Pengaruh Pengetahuan, Sikap, dan Dukungan Anggota Keluarga terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh

(1)

PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP, DAN DUKUNGAN ANGGOTA KELUARGA TERHADAP KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA

DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI DI DESA DEYAH RAYA KECAMATAN SYIAH KUALA

KOTA BANDA ACEH

TESIS

Oleh LENAWIDA 097032084/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF KNOWLEDGE, ATTITUDE, AND SUPPORT OF FAMILY MEMBERS ON THE PREPAREDNESS OF HOUSEHOLD IN

FACING EARTHQUAKE DISASTER IN DEYAH RAYA VILLAGE, SYIAH KUALA SUBDISTRICT

BANDA ACEH CITY

TESIS

Oleh LENAWIDA 097032084/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

(4)

PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP, DAN DUKUNGAN ANGGOTA KELUARGA TERHADAP KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA

DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI DI DESA DEYAH RAYA KECAMATAN SYIAH KUALA

KOTA BANDA ACEH

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

LENAWIDA 097032084/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(5)

Judul Tesis : PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP, DAN DUKUNGAN ANGGOTA KELUARGA

TERHADAP KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI DI DESA DEYAH RAYA

KECAMATAN SYIAH KUALA KOTA BANDA ACEH

Nama Mahasiswa : Lenawida Nomor Induk Mahasiswa : 097032084

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Manajemen Kesehatan Bencana

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si) (Suherman, S.K.M, M.Kes)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(6)

Judul Tesis : PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP, DAN DUKUNGAN ANGGOTA KELUARGA

TERHADAP KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI DI DESA DEYAH RAYA

KECAMATAN SYIAH KUALA KOTA BANDA ACEH

Nama Mahasiswa : Lenawida Nomor Induk Mahasiswa : 097032084

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Manajemen Kesehatan Bencana

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si) (Suherman, SKM, M.Kes)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi,


(7)

Tanggal Seminar Tesis :

Judul Tesis : PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP, DAN DUKUNGAN ANGGOTA KELUARGA

TERHADAP KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI DI DESA DEYAH RAYA

KECAMATAN SYIAH KUALA KOTA BANDA ACEH

Nama Mahasiswa : Lenawida Nomor Induk Mahasiswa : 097032084

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Manajemen Kesehatan Bencana

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si) (Suherman, SKM, M.Kes)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan


(8)

(9)

Telah diuji

Pada Tanggal : 5 Juli 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si Anggota : 1. Suherman, S.K.M, M.Kes

2. Dr. Drs. Muslich Lufti, M.B.A, I.D.S 3. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M


(10)

(11)

PERNYATAAN

PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP, DAN DUKUNGAN ANGGOTA KELUARGA TERHADAP KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA

DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI DI DESA DEYAH RAYA KECAMATAN SYIAH KUALA

KOTA BANDA ACEH

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 5 Juli 2011

LENAWIDA 097032084/IKM


(12)

ABSTRAK

Jumlah korban bencana gempa bumi dan tsunami tahun 2004 di Provinsi Aceh berdasarkan laporan Satkorlak PB (2005) mencapai 236.116 jiwa. Berdasarkan data kependudukan Kecamatan Syiah Kuala tahun 2004, jumlah penduduk yang dilaporkan meninggal atau hilang di Desa Deyah Raya mencapai 2.680 jiwa (90%). Kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan pengendalian risiko bencana yang bersifat pro-aktif sebelum terjadi bencana.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap, dan dukungan anggota keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi bencana gempa bumi. Jenis penelitian explanatory research yang dilakukan di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh. Populasi penelitian adalah seluruh kepala keluarga dengan sampel sebanyak 71 KK. Informan terpilih sebanyak 6 orang. Data diperoleh melalui wawancara langsung menggunakan kuesioner, wawancara mendalam, dan observasi, serta dianalisis dengan Uji Regresi Linear Berganda (α=0,05).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel pengetahuan, sikap, dan dukungan anggota keluarga berpengaruh secara signifikan terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi bencana gempa bumi. Variabel sikap merupakan fakor yang paling dominan memengaruhi kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi bencana gempa bumi. Hasil indepth interview menunjukkan bahwa pengalaman, emosi, kebutuhan, dan pendapatan keluarga merupakan faktor lain yang turut memengaruhi kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi bencana gempa bumi.

Kepala keluarga dan anggota keluarga disarankan hendaknya memiliki sikap dan perilaku yang baik terhadap kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi bencana, dengan membentuk kelompok diskusi bersama dalam menentukan tindakan kesiapsiagaan yang dapat dilakukan di rumah sebelum terjadi bencana, sesuai dengan pengalaman, kebutuhan, kondisi emosi, dan pendapatan keluarga. Kepada pemerintah Kota Banda Aceh diharapkan dapat meningkatkan peran aktif perangkat desa dan tokoh masyarakat dalam menyusun program penanggulangan bencana berbasis masyarakat.


(13)

ABSTRACT

Based on the report of Satkorlak PB (2005), the number of victims of

earthquake and tsunami in 2004 in the Province of Aceh reached 236,116 persons.

Based on the data of the population of Syiah Kuala Sub-district in 2004, the number of people who were reported to have died or been missing in the Village of Deyah Raya reached 2,680 persons (90%). Preparedness is one of the important elements of the pro-active disaster risk control activities before the disaster occurs.

The purpose of this study was to analyze the influence of knowledge, attitude, and the support of family members on the preparedness of household in facing the disaster of earthquake. This explanatory research was conducted in the Village of Deyah Raya, Syiah Kuala Sub-district, the City of Banda Aceh. The population of this study were all of the heads of 71 households. Six (6) of them were selected to be the informants for this study. The data for this study were obtained through questionnaire-based interview, in-depth interviews, and observation. The data obtained were analyzed through multiple linear regression test (α = 0.05).

The result of this study showed that statistically the factors of knowledge, attitude and support from family members had an influence on the preparedness of household in facing the disaster of earthquake. The most dominant variable which influenced the preparedness of household was the attitude. The result of in-depth interviews showed that experience, emotion, need, and income of family were the other factors that also influenced the preparedness of household.

The head and members of family are suggested have good attitude and behavior towards the preparedness of household in facing the disaster by forming discussion group to determine the action to be taken at home before the disaster occurs in accordance with experience, condition of emotion, need, and income of family. The municipal government of Banda Aceh is expected to be able to prove the active role of village apparatus and community prominent figures in arranging the community-based disaster prevention program.


(14)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul:

Pengaruh Pengetahuan, Sikap, dan Dukungan Anggota Keluarga terhadap

Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh”.

Penulisan tesis ini juga dapat terlaksana berkat dukungan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak yang pada kesempatan ini izinkanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 dan S3 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara

5. Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si selaku ketua komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran dengan penuh perhatian dan kesabaran dalam memberikan bimbingan dalam penulisan tesis ini


(15)

6. Suherman, S.K.M, M.Kes sebagai anggota pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran dalam memberikan bimbingan dalam penulisan tesis ini

7. Dr. Drs. Muslich Lufti, M.B.A, I.D.S dan Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M, selaku dosen pembanding yang telah banyak memberikan saran untuk penyempurnaan tesis ini

8. Kepala Dinas Kesehatan Aceh yang dijabat oleh dr. M. Yani, M.Kes, PKK yang telah memberikan dukungan penuh kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Univesitas Sumatera Utara, Medan

9. Camat Kecamatan Syiah Kuala yang dijabat oleh Mustafa, S.Sos dan Keuchik Desa Deyah Raya yang dijabat oleh M. Irfan Al-Khadafi, S.Ag, serta warga Desa Deyah Raya yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini

10. Keluarga tersayang Ayahanda drh. Nurdin dan Ibunda Suryani Thaib, yang telah membesarkan dan mendidik penulis sejak kecil, serta kakak dan adik yang selalu memberi motivasi dan dukungan dalam penulisan tesis ini

11. Teristimewa kepada suami tercinta Syarwan, S.T, M.T dan ananda tersayang Nabhan Arrafif, dengan penuh kesabaran memberikan motivasi serta do’anya sehingga tesis ini dapat diselesaikan

12. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan masukan dalam penulisan tesis ini


(16)

Penulis menyadari masih banyak kelemahan dan kekurangan dalam tesis ini, oleh karenanya kritik dan saran semua pihak sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, Juli 2011 Penulis


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Lenawida, lahir pada tanggal 18 Februari 1982 di Banda Aceh, anak kedua dari lima bersaudara dari Bapak drh. Nurdin dan Ibu Suryani Thaib. Beragama Islam, beralamat di Jalan Melati No. 24 Kelurahan Keuramat Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh. Menikah dengan Syarwan, S.T, M.T dan dikarunia seorang putra bernama Nabhan Arrafif.

Riwayat pendidikan; tahun 1987-1988 TK Raudhatul Atfal (Perwanida) dengan status berijazah. Tahun 1988-1994 SD Negeri 28 Banda Aceh dengan status berijazah. Tahun 1994-1997 MTsN 1 Banda Aceh dengan status berijazah. Tahun 1997-2000 SMU Negeri 3 Banda Aceh dengan status berijazah. Tahun 2000-2004 Program Studi Ilmu Keperawatan (S1), Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh dengan status berijazah. Tahun 2004-2006 Program Profesi Ners pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh dengan status berijazah. Tahun 2009-2011 melanjutkan pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Riwayat pekerjaan; bekerja sejak tahun 2006-sekarang sebagai dosen fungsional di Lingkungan UPTD BPTK Dinas Kesehatan Aceh.


(18)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Hipotesis ... 11

1.5 Manfaat Penelitian ... 11

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Kesiapsiagaan ... 12

2.1.1 Definisi Kesiapsiagaan ... 12

2.1.2 Kesiapsiagaan Rumah Tangga ... 14

2.1.3 Prinsip Rencana Siaga Rumah Tangga Menghadapi Bencana ... 16

2.1.4 Parameter Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapi Bencana Gempa Bumi ... 17

2.1.5 Tindakan yang Dapat Dilakukan Sebelum Terjadi Bencana Gempa Bumi ... 21

2.2 Bencana Gempa Bumi ... 26

2.2.1 Definisi Bencana Gempa Bumi ... 26

2.2.2 Jenis dan Penyebab Gempa Bumi ... 27

2.2.3 Karakteristik Gempa Bumi ... 27

2.2.4 Intensitas Gempa Bumi ... 28

2.2.5 Dampak Bencana Gempa Bumi ... 31

2.3 Teori Pembentuk Perilaku ... 32

2.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapi Bencana ... 34


(19)

2.4.2 Sikap ... 37

2.4.3 Dukungan Anggota Keluarga ... 40

2.5 Landasan Teori ... 43

2.6 Kerangka Konsep Penelitian ... 44

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 46

3.1 Jenis Penelitian... 46

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 46

3.3 Populasi dan Sampel ... 47

3.3.1 Populasi ... 47

3.3.2 Sampel ... 47

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 49

3.4.1 Data Primer ... 49

3.4.2 Data Sekunder ... 55

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 56

3.6 Metode Pengukuran ... 57

3.7 Metode Analisis Data ... 58

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 60

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 60

4.1.1 Gambaran Umum Kecamatan Syah Kuala ... 60

4.1.2 Gambaran Umum Desa Deyah Raya ... 61

4.2 Karakteristik Responden Penelitian ... 63

4.3 Analisis Univariat ... 65

4.3.1 Pengetahuan Kepala Keluarga tentang Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi ... 65

4.3.2 Sikap Kepala Keluarga terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi ... 70

4.3.3 Dukungan Anggota Keluarga terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi ... 73

4.3.4 Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi ... 76

4.4 Analisis Bivariat (Uji Chi Square) ... 79

4.4.1 Hubungan Pengetahuan Kepala Keluarga dengan Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi ... 80


(20)

