 17,4 0,3

1 : 5 2,3 6,2 0,15 18,8 0,25

1 : 6 2,8 7,9 0,1 21,3 0,35

Data selengkapnya disajikan pada Lampiran tabel 4.3.

4.1.1. Perhitungan Jumlah Sel Rhizobium

CFU/ml = V

df x a

CFu = Colony Forming Unit

a = Rata-rata jumlah koloni per petri agar Df = Faktor pengenceran


(51)

li

4.1.1.1. Pengamatan Minggu I

Pengenceran 1:2 CFU/ml = 25 , 0 10 207 9 x

= 828 x 109

4.1.1.2. Pengamatan Minggu II

Pengenceran 1:2 CFU/ml = 25 , 0 10 253x 9

= 1012x 109

4.1.1.3. Pengamatan Minggu III

Pengenceran 1:2 CFU/ml = 25 , 0 10 268x 9

= 1072 x 109

4.1.1.4. Pengamatan Minggu IV

Pengenceran 1:2 CFU/ml = 25 , 0 10 272x 9

= 1088 x 109

4.1.1.5. Pengamatan Minggu V

Pengenceran 1:2 10


(52)

lii

.1.2. Perhitungan Aktivitas Air (Aw)

Aw =

2 1

2

n n

n

+

n1 = berat sampel yang dilarutkan

n2 = berat kadar air

ERH = Aw X 100% ( Nurwantoro,1997 ).

Perbandingan 1:2

Aw = 0,707 70,7%

084 , 0 203 , 0

203 , 0

= =

+ gr

gr gr

(Data selengkapnya ada di lampiran Tabel.4.5.)


(53)

liii

4.2. Pembahasan

Menurut metode Lay, (1994) dalam Khairina, (2007) perhitungan jumlah sel dilakukan dengan cara standart plate count. Didasarkan pada asumsi bahwa setiap sel mikrorganisme hidup dalam suspensi biakan tumbuh menjadi 1 koloni setelah diinkubasikan dalam media biakan dan lingkungan yang sesuai. Setelah masa inkubasi, jumlah koloni yang tumbuh dihitung dan merupakan perkiraan atau dugaan dari jumlah mikroorganisme dalam suspensi tersebut. Koloni yang tumbuh tidak selalu berasal dari satu sel mikroorganisme, karena beberapa mikroorganisme tertentu cenderung untuk berkelompok. Bila ditumbuhkan pada media dan lingkungan kelompok bakteri ini hanya akan menghasilkan 1 koloni. Berdasarkan hal tersebut seringkali digunakan istilah colony forming (CFU/ml) untuk penghitungan jumlah mikroorganisme hidup.

Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh jumlah koloni bakteri Rhizobium sesuai dengan Tabel 4.2. Untuk blanko dengan pengenceran 109 pada minggu I – V jumlah koloni bakteri Rhizobium sama dengan nol. Untuk sampel dengan perbandingan 1: 2 (pengenceran 109 ) pada minggu I jumlah koloni = 828 x 109 , minggu II jumlah koloni = 1012 x 109, minggu III jumlah koloni = 1072 x 109, minggu IV jumlah koloni = 1088 x 109 , minggu V jumlah koloni = 1124 x 109. Dapat disimpulkan bahwa, dengan pengenceran yang semakin besar jumlah koloni bakteri Rhizobium dari minggu I hingga minggu V semakin banyak.

Salah satu faktor yang menentukan mutu pupuk mikroba adalah jumlah mikroorganisme yang terkandung di dalamnya. Jumlah tersebut dapat berkurang karena suhu yang tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu rendah umumnya lebih cocok untuk ketahanan hidup mikrrorganisme daripada suhu tinggi. Peningkatan suhu menyebabkan kelembaban menurun. Dengan mempertahankan kelembapan, kematian mikroorganisme dapat dikurangi. Selain peka terhadap suhu tinggi mikroba juga peka terhadap sinar matahari langsung. Pada penggunaan inokulan bakteri

