1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk menghasilkan pupuk hayati biofertilizer yang lebih memperhatikan kesuburan tanah tanpa merusak keadaan lingkungan serta lebih
ekonomis sehingga sangat berguna bagi masyarakat luas khususnya petani.
1.6. Metodelogi Penelitian
Penelitian ini adalah eksperimen laboratorium, yaitu pembuatan pupuk hayati dengan menggunakan bakteri Rhizobium hasil isolasi dari bintil akar tanaman putri malu.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk proses analisisnya adalah sebagai berikut : 1.
Preparasi sampel 2.
Penyiapan media 3.
Isolasi bakteri pada media selektif 4.
Uji mikroskop untuk penentuan bakteri Rhizobium 5.
Perbanyakan penanaman kembali untuk mendapatkan biakan murni 6.
Inokulasi bakteri pada serbuk dolomit 7.
Perhitungan jumlah sel bakteri 8.
Pengujian lapangan
1.7 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium BiokimiaKBM Kimia Bahan Makanan, Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU
Medan. Pengaplikasian pupuk di lapangan dilakukan di Kecamatan Binjai Utara.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pupuk
Pupuk didefinisikan sebagai material yang ditambahkan ke tanah atau tajuk tanaman dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara. Bahan pupuk yang paling
awal adalah kotoran hewan, sisa pelapukan tanaman dan arang kayu.
Dalam pemilihan pupuk perlu diketahui terlebih dahulu jumlah dan jenis unsur hara yang dikandungnya, serta manfaat dari berbagai unsur hara pembentuk pupuk
tersebut. Setiap kemasan pupuk yang diberi label yang menunjukkan jenis dan unsur hara yang dikandungnya. Kadangkala petunjuk pemakaiannya juga dicantumkan pada
kemasan.karena itu, sangat penting untuk membaca label kandungan pupuk sebelum memutuskan untuk membelinya. Selain menentukan jenis pupuk yang tepat, perlu
diketahui juga cara aplikasinya yang benar, sehingga takaran pupuk yang diberikan dapat lebih efisien. Kesalahan dalam aplikasi pupuk akan berakibat pada terganggunya
pertumbuhan tanaman. Bahkan unsur hara yang dikandung oleh pupuk tidak dapat dimanfaatkan tanaman Novizan, 2005.
2.1.1. Penggolongan Pupuk
Pupuk dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Pupuk Kimia Anorganik
Pupuk kimia adalah pupuk yang dibuat secara kimia atau juga sering disebut dengan pupuk buatan. Pupuk kimia bisa dibedakan menjadi pupuk kimia tunggal dan pupuk
Universitas Sumatera Utara
kimia majemuk. Pupuk kimia tunggal hanya memiliki satu macam hara, sedangkan pupuk kimia majemuk memiliki kandungan hara lengkap. Pupuk kimia yang sering
digunakan antara lain Urea dan ZA untuk hara N; pupuk TSP, DSP, dan SP-26 untuk hara P, KCl atau MOP untuk hara K. Sedangkan pupuk majemuk biasanya dibuat
dengan mencampurkan pupuk-pupuk tunggal. Komposisi haranya bermacam-macam, tergantung produsen dan komoditasnya http:isroi.wordpress.com.
b. Pupuk Organik
Pupuk organik seperti namanya pupuk yang dibuat dari bahan-bahan organik atau alami. bahan-bahan yang termasuk pupuk organik antara lain adalah pupuk kandang,
kompos, kascing, gambut, rumput laut dan guano. Berdasarkan bentuknya pupuk organik dapat dikelompokkan menjadi pupuk organik padat dan pupuk organik cair.
Beberapa orang juga mengelompokkan pupuk-pupuk yang ditambang seperti dolomit, fosfat alam, kiserit, dan juga abu yang kaya K ke dalam golongan pupuk organik.
Beberapa pupuk organik yang diolah dipabrik misalnya adalah tepung darah, tepung tulang, dan tepung ikan.
