Dalam Pasal 16 Ayat 1 UU Yayasan ada dua pilihan yakni jangka waktu tertentu dan jangka waktu tidak tertentu. Jika waktunya tertentu, maka dengan jelas
disebutkan dalam akta maupun dalam perubahan akta pendirian Yayasan misalnya 10 sepuluh tahun. Dengan menyebutkan waktu tertentu tersebut, maka setelah tiba
waktunya, Yayasan tersebut harus bubar. Namun dalam Ayat 2 diberikan pula waktu perpanjangan jika dikehendaki oleh pendiri. Mengenai jangka waktu tidak
tertentu, Yayasan dapat berdiri sepanjang masa walaupun telah berganti-ganti organ- oragannya.
Jadi, dalam pendirian Yayasan maupun dalam akta perubahan Anggaran Dasar Yayasan mengenai berakhirnya Yayasan tentu berakhirnya masa Yayasan tentu
membawa konsekuensi hukum bahwa jika telah berakhir sesuai dengan pilihan waktu yang ditentukan oleh undang-undang, maka berakhir pulalah Yayasan sebagai badan
hukum dan segala aspek hukumnya harus dibereskan khususnya mengenai harta kekayaan Yayasan.
5. Modal Yayasan
Pada hakikatnya modal Yayasan adalah kekayaan yang dipisahkan untuk suatu tujuan tertentu yang oleh undang-undang diberi status badan hukum.
134
Mengenai modal Yayasan sesuai dengan defenisi Yayasan pada Pasal 1 Ayat 1 UU yayasan yang dimaksud dengan Yayasan adalah badan hukum yang terdiri
atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di
134
Tahir Tungadi., Hukum Benda, Makassar: Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin, 1975, hal. 8.
Universitas Sumatera Utara
bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota. Jadi, berdasarkan ketentuan ini, modal Yayasan adalah modal atau kekayaan yang
dipisahkan antara kekayaan pribadi dengan kekayaan Yayasan. Kekayaan Yayasan dimaksud adalah baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain.
Kekayaan Yayasan tersebt, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung kepada Pembina, Pengurus, Pengawas, karyawan, atau pihak lain
yang mempunyai kepentingan terhadap Yayasan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 5 UU Yayasan yaitu, “Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun
kekayaan lain yang diperoleh Yayasan berdasarkan Undang-Undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung kepada Pembina,
Pengurus, Pengawas, karyawan, atau pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap Yayasan.”
Kekayaan awal Yayasan berasal dari kekayaan pendiri Yayasan dimana jumlah kekayaan awal harus dipisahkan dari kekayaan pribadi pendiri dalam bentuk
uang atau benda. Benda dimaksud di sini adalah benda berwujud dan tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang.
Sehubungan dengan modal dalam akta pendirian Yayasan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 14 Ayat 4 UU Yayasan bahwa, ”Jumlah minimum harta
kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi Pendiri sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 huruf d ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.”
Universitas Sumatera Utara
Maka dalam peraturan pelaksananya, ketentuan tersebut diperjelas dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah PP Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan UU
Yayasan ditentukan mengenai kekayaan awal Yayasan sebagai berikut: 1
Jumlah kekayaan awal Yayasan yang didirikan oleh Orang Indonesia, yang berasal dari pemisahan harta kekayaan pribadi pendiri, paling sedikit senilai
Rp10.000.000,00 sepuluh juta rupiah. 2
Jumlah kekayaan awal Yayasan yang didirikan oleh Orang Asing atau Orang Asing bersama Orang Indonesia, yang berasal dari pemisahan harta kekayaan
pribadi pendiri, paling sedikit senilai Rp100.000.000,00 seratus juta rupiah. Kemudian dalam Pasal 7 ditentukan mengenai pemisahan harta kekayaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 harus disertai surat pernyataan pendiri mengenai keabsahan harta kekayaan yang dipisahkan tersebut dan bukti yang
merupakan bagian dari dokumen keuangan Yayasan. Mengenai jumlah kekayaan awal atau modal Yayasan disebutkan di atas,
maka terhadap pendirian Yayasan yang baru dengan memperhatikan ketentuan Pasal 6 PP ini harus dicantumkan dalam akta pendirian dan begitu pula jika akta itu dirubah
harus diikutkan pula sebagai kekayaan awal Yayasan tersebut. Selain modal awal Yayasan sebagai kekayaan Yayasan, juga bersumber dari bantuan yang tidak
mengikat dengan tidak membdekan asal dari mana sumbangan tersebut baik dari masyarakat, pemerintah, maupun dari luar negeri.