Rhizobium, inokulasi biji legum harus dilakukan pada tempat yang teduh, karena bakteri


(54)

liv

1.000.000.000, dengan masa simpan 6 bulan, disimpan di bawah suhu 20oC dalam kantong polikelonium/aluminium foil, dalam satu kantong berisi 30 g–40 g untuk 2000 m2, untuk 1 ha diperlukan 5 kantong standard dan digunakan untuk tanaman kacang-kacangan. Isolasi bakteri Rhizobium dari bintil akar tanaman putri malu dengan menggunakan carrier dolomit dapat memenuhi standard sebagai pupuk bio yang lazim digunakan dipasaran dilihat dari jumlah koloni, dan cara penyimpanannya dan pengaplikasiannya di lapangan.


(55)

lv

Tabel.4.4.Hasil rataan aplikasi lapangan selama 4 minggu pada tanaman kacang hijau yang diberi pupuk mikroba (biofertilizer) dan tanpa

pemberian pupuk (blanko).

Perlakuan Pupuk Mikroba (Biofertilizer) (cm)

Blanko (cm)

Minggu I

Lebar Daun 2,86 2,33

Panjang Daun 6,27 4,06

Diameter Daun 0,14 0,10

Tinggi Batang 16,80 12,60

Diameter Batang 0,26 0,15

Minggu II

Lebar Daun 3,74 2,75

Panjang Daun 7,35 5,20

Diameter Daun 0,27 0,15

Tinggi Batang 23,50 17,60

Diameter Batang 0,33 0,16

Minggu III

Lebar Daun 5,97 3,58

Panjang Daun 8,10 5,93

Diameter Daun 0,36 0,18

Tinggi Batang 40,72 27,39

Diameter Batang 0,39 0,19

Minggu IV

Lebar Daun 8,35 6,84

Panjang Daun 11,43 8,85

Diameter Daun 0,31 0,21

Tinggi Batang 57,10 31,68

Diameter Batang 0,58 0,24

Hal ini menunjukkan bahwa pupuk mikroba dari sampel bintil akar putri malu efektif untuk mengikat nitrogen dari udara bebas. Ini dibuktikan dari pengujian aplikasi lapangan pada tanaman kacang hijau yang diberi pupuk mikroba lebih subur dibandingkan dengan blanko tanpa pemberian pupuk. Hasil pengujian lapangan pada tanaman kacang hijau selama empat minggu menunjukkan, tanaman kacang hijau yang diberi pupuk mikroba untuk minggu I memiliki rata-rata lebar daun 2,86 cm, panjang daun 6,27 cm, diameter daun 0,14 cm, luas daun 15,19 cm2, tinggi batang 16,8 cm, diameter batang 0,26 cm, untuk minggu II memiliki rata-rata lebar daun 3,74 cm, panjang daun 7,35 cm, diameter daun 0,27 cm, luas daun 28,14 cm2,tinggi batang 23,5 cm, diameter batang 0,33 cm, untuk minggu III memiliki rata-rata lebar daun 5,97 cm, panjang daun 8,10 cm, diameter daun 0,36 cm, Luas daun 47,2 cm2, tinggi batang 40,72 cm, diameter batang 0,39


(56)

lvi

diameter daun 0,31 cm, luas daun 63,81 cm2, tinggi batang 57,10 cm, diameter batang 0,58 cm, sedangkan tanaman blanko untuk minggu I memiliki rata-rata lebar daun 2,23 cm, panjang daun 4,06 cm, diameter daun 0,1 cm, luas daun 13,41 cm2, tinggi batang 12,6 cm, diameter batang 0,15 cm, untuk minggu II memiliki rata-rata lebar daun 2,75 cm, panjang daun 5,20 cm, luas daun 25,41 cm2, diameter daun 0,15 cm, tinggi batang 17,6 cm, diameter batang 0,16 cm, untuk minggu III memiliki lebar daun 3,58 cm, panjang daun 5,93 cm, diameter daun 0,18 cm, luas daun 22,85 cm2, tinggi batang 27,39 cm, diameter batang 0,19 cm, untuk minggu IV memiliki lebar daun 6,84 cm, panjang 8,85 cm, diameter daun 0,21 cm, luas daun 49,47 cm2, tinggi batang 31,68 cm, tinggi diameter batang 0,24 cm. Hal ini menunjukkan pertumbuhan luas daun kacang hijau yang sangat bagus, dan semakin banyak klorofil pada daun maka pertumbuhan tanaman semakin bagus, karena semakin banyak sinar matahari yang ditangkap dan makin banyak pula karbohidrat yang dibutuhkan selama proses fotosintesis berlangsung.