Pupuk organik cair antara lain adalah compost tea, ekstrak tumbuh-tumbuhan, cairan fermentasi limbah cair peternakan, fermentasi tumbuhan-tumbuhan, dan lain-
lain. Pupuk organik memiliki kandungan hara yang lengkap. Bahkan di dalam pupuk organik juga terdapat senyawa-senyawa organik lain yang bermanfaat bagi tanaman,
seperti asam humik, asam fulvat, dan senyawa-senyawa organik lain http:isroi.wordpress.com.
c. Pupuk Hayati
Pupuk hayati biofertilizer adalah suatu bahan yang berasal dari jasad hidup, khususnya mikrobia, yang digunakan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas
produksi suatu tanaman. Dalam hal ini yang dimaksud dengan berasal dari jasad
hidup adalah mengacu pada hasil proses mikrobilogis. Oleh karena itu istilah pupuk hayati lebih tepat disebut sebagai inokulan mikrobia, seperti yang dikemukakan oleh
Universitas Sumatera Utara
Rao 1982. Meskipun demikian istilah pupuk hayati sudah lebih dikenal dan sebagai alternatif bagi pupuk kimia buatan artificial chemical fertilizer.
Pupuk hayati berbeda dari pupuk kimia buatan, misalnya urea, TSP dan lain- lain, karena dalam pupuk hayati komponen utamanya adalah jasad hidup yang pada
umumnya diperoleh dari alam tanpa ada penambahan bahan kimia, kecuali bahan kimia yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan jasad hidupnya selama dalam
penyimpanan.
Dalam formulasi pupuk hayati, seringkali bahkan tidak diperlukan bahan- bahan kimia buatan karena bahan-bahan tersebut dapat diganti dengan bahan alami,
misalnya gambut, kapur alam. Pupuk hayati mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pupuk kimia buatan karena bahan-bahannya berasal dari alam sehingga tidak
menimbulkan persoalan pencemaran lingkungan seperti halnya dengan pupuk kimia buatan Yuwono, 2006.
Pupuk hayati tidak mengandung N, P, dan K. Kandungan pupuk hayati adalah mikrooganisme yang memiliki peranan positif bagi tanaman. Kelompok mikroba yang
sering digunakan adalah mikroba-mikroba yang menambat N dari udara, mikroba yang malarutkan hara terutama P dan K, mikroba-mikroba yang merangsang
pertumbuhan tanaman.
Kelompok mikroba penambat N sudah dikenal dan digunakan sejak lama. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dengan tanaman dan ada juga yang bebas
tidak bersimbiosis. Contoh mikroba yang bersimbiosis dengan tanaman antara lain adalah Rhizobium sp Sedangkan contoh mikroba penambat N yang tidak bersimbiosis
adalah Azosprillium sp dan Azotobacter sp.
Mikroba-mikroba bahan aktif pupuk hayati dikemas dalam bahan pembawa, bisa dalam bentuk cair atau padat. Pupuk hayati juga ada yang hanya terdiri dari satu
atau beberapa mikroba saja, tetapi ada juga yang mengklaim terdiri dari bermacam- macam mikroba. Pupuk hayati ini yang kemudian diaplikasikan ke tanaman.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu kelemahan mikroba adalah sangat tergantung dengan banyak hal. Mikroba sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya, baik lingkungan biotik
maupun abiotik. Jadi biofertilizer yang cocok di daerah sub tropis belum tentu efektif di daerah tropis. Demikian juga biofertilizer yang efektif di Indonesia bagian barat,
belum tentu efektif juga di wilayah Indonesia bagian timur. Mikroba yang bersimbiosis dengan tanaman lebih spesifik lagi. Misalnya Rhizobium sp yang
bersimbiosis dengan kedelai varietas tertentu belum tentu cocok untuk tanaman kacang-kacangan yang lain. Umumnya mikroba yang bersimbiosis berspektrum
sempit http:isroi.wordpress.com.
2.2. Unsur Hara Tanaman