4.4.2 Hubungan Sikap Kepala Keluarga dengan

Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi

Bencana Gempa Bumi ... 80

4.4.3 Hubungan Dukungan Anggota Keluarga dengan Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi ... 80

4.5 Analisis Multivariat ... 81

4.5.1 Pemilihan Variabel untuk Analisis Multivariat ... 81

4.5.2 Uji Regresi Linear Berganda ... 82

4.5.3 Uji Koefisien Regresi dan Koefisien Determinasi Regresi Linear Berganda ... 86

4.6 Hasil Wawancara Mendalam (Indepth Interview) ... 87

BAB 5. PEMBAHASAN ... 100

5.1 Pengaruh Pengetahuan terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh ... 100

5.2 Pengaruh Sikap terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh... 106

5.3 Pengaruh Dukungan Anggota Keluarga terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh ... 113

5.4 Kesiapsiagaan rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh ... 118

5.5 Keterbatasan Penelitian ... 126

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 127

6.1 Kesimpulan ... 127

6.2 Saran ... 128

DAFTAR PUSTAKA ... 129


(21)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1 Jumlah Kepala Keluarga sebagai Sampel Penelitian di Setiap Dusun .. 49 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Pengetahuan ... 51 3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Sikap ... 52 3.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Dukungan Anggota ...

Keluarga... 52 3.5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Kesiapsiagaan Rumah

Tangga Menghadapi Bencana Gempa Bumi ... 53 3.6 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 58 4.1 Nama Dusun dan Jumlah Kepala Keluarga di Desa Deyah Raya

Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh Tahun 2011 ... 61 4.2 Karekteristik Responden Menurut Umur, Jenis Kelamin, Pekerjaan,

dan Pendidikan di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota

Banda Aceh... 64 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan

tentang Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah

Kuala Kota Banda Aceh ... 68 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kategori Pengetahuan

tentang Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota

Banda Aceh... 69 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sikap terhadap

Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota


(22)

4.6 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kategori Sikap terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota

Banda Aceh ... 73 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Dukungan Anggota

Keluarga terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala

Kota Banda Aceh ... 75 4.8 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kategori Dukungan

Anggota Keluarga dalam Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala

Kota Banda Aceh ... 76 4.9 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tindakan Kesiapsiagaan

Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Desa

Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh ... 78 4.10 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kategori Kesiapsiagaan

Rumah Tangga Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Desa Deyah

Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh ... 79 4.11 Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Dukungan Anggota Keluarga

dengan Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota

Banda Aceh ... 80 4.12 Hasil Analisis Bivariat untuk identifikasi Variabel Independen yang

dimasukkan ke dalam Uji Multivariat ... 82 4.13 Hasil Analisis Multivariat Uji Regresi Linear Berganda Pengaruh

Pengetahuan, Sikap, dan Dukungan Anggota Keluarga terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa

Bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh .... 83 4.14 Hasil Uji Koefisien Regresi dan Koefisien Determinasi Regresi Linear

Berganda Pengaruh Pengetahuan, Sikap, dan Dukungan Anggota Keluarga terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala


(23)

4.15 Karakteristik Informan di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah


(24)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Daftar Pernyataan/Kuesioner ... 133 2. Pedoman Wawancara ... 140 3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 142 4. Uji Univariat ... 145 5. Uji Bivariat ... 156 6. Uji Asumsi Klasik ... 158 7. Uji Multivariat ... 162 8. Master Data Penelitian ... 163 9. Profil Informan dan Hasil Indepth Interview ... 165 10. Surat Izin Penelitian dari Dekan FKM USU ... 184 11. Surat Izin Penelitian dari Camat Kecamatan Syiah Kuala ... 185 12. Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian ... 186 13. Peta Lokasi Penelitian (Desa Deyah Raya) ... 187 14. Foto-foto Penelitian ... 188


(26)

(27)

ABSTRAK

Jumlah korban bencana gempa bumi dan tsunami tahun 2004 di Provinsi Aceh berdasarkan laporan Satkorlak PB (2005) mencapai 236.116 jiwa. Berdasarkan data kependudukan Kecamatan Syiah Kuala tahun 2004, jumlah penduduk yang dilaporkan meninggal atau hilang di Desa Deyah Raya mencapai 2.680 jiwa (90%). Kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan pengendalian risiko bencana yang bersifat pro-aktif sebelum terjadi bencana.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap, dan dukungan anggota keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi bencana gempa bumi. Jenis penelitian explanatory research yang dilakukan di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh. Populasi penelitian adalah seluruh kepala keluarga dengan sampel sebanyak 71 KK. Informan terpilih sebanyak 6 orang. Data diperoleh melalui wawancara langsung menggunakan kuesioner, wawancara mendalam, dan observasi, serta dianalisis dengan Uji Regresi Linear Berganda (α=0,05).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel pengetahuan, sikap, dan dukungan anggota keluarga berpengaruh secara signifikan terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi bencana gempa bumi. Variabel sikap merupakan fakor yang paling dominan memengaruhi kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi bencana gempa bumi. Hasil indepth interview menunjukkan bahwa pengalaman, emosi, kebutuhan, dan pendapatan keluarga merupakan faktor lain yang turut memengaruhi kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi bencana gempa bumi.

Kepala keluarga dan anggota keluarga disarankan hendaknya memiliki sikap dan perilaku yang baik terhadap kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi bencana, dengan membentuk kelompok diskusi bersama dalam menentukan tindakan kesiapsiagaan yang dapat dilakukan di rumah sebelum terjadi bencana, sesuai dengan pengalaman, kebutuhan, kondisi emosi, dan pendapatan keluarga. Kepada pemerintah Kota Banda Aceh diharapkan dapat meningkatkan peran aktif perangkat desa dan tokoh masyarakat dalam menyusun program penanggulangan bencana berbasis masyarakat.


(28)

ABSTRACT

Based on the report of Satkorlak PB (2005), the number of victims of

earthquake and tsunami in 2004 in the Province of Aceh reached 236,116 persons.

Based on the data of the population of Syiah Kuala Sub-district in 2004, the number of people who were reported to have died or been missing in the Village of Deyah Raya reached 2,680 persons (90%). Preparedness is one of the important elements of the pro-active disaster risk control activities before the disaster occurs.

The purpose of this study was to analyze the influence of knowledge, attitude, and the support of family members on the preparedness of household in facing the disaster of earthquake. This explanatory research was conducted in the Village of Deyah Raya, Syiah Kuala Sub-district, the City of Banda Aceh. The population of this study were all of the heads of 71 households. Six (6) of them were selected to be the informants for this study. The data for this study were obtained through questionnaire-based interview, in-depth interviews, and observation. The data obtained were analyzed through multiple linear regression test (α = 0.05).

The result of this study showed that statistically the factors of knowledge, attitude and support from family members had an influence on the preparedness of household in facing the disaster of earthquake. The most dominant variable which influenced the preparedness of household was the attitude. The result of in-depth interviews showed that experience, emotion, need, and income of family were the other factors that also influenced the preparedness of household.

The head and members of family are suggested have good attitude and behavior towards the preparedness of household in facing the disaster by forming discussion group to determine the action to be taken at home before the disaster occurs in accordance with experience, condition of emotion, need, and income of family. The municipal government of Banda Aceh is expected to be able to prove the active role of village apparatus and community prominent figures in arranging the community-based disaster prevention program.


(29)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana khususnya tahap pra-bencana. Pentingnya kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan pengendalian risiko bencana yang bersifat pro-aktif sebelum terjadi bencana.

Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah khatulistiwa, diantara Benua Asia dan Australia serta diantara Samudera Pasifik dan Hindia, berada pada pertemuan 4 (empat) lempeng tektonik utama dunia yaitu Lempeng Eurasia, Indian-Australian, Pasifik dan Filipina. Interaksi dari lempeng-lempeng ini berpengaruh pada kondisi seismo-tektonik wilayah Indonesia, sehingga Indonesia sangat rawan terhadap bencana alam gempa bumi (BRR, 2008).

Kota Banda Aceh termasuk wilayah kawasan rawan bencana gempa bumi karena terletak di lepas pantai Samudera Indonesia, yakni tempat pertemuan Lempeng Eurasia dan Lempeng Australia. Selain gempa di dasar laut, Kota Banda Aceh juga rawan terhadap gempa di darat, hal ini dikarenakan adanya patahan Sumatera yang berdekatan dengan daerah Kota Banda Aceh (BRR, 2008).

Gempa bumi berkekuatan 9,2 SR (Skala Richter) yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 di Samudera Hindia, lepas pantai barat Aceh, merupakan salah satu gempa terdahsyat dalam kurun waktu 40 tahun terakhir yang menghantam Asia.


(30)

Gempa ini mengakibatkan terjadinya tsunami yang menelan sangat banyak korban jiwa (Andreas, et al, 2005). Perkiraan jumlah korban tewas diberbagai negara yang terkena bencana tersebut adalah sebagai berikut: Indonesia 266.320 jiwa, Sri Lanka 38.195 jiwa, India 16.383 jiwa, Thailand 5.322 jiwa, Somalia 298 jiwa, Myanmar 90 jiwa, Maldives 82 jiwa, Malaysia 68 jiwa, Tanzania 10 jiwa, Bangladesh 2 jiwa, Kenya 1 jiwa, dengan total perkiraan 326,771 jiwa (Ladh dan Adeney, 2005).

Berdasarkan laporan Satkorlak PB (2005), jumlah korban gempa bumi dan tsunami tahun 2004 di Provinsi Aceh mencapai 236.116 jiwa, jumlah pengungsi 514.150 jiwa, jumlah anak yatim 1.086 jiwa, persentase penduduk yang kehilangan mata pencaharian mencapai 44,1%, tingkat kerusakan pada berbagai aspek, seperti ekonomi, sosial (perumahan 34.000 unit, pendidikan 105 unit, kesehatan, agama) sebesar $1,665 juta, infrastruktur (transportasi, komunikasi, energi, air, sanitasi, dan saluran irigasi) $877 juta, produktif (pertanian, perikanan, industri, dan pertambangan) $1,182 juta, lintas sektoral (lingkungan, pemerintahan, bank, dan keuangan) sebesar $652 juta, dan lain sebagainya. Jumlah perkiraan kerugian berbagai sektor diperkirakan sebesar Rp. 43,5 trilyun atau U$$ 4,57 milyar.