Dari hasil pengujian aktivitas air (Aw) yang dilakukan, diperoleh hasil 1 : 2

memiliki Aw = 0,707, 1 : 3 memiliki Aw = 0,838, 1:4 memiliki Aw = 0,866, 1 : 5 memiliki

Aw = 0,884, 1 : 6 memiliki Aw = 0,890. Penyajian data dapat dilihat pada lampiran Tabel.

4.5. Menurut Purnomo, (1995) bakteri rhizobium dapat tumbuh pada nilai Aw 0,750 –

0,900.

Umumnya bahan pembawa yang sering digunakan adalah bahan – bahan organik, mineral dan liat. Bahan organik bisa tepung – tepungan, terigu, tapioka, maizena, sagu, kompos, gambut, dan lain-lain. Bahan mineral biasanya zeolit, gipsum, bentonit, kapur dan lainnya. Ada juga yang menggunakan tanah liat tertentu. Bahan-bahan ini bisa tunggal atau bisa juga merupakan campuran beberapa bahan–bahan. Ada juga yang memberikan tambahan nutrisi pada bahan pembawa tersebut

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Penelitian Bioteknologi Pertanian mendapatkan bahwa biofertilizer setidaknya dapat menghasilkan lebih dari setengah kebutuhan hara tanaman. (http:www.faperta.UGM.ac.id.)


(57)

lvii

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian tentang dolomit sebagai media pembawa Rhizobium dan hasil aplikasinya pada tanaman kacang hijau, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Biakan murni Rhizobium dapat diperoleh dengan cara mengisolasi bakteri

Rhizobium pada media selektif yaitu dengan menggunakan media Yeast Ekstrak

Manitol Agar (YEMA) dan pengujiannya dilakukan dengan penambahan Congo red, kemudian dilakukan perbanyakan atau penanaman kembali.

2. Hasil pengujian lapangan pada tanaman kacang hijau selama empat minggu menunjukkan, tanaman kacang hijau yang diberi pupuk mikroba dengan variasi konsentrasi antara Rhizobium hasil isolasi dengan dolomit yang digunakan sebagai pembawa (carier) untuk perbandingan 1 : 6 memiliki rata-rata lebar daun 8,69 cm, panjang daun 11,43 cm, diameter daun 4,37 cm, luas daun 72,79 cm2, tinggi batang 58,91 cm, diameter batang 0,65 cm, sedangkan tanaman blanko memiliki rata-rata lebar daun 6,43 cm, panjang daun 8,21 cm, diameter daun 0,27 cm, luas daun 48,87 cm2, tinggi batang 27,63 cm, hal ini disebabkan karena pada perbandingan 1 : 6 merupakan kemampuan optimum media untuk menampung bakteri.

3. Dolomit dapat digunakan sebagai media pembawa, karena memenuhi standar sebagai pupuk mikroba sesuai standar yang tercantum pada Rao, (1994 ) yaitu mempunyai jumlah sel 108 – 109 sel hidup per gram.


(58)

lviii

5.2.Saran

1. Disarankan untuk penelitian selanjutnya menggunakan rumah kaca untuk aplikasi lapangan supaya hasil yang diperoleh lebih bagus karena dapat menghindari adanya gangguan dari bakteri – bakteri patogen yang mampu memfiksasi nitrogen dari udara.

