Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Pendidikan Kepala Keluarga terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Resiko Bencana Tsunami di Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh Tahun 2013

(1)

PENGARUH PENGETAHUAN SIKAP DAN PENDIDIKAN KEPALA KELUARGA TERHADAP KESIAPSIAGAAN

RUMAH TANGGA DALAM MENGHADAPI RESIKO BENCANA TSUNAMI DI DESA ULEE LHEUE

KECAMATAN MEURAXA KOTA BANDA ACEH

TAHUN 2013

TESIS

Oleh

SYAHRIZAL 117032120/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND EDUCATION OF HEAD OF FAMILY ON THE HOUSEHOLD PREPAREDNESS IN

DEALING WITH TSUNAMI RISK AT ULEE LHEUE VILLAGE, MEURAXA SUBDISTRICT, THE CITY OF BANDA ACEH

IN 2013

THESIS

BY

SYAHRIZAL 117032120/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGARUH PENGETAHUAN SIKAP DAN PENDIDIKAN KEPALA KELUARGA TERHADAP KESIAPSIAGAAN

RUMAH TANGGA DALAM MENGHADAPI RESIKO BENCANA TSUNAMI DI DESA ULEE LHEUE

KECAMATAN MEURAXA KOTA BANDA ACEH

TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SYAHRIZAL 117032120/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP DAN PENDIDIKAN KEPALA KELUARGA

TERHADAP KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA DALAM MENGHADAPI RESIKO BENCANA TSUNAMI DI DESA ULEE LHEUE KECAMATAN MEURAXA KOTA BANDA ACEH TAHUN 2013

Nama Mahasiswa : Syahrizal Nomor Induk Mahasiswa : 117032120

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Manajemen Kesehatan Bencana

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Drs. R Kintoko Rochadi, M.K.M)

Ketua Anggota

(Suherman, S.K.M, M.Si)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 22 April 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. R Kintoko Rochadi, M.K.M Anggota : 1. Suherman, S.K.M, M.Si

2. dr. Heldy BZ, M.P.H


(6)

PERNYATAAN

PENGARUH PENGETAHUAN SIKAP DAN PENDIDIKAN KEPALA KELUARGA TERHADAP KESIAPSIAGAAN

RUMAH TANGGA DALAM MENGHADAPI RESIKO BENCANA TSUNAMI DI DESA ULEE LHEUE

KECAMATAN MEURAXA KOTA BANDA ACEH

TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam makalah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, April 2014

Syahrizal 117032120/IKM


(7)

ABSTRAK

Tsunami raksasa paling mematikan yang terjadi di Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 yang menewaskan sekitar 165.708 korban jiwa dan nilai kerusakan yang ditimbulkan mencapai lebih dari Rp 48 triliun. Desa Ulee Lheue merupakan salah satu desa yang hancur akibat gelombang tsunami yang terletak di kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh yang menyebabkan ribuan penduduk kehilangan tempat tinggal, korban jiwa dan kerugian harta benda. Desa Ulee Lheue berjumlah penduduk 278 KK yang terdiri dari 4 dusun yaitu: 1) dusun tenggiri 128 KK, 2) dusun bawal 69 KK, 3) tongkol 37 KK, 4) dusun kakap 44 KK, secara geografis terletak sebelah utara berbatasan langsung dengan selat malaka.

Jenis penelitian menggunakan explanatory research. Populasi dalam penelitian seluruh kepala keluarga di Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa sebanyak 278 KK. Sampel penelitian sebanyak 66 KK yang diambil dengan menggunakan teknik proportional sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner dan melakukan observasi tentang tempat tinggal responden, dianalisis dengan regresi logistik pada CI : 95%. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap dan pendidikan kepala keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi resiko bencana tsunami di desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh

Hasil penelitian setelah dilakukan uji statistik terhadap variabel pengetahuan, sikap dan pendidikan kepala keluarga terdapat hubungan yang signifikan artinya ada pengaruh terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi resiko bencana tsunami, sedangkan sebagai variable predictor atau variabel yang paling dominan merupakan variabel pengetahuan yang sangat berpengaruh terhadap kesiapsiagaan rumah tangga.

Adapun saran kepada Kepada Pemerintah Kota Banda Aceh diharapkan dapat memberikan dukungan terlaksananya pendidikan tentang kebencanaan sehingga pada seluruh tingkatan pendidikan memiliki pemahaman yang sama akan perlunya kesiapsiagaan bencana, dan kepada dinas terkait yaitu BPBD Kota Banda Aceh perlu melakukan pembinaan, memberikan fasilitas dan dana dalam pelaksanaan seluruh kegiatan kebencanaan pada masyarakat, serta kepada Kepala Keluarga gampong Ulee Lheu perlu diberikan pelatihan, simulasi bencana tsunami, mencari informasi tentang bencana untuk menambah wawasan terhadap dirinya ataupun keluarganya dan bersifat positif (menerima, merespon dan bertanggung jawab) untuk meningkatkan kesiapsiagaan sebagai upaya mengurangi resiko bencana tsunami.


(8)

ABSTRACT

The most deadly gigantic tsunami occured in Aceh on December 26, 2004 killed about 165.708 people and caused a damage up to more than Rp. 48 trilions. Ulee Lheue is one of the villages in Mauraxa Subdistrict, the city of Banda Aceh which was damaged by the tsunami which left thousands homeless, casualties and property losses. Ulee Lheue village which is geographycally located in the north and the adjacent Strait of Malacca has 278 households and comprises 4 (four) dusun (hamlets) such as 1) Dusun Tenggiri with 128 households, 2) Dusun Bawal with 69 households, 3) Dusun Tongkol with 37 houiseholds, and 4) Dusun Kakap with 44 households.

The purpose of this study was to analyze the influence of knowledge, attitude and education of head of family on the household preparedness in dealing with tsunami risk at Ulee Lheue Village, Meuraxa Subdistrict, the City of Banda Aceh.The population of this explanatory study was all of the heads of 278 households living in Ulee Lheue Village, Mauraxa Subdistrict, the city of Banda Aceh and 66 of them were selected to be the samples for this study through proportional sampling technique. The data for this study were obtained through observing the residence of respondents and questionnaire-based interviews. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests at CI 0f 95%.

Statistically, the result of this study showed that the variables of knowledge, attitude and education of heads of households had a significant relationship with and influence on the household preparedness in dealing with tsunami risk. Knowledge was the most dominant variable influencing the household preparedness.

The City Government of Banda Aceh is suggested to provide support to implement the education about disaster that all people with different education level have the same understanding about the importance of disaster preparedness. The management of BPBD (Regional Disaster Mitigation Board) and the technically related agencies such Health Service, Social Service, Education Service, SAR, Indonesian Red Cross, Indonesian Army/Police, and Public Work Service of the City of Banda Aceh should facilitate and work in accordance with their respective tasks in disaster mitigation. The community members of Meuraxa Subdistrict and the Heads of Families in Ulee Lheue Villages should actively participate in any training and simulation on tsunami disaster provided to improve their and their families’insights, and they should positively respond, accept and be responsible for the training and simulationprovided as a form of household preparedness in an effort to reduce the risk of tsunami disaster.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Pendidikan Kepala Keluarga terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Resiko Bencana Tsunami di Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh Tahun 2013” Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Peneliti mendapatkan banyak dukungan, masukan dan saran dari berbagai pihak Selama proses penulisan tesis ini. Untuk itu penghargaan setinggi-tingginya serta terimakasih yang sebesar-besarnya peneliti ucapkan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM), Sp.A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(10)

4. Dr. R. Kintoko Rochadi, M.K.M dan Suherman, S.K.M, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, arahan, dan masukan dalam penyelesaian tesis ini.

5. dr. Heldy BZ, M.P.H dan Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku penguji tesis yang juga telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan tesis ini.

6. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat minat studi Manajemen Kesehatan Bencana, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

7. Muhammad Yasin selaku Kepala Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh beserta staf dan seluruh Penduduk desa Ulee Lheue yang telah bekerja sama memberikan informasi dan data dalam rangka penyusunan tesis ini. 8. Kedua orang tua saya Ayahanda Muhammad Yasin (Alm) dan Ibunda Maskanah,

serta Kakanda Sitirahah, Nilawati, Sri Wahyuni, Nurhaida beserta keluarga atas segala dukungan moral serta materil serta do’a yang tidak henti-hentinya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

9. Teristimewa buat Istri tercinta Febi Vinanda N, Amd. Ek dan ketiga anak-anakku tercinta yaitu; Muhammad Asykaril Maula (alm), Asyakira Humaira, Muhammad Rajasyah atas doa dan dukungannya sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.


(11)

10. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 2011, khususnya Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam proses penyelesaian tesis ini.

Peneliti menyadari atas segala keterbatasan tesis ini, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat peneliti harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian lanjutan.

Medan, April 2014 Penulis

Syahrizal 117032120/IKM


(12)

RIWAYAT HIDUP

Syahrizal, lahir pada tanggal 30 September 1978 di Seulimuem Kecamatan Seulimeum Kabupaten Aceh Besar, anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan Muhammad Yasin (Alm) dan Maskanah. Syahrizal beragama Islam dan bertempat tinggal di Jalan Manggis I No.146 Dusun Gue Gajah Desa Meusara Agung Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar.

Pendidikan penulis dimulai dari Sekolah Dasar di SD Negri 1 Seulimeum,

Aceh Besar selesai tahun 1990, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Seulimeum Aceh Besar selesai tahun 1993, Sekolah Menengah Atas di

SMA Negeri 1 Seulimeum, Aceh Besar selesai tahun 1996, D III Kesehatan Lingkungan Universitas Jabal Ghafur, Sigli selasai tahun 1999, Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh, Banda Aceh selesai tahun 2007, tahun 2011 melanjutkan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara hingga saat ini.