Gempa susulan berkekuatan lebih dari 5 SR juga terus terjadi di Kota Banda Aceh setelah peristiwa tersebut. Kemudian runtutan kejadian gempa bumi pun terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Yulaewati dan Shihab (2008), merincikannya sebagai berikut: tanggal 25 Maret 2005 gempa (8,7 SR) terjadi di Nias, 27 Mei 2006


(31)

gempa (5,9 SR) terjadi di Yogyakarta, 6 Maret 2007 gempa (6,4 SR) terjadi di Padang, Sumatera Barat, dan 12 September 2007 gempa (7,8 SR) terjadi di Bengkulu. Gempa bumi berkekuatan 7,7 SR kembali mengguncang Provinsi Aceh seperti yang diberitakan pada surat kabar TEMPO Interaktif, terjadi pada tanggal 7 April 2010 pukul 02.26 WIB. Menurut data yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (2010), lokasi gempa berada di sekitar Nicobar, India, namun goncangannya terasa sangat keras di Aceh dan berpotensi tsunami.

Menurut Yulaewati dan Shihab (2008), teknik untuk meramal gempa bumi sampai sekarang belum ada yang bisa dipertahankan secara ilmiah. Berbagai teknologi sudah dicoba oleh para ahli gempa untuk mencoba memprediksi terjadinya gempa bumi, namun ketepatan waktu masih jauh dari harapan. Sehingga setiap individu perlu mempersiapkan diri dan keluarga menghadapi bencana gempa bumi.

Kota Banda Aceh sebagai ibu kota Provinsi Aceh merupakan suatu kawasan yang mengalami dampak kerusakan paling parah akibat terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami tahun 2004. Berdasarkan profil Kota Banda Aceh (2005), diketahui bahwa salah satu kawasan pesisir di wilayah Kota Banda Aceh yang mengalami dampak kerusakan terparah adalah Desa Deyah Raya yang berada di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh.

Desa Deyah Raya dengan luas wilayah 178,2 Ha mempunyai 4 (empat) dusun yaitu Dusun Tgk Syech Abdul Rauf, Laksamana Bantamuda, Nekbayan, dan Tgk Syik Musa. Berdasarkan data kependudukan Kecamatan Syiah Kuala tahun 2004,


(32)

sebelum terjadi gempa bumi dan tsunami jumlah penduduk Desa Deyah Raya sebanyak 2.980 jiwa, setelah peristiwa tersebut jumlah penduduk yang tersisa sebanyak 300 jiwa, dengan demikian jumlah penduduk yang dilaporkan meninggal dan dinyatakan hilang sebanyak 2.680 jiwa (90%). Bencana tersebut juga meruntuhkan seluruh sarana dan prasarana di desa, seperti rumah penduduk sebanyak 596 unit, kantor lurah/desa 1 unit, balai desa 1 unit, sekolah dasar 1 unit, Pustu 1 unit, merusak 1 unit meunasah, warung, dan jalan. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Banda Aceh (2011) menunjukkan jumlah penduduk Desa Deyah Raya saat ini adalah 702 jiwa yang terdiri dari 237 Kepala Keluarga (KK).

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2010 di Desa Deyah Raya, perumahan penduduk Desa Deyah Raya yang telah hancur akibat bencana gempa dan tsunami tahun 2004, dibangun kembali dengan bantuan dari Yayasan Bakrie Peduli. Berdasarkan hasil wawancara singkat dengan sejumlah warga (30 orang), diperoleh informasi bahwa apabila terjadi gempa bumi meskipun berskala kecil warga masih panik, bingung, dan takut, kemudian berlari sesegera mungkin berusaha menyelamatkan diri, sehingga terjadi kecelakaan. Hal ini menunjukkan bahwa warga tampak kurang mengetahui mengenai cara-cara penyelamatan diri yang benar.

Hasil survei pendahuluan peneliti terhadap 30 orang warga Desa Deyah Raya mengenai peralatan dan perlengkapan yang perlu disiapkan untuk menghadapi bencana gempa bumi, seperti kotak P3K, obat-obatan yang biasa digunakan keluarga,


(33)

makanan praktis, air minum dalam botol, lampu/senter, baterai cadangan dan nomor-nomor telepon penting yang seharusnya disiapkan, diketahui bahwa 20 orang (66,7%) mengatakan kurang tahu dan anggota keluarganya juga tidak pernah menyediakan peralatan tersebut. Selebihnya 8 orang (26,7%) juga mengatakan kurang tahu, namun terkadang peralatan tersebut ada, bila disediakan oleh istri atau anggota keluarga lainnya. Hanya 2 orang (6,7%) yang mengatakan tahu, dan peralatan tersebut biasanya disediakan bersama (suami, istri, dan anak). Menurut sekretaris desa dan beberapa warga, gempa bumi merupakan cobaan dari Allah SWT kepada umatnya, maka persiapan khusus tidak begitu perlu dilakukan. Informasi lain yang diperoleh dari sekretaris desa, sebagian besar kepala keluarga berpendidikan SLTP, dengan mata pencaharian nelayan, sedangkan istri pada umumnya ibu rumah tangga.

Bakornas PB (2007), menyatakan terdapat interaksi 4 (empat) faktor utama yang dapat menimbulkan bencana, sehingga menimbulkan banyak korban dan kerugian besar, yaitu: (a) Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya, (b) Sikap atau perilaku yang mengakibatkan penurunan kualitas sumber daya alam, (c) Kurangnya informasi/peringatan dini yang menyebabkan ketidaksiapan, dan (d) Ketidakberdayaan/ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya.

Perhatian pemerintah terhadap penanggulangan bencana belum sepenuhnya maksimal. Umumnya yang terjadi yakni pemerintah atau lembaga bantuan dari luar hanya memusatkan perhatian pada upaya tanggap darurat melalui konsultasi yang minim sekali dengan masyarakat setempat, dan seringkali masyarakat hanya menjadi


(34)

objek proyek bantuan darurat. Pada tahap pemulihan, kegiatan pemerintah dan lembaga bantuan sangat terbatas, sedangkan pada tahap sebelum bencana (pra-bencana), perhatian pemerintah sangat kurang (IDEP, 2007).

Penanggulangan bencana berbasis masyarakat sangat diperlukan, khususnya pada tahap pra-bencana. Menurut IDEP (2007), beberapa alasan pentingnya penanggulangan bencana berbasis masyarakat pada tahap pra-bencana antara lain: (1) Pengurangan risiko bencana adalah tanggung jawab semua pihak, bukan pemerintah saja, (2) Setiap orang berhak mendapatkan perlindungan atas martabat, keselamatan, dan keamanan dari bencana, (3) Masyarakat adalah pihak pertama yang akan langsung berhadapan dengan ancaman bencana, karena itu kesiapan masyarakat menentukan besar kecilnya dampak bencana di masyarakat, (4) Masyarakat adalah pelaku penting untuk mengurangi kerentanan dengan meningkatkan kemampuan diri dalam menangani bencana, karena masyarakat yang menghadapi bencana adalah korban yang harus siap menghadapi kondisi akibat bencana. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk melakukan persiapan dalam menghadapi bencana melalui tindakan kesiapsiagaan, dengan tujuan untuk mengurangi ancaman, mengurangi kerentanan, dan meningkatkan kemampuan menangani bencana.

Keluarga atau rumah tangga adalah unit terkecil dari masyarakat. Di dalam keluarga mulai terbentuk perilaku-perilaku masyarakat. Kedua orang tua, terutama ibu merupakan peletak dasar perilaku, terutama perilaku kesehatan bagi anggota keluarga (Notoatmodjo, 2007).


(35)

Febriana (2009) menyatakan bahwa bencana dapat berpengaruh besar terhadap kesehatan keluarga, serta menciptakan penderitaan dan ketergantungan berkepanjangan. Menurut Hasniah (2009), bencana dapat menyebabkan individu dan keluarga mengalami gangguan secara fisik maupun mental. Trauma yang dialami menyebabkan individu dan keluarga jatuh pada kondisi kritis. Masalah kesehatan mental yang lebih berat akan timbul bila krisis yang dialami tidak terselesaikan. Selanjutnya Febriana (2009) menjelaskan bencana sangat berpengaruh pada kelompok masyarakat rentan, termasuk anak-anak, wanita, dan orang lanjut usia yang ada di dalam keluarga. Hal ini akan memengaruhi sistem kesehatan masyarakat secara umum, karena individu dan keluarga merupakan anggota masyarakat.

Individu dan rumah tangga merupakan stakeholders utama dalam kesiapsiagaan masyarakat, karena merupakan ujung tombak, subjek dan objek dari kesiapsiagaan, sebab berpengaruh langsung terhadap resiko bencana (LIPI-UNESCO/ISDR, 2006). Menurut Febriana (2009), kesiapsiagaan rumah tangga merupakan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan di dalam rumah tangga untuk mempersiapkan diri dan keluarga menghadapi bencana sebelum terjadi bencana. Pentingnya kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi bencana mengingat ketika bencana menyerang, keluarga akan berhadapan dengan dampak yang besar dari bencana tersebut. Dampak bencana dapat berbentuk terpisahnya anggota keluarga, dampak kecacatan, kematian, tekanan mental, berkurangnya kemampuan dalam mengatasi masalah, dan konflik keluarga. Selanjutnya North Carolina Cooperatif


(36)

Extension dalam Febriana (2009) menyatakan pemikiran dan perencanaan sebelum terjadi bencana, umumnya dapat membantu anggota keluarga bereaksi secara bijak dalam keadaan darurat.

LIPI-UNESCO/ISDR (2006) menyatakan kemampuan yang harus dimiliki oleh individu dan rumah tangga sebagai wujud dari kesiapsiagaan menghadapi bencana gempa bumi adalah memiliki pengetahuan dan sikap mengenai kesiapsiagaan menghadapi bencana, adanya panduan atau kesepakatan keluarga mengenai tindakan yang dapat dilakukan di rumah sebelum terjadi gempa dan tindakan penyelamatan diri yang tepat saat kondisi darurat, adanya rencana tanggap darurat (menyediakan kotak P3K dan obat-obatan, makanan siap saji dan minuman dalam kemasan, senter/lampu, baterai cadangan, Hp/radio, nomor telepon penting), memahami sistem peringatan dini bencana dan mobilisasi sumber daya (adanya alokasi dana/tabungan, adanya anggota keluarga yang mengikuti latihan/simulasi kesiapsiagaan menghadapi bencana, dan adanya kesepakatan keluarga untuk memantau peralatan dan perlengkapan siaga bencana secara reguler).

Menurut Green, et al (1989), faktor perilaku ditentukan oleh 3 (tiga) kelompok, yaitu: (1) Faktor predisposisi (predisposing factors), yakni faktor yang mendasari terjadinya perilaku, mencakup pengetahuan, keyakinan, nilai, sikap, dan variabel demografi tertentu, (2) Faktor pemungkin (enabling factors), yakni faktor yang memungkinkan timbulnya motivasi atau aspirasi untuk terlaksananya suatu perilaku, mencakup ketersediaan sumber daya, keterjangkauan sumber daya, prioritas


(37)

dan komitmen pemerintah dan masyarakat terhadap kesehatan, serta keterampilan yang berkaitan dengan kesehatan, (3) Faktor penguat (reinforcing factors), yakni faktor penyerta yang datang sesudah terjadinya perilaku, diantaranya adalah keluarga, teman sebaya, guru, pengambil kebijakan, dan petugas kesehatan.