2. Disarankan untuk peneliti selanjutnya untuk menentukan pH inokulan dan pH bahan pembawa (carrier) supaya bakteri Rhizobium dapat tumbuh dengan baik.


(59)

lix

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous III. http : // elearning .unuj. ac .id .

Dalimartha. S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: Trubus Agriwidya.

Dubey.R. C. 2006. A Textbook Of Biotechnology. New Delhi: S. Chand & Company LTD. Fahn, A. 1991. Anatomi tumbuhan. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University

press.

http:/www.indobiogen.or.id/berita artikel/mengenal plasma nutfah.php http://id.biotek.lipi.go.id

http:// id. Wikipedia.org / wiki / kacang hijau.

Ismawati. E. 2004. Pupuk Organik. Jakarta: Penebar Swadaya.

Lingga. P. 2004. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta: Penebar Swadaya.

Khairina. Surbakti. Firman. 2007. Studi Pendahuluan Isolasi Bakteri Rhizobium dari

Bintil Akar Tanaman Putri Malu (Mimosa pudica L) serta Pemanfaatannya Sebagai Pupuk Mikroba. Medan: Universitas Sumatera Utara.


(60)

lx

Matsara, MR and Bisoyi, RN. 2001. Corp. Demonstration on Biofertilizer. New Delhi: N.B.D Center Ghaziabad.

Mugnisyah W.R. 1995. Produksi Benih. Cetakan Pertama. Jakarta : Penerbit Bumi Aksara. Mulyani. M. 1991. Mikrobiologi Tanah. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Novizan. 2002. Petunjuk pemupukan yang Efektif. Jakarta: Agro Media Pustaka. Pelczarzchan. M.J. 1998. Dasar-dasar Mikrobiologi 2, Jakarta: Penerbit UI – Press. Purnomo.H.1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. Jakarta:

UI-Press.

Rao. Subba. N. S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Edisi II. Jakarta: UI-Press.

Sutanto. R. 2002. Penerapan Pertanian Organik (Pemasyarakatan Pengembangannya). Jakarta: Penerbit Kanisius.

Sharma OP. 2002. Plant Taxonomy. New Delhi: Tata MC Grow – Hill Publishing Company Limited.


(61)

lxi


(62)

(63)

lxiii

Tabel 4.1. Data perhitungan jumlah koloni bakteri Rhizobium

Sampel Pengenceran Minggu

I II III IV V

Blanko 109 0 0 0 0 0

1 : 2 109 207 253 268 272 281

1 : 3 109 215 274 276 290 315

1 : 4 109 270 291 311 379 381

1 : 5 109 289 318 346 391 428

1 : 6 109 301 347 384 459 473

Tabel 4.2. Data Perhitungan jumlah total koloni Bakteri Rhizobium

Sampel Pengenceran Minggu

I (109) II (109) III (109) IV (109) V (109)

Blanko 109 0 0 0 0 0

1 : 2 109 828 1012 1072 1088 1124

1 : 3 109 860 1096 1104 1160 1260

1 : 4 109 1080 1164 1244 1516 1525

1 : 5 109 1156 1272 1384 1564 1712


(1)

Gambar.5. Starter kultur

Rhizobium+Media Pembawa

Gambar.4. Starter kultur Rhizobium


(2)

Muhammad Arsyad : Studi Isolasi Bakteri Rhizobium Yang Diinokulasikan Ke Dalam Dolomit Sebagai Pembawa ( Carrier ) Serta Pemanfaatannya Sebagai Pupuk Mikroba, 2010.


(3)

(4)

Muhammad Arsyad : Studi Isolasi Bakteri Rhizobium Yang Diinokulasikan Ke Dalam Dolomit Sebagai Pembawa ( Carrier ) Serta Pemanfaatannya Sebagai Pupuk Mikroba, 2010.


(5)

(6)

Muhammad Arsyad : Studi Isolasi Bakteri Rhizobium Yang Diinokulasikan Ke Dalam Dolomit Sebagai Pembawa ( Carrier ) Serta Pemanfaatannya Sebagai Pupuk Mikroba, 2010.