Pengalaman kerja penulis, awal tahun 2000 tepatnya bulan Maret 2000 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada kanwil Depkes Provinsi Aceh ditempatkan pada Jurusan Kesehatan lingkungan sebagai staf, kemudian pada tahun 2002 mulai dibentuk Poltekkes Kemenkes Aceh penulis dipindahkan ke Direktorat Poltekkes Kemenkes Aceh di Banda Aceh sampai sekarang.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Hipotesis ... 9

1.5. Manfaat Penelitian ... 9

BAB2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Tsunami ... 11

2.1.1. Pengertian Bencana Tsunami ... 11

2.1.2. Mekanisme terjadinya Tsunami ... 13

2.1.3. Sumber Utama terjadinya Tsunami ... 15

2.1.3.1. Gempa Bumi Tektonik ... 15

2.1.3.2. Penyebab Gempa Bumi Tektonik ... 15

2.1.3.3. Ciri – Ciri Gempa Bumi Tektonik Berpotensi Tsunami ... 16

2.1.4. Tanda Tanda terjadinya Tsunami ... 17

2.1.5. Perbedaan Gelombang Badai dengan Tsunami... 20

2.1.6. Penyebab terjadinya Tsunami ... 20

2.1.7. Dampak Bencana Tsunami ... 22

2.2. Prinsip Pengurangan Resiko Bencana Tsunami ... 23

2.3. Kesiapsiagaan ... 30

2.3.1. Tindakan Kesiapsiagaaan ... 30

2.4. Parameter Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapi Resiko Bencana Tsunami ... 32

2.4.1. Tindakan yang Dilakukan sebelum terjadi Tsunami .... 35

2.5. Faktor – Faktor yang Memengaruhi Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapi Bencana Tsunami ... 37


(14)

2.5.1. Pengetahuan ... 37

2.5.1.1. Pengetahuan tentang Kearifan Lokal ... 39

2.5.2. Sikap ... 41

2.5.3. Pendidikan ... 44

2.5.4. Keluarga ... 45

2.6. Landasan Teori ... 46

2.7. Kerangka Konsep ... 47

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 48

3.1. Jenis Penelitian ... 48

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 48

3.3. Populasi dan Sampel ... 48

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 50

3.4.1. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 51

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 52

3.5.1. Variabel Independen ... 52

3.5.2. Variabel Dependen ... 52

3.6. Metode Pengukuran ... 52

3.7. Metode Analisis Data ... 53

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 55

4.1. Gambaran Umum Lokasi Peneitian ... 55

4.1.1. Letak Geografis ... 55

4.1.2. Demografi ... 56

4.1.3. Karakteristik Responden ... 56

4.2. Hasil Analisa Univariat ... 58

4.2.1. Tingkat Pendidikan Responden ... 58

4.2.2. Pengetahuan Responden ... 59

4.2.3. Sikap Responden ... 63

4.2.4. Kesiapsigaan Responden ... 66

4.3. Hasil Analisis Bivariat ... 68

4.3.1. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kesiapsiagaan Rumah Tangga ... 69

4.3.1. Hubungan Pengetahuan dengan Kesiapsiagaan Rumah Tangga ... 70

4.3.1. Hubungan Sikap dengan Kesiapsiagaan Rumah Tangga 71 4.4. Hasil Analisis Data Multivariat ... 72

BAB 5. PEMBAHASAN ... 76

5.1. Pengaruh Pendidikan terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Resiko Bencana Tsunami ... 76

5.2. Pengaruh Pengetahuan terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Resiko Bencana Tsunami... 79


(15)

5.3. Pengaruh Sikap tehadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam

Menghadapi Resiko Bencana Tsunami ... 81

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

6.1. Kesimpulan ... 86

6.2. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 88 LAMPIRAN


(16)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman 3.1. Jumlah Kepala Keluarga (KK) di Desa Ulee Lheue ... 50 3.2. Aspek Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Pendidikan ... 53 3.3. Aspek Pengukuran Kesiapsiagaan Rumah Tangga ... 53 4.1. Distribusi Karakteristik Responden Menurut Usia, Pekerjaan dan Pendidikan di Gampong Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota

Banda Aceh ... 57 4.2. Distribusi Tingkat Pendidikan Responden di Desa Ulee Lheue

Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh Tahun 2013 ... 58 4.3. Distribusi Frekuensi awaban Responden pada Variabel Pengetahuan Kepala Keluarga di Desa Ulee Lheue ... 69 4.4. Distribusi Pengetahuan Responden di Desa Ulee Lheue Kecamatan

Meuraxa Kota Banda Aceh ... 63 4.5. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden pada Variabel Sikap Kepala Keluarga di Desa Ulee Lheue ... 63 4.6. Distribusi Sikap Responden di Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh ... 65 4.7. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden pada Variabel Kesiapsiagaan Kepala Keluarga di Desa Ulee Lheue ... 66 4.8. Distribusi Kesiapsiagaan Responden di Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh ... 68 4.9. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kesiapsiagaan Rumah Tangga

dalam Menghadapi Resiko Bencana Tsunami ... 69 4.10. Hubungan Pengetahuan dengan Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Resiko Bencana Tsunami ... 70


(17)

4.11. Hubungan Sikap dengan Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam

Menghadapi Resiko Bencana Tsunami ... 71 4.12. Hasil Uji Regresi Logistik Ganda untuk Indentifikasi Variabel yang Akan Masuk dalam Model Faktor Kesiapsiagaan Rumah Tangga

dalam Menghadapi Resiko Bencana Tsunami ... 73 4.13. Hasil Akhir Analisis Regresi Logistik Permodelan Faktor

Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Resiko

Bencana Tsunami. ... 73


(18)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman 2.1. Ilustrasi Kejadian Gempa Bumi Tektonik Berpotensi Tsunami ... 16 2.2. Indeks Rawan Bencana Provinsi Pemerintah Aceh ... 30 2.3. Kerangka Konsep Penelitian ... 47


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 91

2. Surat Izin Penelitian ... 97

3. Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian ... 98

4. Data Mutasi Penduduk Desa Ulee Lheue ... 99

5. WEB GIS Kota Banda Aceh ... 100

6. Peta Ketinggian Permukaan Air Laut ... 101

7. Peta Jalan dan Pariwisata Desa Uee Lheue ... 102

8. Peta Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh ... 103

9. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 104

10. Hasil Uji Univariat, Bivariat, dan Multivariat ... 113

11. Foto Penelitian di Desa Ulee Lheue ... 124

12. Foto Jalur Evakuasi Tsunami di Desa ulee Lheue ... 125


(20)

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

UNESCO : United Nations Educational Scientific and Cultural Organization

LIPI : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

ISDR :

BPKB : Buku Pemilik Kenderaan Bermotor

International Strategy for Disaster Reduction

HP : Handphone

PAM : Perusahaan Air Minum PLN : Perusahaan Listrik Negara PMI : Palang Merah Indonesia LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat

BNPB : Badan Nasional Penanggualangan Bencana BMKG : Badan Meteorologi Dan Geofisika

KK : Kepala Keluarga

IRBI : Indeks Rawan Bencana Indonesia

Renas PB : Renacana Nasional Penangulangan Benacana

TNGL :

BKPM : Badan Koordinasi Penanaman Modal

Taman Nasional Gunung Leuser

TES TSUNAMI : Tempat Evakuasi Sementara Tsunami BPS : Badan Pusat Statistik

UNISDR :

United Nations International Strategy for Disaster

BAKORNAS PB : Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana

Reduction

USGS :

PRB : Pengurangan Resiko Bencana

United States Geological Survey


(21)

ABSTRAK

Tsunami raksasa paling mematikan yang terjadi di Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 yang menewaskan sekitar 165.708 korban jiwa dan nilai kerusakan yang ditimbulkan mencapai lebih dari Rp 48 triliun. Desa Ulee Lheue merupakan salah satu desa yang hancur akibat gelombang tsunami yang terletak di kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh yang menyebabkan ribuan penduduk kehilangan tempat tinggal, korban jiwa dan kerugian harta benda. Desa Ulee Lheue berjumlah penduduk 278 KK yang terdiri dari 4 dusun yaitu: 1) dusun tenggiri 128 KK, 2) dusun bawal 69 KK, 3) tongkol 37 KK, 4) dusun kakap 44 KK, secara geografis terletak sebelah utara berbatasan langsung dengan selat malaka.

Jenis penelitian menggunakan explanatory research. Populasi dalam penelitian seluruh kepala keluarga di Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa sebanyak 278 KK. Sampel penelitian sebanyak 66 KK yang diambil dengan menggunakan teknik proportional sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner dan melakukan observasi tentang tempat tinggal responden, dianalisis dengan regresi logistik pada CI : 95%. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap dan pendidikan kepala keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi resiko bencana tsunami di desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh

Hasil penelitian setelah dilakukan uji statistik terhadap variabel pengetahuan, sikap dan pendidikan kepala keluarga terdapat hubungan yang signifikan artinya ada pengaruh terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi resiko bencana tsunami, sedangkan sebagai variable predictor atau variabel yang paling dominan merupakan variabel pengetahuan yang sangat berpengaruh terhadap kesiapsiagaan rumah tangga.

Adapun saran kepada Kepada Pemerintah Kota Banda Aceh diharapkan dapat memberikan dukungan terlaksananya pendidikan tentang kebencanaan sehingga pada seluruh tingkatan pendidikan memiliki pemahaman yang sama akan perlunya kesiapsiagaan bencana, dan kepada dinas terkait yaitu BPBD Kota Banda Aceh perlu melakukan pembinaan, memberikan fasilitas dan dana dalam pelaksanaan seluruh kegiatan kebencanaan pada masyarakat, serta kepada Kepala Keluarga gampong Ulee Lheu perlu diberikan pelatihan, simulasi bencana tsunami, mencari informasi tentang bencana untuk menambah wawasan terhadap dirinya ataupun keluarganya dan bersifat positif (menerima, merespon dan bertanggung jawab) untuk meningkatkan kesiapsiagaan sebagai upaya mengurangi resiko bencana tsunami.


(22)

ABSTRACT

The most deadly gigantic tsunami occured in Aceh on December 26, 2004 killed about 165.708 people and caused a damage up to more than Rp. 48 trilions. Ulee Lheue is one of the villages in Mauraxa Subdistrict, the city of Banda Aceh which was damaged by the tsunami which left thousands homeless, casualties and property losses. Ulee Lheue village which is geographycally located in the north and the adjacent Strait of Malacca has 278 households and comprises 4 (four) dusun (hamlets) such as 1) Dusun Tenggiri with 128 households, 2) Dusun Bawal with 69 households, 3) Dusun Tongkol with 37 houiseholds, and 4) Dusun Kakap with 44 households.

The purpose of this study was to analyze the influence of knowledge, attitude and education of head of family on the household preparedness in dealing with tsunami risk at Ulee Lheue Village, Meuraxa Subdistrict, the City of Banda Aceh.The population of this explanatory study was all of the heads of 278 households living in Ulee Lheue Village, Mauraxa Subdistrict, the city of Banda Aceh and 66 of them were selected to be the samples for this study through proportional sampling technique. The data for this study were obtained through observing the residence of respondents and questionnaire-based interviews. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests at CI 0f 95%.

Statistically, the result of this study showed that the variables of knowledge, attitude and education of heads of households had a significant relationship with and influence on the household preparedness in dealing with tsunami risk. Knowledge was the most dominant variable influencing the household preparedness.