Potter dan Perry (2005) menyatakan keluarga memiliki pengaruh yang kuat pada individu, begitu pula sebaliknya. Menurut Febriana (2009), keluarga seyogyanya bekerjasama untuk mengenal dan mengumpulkan sumber-sumber yang dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan dasar sebelum terjadi bencana. Ketika seseorang merasa siap, maka akan mampu menanggulanginya dengan lebih baik. Persiapan yang lebih matang dapat membantu individu dan keluarga mengatasi rasa ketakutan, sehingga dapat bereaksi dengan lebih tenang terhadap keadaan tak terduga, serta dapat mengurangi kehilangan nyawa dan harta benda ketika terjadi bencana.

Jumlah korban jiwa di Pulau Simeulue ketika terjadi gempa dan tsunami tahun 2004 relatif sedikit, yakni hanya 7 orang. Hal ini dikarenakan adanya cerita “smong” yang menjelaskan bahwa jika terjadi gempa besar kemudian di pantai air laut surut, maka cepatlah berlari ke gunung, karena akan ada “smong” (tsunami), begitulah cerita ini terus digulirkan secara turun temurun antargenerasi dalam setiap anggota keluarga pada masyarakat Simeuleu. Masyarakat Simeuleu memiliki hubungan yang saling mendukung satu sama lain di dalam kehidupan rumah tangga, saling memberitahukan mengenai persiapan yang seharusnya dilakukan untuk menghadapi gempa besar (Musfarayani, 2009).


(38)

Belajar dari pengalaman masyarakat Simeulue mengenai “smong”, dapat menumbuhkan suatu kesadaran akan pentingnya pengetahuan, sikap, dan dukungan dalam keluarga untuk bersama menghadapi bencana, khususnya di wilayah yang sering dilanda bencana. Berdasarkan fenomena tersebut, mengingat jumlah korban akibat gempa dan tsunami di Desa Deyah Raya sebanyak 2.680 jiwa (90%), maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh pengetahuan, sikap, dan dukungan anggota keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi bencana gempa bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh, sehingga dapat diketahui penyebab dari fenomena yang ada dan didapatkan pemecahan masalahnya.

1.2. Permasalahan

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh pengetahuan, sikap, dan dukungan anggota keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi bencana gempa bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap, dan dukungan anggota keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi bencana gempa bumi, di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh.


(39)

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh pengetahuan, sikap, dan dukungan anggota keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi bencana gempa bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Menjadi masukan bagi kepala keluarga untuk menambah wawasan dalam meningkatkan kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi bencana gempa bumi.

1.5.2. Menjadi masukan bagi pemerintah Kota Banda Aceh untuk meningkatkan peran aktif perangkat desa dan tokoh masyarakat dalam penyusunan program penanggulangan bencana berbasis masyarakat sebagai upaya untuk meminimalisir dampak bencana.

1.5.3. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian ini dapat menambah khasanah keilmuwan yang berkaitan dengan pengaruh pengetahuan, sikap, dan dukungan anggota keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi bencana.


(40)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kesiapsiagaan

2.1.1. Definisi Kesiapsiagaan

Menurut Carter (1991) dalam LIPI-UNESCO/ISDR (2006), kesiapsiagaan adalah tindakan-tindakan yang memungkinkan pemerintah, organisasi, masyarakat, dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna. Termasuk kedalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana penanggulangan bencana, pemeliharaan sumber daya dan pelatihan personil. Kesiapsiagaan merupakan kegiatan-kegiatan yang difokuskan pada pengembangan rencana-rencana untuk menanggapi bencana secara cepat dan efektif.

Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana khususnya gempa bumi, pentingnya kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan pengendalian pengurangan risiko bencana yang bersifat pro-aktif, sebelum terjadi bencana. Konsep kesiapsiagaan yang digunakan lebih ditekankan pada kemampuan untuk melakukan tindakan persiapan menghadapi kondisi darurat bencana secara cepat dan tepat (LIPI-UNESCO/ISDR, 2006).

Pada fase kesiapsiagaan dilakukan persiapan yang baik dengan memikirkan berbagai tindakan untuk meminimalisir kerugian timbul akibat bencana, dan menyusun perencanaan agar dapat melakukan kegiatan pertolongan serta perawatan yang efektif pada saat terjadi bencana (Japanese Red Cross Society, 2009). Menurut


(41)

LIPI-UNESCO/ISDR (2006), dalam mengembangkan kesiapsiagaan dari suatu

masyarakat, terdapat beberapa aspek yang memerlukan perhatian, yaitu: (1) Perencanaan dan organisasi, (2) Sumber daya, (3) Koordinasi, (4) Kesiapan, (5) Pelatihan dan kesadaran masyarakat. Usaha-usaha peningkatan kesiapsiagaan dapat dilakukan pada berbagai tingkatan, yaitu pada tingkat nasional, propinsi/daerah (kabupaten/kota)/kecamatan, organisasi individual, desa/kelurahan, RW/RT, rumah tangga, dan tingkat individu/perseorangan.

IDEP (2007) menyatakan tujuan kesiapsiagaan yaitu : 1. Mengurangi ancaman

Untuk mencegah ancaman secara mutlak memang mustahil, seperti gempa bumi dan meletus gunung berapi. Namun ada banyak cara atau tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya ancaman atau mengurangi akibat ancaman.

2. Mengurangi kerentanan masyarakat

Kerentanan masyarakat dapat dikurangi apabila masyarakat sudah mempersiapkan diri, akan lebih mudah untuk melakukan tindakan penyelamatan pada saat bencana terjadi. Persiapan yang baik akan bisa membantu masyarakat untuk melakukan tindakan yang tepat guna dan tepat waktu. Masyarakat yang pernah dilanda bencana dapat mempersiapkan diri dengan melakukan kesiapsiagaan seperti membuat perencanaan evakuasi, penyelamatan serta mendapatkan pelatihan kesiapsiagaan bencana.


(42)

3. Mengurangi akibat

Untuk mengurangi akibat suatu ancaman, masyarakat perlu mempunyai persiapan agar cepat bertindak apabila terjadi bencana. Umumnya pada semua kasus bencana, masalah utama adalah penyediaan air bersih. Akibatnya banyak masyarakat yang terjangkit penyakit menular. Dengan melakukan persiapan terlebih dahulu, kesadaran masyarakat akan pentingnya sumber air bersih dapat mengurangi kejadian penyakit menular.

4. Menjalin kerjasama

Tergantung dari cakupan bencana dan kemampuan masyarakat, penanganan bencana dapat dilakukan oleh masyarakat itu sendiri atau apabila diperlukan dapat bekerjasama dengan pihak-pihak yang terkait. Untuk menjamin kerjasama yang baik, pada tahap sebelum bencana ini masyarakat perlu menjalin hubungan dengan pihak-pihak seperti Puskesmas, polisi, aparat desa atau kecamatan.

2.1.2. Kesiapsiagaan Rumah Tangga

Keluarga memegang peranan penting dalam pelayanan kesehatan primer. Keluarga dianggap sebagai organisme hidup dengan struktur yang konkrit atau simbolik. Sebagai suatu sistem sosial, keluarga berupaya mempertahankan kestabilan dan keutuhan anggota keluarganya. Ketika terjadi situasi krisis seperti bencana alam, maka akan memengaruhi sistem internal dan eksternal keluarga. Keluarga yang sehat dapat mengatasi gejolak-gejolak yang terjadi akibat bencana, sedangkan keluarga yang rawan cenderung menunjukkan gejala-gejala terganggu bila derajat stress


(43)

mencapai suatu tingkat tertentu seperti kehilangan anggota keluarga (Alisyahbana, 2010).

Menurut Febriana (2009), kesiapsiagaan rumah tangga merupakan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan dalam rumah tangga untuk mempersiapkan diri dan keluarga menghadapi bencana sebelum terjadi bencana. Pentingnya kesiapsiagaan rumah tangga mengingat ketika bencana menyerang, keluarga akan berhadapan dengan dampak yang besar dari bencana tersebut. Dampak bencana sering dapat berbentuk terpisahnya anggota keluarga, dampak kecacatan, kematian, tekanan mental, berkurangnya kemampuan dalam mengatasi masalah, dan konflik keluarga.

North Carolina Cooperatif Extension dalam Febriana (2009), menyatakan pemikiran dan perencanaan sebelum terjadi bencana, umumnya dapat membantu anggota keluarga bereaksi secara bijak dalam keadaan darurat. Keluarga yang bekerjasama sebagai sebuah tim dalam mempersiapkan keadaan darurat, akan dapat menanggulangi keadaan dengan lebih baik daripada keluarga yang tidak mempersiapkan keadaan tersebut. Persiapan yang lebih matang dapat membantu keluarga mengatasi rasa ketakutan, sehingga dapat bereaksi dengan lebih tenang terhadap keadaan tak terduga, serta dapat mengurangi kehilangan nyawa dan harta benda ketika bencana terjadi.

Masyarakat di daerah bencana semestinya mengetahui persiapan yang seharusnya dilakukan. Setiap orang di dalam rumah sebaiknya melakukan persiapan dan mengetahui tempat yang dituju bila situasi darurat terjadi. Keluarga seyogyanya


(44)

bekerjasama untuk mengenal dan mengumpulkan sumber-sumber yang dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan dasar sebelum terjadi bencana. Ketika seseorang merasa siap, maka akan mampu menanggulanginya dengan lebih baik (IDEP, 2007; Febriana, 2009).

Individu dan rumah tangga merupakan stakeholders utama yang sangat penting dalam kesiapsiagaan masyarakat, karena merupakan ujung tombak, subjek dan objek dari kesiapsiagaan, yang berpengaruh secara langsung terhadap resiko bencana (LIPI-UNECSO/ISDR, 2006). Kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi bencana sangat penting untuk menghindari atau mengurangi kebingungan dan dampak bencana terhadap anggota keluarga, khususnya anak-anak dan orang lanjut usia (Japanese Red Cross Society, 2009).

2.1.3. Prinsip Rencana Siaga Rumah Tangga Menghadapi Bencana

Prinsip rencana siaga untuk rumah tangga dalam menghadapi bencana menurut IDEP (2007) adalah sebagai berikut :

a. Sederhana

Rencana darurat rumah tangga dibuat sederhana sehingga mudah diingat oleh seluruh anggota keluarga. Bencana adalah situasi yang sangat mencekam sehingga mudah mencetus kebingungan. Rencana darurat yang baik hanya berisi beberapa rincian saja yang mudah dilaksanakan.


(45)

b. Tentukan jalan melarikan diri

Pastikan anda dan keluarga tahu jalan yang paling aman untuk keluar dari rumah saat gempa bumi. Jika anda berencana meninggalkan daerah atau desa, rencanakan beberapa jalan dengan memperhitungkan kemungkinan beberapa jalan yang putus atau tertutup akibat bencana.

c. Tentukan tempat bertemu

Dalam keadaan keluarga terpencar, misalnya ibu di rumah, ayah di tempat kerja, sementara anak-anak di sekolah saat gempa bumi terjadi, tentukan tempat bertemu. Yang pertama semestinya lokasi yang aman dan dekat rumah. Tempat ini biasanya menjadi tempat anda dan keluarga bertemu pada keadaan darurat. Tempat kedua dapat berupa bangunan atau taman di luar desa, digunakan pada keadaan anggota keluarga tidak bisa kembali ke rumah.

