Menurut Yusuf 2005, ada empat faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap; 1 faktor pengalaman khusus, 2 faktor komunikasi dengan orang lain, 3
faktor modal yaitu dengan melalui mengimitasi, 4 faktor lembaga sosial Instutional yaitu sumber yang mempengaruhi. Perubahan sikap dipengaruhi 1
pendekatan tiori belajar, 2 pendekatan teori persepsi 3 pendekatan teori konsistensi, 4 perdekatan teori fungsi.
2.3.3 Pendidikan
Cumming, et al dalam Azhari 2002, mengemukakan bahwa pendidikan sebagai suatu proses atau kegiatan untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan individu atau masyarakat. Ini berarti bahwa pendidikan adalah suatu pembentukan watak yaitu nilai dan sikap disertai dengan kemampuan dalam bentuk
kecerdasan, pengetahuan, dan keterampilan. Seperti diketahui bahwa pendidikan formal yang ada di Indonesia adalah
tingkat sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama, sekolah lanjutan tingkat atas dan tingkat akademiperguruan tinggi. Tingkat pendidikan sangat menentukan daya
nalar seseorang, yang lebih baik sehingga memungkinkan untuk menyerap informasi- informasi juga dapat berpikir secara rasional dalam menanggapi informasi atau setiap
masalah yang dihadapi Syahrial, 2005. Darnelawati 1994 berpendapat bahwa pendidikan formal adalah pendidikan
di sekolah yang berlangsung secara teratur dan bertingkat mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat. Tujuan pendidik adalah untuk memperkaya budi pekerti,
pengetahuan dan untuk menyiapkan seseorang agar mampu dan terampil dalam suatu bidang pekerjaan tertentu http:www.blog_pendidikan diakses Maret 2010
Pendidikan Sedangkan menurut Ma`mun 2007 aspek sosial merupakan aspek penting
dalam pengelolaan bencana terpadu. Oleh karena itu perlu adanya pendidikan bagi individu. Pendidikan dapat diperoleh melalui jalur formal dan non formal.
1. Pendidikan formal
Terdapat banyak cara dimana pengelolaaan bencana diperkenalkan ke dalam kurikulum umum baik di dalam maupun di luar kelas, misalnya:
a. Peningkatan dan pemakaian buku-buku mengenai bencana air dan lingkungan
di sekolah-sekolah. b.
Pemanfaatan internet untuk menggali informasi bencana c.
Pengembangan model pengalaman tentang bencana untuk menambah pengetahuan tentang IPA, Geografi dan Sejarah.
d. Kunjungan ke infrastruktur bencana dan infrastruktur keairan yang terkait
dengan bencana untuk menambah pengetahuan anak didik baik SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi.
Dalam mensosialisasikan panduan bencana tersebut, satkorlak PB dan para pendidik dapat bekerja sama dalam berbagai hal, misalnya:
a. Memikirkan bersama-sama bagaimana aset bangunan untuk pengendalian
bencana dapat dipakai sebagai sumber pembelajaran untuk masyarakat dan sekolah.
b. Seminar, diskusi, pelatihan desiminasi mengenai persoalan bencana
Studi-studi tentang pengenalan sikap terhadap konservasi air dan pengelolaan bencana menunjukkan bahwa jalan yang paling efesien dalam mempengaruhi
sikap orang dewasa adalah dengan pendidikan dan pelajaran anak di sekolah. Karena umumnya, orang tua akan mendengarkan cerita anaknya tentang pelajaran
apa yang didapatkan di kelas. Perkenalan proyek ilmu pengetahuan alam khususnya yang terkait dengan
bencana di dalam kelas akan membuat siswa paham akan realitas air. Gambar, foto dan visualisasi lainnya seperti film akan sangat membantu bagi anak-anak
untuk memahami lebih jelas. 2.
Pendidikan Non formal Pendidikan non formal dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya
pelatihan untuk para profesional dan pelatih. Pelatihan untuk para profesional bertujuan untuk reorientasi pola pikir. Karena reorientasi ini khususnya dalam
profesi pengelolaan bencana atau profesi yang terkait dengan kebencanaan adalah cukup penting dengan melihat perkembangan yang cepat dari pengelolaan
bencana terpadu dalam dekade terakhir. Caranya adalah dengan penawaran khusus atau lokakarya spesifik yang dimodifikasi dari kuliah-kuliah di
universitas. Stimulasi pola pikir dapat dilakukan dengan peningkatan wawasan lingkup tradisional bencana yang sebelumnya terfokus hanya pada aspek rekayasa
engineriering dengan memasukkan topik-topik antara lain tentang lingkungan, sosial, ekonomi, institusi, kebijakan politik, hukum, penilaian kebutuhan dan
resolusi konflik dalam pengelolaan bencana.