The City Government of Banda Aceh is suggested to provide support to implement the education about disaster that all people with different education level have the same understanding about the importance of disaster preparedness. The management of BPBD (Regional Disaster Mitigation Board) and the technically related agencies such Health Service, Social Service, Education Service, SAR, Indonesian Red Cross, Indonesian Army/Police, and Public Work Service of the City of Banda Aceh should facilitate and work in accordance with their respective tasks in disaster mitigation. The community members of Meuraxa Subdistrict and the Heads of Families in Ulee Lheue Villages should actively participate in any training and simulation on tsunami disaster provided to improve their and their families’insights, and they should positively respond, accept and be responsible for the training and simulationprovided as a form of household preparedness in an effort to reduce the risk of tsunami disaster.


(23)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam maupun faktor manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional (UU RI No 24 Tahun 2007).

Indonesia termasuk daerah yang rawan bencana dan memiliki jumlah penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam maupun akibat dari ulah manusia. Hal ini terbukti dengan semakin meningkatnya jumlah kejadian bencana setiap tahunnya. Bencana seperti tsunami, gempa bumi, tanah longsor, banjir, angin topan, letusan gunungapi, kebakaran, kebakaran hutan dan lahan, kecelakaan transportasi, dan kecelakaan industri sering kali menjadi ancaman yang serius bagi peduduk Indonesia. Ancaman bencana dapat menyebabkan korban jiwa dan kerusakan harta benda (BNPB No 8 Tahun 2011).

Indonesia terletak pada zona batas empat lempeng bumi yang sangat aktif sehingga memiliki aktivitas tektonik dan vulkanik yang sangat tinggi, oleh karena itu Indonesia mempunyai banyak zona-zona patahan aktif dan sebaran gunung api. Sebagian patahan dan gunung api berada di bawah laut sehingga kejadian gempa dan


(24)

letusan gunung apinya berpotensi membangkitkan tsunami. Selain dua sumber utama tsunami ini, peristiwa longsoran bawah laut yang sering dipicu oleh kejadian gempa dan letusan gunung api juga dapat menimbulkan tsunami (Puspito, 2010).

Menurut United Nations International Strategy for Disaster Reduction

(UNISDR, 2009), suatu badan PBB untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana. Berbagai bencana alam mulai gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor, kekeringan, da Peringkat pertama pada dua bencana alam yakni tsunami dan tanah longsor, peringkat ketiga pada gempa bumi, dan peringkat keenam pada banjir. Hanya di dua bencana alam yakni kekeringan dan angin topan Indonesia absen. Bencana alam Tsunami adapun dari 265 negara Indonesia peringkat pertama dengan 5.402.239 orang terkena dampaknya mengalahkan Jepang 4.497.645 korban, Bangladesh 1.598.546 korban, dan India 1.114.388 korban (Anonim, Alamendah.org, 2013).

Bencana yang paling mematikan pada awal abad XXI juga bermula dari Indonesia. Pada tanggal 26 Desember 2004 sebuah gempa bumi besar terjadi di dalam laut sebelah barat pulau Sumatra di dekat pulau Simeuleu berada di Aceh. Gempa bumi ini memicu tsunami yang menewaskan lebih dari 225.000 jiwa di sebelas negara dan menimbulkan kehancuran hebat di banyak kawasan pesisir di negara-negara yang terkena. Sepanjang abad XX hanya sedikit bencana yang menimbulkan korban jiwa. Di Indonesia sendiri gempa bumi dan tsunami mengakibatkan sekitar 165.708 korban jiwa dan nilai kerusakan yang ditimbulkannya mencapai lebih dari Rp 48 triliun ( Renas PB 2010 - 2014).


(25)

Panjang pesisir pantai wilayah Provinsi Pemerintah Aceh sepanjang 1.660 km dengan luas perairan laut 295.370 km² terdiri atas luas wilayah perairan (teritorial dan kepulauan) seluas 56.563 km² dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 238.807 km². Dari 1.660 km panjang garis pantai, 800 km di antaranya rusak diterjang gelombang tsunami tahun 2004 (BKPM Provinsi Pemerintah Aceh, 2009).

Kota Banda Aceh sebagai Ibukota dari Provinsi Pemerintah Aceh memiliki kondisi geografis, hidrologi dan domografis yang rawan terhadap bencana (Qanun No.3 Tahun 2011).

Kota Banda Aceh terbagi dalam 3 wilayah yakni wilayah yang mengalami kerusakan terparah, wilayah dengan tingkat kerusakan sedang dan wilayah yang tidak terkena wilayah tsunami. Wilayah yang mengalami kerusakan terparah adalah yang berada di wilayah pesisir meliputi kecamatan Meuraxa, kecamatan Jaya Baru dan Kuta Raja. Untuk mengendalikan daerah rawan bencana pemerintah kota Banda Aceh membuat kebijakan yaitu dengan menurunkan tingkat pelayanan di wilayah tersebut hingga 3 km dari garis pantai. Sebelum tsunami kawasan ini merupakan sub pusat pelayanan pemerintahan kota Banda Aceh yang berpusat di daerah Ulee Lheue yang merupakan kawasan pelabuhan, wisata dan pemukiman, pasca tsunami kawasan ini diturunkan kawasan ini menjadi kawasan biasa tidak direkomendasikan lagi untuk kegiatan palayanan. Meskipun kawasan pusat barat yakni di Desa Ulee Lheue dan sekitarnya merupakan kawasan rawan bencana namun masyarakat disana masih tetap bermukim di daerah ini sehingga pemerintah menyediakan jalur – jalur evakuasi dan


(26)

Kota Banda Aceh salah satu wilayah terparah akibat bencana gempa dan tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 yang menelan korban lebih dari 75 % korban jiwa dan juga meratakan hampir seluruh bangunan yang ada di wilayah ini serta sangat berpengaruh juga terhadap kehidupan ekonomi dan sosil masyarakat kota Banda Aceh. Pasca bencana tsunami berbagai pihak baik itu lembaga – lembaga internasional, lokal, maupun pemerintah bersama sama berupaya membangun kembali daerah daerah yang terkena dampak termasuk kota Banda Aceh.

Kecamatan Meuraxa adalah salah satu kecamatan di K kecamatan Meuraxa terletak pada 532’30” - 5o34’40 LU dan 95o16’15” - 95o18’20” BT memiliki luas 725,8 Ha, terbagi ke dalam 15 (lima belas) desa atau gampong dan 1 (satu) kelurahan, selain itu kecamatan Meuraxa memiliki 2 kemukiman, yaitu kemukiman Tgk. Chik Lamjabat dan kemukiman Meuraxa. Jumlah Penduduk Meuraxa, 11.232 Jiwa, diantaranya 6,168 laki-laki dan 5.064 perempuan ( BPS Provinsi Pemerintah Aceh, 2013).

Ulee Lheue atau sering juga di sebut ulee lhee adalah sebuah desa atau gampong di kecamata Lheue, merupakan salah satu desa terparah terkena dampak tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember2004 dan juga pusat keramaian dan perhatian setiap orang yang berkunjung ke Banda Aceh. Di daerah ini juga terdapat sebuah pelabuhan yang dijadikan pusat transportasi laut menuj kawasan ini begitu ramai dan padat dengan kunjugan masyarakat. Ada yang sekedar


(27)

jalan-jalan sambil menikmati panorama pantai yang indah di sore hari dan juga karena ingin bepergian dengan angkutan laut, bahkan ada pula yang melepas lelah seharian bekerja dengan memancing. Berdasarkan letak geografis dan demografisnya paling ujung barat sumatera sangat berpotensi dan beresiko terjadinya bencana tsunami.

Menurut wawancara dengan sekretaris desa Bakhtiar (45) sebelum terjadi tsunami tanggal 26 Desember 2004 yang lalu jumlah penduduk desa ulee lheu lebih kurang 5000 jiwa tetapi setelah pasca tsunami jumlah penduduk berdasarkan data dari kantor kepala desa Ulee Lheue menjadi 756 jiwa atau 15,12 %. Hal ini dikarenakan masyarakat khususnya kepala keluarga belum mengetahui tentang pengetahuan, sikap dan pendidikan terkait kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana tsunami.

Pakar penanggulangan bencana alam dari Jepang Dr Yozo Goto, Yamamoto Hiroyuki Phd serta Nishi Yoshimi PhD (2009), guru besar Universitas Nagoya Jepang yang melakukan penelitian bencana di Aceh menyimpulkan, bahwa Aceh termasuk daerah rawan bencana. Potensi bencana itu terlihat di sepanjang garis Bukit Barisan, namun demikian, masyarakat Aceh tidak perlu khawatir berlebihan terhadap potensi bencana tersebut. Hanya saja diharapkan warga Aceh dapat belajar dari setiap bencana alam yang sudah pernah terjadi, termasuk tsunami yang menghancurkan kawasan pesisir Aceh, tanggal 26 Desember 2004 lalu, yang paling penting kita harus selalu membangun kesadaran dan kesiapan bila sewaktu-waktu terjadi bencana.

Menurut Carter (1991), adapun tanggung jawab masyarakat untuk melakukan kegiatan penanggulangan bencana dapat berbentuk kesiapsiagaan (preparedness),


(28)

yaitu tindakan-tindakan yang memungkinkan pemerintahan, organisasi, masyarakat, komunitas, dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna Termasuk kedalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana penanggulangan bencana, pemeliharan dan pelatihan personil.

Ada beberapa interaksi faktor u t ama yang dapat menimbulkan bencana-bencana tersebut menimbulkan banyak korban dan kerugian besar adalah (a) kurangnya pemahaman terhadap k arakteristik bahaya (hazards), (b) sikap atau

perilaku yang mengakibatkan penurunan sumberdaya alam (vulnerability), (c) kurangnya informasi/ peringatan dini (early warning) yang menyebabkan

ketidaksiapan, dan (d) ketidakberdayaan/ ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya (Bakornas PB, 2006).

Menurut LIPI (2006) terdapat tujuh stakeholders yang berkaitan erat dengan kesiapsiagaan masyarakat, yaitu: individu dan rumah tangga, instansi pemerintah yang berkaitan dengan pengelolaan bencana, komunitas sekolah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), kelembagaan masyarakat, kelompok profesi dan pihak swasta. Dari ke tujuh stakeholders tersebut, tiga stakeholders, yaitu: rumah tangga, pemerintah dan komunitas sekolah, disepakati sebagai stakeholders utama, dan empat stakeholders lainnya sebagai stakeholders pendukung dalam kesiapsiagaan bencana.