2.1.4. Parameter Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapi Bencana Gempa

Bumi

Menurut LIPI-UNESCO/ISDR (2006), terdapat 5 (lima) faktor kritis yang disepakati sebagai parameter untuk mengukur kesiapsiagaan individu dan rumah tangga untuk mengantisipasi bencana alam khususnya gempa bumi, adalah sebagai berikut:

a. Pengetahuan dan sikap terhadap risiko bencana

Pengetahuan merupakan faktor utama kunci kesiapsiagaan. Pengetahuan yang harus dimiliki individu dan rumah tangga mengenai bencana gempa bumi yaitu pemahaman tentang bencana gempa bumi dan pemahaman tentang kesiapsiagaan


(46)

menghadapi bencana tersebut, meliputi pemahaman mengenai tindakan penyelamatan diri yang tepat saat terjadi gempa bumi serta tindakan dan peralatan yang perlu disiapkan sebelum terjadi gempa bumi, demikian juga sikap dan kepedulian terhadap risiko bencana gempa bumi. Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat memengaruhi sikap dan kepedulian individu dan rumah tangga untuk siap dan siaga dalam mengantisipasi bencana, terutama bagi yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana.

b. Kebijakan atau panduan keluarga untuk kesiapsiagaan

Kebijakan untuk kesiapsiagaan bencana gempa bumi sangat penting dan merupakan upaya konkrit untuk melaksanakan kegiatan siaga bencana. Kebijakan yang signifikan berpengaruh terhadap kesiapsiagaan rumah tangga. Kebijakan yang diperlukan untuk kesiapsiagaan rumah tangga berupa kesepakatan keluarga dalam hal menghadapi bencana gempa bumi, yakni adanya diskusi keluarga mengenai sikap dan tindakan penyelamatan diri yang tepat saat terjadi gempa bumi, dan tindakan serta peralatan yang perlu disiapkan sebelum terjadi gempa.

c. Rencana tanggap darurat

Rencana tanggap darurat menjadi bagian penting dalam kesiapsiagaan, terutama berkaitan dengan pertolongan dan penyelamatan, agar korban bencana dapat diminimalkan. Upaya ini sangat krusial, terutama pada saat terjadi bencana dan


(47)

hari-hari pertama setelah bencana sebelum bantuan dari pemerintah dan dari pihak luar datang. Rencana tanggap darurat meliputi 7 (tujuh) komponen, yaitu: (1) Rencana keluarga untuk merespons keadaan darurat, yakni adanya rencana

penyelamatan keluarga dan setiap anggota keluarga mengetahui apa yang harus dilakukan saat kondisi darurat (gempa bumi) terjadi.

(2) Rencana evakuasi, yakni adanya rencana keluarga mengenai jalur aman yang dapat dilewati saat kondisi darurat, adanya kesepakatan keluarga mengenai tempat berkumpul jika terpisah saat terjadi gempa, dan adanya keluarga/kerabat/teman, yang memberikan tempat pengungsian sementara saat kondisi darurat (jika gempa berpotensi tsunami).

(3) Pertolongan pertama, penyelamatan, keselamatan dan keamanan, meliputi tersedianya kotak P3K atau obat-obatan penting lainnya untuk pertolongan pertama keluarga, adanya anggota keluarga yang mengikuti pelatihan pertolongan pertama, dan adanya akses untuk merespon keadaan darurat. (4) Pemenuhan kebutuhan dasar, meliputi tersedianya kebutuhan dasar untuk

keadaan darurat (makanan siap saji dan minuman dalam kemasan), tersedianya alat/akses komunikasi alternatif keluarga (HP/radio), tersedianya alat penerangan alternatif untuk keluarga pada saat darurat (senter dan baterai cadangan/lampu/jenset).


(48)

(6) Fasilitas-fasilitas penting yang memiliki akses dengan bencana seperti tersedianya nomor telepon rumah sakit, polisi, pemadam kebakaran, PAM, PLN, Telkom.

(7) Latihan dan simulasi kesiapsiagaan bencana d. Sistim peringatan bencana

Sistem peringatan bencana meliputi tanda peringatan dan distribusi informasi akan terjadi bencana. Dengan adanya peringatan bencana, keluarga dapat melakukan tindakan yang tepat untuk mengurangi korban jiwa, harta benda dan kerusakan lingkungan. Untuk itu diperlukan latihan dan simulasi tentang tindakan yang harus dilakukan apabila mendengar peringatan dan cara menyelamatkan diri dalam waktu tertentu, sesuai dengan lokasi tempat keluarga berada saat terjadinya peringatan.

Sistem peringatan bencana untuk keluarga berupa tersedianya sumber informasi untuk peringatan bencana baik dari sumber tradisional maupun lokal, dan adanya akses untuk mendapatkan informasi peringatan bencana. Peringatan dini meliputi informasi yang tepat waktu dan efektif melalui kelembagaan yang jelas sehingga memungkinkan setiap individu dan rumah tangga yang terancam bahaya dapat mengambil langkah untuk menghindari atau mengurangi resiko serta mempersiapkan diri untuk melakukan upaya tanggap darurat yang efektif.


(49)

e. Mobilisasi sumber daya

Sumber daya yang tersedia, baik sumber daya manusia maupun pendanaan dan sarana/prasarana penting untuk keadaan darurat merupakan potensi yang dapat mendukung atau sebaliknya menjadi kendala dalam kesiapsiagaan bencana alam. Karena itu, mobilisasi sumber daya menjadi faktor yang krusial. Mobilisasi sumber daya keluarga meliputi adanya anggota keluarga yang terlibat dalam pertemuan/seminar/pelatihan kesiapsiagaan bencana, adanya keterampilan yang berkaitan dengan kesiapsiagaan, adanya alokasi dana atau tabungan keluarga untuk menghadapi bencana, serta adanya kesepakatan keluarga untuk memantau peralatan dan perlengkapan siaga bencana secara reguler.

2.1.5. Tindakan yang Dilakukan Sebelum Terjadi Bencana Gempa Bumi

Menurut Departemen Komunikasi dan Informatika Badan Informasi Publik (2008), tindakan yang dapat dilakukan sebelum terjadinya bencana gempa bumi, antara lain :

1. Kenali lingkungan tempat tinggal atau lokasi tempat berada, misalnya :

a. Tentukan tempat aman untuk berlindung (memperhatikan letak pintu, lift, tangga darurat, tempat yang tinggi, tanah lapang).

b. Belajar melakukan P3K (Pertolongan Pertama pada Kecelakaan). c. Belajar menggunakan alat pemadam kebakaran.

d. Mencatat nomor telepon penting yang dapat dihubungi pada saat terjadi gempa.


(50)

2. Membuat pertemuan untuk mendiskusikan kemungkinan terjadinya gempa dan tindakan yang harus dilakukan untuk menyelamatkan diri. Bila orang memiliki pengetahuan mengenai cara menghadapi gempa, maka rasa takut dan was-was akan berkurang.

3. Menentukan rencana lokasi pertemuan keluarga bila tepisah karena gempa. 4. Menyisihkan satu ruang aman di dalam rumah. Ruang itu bisa terletak jauh dari

benda menggantung, jendela, rak buku, atau perabot. Semakin dekat dengan ruangan aman tadi, makin kecil kemungkinan terluka karena saat terjadi goncangan biasanya banyak terjadi benda jatuh atau beterbangan.

5. Melakukan persiapan rutin di tempat tinggal, yaitu :

a. Perabotan (lemari, meja, rak, dan lain-lain) diatur menempel pada dinding (dipaku/diikat) untuk menghindari roboh/bergeser saat terjadi gempa.

b. Menyimpan bahan mudah terbakar ditempat bahan tahan pecah untuk menghindari kebakaran.

c. Selalu mematikan air, gas, dan listrik bila tidak digunakan.

d. Mengatur benda-benda berat berada pada bagian bawah. Menyimpan barang pecah belah dibagian bawah rak atau lemari yang berlaci dan dapat dikunci. e. Memeriksa kestabilan benda bergantung yang dapat jatuh saat gempa bumi

terjadi (lampu, hiasan, dan lain-lain).

6. Melatih gerakan tubuh seperti merunduk, berlindung dan berpegangan. Merunduk di lantai, berlindung di bawah meja yang kuat dan memegang kaki


(51)

meja. Jika jauh dari meja duduklah di lantai, lindungi kepala dan leher dengan tangan. Latihan rutin membuat gerakan tersebut menjadi reflek penting melindungi diri saat gempa.

7. Menyiapkan senter dan sepatu boot ditempat yang mudah dijangkau dalam waktu cepat. Gempa bisa memutuskan jaringan listrik dan menghancurkan bangunan sehingga banyak benda tajam berhamburan.

8. Menyiapkan barang-barang yang diperlukan untuk menghadapi gempa, yaitu tenda, selimut, sleeping bag (kantung tidur), air minum dalam kemasan, makanan cepat saji/kaleng, obat-obatan P3K (obat merah, perban, alkohol, dan lain-lain), obat-obatan khusus (alergi), jaket, pakaian, sarung, kaos tangan, topi, sepatu boot, senter/lampu sorot, baterai, radio baterai portabel (bukan menggunakan colokan listrik). Barang-barang tersebut dapat dimasukkan ke dalam sebuah tas siaga bencana (tergantung kebutuhan).

9. Mengikuti asuransi bila bermukim di daerah sesar aktif (ada pergeseran setiap terjadi gempa).

10. Memberitahu orang-orang yang tinggal di rumah (termasuk pembantu) mengenai tindakan yang harus dilakukan bila tejadi gempa.

11. Memastikan rumah menggunakan standar dan ijin bangunan yang berlaku sesuai dengan standar bangunan tahan gempa, terutama pondasi yang dipakai. Jika tidak yakin keamanan bangunan, hubungi ahli profesional dibidang pembangunan rumah.


(52)

12. Ikat pemanas air dan pipa gas ke tembok dengan kuat. Jika bak dan pemanas air lepas dan pipa gas terlepas akan terjadi kebakaran. Perlu diingat, air dalam bak pemanas bisa menjadi satu sumber air bersih yang dipunyai.

13. Ikat dan paku tembok barang, seperti rak buku, lemari, dan furniture.

14. Jauhkan barang menempel pada tembok (lukisan, hiasan, cermin) dari tempat tidur atau tempat duduk.

15. Lampu gantung harus diikat kuat.

16. Gudang penyimpanan pestisida, penyemprot hama, dan barang mudah terbakar harus tertutup rapat.

17. Binatang peliharaan diupayakan aman saat terjadi gempa.

18. Mengikuti penyuluhan/pelatihan mengenai cara-cara penyelamatan diri yang benar dalam kondisi darurat, yaitu :

a. Saat terjadi gempa bumi (dalam ruangan)

1) Perhatikan perilaku binatang peliharaan seperti kucing dan anjing yang berlari tak tentu arah, atau dengarkan suara burung yang tak lazim dimalam hari.

2) Perhatikan permukaan air yang ada di gelas atau tempat penampungan lainnya.

3) Dengarkan bunyi derit sudut bangunan seperti langit-langit, pintu jendela dan lain sebagainya.