Cara-cara khusus yang dilakukan, antara lain: a.
Penyediaan kursus dalam rangka pendekatan keikutsertaan dan kesetaraan gender
b. Peningkatan pelatihan yang mengikutsertakan para praktisi termasuk pakar
lingkungan, ekonomi, teknik, sosial, ilmu pengetahuan dan bisnis c.
Pengembangan modul untuk pelatihan kerja untuk mengejar ketinggalan dalam teknologi
d. Pengembangan pelatihan dengan modul pendekatan botttom-up dan teknik
baru teknologi tepat guna e.
Tindakan-tindakan untuk memastikan bahwa pengelolaan bencana termasuk dalam program gelar fakultas teknik dan fakultas-fakultas lainnya seperti
ekonomi, sosial, lingkungan, biologi dan lain-lain. Pemahaman masyarakat, individukeluarga terhadap karakter bencana
merupakan jaminan investasi keselamatan hidup dimasa depan, mengingat pengalaman sejarah, peristiwa banjir lebih banyak menyisakan kepiluan dan
penderitaan sekalipun peristiwa banjir di Indonesia merupakan kejadian yang selalu berulang, namun begitu mudahnya masyarakat melupakan dasyatnya akibat
yang ditimbulkan. Hal ini terutama terdapat pada yang siklus kejadian cukup lama, sementara upaya untuk menyediakan media bagi pembelajaran bencana
untuk masyarakat, individukeluarga belum terencana dengan baik. Akibatnya selalu panik dan tidak siap. Salah satu hal yang perlu dilakukan adalah
memasyarakatkan pendidikan kebencanaan sehingga mampu memberi jaminan investasi bagi keselamatan hidup manusia di masa depan PSB-UGM, 2008.
Sesuai dengan yang disampaikan oleh Priyanto 2006, bahwa pada masyarakat yang berpendidikan tinggi lebih mampu dalam mengurangi risiko,
meningkatkan kemampuan dan menurunkan dampak terhadap kesehatan sehingga akan berpartisipasi baik sebagai individu atau masyarakat dalam menyiapkan diri
untuk bereaksi terhadap bencana. Aktifitas pendidikan disamping untuk penyediaan informasi adalah mempelajari keterampilan dan pemberdayaan diri
sedemikian rupa sehingga mampu melakukan tindakan yang memungkinkan untuk mengurangi resiko bahaya bencana
Perkembangan baru kebijakan penanggulangan bencana dalam dekade terakhir adalah memberikan prioritas utama pada upaya pengurangan resiko
bencana seperti kegiatan pencegahan, kegiatan mengurangi dampak bencana mitigasi dan kesiapsiagaann dalam menghadapi bencana Bappenas, 2006.
Proses pendidikan kepada masyarakat terhadap pengetahuan lingkungan hidup dan keberadaan sumber daya alam sebagai faktor produksi sekaligus sebagai
tatanan kehidupan. Merupakan suatu yang harus dilakukan, yakni tidak mengenal tempat, waktu dan harus menyentuh kepada setiap warga tanpa terkecuali, disini
yang harus digarisbawahi adalah kebiasaan manusia yang mutlak harus berubah dan kesadaran moral yang harus mengalami evolusi Ma’mun, 2007
2.4. Landasan Teori
Menurut Sarwono 2004, prilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud
dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Sesuai juga dengan pendapat Priyanto 2006, bahwa Pengetahuan terkait dengan persiapan menghadapi bencana pada
kelompok rentan bencana menjadi fokus utama. Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa kesiapan menghadapi bencana ini seringkali terabaikan pada masyarakat yang
belum memiliki pengalaman langsung dengan bencana, menumbuhkan sikap dan pengetahuan dalam menghadapi bencana ini semakin menjadi bagian penting
khususnya di negara yang seringkali dilanda bencana seperti Indonesia Bloom 1908 seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku ke dalam
3 domain ranah, meskipun ranah tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas tetapi pembagian tersebut dilakukan untuk tujuan suatu pendidikan adalah
mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain ranah perilaku tersebut, yang terdiri dari ranah kognitif coognitif domain dan ranah afektif affective domain dan
ranah psikomotor psychomotor domain. Dalam perkembangan selanjutnya dan untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari
pengetahuan Knowledengane, Sikap dan tanggapan attitude, praktek dan tindakan Practice
Menurut Susanto 2006, bagian terpenting dari persiapan menghadapi bencana adalah pendidikan kepada mereka yang terancam bencana. Faktor lain yang
penting adalah faktor Pendidikan atau Pengetahuan. Faktor Pendidikan dan Pengetahuan adalah bagian dari kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana
LIPI-UNESCOISDR , 2006
2.5. Kerangka Konsep Penelitian