Gempabumi Aceh yang terjadi tanggal 11 April 2012 menjadi pengingat akan gempabumi dan tsunami dahsyat yang terjadi tahun 2004. Dalam kejadian tersebut, di samping trauma yang masih membekas, masyarakat terlihat panik dalam melakukan


(29)

evakuasi, karena tidak tersedia tempat evakuasi yang jelas sehingga pergerakan masyarakat menjadi tidak terkendali dan menimbulkan kemacetan parah. Sistem peringatan dini hanya berfungsi secara terbatas di lingkup pemerintahan. Peringatan dini belum sampai kepada masyarakat dengan cepat dan tepat, dan masyarakat juga tampak belum memiliki kapasitas untuk merespons dengan benar saat menerima perintah evakuasi. Tindakan masyarakat dalam melakukan evakuasi, perilaku masyarakat dalam melakukan evakuasi sangat dipengaruhi oleh pengalaman, pengetahuan, pendidikan dan pelatihan yang dimiliki.

Kejadian gempabumi 11 April 2012 menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat yang melakukan evakuasi, tindakannya lebih didasari pada apa yang pernah dialaminya, pengetahuan yang masih terbatas, dan pendidikan serta pelatihan yang juga terbatas. Belajar dari pengalaman 11 April 2012 tersebut, diperlukan sarana rasarana evakuasi yang memadai guna mengakomodir banyaknya masyarakat yang mencari tempat perlindungan baik berupa TES tsunami, jalur evakuasi, maupun rambu-rambu evakuasi, agar proses evakuasi masyarakat tersebut dapat berjalan dengan baik, masyarakat perlu mendapatkan informasi peringatan dini ecara cepat dan tepat. Untuk itu, diperlukan rantai peringatan dini tsunami yang handal dengan penerapan prinsip redundancy yang dapat menjangkau para pengambil keputusan dan seluruh masyarakat terancam (BNPB, 2012).

Menurut pemberitaan harian serambi indonesia, miskinnya skenario akibat dari kesimpangsiuran masyarakat. Hal ini menyebabkan masyarakat tidak mendalami dengan benar langkah apa yang harus dilakukan saat darurat peringatan dini tsunami,


(30)

sehingga pada akhirnya malah menimbulkan kepanikan, kekacauan, dan kemacetan (Anonim, Tribunnews.Com, 2012).

K esiapsiagaan yang perlu dilakukan oleh masyarakat dan di rumah tangga, adalah (a) Memahami bahaya yang timbul oleh bencana, masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana perlu memahami bahaya yang mungkin dialami ketika bencana datang, kapan bencana tersebut datang di daerah tersebut, daerah mana saja yang aman untuk menghindari bencana. (b) Menyiapkan peta daerah rawan bencana; peta daerah rawan bencana didasarkan pada berbagai penyebab dan risiko bencana (geologis dan klimatologis) sebagai salah pertimbangan perencanaan pembangunan dan penanggulangan untuk pencegahan bencana, di dalam peta perlu dilampirkan keterangan seperti tingkat risiko, jumlah penduduk, jumlah lahan, ternak, dan sebagainya serta sangat penting mencantumkan tempat aman dan jalur aman yang dapat dilalui untuk evakuasi. Adapun kemampuan yang harus dimiliki kepala keluarga sebagai wujud dari kesiapsiagaan adalah mempunyai pengetahuan, sikap dan pendikan terhadap bencana seperti keterampilan pertolongan pertama, menggerakkan anggota keluarga untuk mengikuti latihan dan keterampilan evakuasi, menyiapkan kebutuhan makanan yang dapat disimpan dan tahan lama, menyiapkan kotak P3K dirumah (LIPI, 2006).

Sehubungan dengan latar belakang diatas sehingga dipandang sangat penting dan penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Pendidikan Kepala Keluarga Terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga Dalam


(31)

Menghadapi Resiko Bencana Tsunami Di Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh Tahun 2013.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: bagaimanakah Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Pendidikan Kepala Keluarga Terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga Dalam Menghadapi Resiko Bencana Tsunami Di Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh Tahun 2013.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Pendidikan Kepala Keluarga Terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga Dalam Menghadapi Resiko Bencana Tsunami Di Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh Tahun 2013.

1.4. Hipotesis

Ada Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Pendidikan Kepala Keluarga Terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga Dalam Menghadapi Resiko Bencana Tsunami Di Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh Tahun 2013.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Sebagai bahan masukan dan kajian bagi mahasiswa dan Program Studi Manajemen Kesehatan Bencana untuk penelitian selanjutnya.


(32)

1.5.2. Sebagai bahan masukan bagi kepala keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan pendidikan terkait kesiapsiagaan di rumah tangga dalam menghadapi resiko bencana tsunami untuk mengantisipasi apabila terjadi tsunami sehingga korban jiwa dan kerugian harta benda dapat diminimalkan.

1.5.3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan r eferensi perpustakaan hingga menjadi dasar pemikiran untuk penelitian- penelitian selanjutnya.


(33)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tsunami

2.1.1. Pengertian Bencana TSunami

Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak lautan “tsu” berarti lautan, “nami” berarti gelombang ombak. Tsunami adalah serangkaian gelombang ombak laut raksasa yang timbul karena adanya pergeseran di dasar laut akibat gempa bumi (BNPB No.8 Tahun 2011).

Menurut Bakornas PB (2007), Tsunami dapat diartikan sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh gangguan impulsif dari dasar laut. Gangguan impulsive tersebut bisa berupa gempabumi tektonik, erupsi vulkanik atau longsoran.

Kecepatan tsunami bergantung pada kedalaman perairan, akibatnya gelombang tersebut mengalami percepatan atau perlambatan sesuai dengan bertambah atau berkurangnya kedalaman perairan, dengan proses ini arah pergerakan arah gelombang juga berubah dan energi gelombang bias menjadi terfokus atau juga menyebar. Di perairan dalam tsunami mampu bergerak dengan kecepatan 500 sampai 1000 kilometer per jam sedangkan di perairan dangkal kecepatannya melambat hingga beberapa puluh kilometer per jam, demikian juga ketinggian tsunami juga bergantung pada kedalaman perairan. Amplitudo tsunami yang hanya memiliki


(34)

ketinggian satu meter di perairan dalam bias meninggi hingga puluhan meter di garis pantai (Puspito, 2010).

Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007, Bencana dapat didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Bencana dapat terjadi karena ada dua kondisi yaitu adanya peristiwa atau gangguan yang mengancam dan merusak (hazard) dan kerentanan (vulnerability) masyarakat. Hubungan keduanya dapat digambarkan bila gangguan atau ancaman tersebut muncul kepermukaan tetapi masyarakat tidak rentan, maka berarti masyarakat dapat mengatasi sendiri peristiwa yang mengganggu tersebut, sementara bila kondisi masyarakat rentan tetapi tidak terjadi peristiwa yang mengancam maka tidak akan terjadi bencana. Adapun Bencana dibagi ke dalam tiga kategori yaitu: (a) Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. (b) Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. (c) Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa


(35)

atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik

sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror. (UU RI No 24 Tahun 2007).

2.1.2. Mekanisme terjadinya Tsunami

Mekanisme tsunami akibat gempa bumi dapat diuraikan dalam 4 (empat) tahap yaitu kondisi awal, pemisahan gelombang, amplifikasi, dan rayapan.

a) Kondisi Awal.

Gempa bumi biasanya berhubungan dengan goncangan permukaan yang terjadi sebagai akibat perambatan gelombang elastik (elastic waves) melewati batuan dasar ke permukaan tanah. Pada daerah yang berdekatan dengan sumber-sumber gempa laut (patahan), dasar lautan sebagian akan terangkat (uplifted) secara permanen dan sebagian lagi turun ke bawah (down-dropped), sehingga mendorong kolom air naik dan turun. Energi potensial yang diakibatkan dorongan air ini, kemudian berubah menjadi gelombang tsunami atau energi kinetik di atas elevasi muka air laut rata-rata (mean sea level) yang merambat secara horisontal. Kasus yang diperlihatkan adalah keruntuhan dasar lereng kontinental dengan lautan yang relatif dalam akibat gempa. Kasus ini dapat juga terjadi pada keruntuhan lempeng kontinental dengan kedalaman air dangkal akibat gempa.

b) Pemisahan Gelombang.

Setelah beberapa menit kejadian gempa bumi, gelombang awal tsunami akan terpisah menjadi tsunami yang merambat ke samudera yang disebut sebagai tsunami berjarak (distant tsunami), dan sebagian lagi merambat ke pantai-pantai berdekatan


(36)

yang disebut sebagai tsunami lokal (local tsunami). Tinggi gelombang di atas muka air laut rata-rata dari ke dua gelombang tsunami, yang merambat dengan arah berlawanan ini, besarnya kira-kira setengah tinggi gelombang tsunami awal. Kecepatan rambat ke dua gelombang tsunami ini dapat diperkirakan sebesar akar dari kedalaman laut ( gd ). Oleh karena itu, kecepatan rambat tsunami di samudera dalam akan lebih cepat dari pada tsunami lokal.

c) Amplifikasi.

Pada waktu tsunami lokal merambat melewati lereng kontinental, sering terjadi hal-hal seperti peningkatan amplitudo gelombang dan penurunan panjang gelombang Setelah mendekati daratan dengan lereng yang lebih tegak, akan terjadi rayapan gelombang.

d) Rayapan.

Pada saat gelombang tsunami merambat dari perairan dalam, akan melewati bagian lereng kontinental sampai mendekati bagian pantai dan terjadi rayapan tsunami . Rayapan tsunami adalah ukuran tinggi air di pantai terhadap muka air laut rata-rata yang digunakan sebagai acuan. Dari pengamatan berbagai kejadian tsunami, pada umumnya tsunami tidak menyebabkan gelombang tinggi yang berputar setempat (gelombang akibat angin yang dimanfaatkan oleh peselancar air untuk meluncur di pantai). Namun, tsunami datang berupa gelombang kuat dengan kecepatan tinggi di daratan yang berlainan seperti diuraikan pada Amplikasi, sehingga rayapan gelombang pertama bukanlah rayapan tertinggi ( Anonim, usgs.gov, 2013).


(37)

2.1.3. Sumber Utama terjadinya Tsunami

Menurut BNPB (2012) Sejarah tsunami di Indonesia menunjukkan bahwa kurang lebih 172 tsunami yang terjadi dalam kurun waktu antara tahun 1600 – 2012. Sumber pembangkitnya diketahui bahwa 90% dari tsunami tersebut disebabkan oleh aktivitas gempabumi tektonik, 9% akibat aktivitas vulkanik dan 1% oleh tanah longsor yang terjadi dalam tubuh air (danau atau laut) maupun longsoran dari darat yang masuk ke dalam tubuh air. Berdasarkan sumber terjadinya gempabumi tektonik sangat berpotensi terjadinya tsunami.