(53)

4) Jangan berlari keluar rumah ketika bangunan rumah sedang digoyang gempa, sebab bisa tertimpa reruntuhan atau tekena lemparan benda. 5) Jangan panik, tetap merunduk, berlindung, dan mengamankan kepala. 6) Mencari ruangan yang jauh dari dinding, lemari, jendela, pintu dan

sumber api/listrik.

7) Untuk orang lanjut usia, cacat, atau sakit, tetaplah ditempat dan merunduk.

8) Jika di atas kasur, tetaplah di tempat dan tutup kepala dengan bantal atau benda lain sebagai pengaman.

9) Jauhi jendela kaca, karena bisa pecah dan beterbangan.

10) Waspada terhadap langit-langit yang mungkin runtuh dan benda menggantung di dinding.

11) Tetap dalam ruangan sampai goncangan berhenti, dan keluar ruangan setelah yakin getaran berhenti.

12) Jika berada dalam gedung tinggi, jauhi jendela dan jangan berada pada sisi tembok. Berlindung di bawah meja yang kuat, jangan menggunakan lift atau eskalator.

b. Saat terjadi gempa bumi (di luar ruangan) 1) Carilah daerah atau lokasi yang terbuka.

2) Jangan mendekati tembok berkaca dan bangunan tinggi, pohon, tiang listrik, lampu jalan, papan reklame, dan sejenisnya.


(54)

3) Tetap merunduk, duduk/tengkurap sampai getaran gempa berhenti.

4) Jika di daerah pantai, usahakan posisi merunduk, berlindung, dan memegang kepala. Bila gempa berhenti, segera bangkit dan lari menuju tempat yang lebih tinggi untuk menghindari bahaya tsunami.

c. Saat terjadi gempa bumi (sedang berkendaraan)

1) Bila dalam kendaraan, kencangkan sabuk pengaman. Arahkan kendaraan ke lokasi yang lebih sepi dan hentikan di tempat terbuka.

2) Jangan berhenti di bawah jembatan, jalan layang, bawah pohon, papan reklame, tiang listrik, lampu lalu lintas, atau lampu penerangan jalan. 3) Tetaplah berada dalam kendaraan agar terhindar dari benda jatuh.

4) Bila didaerah pegunungan curam, waspadai jatuh batu, pohon tumbang, dan longsor (gempa bisa memicu longsor).

2.2. Bencana Gempa Bumi

2.2.1. Definisi Bencana Gempa Bumi

Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2007, bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Bencana dapat disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Gempa bumi adalah berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif, aktivitas gunung api atau runtuhan batuan. Gempa


(55)

bumi merupakan peristiwa pelepasan energi yang menyebabkan dislokasi (pergeseran) pada bagian dalam bumi secara tibatiba (Bakornas PB, 2007). Andreas,

et al (2005) mendefinisikan gempa bumi sebagai getaran sesaat, bersifat tidak

menerus, akibat terjadinya pergeseran secara tiba-tiba pada kerak bumi. Pergeseran ini terjadi karena adanya sumber kekuatan (force) sebagai penyebabnya.

2.2.2. Jenis dan Penyebab Gempa Bumi

Jenis gempa bumi bermacam-macam tergantung dari penyebabnya, antara lain gempa vulkanik, gempa runtuhan, gempa imbasan, gempa buatan, dan gempa tektonik. Gempa vulkanik disebabkan oleh desakan magma ke permukaan, gempa runtuhan banyak terjadi di pegunungan runtuh, gempa imbasan biasanya terjadi di sekitar dam karena fluktuasi air dam, dan gempa buatan adalah gempa yang dibuat oleh manusia seperti ledakan nuklir atau ledakan untuk mencari bahan mineral. Sedangkan gempa tektonik adalah gempa yang disebabkan oleh tabrakan/tumbukan antar lempeng. Skala gempa ini jauh lebih besar dibandingkan dengan gempa lainnya sehingga dampaknya lebih besar terhadap bangunan (Yulaewati dan Shihab, 2008).

2.2.3. Karakteristik Gempa Bumi

Gempa bumi terjadi akibat adanya gerakan, geseran, maupun patahan lapisan batuan di dalam bumi. Gempa menyerang mendadak pada saat tak terduga. Waktu kejadian berlangsung pendek, dalam hitungan menit. Sebelum gempa utama, lazimnya terjadi gempa awal, setelah gempa utama terjadi gempa susulan. Gempa


(56)

susulan biasa berlangsung dalam waktu beberapa jam, hari, minggu, bahkan bulan. karena patahan baru sedang mencari posisi yang pas (Badan Informasi Publik, 2008).

2.2.4. Intensitas Gempa Bumi

Menurut Yulaewati dan Shihab (2008), terdapat 10 intensitas gempa bumi tergantung pada besarnya getaran yang dirasakan di permukaan bumi, yaitu:

a. Intensitas I

Tidak begitu terasa adanya getaran, air dalam wadah bergoyang sedikit. b. Intensitas II

Sedikit terasa adanya getaran, dirasakan oleh beberapa individu yang berada dalam ruangan, benda yang digantung dan air tenang di dalam wadah bergoyang lemah.

c. Intensitas III

Getaran terasa tetapi lemah, dirasakan oleh banyak orang di dalam ruangan, terutama di lantai atas sebuah bangunan, benda yang digantung bergoyang agak kuat, air tenang bergoyang agak kuat.

d. Intensitas IV

Getaran terasa agak kuat, dirasakan oleh orang yang berada di dalam ruangan dan juga di luar ruangan, membangunkan orang tidur, getaran yang dirasakan seperti dilewati truk besar. Benda yang digantung bergoyang agak kuat, piring, gelas, jendela dan pintu bergetar, lantai dan dinding dari kayu berderak, mobil yang di


(57)

parkir bergetar sedikit. Air dalam wadah beroyang kuat, suara keras mungkin terdengar.

e. Intensitas V

Terasa adanya getaran yang kuat, dirasakan oleh banyak orang baik di dalam maupun di luar ruangan. Banyak orang tidur yang terbangun, beberapa orang menjadi ketakutan dan lari keluar ruangan. Getaran dan goyangan kuat dirasakan di seluruh bangunan. Benda yang digantung bergoyang kencang, peralatan makan berbunyi dan bergetar, beberapa pecah, objek kecil ringan dan tidak stabil mungkin jatuh dan terbalik. Air dalam wadah tumpah, daun dan dahan pohon terlihat bergoyang.

f. Intensitas VI

Getaran terasa sangat kuat. Banyak orang merasa ketakutan dan berlari ke luar ruangan. Beberapa orang kehilangan keseimbangan, pengendara bermotor merasa menyetir dengan ban kempes. Benda berat dan furnitur bergerak atau bergeser. Lonceng kecil di gereja atau menara mungkin berbunyi, plester dinding banyak yang retak. Rumah tua atau bangunan sederhana dan struktur buatan manusia akan mengalami kerusakan sedikit. Beberapa batuan besar di perbukitan atau gunung akan jatuh menggelinding. Pohon besar akan bergoyang.

g. Intensitas VII

Getaran merusak lingkungan fisik sekitar, banyak orang yang merasa ketakutan dan berlari keluar. Sulit untuk berdiri tegak di atas lantai. Benda berat dan


(58)

furnitur terbalik, kendaraan bertabrakan. Bangunan tua dan sederhana akan banyak mengalami kerusakan. Keretakan mungkin akan terlihat dibendungan, kolam ikan, permukaan tanah, atau dinding yang terbuat dari batako. Dapat diamati terjadinya likuifaksi, penyebaran tanah dan tanah longsor, pohon bergoyang cukup keras.

h. Intensitas VIII

Getaran yang terjadi sangat merusak. Orang panik dan sulit berdiri meskipun di luar ruangan. Banyak bangunan kokoh rusak parah, bangunan dan jembatan hancur atau terbalik akibat perubahan tanah, rel kereta bengkok atau rusak. Likuifaksi dan penyebaran tanah mengakibatkan bangunan buatan manusia menjadi tenggelam, miring dan jatuh. Banyak tanah longsor dan batu yang jatuh didaerah bukit atau pegunungan. Dapat dilihat adanya celah di tanah, pohon bergoyang dengan keras, air keluar dari bendungan atau penampungan air.

i. Intensitas IX

Lingkungan fisik hancur, kebanyakan bangunan rusak parah, jembatan dan bangunan beton yang berada di atas tanah hancur, patah dan terbalik. Manusia terlempar ke tanah. Banyak pos pengawas, menara dan monumen miring, hancur atau terbalik. Pipa air dan pembuangan bengkok, terpelintir ataupun pecah. Banyak terjadi tanah longsor, likuifaksi dengan penyebaran tanah dan lapisan pasir, tanah menjadi tidak rata. Air sungai menyiprat dengan kuat, air dibendung atau reservoir menyembur keluar.


(59)

j. Intensitas X

Lingkungan fisik hancur total, hampir semua bangunan hancur. Adanya tanah longsor yang besar, likuifaksi skala besar dan terangkatnya tanah, banyak terdapat celah di tanah, banyak pohon yang tercabut, patah dan terbalik.

2.2.5. Dampak Bencana Gempa Bumi

Yulaewati dan Shihab (2008), menyatakan kerusakan-kerusakan yang timbul akibat gempa bumi antara lain:

1. Kerusakan jalan karena terjadi keretakan, patah, terpotong, mengalami amblesan, longsor di pinggir jalan, aspal terkelupas dan sebagainya. Selain itu, juga terjadi kerusakan jembatan akibat terpotongnya kontruksi jembatan dengan jalan. Jalan yang menghubungkan jembatan mengalami amblesan, kontruksi jembatan rusak (patah, bengkok, miring, putus), pondasi jembatan amblas ke dalam tanah dan sebagainya.

2. Kerusakan bangunan di pusat perekonomian dan pemerintahan seperti pertokoan, pusat perdagangan, perkantoran, dan sebagainya. Bangunan-bangunan hancur berantakan akibat guncangan gempa.

3. Turun atau amblesnya permukaan tanah sehingga mengakibatkan permukaan tanah tersebut lebih rendah dari muka air laut dan menjadi tergenang oleh air laut.

Menurut Japanese Red Cross Society (2009), kerusakan tipikal yang terjadi akibat bencana gempa bumi adalah banyak korban jiwa, terutama di sekitar lokasi


(60)

sumber bencana atau daerah pemusatan penduduk. Selain itu, juga timbulnya masalah kesehatan seperti mengalami kecacatan akibat patah tulang, terjadinya kerusakan fisik berupa kerusakan bangunan, sarana dan prasarana, bencana kebakaran, kerusakan dam (bendungan), tanah longsor dan banjir serta kerusakan fasilitas suplai air.

2.3. Teori Pembentukan Perilaku

Menurut Chaplin dalam Pieter dan Lumongga (2010), perilaku adalah kumpulan reaksi, perbuatan, aktivitas, gabungan gerakan, tanggapan ataupun jawaban yang dilakukan seseorang, seperti proses berpikir, bekerja , dan sebagainya. Walgito dalam Pieter dan Lumongga (2010), menyatakan perilaku adalah interelasi stimulus eksternal dengan stimulus internal yang memberikan respons eksternal. Stimulus internal adalah stimulus-stimulus yang berkaitan dengan kebutuhan fisik dan psikologis. Sedangkan stimulus eksternal adalah segala macam reaksi seseorang akibat faktor dari luar diri atau dari lingkungan.