Gempabumi adalah berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif aktivitas gunungapi atau runtuhan batuan. Kekuatan gempabumi akibat aktivitas gunungapi dan runtuhan batuan relatif kecil sehingga kita akan memusatkan pembahasan pada gempabumi akibat tumbukan antar lempeng bumi dan patahan aktif (Bakornas PB, 2007).

2.1.3.1. Gempa Bumi Tektonik

Gempabumi tektonik merupakan jenis gempa yang paling banyak merusak bangunan yang terjadi karena ada pelepasan stress energi yang tertimbun di dalam batu – batuan karena pergerakan dalam bumi (Adhitya, dkk, 2009).

2.1.3.2. Penyebab Gempa Bumi Tektonik

Penyebab gempabumi tektonik dikarenakan adanya proses tektonik akibat pergerakan kulit/lempeng bumi dan aktivitas sesar dipermukaan bumi serta pergerakan geomorfologi secara lokal, contohnya terjadinya runtuhan tanah, aktivitas gunungapi, ledakan Nuklir (Bakornas PB, 2007).


(38)

Gambar 2.1

2.1.3.3. Ciri – Ciri Gempa Bumi Tektonik Berpotensi Tsunami

Ilustrasi Kejadian Gempa Bumi Tektonik Berpotensi Tsunami

Gempabumi yang berpotensi tsunami merupakan gempabumi dengan pusat gempa di dasar laut berkekuatan gempa >7 SR dengan kedalaman kurang dari 60-70 Km dan terjadi deformasi vertical dasar laut dengan magnitudo gempa lebih besar dari 6 ,0 Skala Richter serta jenis patahan turun (normal faulth) atau patahan naik (thrush faulth).

Tsunami yang disebabkan oleh gempa tektonik dipengaruhi oleh kedalaman sumber gempa serta panjang, kedalaman, dan arah patahan tektonik. Pada umumnya, tsunami baru mungkin terjadi apabila kedalaman pusat gempa kurang dari 60 km di bawah permukaan laut. Segera setelah dibangkitkan tsunami merambat ke segala arah. Selama perambatan, tinggi gelombang semakin besar akibat pengaruh pendangkalan dasar laut. Ketika mencapai pantai, massa air akan merambat naik menuju ke daratan. Tinggi gelombang tsunami ketika mencapai pantai sangat dipengaruhi oleh kontur dasar laut di sekitar pantai tersebut, sedangkan jauhnya


(39)

limpasan tsunami ke arah darat sangat dipengaruhi oleh topografi dan penggunaan lahan di wilayah pantai yang bersangkutan.

Kurangnya kemampuan dalam mengantisipasi bencana dapat terlihat dari belum optimalnya perencanaan tata ruang dan perencanaan pembangunan yang kurang memperhatikan risiko bencana. Minimnya fasilitas jalur dan tempat evakuasi warga juga merupakan salah satu contoh kurangnya kemampuan dalam menghadapi bencana. Peta bahaya dan peta risiko yang telah dibuat belum dimanfaatkan secara optimal dalam program pembangunan dan pengurangan risiko bencana yang terpadu. Terdapat kecenderungan bahwa Program Pengurangan Risiko Bencana (PRB) hanya dianggap sebagai biaya tambahan, bukan bagian dari investasi pembangunan yang dapat menjamin pembangunan berkelanjutan. Untuk itu, gempabumi yang berpotensi besar dalam pembangkitkan tsunami perlu mendapat perhatian khusus (BNPB, 2012). 2.1.4. Tanda Tanda Terjadinya Tsunami

a)

Menurut Adhitya, dkk, 2009 Dari hasil laporan dokumen lama serta prasasti yang ada di Jepang, serta pangalaman dari hasil survei lapangan memperlihatkan bahwa beberapa tanda-tanda alami sebelum datangnya tsunami adalah sebagai berikut:

Gerakan Tanah.

Gerakan tanah ini timbul karena adanya penjalaran gelombang di lapisan bumi padat akibat adanya gempa. Jika gempa dangkal besar yang terjadi di bawah permukaan laut, maka sangat berpotensi terjadinya tsunami. Khusus bagi tsunami


(40)

oleh indera manusia tanpa menggunakan alat ukur, namun untuk tsunami dengan sumber far field (sumber jauh dengan pantai) misalnya tsunami Chili 1960, tidak dirasakan oleh indera manusia di Jepang namun setelah 12 Jam tsunami tersebut menghatam daerah Tohoku ( North-East) Pulau Honshu, Jepang.

b) Riakan Air Laut (Tsunami Forerunners ).

c)

Nakamura dan Watanabe (1961) mendefinisikan adalah deretan osilasi atau riakan muka laut yang mendahului kedatangan tsunami utama. yang dengan mudah dapat dilihat pada rekaman stasiun pasut dengan tipikal amplitudo dan perioda yang lebih kecil. Menurut mereka tidak selamanya tsunami forerunners ini muncul. Di pantai Utara dan Selatan Amerika tsunami forerunners tidak hadir karena kemiringan alami dari inisial tsunami terhadap pantai. Sedangkan kehadiran tsunami forerunners di tempat lain seperti Jepang karena akibat terjadinya resonansi (gelombang ikutan) tsunami awal di teluk dan di paparan benua sebelum tsunami utama datang.

Penarikan Mundur Atau Surutnya Muka Laut (Initial Withdrawal Bore). Dalam beberapa tulisan baik yang popular maupun ilmiah mengemukakan tentang hadirnya penarikan mudur muka air laut sebelum tsunami utama mencapai pantai. Dari hasil rekaman tsunami, Murty (1977) mengemukakan ada ratusan kasus dimana penarikan mundur muka laut ini terjadi, namun pada beberapa kejadian tidak hadir. Secara teoritis pielvogel (1976) situasi semacam ini umumnya disebabkan oleh muka gelombang negatif yang menjalar duluan diikuti oleh gelombang positif.


(41)

d) Dinding Muka Air Laut Yang Tinggi Di Laut (Tsunami Bore).

e)

Adalah pergerakan tsunami yang menjalar di perairan dangkal dan terus menjalar di atas pantai berupa gelombang pecah yang berbentuk dinding dengan tinggi yang hampir rata, ini disebabkan karena adanya gangguan secara meteorologi (Nagaoka, 1907). Berikut ini diperlihatkan beberapa contoh rekaman tsunami di beberapa tempat di Jepang. Dari beberapa saksi mata juga menyebutkan khususnya untuk Tsunami Biak 1996 dan Tsunami Flores 1992 yang terjadi pada siang hari (sedangkan Tsunami Banyuwangi 1994 terjadi pada malam hari) disaksikan bahwa gelombang yang datang menyerupai tembok hitam dan gelap serta berupa tembok putih yang bergerak ke arah pantai. Perbedaan pengamatan ini bergantung pada jenis serta morfologi dasar laut di lepas pantai. Untuk daerah dimana landai serta gelombang tsunami menggerus sedimen di bawahnya maka dinding tesebut kelihatan hitam atau kelabu, sedangkan untuk daerah berkarang maka dinding tersebut berwarna putih di penuhi oleh busa air laut.

Timbulnya Suara Aneh.

Banyak dokumen lama di Jepang melaporkan timbulnya suara abnormal sebelum kedatangan tsunami, hal ini terukir pada Monumen Tsunami di Prefektur Aomori yang berbunyi : “Earthquake, sea Roar, then Tsunami” (Gempa. Suara menderu, kemudian tsunami). Monumen ini dibangun setelah 1993 Showa Great Sanriku Tsunami, bertujuan untuk melanjutkan perhatian masyarakat generasi yang akan datang terhadap tsunami. Ini menganjurkan agar melakukan evakuasi jika terdengar suara abnormal setelah terjadi gempa. Suara seperti ini juga diceritakan


(42)

oleh saksi mata tsunami di Biak, Banyuwangi dan Flores dimana suara tersebut ada yang menyebutkan suara yang terdengar menyerupai: bunyi pesawat helikopter, suara drum band, serta suara roket yang mendesing. Jenis-jenis dan tipikal suara tersebut hubungannya dengan posisi tsunami saat menjalar atau saat menghantam tebing batu atau pantai yang landai di Jelaskan oleh Shuto (1997).

f) Pengamatan Indera Penciuman Dan Indera Perasa.

Saksi mata mengemukakan bahwa saat sebelum tsunami datang terjadi angin dengan berhawa agak dingin bercampur dengan bau garam laut yang cukup kuat, hal ini kemungkinan besar akibat olakan air laut di lepas pantai.

2.1.5. Perbedaan Gelombang Badai Dengan Tsunami

Perbedaan gelombang badai dengan tsunami adalah g

2.1.6. Penyebab Terjadinya Bencana Tsunami

elombang badai menerjang pantai dalam bentuk arus melingkar dan tidak membanjiri daerah yang lebih tinggi sedangkan gelombang tsunami menerjang pantai dalam bentuk arus lurus, bagai tembok air, dengan kecepatan tinggi dan masuk jauh ke daratan. Dengan bentuk gelombang demikian, maka tsunami sulit dihadang, terutama dengan ketinggiannya yang mencapai belasan meter dan kecepatan ratusan kilometer per jam (Anonim, piba.tdmrc.org, 2010).

Tsunami merupakan suatu rangkaian gelombang panjang yang disebabkan oleh perpindahan air dalam jumlah besar secara tiba-tiba. Tsunami dapat dipicu oleh kejadian gempa, letusan volkanik, dan longsoran di dasar laut, atau tergelincirnya


(43)

tanah dalam volume besar, dampak meteor, dan keruntuhan lereng tepi pantai yang jatuh ke dalam lautan atau teluk.

Tsunami mengakibatkan terjadinya kenaikan muka air laut yang besar, sehingga menimbulkan perbedaan tinggi energi. Perbedaan tinggi energi ini menimbulkan aliran dengan kecepatan yang tinggi. Aliran ini mempunyai daya rusak yang sangat besar. Untuk mengurangi kerusakan dan korban yang ditimbulkan oleh tsunami, maka daerah pesisir pantai perlu mendapatkan perlindungan. Namun perlindungan secara fisik hampir tidak mungkin untuk dilakukan karena akan memerlukan biaya yang sangat besar. Konstruksi pelindung hanya akan berfungsi secara efektif untuk melindungi teluk yang mempunyai mulut tidak terlalu lebar. Konstruksi pelindung harus kuat untuk menerima tekanan gelombang tsunami, disamping cukup tinggi untuk menghindarkan limpasan gelombang. Cara yang lebih efektif adalah dengan melatih penduduk dalam menghadapi tsunami dan menghindarkan pembangunan konstruksi di daerah yang sering diserang tsunami.