Pieter dan Lumongga (2010), menjelaskan bahwa pembentukan perilaku manusia antara lain berdasarkan pada:

1. Teori Sikap

Menurut Green, et al (1989), faktor perilaku ditentukan oleh 3 (tiga) kelompok, yaitu: (1) Faktor predisposisi (predisposing factors), yakni faktor yang mendasari terjadinya perilaku, mencakup pengetahuan, keyakinan, nilai, sikap, dan variabel demografi tertentu, (2) Faktor pemungkin (enabling factors), yakni faktor yang memungkinkan timbulnya motivasi atau aspirasi untuk terlaksananya suatu


(61)

perilaku, mencakup ketersediaan sumber daya kesehatan, keterjangkauan sumber daya kesehatan, prioritas dan komitmen pemerintah dan masyarakat terhadap kesehatan, serta keterampilan yang berkaitan dengan kesehatan, (3) Faktor penguat (reinforcing factors), yakni faktor penyerta yang datang sesudah terjadinya perilaku. Yang termasuk kedalam faktor penguat adalah keluarga, teman sebaya, guru, pengambil kebijakan, dan petugas kesehatan.

2. Teori Belajar

Menurut Teori Belajar Sosial Kognitif yang dikemukakan oleh Rotter dalam Feist dan Feist (2008), perilaku manusia dapat diprediksi paling baik dengan memahami interaksi manusia dan lingkungannya yang paling bermakna. Rotter yakin bahwa perilaku manusia berasal dari interaksi antara faktor pribadi dan faktor lingkungan. Faktor-faktor kognitif (personal) manusia seperti pengetahuan, ekspektansi, persepsi subjektif, nilai, tujuan, dan standar pribadi berperan penting dalam membentuk kepribadian, selanjutnya kepribadian akan memengaruhi perilaku manusia.

Menurut Stern dalam Walgito (2004), keluarga merupakan lingkungan sosial primer bagi setiap individu, yakni lingkungan sosial yang ditandai dengan adanya hubungan erat antara anggota satu dan anggota lain, anggota satu saling kenal mengenal dengan anggota lain. Oleh karena itu diantara anggota telah ada hubungan erat, maka pengaruh lingkungan sosial ini terhadap perilaku individu akan lebih mendalam dibandingkan dengan lingkungan sosial yang hubungannya tidak erat.


(1)

Interviewer : “Bagaimana dengan alat penerangan alternatif, apa yang bapak/ibu sediakan di rumah (lampu/senter/baterai cadangan)? Mengapa peralatan tersebut disediakan?”

Informan :

“Ada, lampu dan senter, baterai cadangan yang tidak ada, karena memang sering pakai lampu cas…” Interviuwer : “Bagaimana dengan alat komunikasi keluarga? Apa yang Bapak gunakan? Berapa

banyak yang Bapak sediakan?” Informan :

“Hp, tapi cuma 1, biasanya sama istri kalau saya ke laut…”

Interviuwer : “Apakah Bapak menyimpan nomor-nomor penting seperti nomor PMI, rumah sakit, polisi, pemadam kebakaran, atau saudara yang kira-kira dapat di hubungi untuk kondisi darurat? Apakah seluruh anggota keluarga juga menyimpannya? Mengapa? Darimana Bapak memperoleh nomor-nomor tersebut?”

Informan :

“Tidak ada, cuma nomor saudara aja…”

Interviuwer : “Bagaimana menurut Bapak, apakah semua persiapan-persiapan itu perlu dilakukan?” Informan :

“Gak tau juga ya, karena memang pendapatan saya pas-pasan, ya paling penting Hp, lampu atau senter aja yang perlu, karena memang dibutuhkan selalu..”

Interviuwer : “Siapa yang membantu (menyediakan/mengingatkan) Bapak melakukan kesiapsiagaan di rumah, baik itu diskusi keluarga, bimbingan kepada anak-anak, maupun mengenai persediaan perlengkapan tadi?

Informan :

“Hmmm…gak ada sepertinya, diskusi pun jarang, paling cuma ngomong sekali aja ya udah, informasi-informasi dari anggota keluarga juga gak ada…, persediaan peralatan di rumah juga saya beli sendiri, istri ya terima aja apa yang saya bawa….kalau mengingatkan, seringnya cuma ngingatin Hp selalu aktif, itu aja…”

Interviuwer : “Bagaimana dengan tabungan keluarga? Apakah Bapak sering menyisihkan uang untuk ditabung? Mengapa? Siapa yang membantu Bapak dalam menyisihkan uang?

Informan :

“Jarang saya menyimpan uang, istri juga gak pernah, karena pendapatan saya pas-pasan…” Interviuwer : “Maaf kalau boleh saya bertanya, kira-kira pendapatan Bapak berapa?” Informan :

“Gak tentu, paling sikit Rp. 25.000/hari, paling banyak sekitar Rp. 50.000…”

Informan 5

Interviuwer : “Bagaimana menurut Bapak yang tentang bencana gempa bumi?” Informan :

“Gempa bumi itu bencana alam, dapat juga disebut musibah yang diberikan oleh Allah SWT”

Interviuwer : “Apakah Bapak pernah mendengar tentang kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi bencana gempa bumi? Apa yang Bapak ketahui tentang itu?”


(2)

Informan :

“Cara menyelamatkan diri saat terjadi gempa. Caranya ya keluar rumah, kemudian kalau gempanya kencang kali, lari ke luar desa, kami takut naek air laut”

Interviuwer : “Darimana Bapak memperoleh informasi tersebut?” Informan :

“Belajar dari pengalaman gempa bumi dan tsunami 2004”

Interviuwer : “Selain dari pengalaman, apakah Bapak pernah mendapatkan informasi kesiapsiagaan bencana? Siapa yang menyampaikan? Kapan? Bagaimana informasinya? Apakah ada dilaksanakan seperti informasi yang Bapak terima?”

Informan :

“Iya, PMI memang sangat berjasa untuk desa ini. PMI memberikan pelatihan dengan simulasi langsung 1 kali tahun 2005. Tapi kalau pelaksanaan seperti yang disampaikan PMI, itu tidak sepenuhnya kami lakukan, karena gempa kondisinya darurat, tiba-tiba, jadi walaupun sudah diajarkan oleh PMI, pada pelaksanaanya ketika terjadi gempa, tergantung ke pribadi masing-masing juga. Kami dari perangkat desa pun tidak pernah memberikan pengumuman kepada warga kalau setelah gempa, karena tidak sempat lagi. Jadi warga masing-masing yang lari, ya lari terus, tapi ada juga yang tidak lari, masih berjaga-jaga melihat kondisi air laut. Kalau saya sendiri biasanya lari dulu, nanti kalau tenang baru balik lagi”

Interviewer : “Apakah pelatihan tersebut sangat bermanfaat bagi Bapak?” Informan :

“Iya,PMI sangat banyak membantu”

Interviuwer : “Sebenarnya siapa saja yang diikutkan dalam simulasi yang dilaksanakan oleh PMI itu, karena ada warga yang tidak ikut pelatihan?”

Informan :

“Untuk semua warga, banyak juga yang datang, hampir 85%, kalau ada yang gak ikut mungkin berhalangan atau ada juga memang yang tidak menggubris pengumuman untuk ikut pelatihan”

Interviuwer : “Kalau perangkat desa tidak memberikan pengumuman kepada warga melalui pengeras suara setelah beberapa saat terjadi gempa, jadi sistem peringatan bencana di desa ini menggunakan apa?

Informan :

“Kami memang tidak memberikan tanda peringatan apapun setelah gempa, karena tidak sempat lagi, paling ya informasi dari mulut ke mulut saja”

Interviuwer : “Jadi apa yang sudah dilakukan pemimpin desa ini mengenai kesiapsiagaan menghadapi bencana gempa bumi kepada warga? (misalnya memberi himbauan atau sekedar mengingatkan pada saat ada kegiatan-kegiatan di desa)?”

Informan :

“Kalau penyuluhan resmi tentang bencana dari kami tidak ada, karena kan sudah diberikan oleh PMI, saya yakin masyarakat sudah mengetahui semua bagaimana menyelamatkan diri saat gempa, semua udah punya pengalaman masing-masing juga, saya rasa itu sudah cukup. Tapi kalau informasi-informasi mengenai air pasang atau angin, itu ada saya umumkan di mesjid, tapi mungkin ada juga yang tidak menggubris. Kalau saya dapat informasi dari kecamatan tentang hal-hal yang harus disampaikan kepada warga, itu kami beri pengumuman, tapi mungkin ada yang tidak dengar”.


(3)

Interviuwer : “Bagaimana dengan diskusi dan kesepakatan mengenai bencana dalam keluarga Bapak? Apakah pernah Bapak melakukan diskusi bersama keluarga untuk menentukan tempat berkumpul kalau ketika terjadi gempa anggota keluarga ada yang berada di luar rumah? Sudah ditentukan tempat yang dituju kemana?”

Informan :

“Saya pulang dulu ke rumah, jemput istri dan anak-anak kalau gempa, belum menentukan tempat khusus mau kemana, tergantung situasi. Kalau bimbingan untuk anak-anak itu istri yang menyampaikan”

Interviuwer : “Bagaimana mengenai peralatan-peralatan yang perlu disiapkan sebelum terjadi gempa? Peralatan apa saja yang Bapak siapkan dalam rumah tangga dalam kondisi tenang seperti ini?”

Informan :

“Yang paling penting ya kendaraan…”

Interviuwer : “Bagaimana dengan peralatan untuk pertolongan pertama (kotak P3K dan obat-obatan ringan)? Apa saja yang Bapak sediakan di rumah? Mengapa Bapak tidak menyediakannya?

Informan :

“Tidak ada, kalau perlu-perlu saya bawa keluarga ke bidan saja….di desa ini ada bidan yang memang masyarakat disini juga dan buka praktik, ada juga bidan desa tapi tidak tinggal disini, posyandu juga ada sebulan sekali, jadi ya berobat kesitu aja kalau sakit-sakit”

Interviuwer : “Bagaimana dengan peralatan untuk pemenuhan kebutuhan dasar dalam kondisi darurat (makanan praktis dan air minum dalam botol)? Apa Bapak menyediakannya di rumah? Atau apakah ada peralatan lain lagi yang Bapak siapkan selain makanan dan air minum? Informan :

“Ada, hampir selalu ada makanan-makanan praktis dan air minum dalam aqua di rumah, karena nanti kalau perlu-perlu sudah ada di rumah, tidak harus beli-beli lagi…, sekarang pun ada”

Interviewer : “Bagaimana dengan alat penerangan alternatif, apa yang Bapak sediakan di rumah (lampu/senter/baterai cadangan)? Mengapa peralatan itu disediakan?”

Informan :

“Ada semua, lampu, senter, baterai selalu saya sediakan dirumah…kalau gempa kan sering mati lampu”

Interviuwer : “Bagaimana dengan alat komunikasi keluarga? Apa yang Bapak gunakan? Berapa banyak yang Bapak sediakan?”