Berikut ini tindakan yang perlu dilakukan untuk mengurangi risiko bencana tsunami. (1) Membuat sistem peringatan dini. (2) Relokasi daerah permukiman yang rawan tinggi terhadap ancaman tsunami. (3) Edukasi kepada masyarakat tentang berbagai hal yang berkaitan dengan tsunami, misalnya tanda-tanda kedatangan tsunami dan cara-cara penyelamatan diri, sehingga masyarakat siap dan tanggap apabila suatu saat tsunami datang secara tiba-tiba. (4) Membuat jalan atau lintasan untuk menyelamatkan diri dari tsunami. (5) Menanami daerah pantai dengan tanaman yang secara efektif dapat menyerap energi gelombang (misalnya mangrove) (6)


(44)

Membiarkan lapangan terbuka untuk menyerap energi tsunami. (7) Membuat dike

ataupun breakwater di daerah yang memungkinkan (Anonim, piba.tdmrc.org, 2010). 2.1.7. Dampak Bencana Tsunami

Pengertian dampak menurut KBBI adalah benturan, pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif. Pengaruh adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Pengaruh adalah suatu keadaan dimana ada hubungan timbal balik atau hubungan sebab akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang dipengaruhi (Anonim, KBBI Online, 2010).

Adapun dampak bencana terhadap kesehatan yaitu terjadinya krisis kesehatan, yang menimbulkan : (1) Korban massal; bencana yang terjadi dapat mengakibatkan korban meninggal dunia, patah tulang, luka-luka, trauma dan kecacatan dalam jumlah besar. (2) Pengungsian; pengungsian ini dapat terjadi sebagai akibat dari rusaknya rumah-rumah mereka atau adanya bahaya yang dapat terjadi jika tetap berada dilokasi kejadian. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat resiko dari suatu wilayah atau daerah dimana terjadinya bencana (Depkes RI, 2007).

Berdasarkan dampak positif dari bencana tsunami adalah (a) Bencana alam merenggut banyak korban,s ehingga lapangan pekerjaan menjadi terbuka luas bagi yang masih hidup. (b) Menjalin kerjasama dan bahu membahu untuk menolong korban bencana, menimbulkan efek kesadaran bahwa manusia itu saling membutuhkan satu sama lain. (c) Kita bisa mengetahui sampai dimanakah kekuatan


(45)

konstruksi bangunan kita serta kelemahannya dan dapat melakukan inovasi baru untuk penangkalan apabila bencana tersebut datang kembali tetapi dgn konstruksi yg lbh baik sedangkan dampak negatif dari bencana tsunami adalah (a) Merusak apa saja yang dilaluinya bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban jiwa manusia serta menyebabkan genangan, pencemaran air asin lahan pertanian, tanah, dan air bersih. (b) Banyak tenaga kerja ahli yang menjadi korban sehingga sulit untuk mencari lagi tenaga ahli yang sesuai dalam bidang pekerjaanya (c) Pemerintah akan kewalahan dalam pelaksanaan pembangunan pasca bencana karna faktor dana yang besar. (d) Menambah tingkat kemiskinan apabila ada masyarakat korban bencana yang kehilangan segalanya.

2.2. Prinsip Pengurangan Risiko Bencana Tsunami

Risiko adalah sebuah bida jika terjadi suatu keadaan yang tidak dikehendaki dapat menimbulkan suat (Anonim

Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat (UU RI No 24 tahun 2007).


(46)

Paradigma pengurangan risiko bencana merubah pola pikir yang responsif menjadi preventif dengan pendekatan manajemen risiko. Apabila suatu wilayah mempunyai risiko tinggi maka upaya pengurangan risiko dilakukan dengan melakukan tindakan-tindakan. Pertama-tama dilakukan tindakan untuk memisahkan potensi bencana yang mengancam dengan elemen berisiko (element at risk). Tindakan ini dikenal dengan pencegahan (risk avoidance). Apabila antara potensi bencana dengan elemen berisiko tersebut tidak dapat dipisahkan (harus bertemu) maka upaya yang dilakukan adalah pengurangan risiko (risk reduction), atau dikenal dengan mitigasi. Mitigasi ini dapat dilakukan secara struktural maupun non-struktural. Bila pengurangan risiko sudah dilakukan dan masih tetap ada risiko, dilakukan pengalihan risiko ke pihak lain (risk transfer) misalnya melalui sistem asuransi bencana. Apabila ketiga tindakan tersebut sudah dilakukan tetapi masih ada risiko, maka yang terakhir dilakukan adalah menerima risiko (risk acceptance) dan melakukan upaya-upaya kesiapsiagaan.

Tindakantindakan dalam manajemen risiko di atas dijabarkan dalam program yaitu: 5) pencegahan dan mitigasi bencana; 6) peringatan dini; dan 7) kesiapsiagaan. Ketujuh program di atas merupakan program yang dilakukan sebelum terjadi bencana. Kegiatan sebelum terjadi bencana/pra bencana sering disebut dengan pengurangan risiko bencana, sehingga dalam pembuatan rencana aksi pengurangan risiko bencana hanya menggunakan 7 (tujuh) program tersebut. Selain program-program pengurangan risiko bencana juga terdapat program-program pada saat bencana dan pasca bencana. Program pada saat bencana adalah 8) program tanggap darurat dan


(47)

program pasca bencana disebut 9) program rehabilitasi dan rekonstruksi. Dengan demikian Renas PB mempunyai 9 (sembilan) program.

Besar atau kecilnya dampak dalam sebuah bencana diukur dari korban jiwa, kerusakan, atau biaya–biaya kerugian yang ditimbulkannya. Namun demikian, dalam upaya pengurangan risiko bencana, dampak sebuah bencana dapat diprediksi dengan mengidentifikasi beberapa hal di bawah ini.

a. Ancaman/bahaya (Hazard)

Apakah beda antara ancaman/bahaya dengan bencana? Ancaman atau bahaya adalah Fenomena atau situasi yang memiliki potensi untuk menyebabkan gangguan atau kerusakan terhadap orang, harta benda, fasilitas, maupun lingkungan. Sebaliknya, bencana merupakan suatu peristiwa, baik akibat ulah manusia maupun alam, tiba – tiba maupun bertahan materi, maupun lingkungan. Menurut United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR) bahaya terdiri atas bahaya alam dan bahaya karena ulah manusia, yang dapat dikelompokkan menjadi bahaya geologi, bahaya hydrometeorology, bahaya biologi bahaya teknologi, dan penurunan kualitas lingkungan.

b. Kerentanan (Vulnaribility).

Kerentanan merupakan suatu kondisi yang menurunkan kemampuan seseorang atau komunitas masyarakat untuk menyiapkan diri, bertahan hidup atau merespon potensi bahaya. Kerentanan masyarakat secara kultur dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kemiskinan, pendidikan, sosial dan budaya. Selanjutnya aspek infrastruktur yang juga berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kerentanan.


(48)

c. Kapasitas (Capacity).

Kapasitas adalah kekuatan dan sumber daya yang ada pada tiap individu dan lingkungan yang mampu mencegah, melakukan mitigasi, siap menghadapi dan pulih dari akibat bencana dengan cepat.

d. Risiko Bencana (Risk).

Risiko bencana merupakan interaksi tingkat kerentanan dengan bahaya yang ada. Ancaman bahaya alam bersifat tetap karena bagian dari dinamika proses alami, sedangkan tingkat kerentanan dapat dikurangi sehingga kemampuan dalam menghadapi ancaman bencana semakin meningkat. Prinsip atau konsep yang digunakan dalam penilaian resiko bencana.

Resiko =

Kemampuan Bahaya x Kerentanan

Atau dapat ditulis Resiko = Bahaya x Kerentanan x ketidakmampuan.

Menurut Winaryo (2007), dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara dengan potensi bahaya (hazard potency) yang sangat tinggi dan beragam baik berupa bencana alam, bencana ulah manusia ataupun kedaruratan komplek. Beberapa potensi tersebut antara lain adalah gempa bumi dan tsunami. Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu potensi bahaya utama ( main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard). Potensi bahaya utama ( main hazard potency) ini dapat dilihat


(49)

antara lain pada peta rawan bencana gempa di ndonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona gempa yang rawan, peta potensi bencana tsunami dan lain-lain.

Menurut Surono (2004), pemetaan ancaman tsunami mendasarkan pada bentuk lahan dan kedekatan dengan garis pantai. Asumsi yang digunakan adalah semua bentuk lahan yang prosesnya dipengaruhi aktivitas gelombang laut (marin) dan kemiringan lerengnya datar-landai merupakan area yang rawan tsunami. Walaupun demikian, asumsi ini tidak sepenuhnya langsung dapat diterima mengingat pada bentuk lahan yang sama dengan kemiringan lereng yang sama potensi ancaman tsunaminya dapat berbeda jika jaraknya dengan garis pantai berbeda. Oleh karena itu kemudian digunakan kriteria tambahan, yaitu kedekatan dengan garis pantai. Untuk itu kemudian pada bentuk lahan marin yang dianggap rawan tsunami dilakukan buffering untuk menentukan potensi ancamannya. Jarak buffer ditentukan sebesar 1,5 km dari garis pantai untuk potensi ancaman tinggi, 1,5 hingga 3.5 km dari garis pantai untuk potensi sedang dan 3,5 hingga 7,5 untuk potensi rendah. Gempa bumi di Aceh menyebabkan timbulnya gelombang air laut dengan kecepatan tinggi dan mencapai kawasan pantai negara yang ada di dekatnya, Maladewa, India, Somalia, Thailand, Bagladesh, Sri Lanka, Malaysia dan terberat Indonesia. Kira-kira gelombang ini berlari dari sumbernya di Aceh lebih kurang 4.500 km untuk mencapai kawasan pantai negara lain.

Tsunami sangat berhubungan erat dengan gempa bumi tektonik di tengah laut. Jika gempa memiliki SR, maka Jepang mengajukan skala tingkat tsunami. Kekuatan


(50)

tsunami berbanding lurus dengan kekuatan gempa. Sebagai contoh, gempa dengan kekuatan 7 SR akan menyebabkan tsunami dengan kekuatan 0 dan maksimum run up

1 - 1,5 meter yang sama sekali tidak berbahaya. Namun gempa berkekuatan 8,25 SR memicu tsunami grade 3 dengan maksimum run up 8 - 12 meter. Jika 8,9 SR seperti di Provinsi Pemerintah Aceh, tentu tinggi gelombangnya jauh lebih besar dan lebih dahsyat.

Pengurangan resiko bencana adalah upaya sistematis untuk mengembangkan dan menerapkan kebijakan, strategis dan tindakan yang dapat meminimalisir jatuhnya korban jiwa dan hilang atau rusaknya aset serta harta benda akibat bencana, baik melalui upaya mitigasi bencana (pencegahan, peningkatan kesiapsiagaan) ataupun upaya mengurangi kerentanan baik fisik, material, social, kelembagaan, dan prilaku/sikap (IRBI, 2011).

Indeks Rawan Bencana (Disaster Risk Index/DRI) merupakan perhitungan ratarata kematian per negara dalam bencana skala besar dan menengah yang diakibatkan oleh gempa bumi dan tsunami, siklon tropis dan banjir berdasarkan data tahun 1980- 2000. Hal ini memungkinkan identifikasi sejumlah variable social ekonomi dan lingkungan yang berkorelasi dengan risiko kematiaan serta menunjukkan sebab akibat dalam proses risiko bencana. Setiap Negara memiliki indeksnya masing-masing untuk setiap jenis bahaya menurut tingkat eksposure fisik, tingkat kerentanan relatif dan tingkat risikonya. Berdasarkan UU RI no.24 Tahun 2007, konsep risiko bencana tidak disebabkan oeh peristiwa-peristiwa yang berbahaya, namun lebih kepada sejarah kejadian yang dibangun melalui kegiatan


(51)

manusia dan proses-prosesnya. Dengan demikina risiko kematian dalam bencana ini hanya tergantung sebagian pada keberadaan fenomena fisik seperti gempabumi, siklon tropis, dan banjir. Dalam DRI, faktor utamanya adalah risiko kehilangan nyawa dan tidak termasuk aspek risiko lainnya, seperti mata pencaharian dan perekonomian. Hal ini disebabkan karena kurangnya data yang tersedia pada skala global dengan resolusi nasional. Menurut BNPB Provinsi Pemerintah Aceh yang terletak di Pulau Sumatra dengan kawasan seluas 57,365.57 km per segi atau merangkumi 12.26% pulau Sumatra dengan tingkat kepadatan penduduk wilayah Aceh sekitar 73 jiwa per km per segi1. Wilayah Aceh memiliki 119 buah pulau, 73 sungai besar, 2 buah danau, dan 17 gunung serta sumber hutannya, yang terletak di sepanjang jajaran Bukit Barisan, dari Kutacane, Aceh Tenggara, Seulawah, Aceh Besar, sampai Ulu Masen di Aceh Jaya yang terbentuk sejajar dengan jalur patahan Semangko. Sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) juga terdapat di Aceh Tenggara dan memiliki indeks rawan bencana rawan khususnya kota Banda Aceh dengan skor 111 dengan status kelas tinggi (IRBI, 2011).

Tsunami raksasa Aceh Desember 2004, Nias 2005, Jawa Barat 2006 serta Bengkulu 2007. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan rata-rata hampir 1 tahun sekali tsunami menghantam pantai kepulauan Indonesia. Hasil penelitian Paleotsunami menunjukkan bahwa 600 tahun lalu terjadi tsunami besar yang melanda Aceh. Daerah-daerah yang berada di luar kawasan prioritas tetapi memiliki risiko sangat tinggi juga akan memperoleh Program Penyediaan TES Tsunami beserta prasarana penunjangnya dalam jumlah terbatas yang akan dimanfaatkan sebagai


(52)

tempat latihan evakuasi dan sekaligus sebagai monumen pengingat bahwa daerah tersebut merupakan daerah rawan tsunami, sehingga kesiapsiagaan masyarakat akan terjaga.

Gambar 2.2 Indeks Rawan Bencana Provinsi NAD

2.3. Kesiapsiagaan

2.3.1. Tindakan Kesiapsiagaan

Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Tujuannya adalah untuk mengurangi dampak negatif dari bencana. Kesiapsiagaan bencana merupakan proses dari penilaian, perencanaan dan pelatihan untuk mempersiapkan sebuah rencana tindakan yang terkoordinasi dengan baik (UU RI No 24 Tahun 2007).


(53)

Kesiapsiagaan bencana mencakup langkah-langkah untuk memprediksi,

mencegah dan merespon terhadap bencana. Koordinasi lintas sektoral diperlukan

untuk mencapai tujuan-tujuan berikut seperti yang telah disebutkan oleh LIPI-UNESCO/ISDR (2006), bahwa ruang lingkup kesiapsiagaan dikelompokkan

kedalam empat parameter yaitu pengetahuan dan sikap (knowledge and attitude), perencanaan kedaruratan (emergency planning), sistem peringatan (warning system), dan mobilisasi sumber daya. Pengetahuan lebih banyak untuk mengukur pengetahuan dasar mengenai bencana alam seperti ciri-ciri, gejala dan penyebabnya. Perencanaan kedaruratan lebih ingin mengetahui mengenai tindakan apa yang telah dipersiapkan menghadapi bencana alam. Sistem peringatan adalah usaha apa yang terdapat di pemerintahan/masyarakat dalam mencegah terjadinya korban akibat bencana dengan cara tanda-tanda peringatan yang ada. Sedangkan mobilisasi sumber daya lebih kepada potensi dan peningkatan sumber daya di pemerintahan/masyarakat seperti keterampilan-keterampilan yang diikuti, dana dan lainnya.

Menurut Peraturan Kepala BNPB Nomor 4 Tahun 2008, kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain: (1). Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukungnya. (2). Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sektor, penanggulangan bencana (SAR, sosial,


(54)

kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum). (3). Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan (4). Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik. (5). Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna mendukung tugas kebencanaan. (6). Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early warning) (7). Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan) (8). Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan)

2.4. Parameter Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapi Resiko Bencana Tsunami

Menurut LIPI-UNESCO/ISDR (2006), terdapat 5 (lima) faktor kritis yang disepakati sebagai parameter untuk mengukur kesiapsiagaan individu dan rumah tangga untuk mengantisipasi bencana alam dalam hal ini khususnya tsunami, adalah sebagai berikut:

a. Pengetahuan dan sikap terhadap risiko bencana

Pengetahuan merupakan faktor utama kunci kesiapsiagaan. Pengetahuan yang harus dimiliki individu dan rumah tangga mengenai bencana tsunami yaitu pemahaman tentang bencana tsunami dan pemahaman tentang kesiapsiagaan menghadapi bencana tersebut, meliputi pemahaman mengenai tindakan penyelamatan diri yang tepat saat terjadi tsunami serta tindakan dan peralatan yang perlu disiapkan sebelum terjadi tsunami, demikian juga sikap dan kepedulian terhadap risiko bencana tsunami. Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat memengaruhi sikap dan kepedulian individu dan rumah tangga untuk siap dan siaga dalam mengantisipasi bencana, terutama bagi yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana.


(55)

b. Kebijakan atau panduan keluarga untuk kesiapsiagaan

Kebijakan untuk kesiapsiagaan bencana tsunami sangat penting dan merupakan upaya konkrit untuk melaksanakan kegiatan siaga bencana. Kebijakan yang signifikan berpengaruh terhadap kesiapsiagaan rumah tangga. Kebijakan yang diperlukan untuk kesiapsiagaan rumah tangga berupa kesepakatan keluarga dalam hal menghadapi bencana tsunami, yakni adanya diskusi keluarga mengenai sikap dan tindakan penyelamatan diri yang tepat saat terjadi tsunami, dan tindakan serta peralatan yang perlu disiapkan sebelum terjadi tsunami.

c. Rencana tanggap darurat

Rencana tanggap darurat menjadi bagian penting dalam kesiapsiagaan, terutama berkaitan dengan pertolongan dan penyelamatan, agar korban bencana dapat diminimalkan. Upaya ini sangat krusial, terutama pada saat terjadi bencana dan hari-hari pertama setelah bencana sebelum bantuan dari pemerintah dan dari pihak luar datang. Rencana tanggap darurat meliputi 7 (tujuh) komponen, yaitu:

(1) Rencana keluarga untuk merespons keadaan darurat, yakni adanya rencana penyelamatan keluarga dan setiap anggota keluarga mengetahui apa yang harus dilakukan saat kondisi darurat (tsunami) terjadi.

(2) Rencana evakuasi, yakni adanya rencana keluarga mengenai jalur aman yang dapat dilewati saat kondisi darurat, adanya kesepakatan keluarga mengenai tempat berkumpul jika terpisah saat terjadi tsunami, dan adanya keluarga/kerabat/teman, yang memberikan tempat pengungsian sementara saat kondisi darurat .


(56)

(3) Pertolongan pertama, penyelamatan, keselamatan dan keamanan, meliputi tersedianya kotak P3K atau obat-obatan penting lainnya untuk pertolongan pertama keluarga, adanya anggota keluarga yang mengikuti pelatihan pertolongan pertama, dan adanya akses untuk merespon keadaan darurat.

(4) Pemenuhan kebutuhan dasar, meliputi tersedianya kebutuhan dasar untuk keadaan darurat (makanan siap saji dan minuman dalam kemasan), tersedianya alat/akses komunikasi alternatif keluarga (HP/radio), tersedianya alat penerangan alternatif untuk keluarga pada saat darurat (senter dan baterai cadangan/lampu/jenset).

(5) Peralatan dan perlengkapan siaga bencana

(6) Fasilitas-fasilitas penting yang memiliki akses dengan bencana seperti tersedianya nomor telepon rumah sakit, polisi, pemadam kebakaran, PAM, PLN, Telkom.

(7) Latihan dan simulasi kesiapsiagaan bencana d. Sistim peringatan bencana

Sistem peringatan bencana meliputi tanda peringatan dan distribusi informasi akan terjadi bencana. Dengan adanya peringatan bencana, keluarga dapat melakukan tindakan yang tepat untuk mengurangi korban jiwa, harta benda dan kerusakan lingkungan. Untuk itu diperlukan latihan dan simulasi tentang tindakan yang harus dilakukan apabila mendengar peringatan dan cara menyelamatkan diri dalam waktu tertentu, sesuai dengan lokasi tempat keluarga berada saat terjadinya peringatan. Sistem peringatan bencana untuk keluarga berupa tersedianya sumber informasi


(57)

untuk peringatan bencana baik dari sumber tradisional maupun lokal, dan adanya akses untuk mendapatkan informasi peringatan bencana. Peringatan dini meliputi informasi yang tepat waktu dan efektif melalui kelembagaan yang jelas sehingga memungkinkan setiap individu dan rumah tangga yang terancam bahaya dapat mengambil langkah untuk menghindari atau mengurangi resiko serta mempersiapkan diri untuk melakukan upaya tanggap darurat yang efektif.

e. Mobilisasi sumber daya

Sumber daya yang tersedia, baik sumber daya manusia maupun pendanaan dan sarana/prasarana penting untuk keadaan darurat merupakan potensi yang dapat mendukung atau sebaliknya menjadi kendala dalam kesiapsiagaan bencana alam. Karena itu, mobilisasi sumber daya menjadi faktor yang krusial. Mobilisasi sumber daya keluarga meliputi adanya anggota keluarga yang terlibat dalam pertemuan/seminar/pelatihan kesiapsiagaan bencana, adanya keterampilan yang berkaitan dengan kesiapsiagaan, adanya alokasi dana atau tabungan keluarga untuk menghadapi bencana, serta adanya kesepakatan keluarga untuk memantau peralatan dan perlengkapan siaga bencana secara reguler.