Informan :

“Hp, ada 2 buah, saya dan istri yang pakai, kalau anak-anak sama ibunya di rumah…”

Interviuwer : “Apakah Bapak menyimpan nomor-nomor penting seperti nomor PMI, rumah sakit, polisi, pemadam kebakaran, atau saudara yang kira-kira dapat dihubungi untuk kondisi darurat? Apakah seluruh anggota keluarga juga menyimpannya? Mengapa? Darimana Bapak memperoleh nomor-nomor tersebut?

Informan :

“Ada, saya menyimpan semua nomor-nomor itu, tapi di Hp saya saja, istri tidak menyimpannya, karena kalau kan sudah ada di Hp saya..”

Interviuwer : “Bagaimana menurut Bapak, apakah semua tindakan dan persiapan-persiapan itu perlu dilakukan?”


(4)

Informan :

“Perlu, makanya semua saya sediakan di rumah, tapi kalau kotak P3K dan obat-obat tadi ya memang gak saya siapkan karena kami sering ke bidan”

Interviuwer : “Siapa yang membantu (menyediakan/mengingatkan) Bapak melakukan kesiapsiagaan di rumah, baik itu diskusi keluarga, bimbingan kepada anak-anak, maupun mengenai persediaan perlengkapan tadi?

Informan :

“Oh, istri yang selalu membantu, kalau persediaan makanan, minuman, dan membimbing anak-anak itu memang istri saya yang lakukan, tapi kalau menyampaikan informasi tentang menyelamatkan diri jika gempa gak ada juga, nanti anak-anak tambah takut, karena kalau gempa mereka langsung nangis…

“Lampu dan senter pun istri juga yang sering menyiapkan, bahkan kalau senter baterainya habis, kadang-kadang istri juga yang beli, atau saya yang beli, istri yang ingatkan …”

Mengenai kotak P3K dan obat-obatan tadi istri gak sediakan juga, karena udah biasa berobat ke bidan aja, kalau Hp ya sering juga diingatkan agar selalu aktif, istri saya takut sekali kalau gempa…” Interviuwer : “Bagaimana dengan tabungan keluarga? Apakah Bapak sering menyisihkan uang untuk

ditabung? Siapa yang membantu Bapak dalam menyisihkan uang?” Informan :

“Kalau menabung kami sama-sama, saya juga menyisihkan uang, istri juga sangat membantu, sering juga istri saya menyisihkan sedikit dari uang yang saya kasih, padahal saya pikir uang yang saya kasih pas-pasan juga, tapi entahlah, istri saya bisa simpan uang…”

Interviuwer : “Maaf kalau boleh saya bertanya, kira-kira pendapatan Bapak berapa?” Informan :

“Cukup-cukuplah untuk kebutuhan rumah tangga kami…”

Informan 6

Interviuwer : “Bagaimana menurut Bapak tentang bencana gempa bumi? Informan :

“Gempa bumi ya…bisa dibilang bencana, bisa juga dibilang musibah, kalau saya lebih setuju dikatakan musibah yang diberikan Allah SWT agar manusia menyadari perbuatannya, karena manusia sekarang sudah banyak berbuat kemungkaran…”

Interviuwer : “Apakah Bapak pernah mendengar tentang kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi bencana gempa bumi? Apa yang Bapak ketahui tentang itu?”

Informan :

“Artinya siap menghadapi gempa. “Kalau gempa, saya gak langsung lari, berdzikir aja, apalagi kalau gempanya tidak terlalu kencang, cukup ke luar rumah aja, gak sanggup lari, saya sudah tua, badan tidak kuat lagi. Biasanya kami liat air laut dulu, kalau gak kering berarti kan gak terjadi tsunami, untuk apa lari, kalau gempa itukan dimana-mana juga gempa”

Interviuwer : “Darimana Bapak memperoleh informasi tersebut? Informan :

“Pengalaman saja, saya tidak pernah ikut pelatihan”


(5)

Informan :

“Ya…saya sudah tua,gak begitu kuat lagi ”

Interviuwer : “Kalau perangkat desa atau tokoh masyarakat tidak memberikan pengumuman kepada warga melalui pengeras suara setelah beberapa saat terjadi gempa, jadi sistem peringatan bencana di desa ini menggunakan apa?

Informan :

“Iya, pemimpin desa disini tidak memberikan peringatan apa pun setelah gempa, ya informasi dari mulut ke mulut saja sesama warga…”

Interviuwer : “Jadi apa yang sudah dilakukan pemimpin desa ini mengenai kesiapsiagaan menghadapi bencana gempa bumi kepada warga? (misalnya memberi himbauan atau sekedar mengingatkan pada saat ada kegiatan-kegiatan di desa)?”

Informan :

“Ya tidak ada penyuluhan apa-apa dari kami, tapi kalau ada organisasi lain dari luar seperti kemarin itu PMI, atau kalau ada yang lain lagi yang datang untuk memberikan informasi yang baik kepada warga, kami sangat mendukungnya”.

Interviuwer : “Bagaimana dengan diskusi dan kesepakatan mengenai bencana dalam keluarga Bapak? Apakah pernah Bapak melakukan diskusi bersama keluarga untuk menentukan tempat berkumpul kalau ketika terjadi gempa anggota keluarga ada yang berada di luar rumah? Sudah ditentukan tempat yang dituju kemana?

Informan :

“Merencanakan tempat khusus untuk mengungsi kalau gempanya parah, kami tidak ada, mau ngungsi kemana pun, dimana-mana juga gempa, kalau naik air laut setelah gempa, ya paling kita menuju ke tempat yang tinggi. Istri dan anak-anak gak pernah juga kasih informasi tentang gempa, saya pikir masing-masing udah tau lah..”

Interviuwer : “Bagaimana mengenai peralatan-peralatan yang perlu disiapkan sebelum terjadi gempa? Peralatan apa saja yang Bapak siapkan dalam rumah tangga dalam kondisi tenang seperti ini?

Informan :

“Tidak ada, ya paling kalau anak saya ya honda aja”

Interviuwer : “Bagaimana dengan peralatan untuk pertolongan pertama (kotak P3K dan obat-obatan ringan)? Apa saja yang Bapak sediakan di rumah? Mengapa tidak disediakan?

Informan :

“Tidak ada persediaan apa-apa untuk obat-obat, kotak P3K juga tidak ada, kalau sakit-sakit baru berobat ke puskesmas atau ya beli aja di warung secukupnya, ya tergantung kebutuhan aja”

Interviuwer : “Bagaimana dengan peralatan untuk pemenuhan kebutuhan dasar dalam kondisi darurat (makanan praktis dan air minum dalam botol)? Apa Bapak menyediakannya di rumah? Atau apakah ada peralatan lain lagi yang Bapak siapkan selain makanan dan air minum? Informan :

“Tidak ada persiapan itu dirumah, kalau perlu-perlu saja baru ke warung”

Interviewer : “Bagaimana dengan alat penerangan alternatif, apa yang Bapak sediakan di rumah (lampu/senter/baterai cadangan)? Mengapa?”

Informan :

“Hanya lampu cas saja yang ada di rumah, senter dan baterai cadangan tidak ada, kaena sudah ada lampu cas…”


(6)

Interviuwer : “Bagaimana dengan alat komunikasi keluarga? Apa yang Bapak gunakan? Berapa banyak yang Bapak sediakan?”

Informan :

“Hp, semua anggota keluarga punya Hp, karena anak-anak udah besar, ada 4 buah Hp di rumah kami…”

Interviuwer : “Apakah Bapak menyimpan nomor-nomor penting seperti nomor PMI, rumah sakit, polisi, pemadam kebakaran, atau saudara yang kira-kira dapat di hubungi untuk kondisi darurat? Apakah seluruh anggota keluarga juga menyimpannya? Mengapa?

Informan :

“Tidak ada, cuma nomor-nomor saudara saja, saya rasa anak dan istri juga tidak punya nomor-nomor itu…”

Interviuwer : “Bagaimana menurut Bapak, apakah semua persiapan-persiapan itu perlu dilakukan?” Informan :

“Bisa perlu, bisa juga tidak, tergantung pada kebutuhan masing-masing keluarga”

Interviuwer : “Siapa yang membantu (menyediakan/mengingatkan) Bapak melakukan kesiapsiagaan di rumah, baik itu diskusi keluarga, bimbingan kepada anak-anak, maupun mengenai persediaan perlengkapan tadi?

Informan :

“Kalau mengenai peralatan-peralatan tadi, ya memang tidak ada, baik istri maupun anak-anak tidak pernah menyiapkan atau sekedar mengingatkan…tapi kalau lampu memang saya yang siapkan sendiri…”

Interviuwer : “Bagaimana dengan tabungan keluarga? Apakah Bapak sering menyisihkan uang untuk ditabung? Siapa yang membantu Bapak dalam menyisihkan uang?

Informan:

“Saya yang menyisihkan uang, ibu juga membantu, ibu kadang-kadang juga menyimpan sisa uang belanja kalau ada, gak dihabiskan semualah, pasti ada yang bisa disimpan tiap bulan, walaupun gak banyak…anak-anak mungkin tabungannya sendiri juga, karena mereka udah besar-besar…”

Interviuwer : “Maaf kalau boleh saya bertanya, kira-kira pendapatan Bapak berapa?” Informan :


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Pendidikan Kepala Keluarga terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Resiko Bencana Tsunami di Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh Tahun 2013

0 38 147

PENGETAHUAN DAN KESIAPSIAGAAN SISWA DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI Pengetahuan Dan Kesiapsiagaan Siswa Dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi Di SMK Muhammadiyah 2 Klaten Utara.

1 5 19

PENGETAHUAN DAN KESIAPSIAGAAN SISWA DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI Pengetahuan Dan Kesiapsiagaan Siswa Dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi Di SMK Muhammadiyah 2 Klaten Utara.

0 2 18

BENTUK KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI TEKTONIK DI DESA DENGKENG Bentuk Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi Tektonik di Desa Dengkeng, Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten.

0 3 15

BENTUK KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI TEKTONIK DI DESA DENGKENG Bentuk Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi Tektonik di Desa Dengkeng, Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten.

0 3 13

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI DI KECAMATAN WEDI Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi Di Kecamatan Wedi Kabupaten Klaten.

0 2 14

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI DI KECAMATAN WEDI Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi Di Kecamatan Wedi Kabupaten Klaten.

0 2 14

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI DI DESA BERO KECAMATAN Kesiapsiagaan Masyarakat Menghadapi Bencana Gempa Bumi Di Desa Bero Kecamatan Trucuk Kabupaten Klaten Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan Masyarakat.

0 2 17

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN DUKUNGAN ANGGOTA KELUARGA DENGAN KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI DI DUSUN SORONANGGAN PANJANGREJO PUNDONG BANTUL NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Pengetahuan dan Dukungan Anggota Keluarga dengan Kesiapsia

0 0 20

PENGARUH PENYULUHAN KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI TERHADAP PENGETAHUAN SISWA DI SD MUHAMMADIYAH TRISIGAN MURTIGADING SANDEN BANTUL NASKAH PUBLIKASI - Pengaruh Penyuluhan Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Gempa Bumi terhadap Pengetahuan Siswa

0 0 18