2.4.1. Tindakan Rumah Tangga sebelum Bencana Tsunami

Tindakan kesiapsiagaan dirumah tangga Menurut Bakornas (2006) adalah sebagai berikut :

a. Menyiapkan tas siaga berisi bebagai keperluan dan dokumen penting

seperti ijazah, sertifikat tanah, BPKB, buku nikah, obat-obatan, dan senter. Tas siaga tersebut disimpan pada tempat yang


(58)

mudah dijangkau, sehingga ketika bencana datang tiba-tiba dan harus meninggalkan rumah maka barang-barang tersebut dapat dibawa dengan mudah dan cepat.

b. Naikkan alat-alat listrik, barang berharga, buku dan barang yang mudah rusak bila terkena air ke tempat yang tinggi (melebihi ketinggian maksimum banjir) bagi penduduk khusus yang tinggal di kawasan banjir.

c. Mempelajari peta daerah rawan dari bencana.

d. Mempelajari lokasi aman dan jalur aman untuk melakukan evakuasi jika terjadi bencana.

e. Mempelajari P3K untuk menolong diri sendiri atau korban seandainya ada cedera.

f. Menempatkan kunci rumah di tempat yang aman, mudah diambil dan diketahui (disepakati) oleh semua anggota keluarga.

g. Menulis nomor-nomor telepon penting seperti nomor polisi, PAM, PLN, PMI, LSM, Pemadam kebakaran dan menyimpannya kedalam memori handphone atau dalam catatan penting lainnya.

h. Menempatkan handphone dan alat tanda bahaya di tempat yang mudah dijangkau ketika menyelamatkan diri.

i. Pemasangan tanda bahaya, yakni jalur-jalur yang tidak dapat digunakan pada saat bencana.

Mari kita kenali tanda-tandanya akan datang gelombang tsunami, saat terjadi gempa didasar samudera tiba-tiba air laut dipantai menjadi surut. Apabila kamu


(59)

melihat hal itu bersegeralah mencari tempat yang tinggi, bisa jadi itulah awal mula akan datangnya gelombang tsunami. Ada beberapa langkah yang harus diketahui dan diterapkan masyarakat, yaitu : (a) Masyarakat harus menghafalkan karakteristik gempa yang potensial menyebabkan tsunami. Gempa besar yang berpusat di dasar laut bisa menimbulkan suara gemuruh berkepanjangan. (b) Meningkatkan kewaspadaan saat berwisata dikawasan pantai. (c) Mengetahui secara pasti langkah darurat dan tempat-tempat evakuasi. (d) Masyarakat pantai harus turut menjaga kelestarian tanaman mangrov.

2.5. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapi Bencana Tsunami

2.5.1. Pengetahuan (Knowledge)

Menurut Notoatmoodjo (2012), pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata).

Pengetahuan adalah ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu:


(60)

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

(recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam bentuk konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.


(61)

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun dan dapat merencanakan, dapat meringkaskan terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Menurut LIPI (2006), pengetahuan merupakan faktor utama kunci kesiapsiagaan. Pengalaman bencana gempa bumi dan tsunami di Aceh, Nias dan Yogyakarta serta berbagai bencana yang terjadi diberbagai daerah lainnya memberikan pelajaran yang sangat berarti akan pentingnya pengetahuan mengenai bencana alam. Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat memengaruhi sikap dan kepedulian masyarakat untuk siap dan siaga dalam menghadapi bencana, terutama bagi mereka yang bertempat tinggal di daerah pesisir yang rentan terhadap bencana alam.

2.5.1.1 Pengetahuan Tentang Kearifan Lokal

Di Indonesia, masih banyak penduduk yang menganggap bahwa bencana itu merupakan suatu takdir. Hal ini merupakan gambaran bahwa paradigm konvensional masih kuat dan berakar di masyarakat. Pada umumnya mereka percaya bahwa


(62)

bencana itu adalah suatu kutukan atas dosa dan kesalahan yang telah diperbuat, sehingga seseorang harus menerima bahwa itu sebagai takdir akibat perbuatannya. Sehingga tidak perlu lagi berusaha untuk mengambil langkah‐langkah pencegahan atau penanggulangannya (Bakornas PB, 2007).

Menurut Keraf (2010) bahwa kearifan lokal adalah adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Jadi kearifan lokal ini bukan hanya menyangkut pengetahuan dan pemahaman masyarakat adat tentang manusia dan bagaimana relasi yang baik diantara manusia, melainkan juga menyangkut pengetahuan, pemahaman dan adat kebiasaan tentang manusia, alam dan bagaimana relasi di antara semua penghuni komunitas ekologis ini harus dibangun. Seluruh kearifan tradisional ini dihayati, dipraktikkan, diajarkan dan diwariskan dari satu generasi ke generasi lain yang sekaligus membentuk pola perilaku manusia sehari-hari.

Menurut Gobyah dalam Sartini (2004), mengatakan bahwa kearifan lokal adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal adalah produk masa lalu yang terus menerus dijadikan pegangan hidup. Walaupun lokal namun nilai-nilai yang terkandung didalamnya bersifat universal.

Apriyanto, (2008) menjelaskan bahwa, menurut perspektif kultural, kearifan lokal adalah berbagai nilai yang diciptakan, dikembangkan dan dipertahankan oleh masyarakat yang menjadi pedoman hidup mereka. Termasuk berbagai mekanisme


(1)

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Step 0 Constant ,431 ,252 2,924 1 ,087 1,538

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0

Variables

Tingkat_Pendidikan 5,392 1 ,020 Tingkat_Pengetahuan 5,394 1 ,020 Tingkat_Sikap 6,417 1 ,011 Overall Statistics 15,323 3 ,002

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1

Step 16,738 3 ,001 Block 16,738 3 ,001 Model 16,738 3 ,001

Model Summary

Step -2 Log likelihood Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 71,766a ,224 ,303

a. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than ,001.


(2)

Classification Tablea

Observed Predicted

Tingkat Kesiapsiagaan RT Percentage Correct Tidak Siap Siap

Step 1 Tingkat Kesiapsiagaan RT

Tidak Siap 14 12 53,8

Siap 6 34 85,0

Overall Percentage 72,7

a. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B) Lower Upper

Step 1

Tingkat_Pendidikan a

,912 ,435 4,388 1 ,036 2,488 1,060 5,839 Tingkat_Pengetahuan 1,404 ,592 5,622 1 ,018 4,073 1,276 13,007 Tingkat_Sikap 1,293 ,583 4,914 1 ,027 3,644 1,162 11,430 Constant -1,988 ,743 7,157 1 ,007 ,137


(3)

LAMPIRAN 11 : PHOTO PENELITIAN DI DESA ULEE LHEUE

GAMBAR 1 : SALAH SATU RESPONDEN SEDANG MENGISI KUISIONER


(4)

LAMPIRAN LANJUTAN PHOTO PENELITIAN

GAMBAR 3 : SUSUNAN BATU SEBAGAI PENAHAN OMBAK


(5)

LAMPIRAN 12 : PETA JALUR EVAKUASI TSUNAMI DI DESA ULEE LHEUE

GAMBAR 1 : PETA JALUR EVAKUASI DEKAT PELABUHAN ULEE LHEUE


(6)

LAMPIRAN 13 : ESCAPE BUIDING TSUNAMI

GEDUNG EVAKUASI TSUNAMI ADA 4 DI KOTA BANDA ACEH

1.

DESA PIE BERBATASAN DENGAN DESA ULEE LHEUE

2.

DESA LAMBUNG

3.

DEAH GLUMPANG

4.

ALUE DEAH TENGOH

INFO LEBIH LENGKAP BISA DILIAT DI WEB GIS KOTA BANDA ACEH

GAMBAR 6 : SALAH SATU ESCAPE BUILDING TSUNAMI DI DESA

LAMBUNG


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Kepala Keluarga terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Banjir di Gampong Mesjid Tuha Kecamatan Meureudu Kabupaten Pidie Jaya

4 65 98

Pengaruh Pengetahuan, Sikap, dan Dukungan Anggota Keluarga terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh

10 78 214

Pengaruh Risiko Bencana Tsunami Wilayah Pesisir Terhadap Kesiapsiagaan Kepala Keluarga Di Desa Pasir Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat

0 24 196

Wisata Tepi Air Ulee Lheue Kota Banda Aceh ( Waterfront Architecture )

14 104 107

Pengaruh Faktor Pengetahuan, Sikap Dan Pendidikan Kepala Keluarga Terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga Dalam Menghadapi Banjir Di Desa Pelita Sagoup Jaya Kecamatan Indra Makmu Kabupaten Aceh Timur

4 95 152

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG RESIKO BENCANA BANJIR TERHADAP KESIAPSIAGAAN REMAJA USIA 15 – 18 TAHUN DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN PEDURUNGAN KIDUL KOTA SEMARANG

0 4 132

KAJIAN KESIAPSIAGAAN INDIVIDU DAN RUMAH TANGGA DALAM MENGHADAPI BENCANA TSUNAMI DI KECAMATAN GRABAG KABUPATEN PURWOREJO

0 14 124

Perancangan Lanskap Memorial Park di Gampong Ulee Lheue, Kota Banda Aceh Berbasis Wisata Tsunami dan Mitigasi Bencana

0 16 120

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DESA SIAGA BENCANA DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI DI KECAMATAN MEURAXA KOTA BANDA ACEH | Yusya Abubakar. | Jurnal Ilmu Kebencanaan : Program Pascasarjana Unsyiah 5671 11504 1 SM

1 1 9

RESIDENTIAL BUILDINGS RISK LEVEL AGAINST TSUNAMI IN ULEE LHEUE VILLAGE, MEURAXA SUB-DISTRICT, BANDA ACEH Siti Nidia Isnin

0 0 10