135
135
Arifin P. Soeria Atmadja., “Aspek Pengelolaan Keuangan Yayasan”, Makalah yang disampaikan pada lokakarya mengenai Rancangan Undang-Undang Yayasan yang diselenggarakan
Universitas Sumatera Utara
Pada praktiknya saat ini bertitik tolak dari kasus-kasus sengketa Yayasan sering sekali didengar adanya pemilik Yayasan. Para pendiri Yayasan dalam
menyikapi hal ini, beranggapan bahwa sebenarnya sistem yang dibangun UU Yayasan dalam hal pengelolaan keuangan yayasan dapat dikatakan hampir sama
dengan pengelolaan keuangan sebuah perusahaan terbatas.
136
Saat ini terdapat berbagai penafsiran yang keliru dalam pengelolaan Yayasan yang selama ini berlangsung seperti:
137
a. Yayasan dianggap sebagai organisasi nirlaba yang selama sekali tidak boleh
mencari keuntungan non profit oriented. Adanya pemikiran tersebut telah menyebabkan banyak yayasan yang lesu darah karena dalam upaya pendanaan
hanya mengandalkan sumbangan dari para donatur tanpa berusaha mencari sumber-sumber lain yang lebih kreatif. Lebih parah lagi para donatur yang
diandalkan adalah orang atau badan yang sama dari tahun ke tahun yang dimintakan belas kasihannya;
b. Karena yayasan mempunyai misi sosial dan kemanusiaan maka dapat dipahami
bahwa manajemen yayasan kurang profesional diibandingkan dengan manajemen bisnis yang bertujuan laba, karena para pendiri dan pengurusnya adalah para
sukarelawan yang mempunyai banyak kesibukan lain;
c. Sebagai organisasi nirlaba, yayasan jarang melakukan program pemasaran
marketing karena pemasaran dianggap identik dengan aspek komersial dan penjualan. Hal ini menyebabkan banyak yayasan yang sulit berkembang karena
kurang dikenal oleh masyarakat dan konstituennya, sehingga sangat sulit memperoleh sumber pendanaan; dan
d. Sebagai organisasi nirlaba, pengelolaan yayasan dianggap berbeda dengan
pengelolaan perusahaan. Banyak yayasan yang tidak berkembang karena dikelola dengan kurang profesional, tidak efisien, tidak adanya akuntabilitas publik,
lemahnya pengawasan, dan sebagainya.
Dengan demikian, yayasan sebagai salah satu bentuk organisasi nirlaba
bersama Universitas Sumatera Utara, Universitas Indonesia, dan University of South Carolina di Universitas Sumatera Utara, Medan tanggal 4 November 2000, hal. 4. lihat pula Pasal 4 Ayat 2 UU
Yayasan.
136
Ibid, hal. 78.
137
H.P. Penggabean., Op.cit, hal. 158-159.
Universitas Sumatera Utara
dewasa ini mengalami tantangan besar karena semakin meningkatnya tuntutan akan transparansi, akuntabilitas, serta efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan kegiatan
operasionalnya. Memperhatikan hakikat yayasan tersebut di atas maka tepatlah bahwa
Undang-Undang Yayasan menegaskan bahwa yayasan dapat didirikan oleh satu orang dengan memisahkan harta kekayaan pendirinya, sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 9 Ayat 1 UU Yayasan menyebutkan, ”Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya, sebagai
kekayaan awal”. Ketentuan tentang pendirian Yayasan ini berbeda bila dibandingkan dengan
pendirian Perseroan Terbatas atau perseroan. Dalam hal pendirian perseroan harus dilakukan oleh sedikitnya 2 dua orang Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Perseroan
Terbatas, karena Perseroan Terbatas adalah persekutuan modal asosiasi modal yang dibentuk berdasarkan perjanjian.
Tetapi saat ini kenyataan dalam hal pendirian Yayasan perlu diperhatikan bahwa perbuatan hukum pendirian Yayasan pada dasarnya adalah perbuatan hukum
yang bersifat sepihak. Juga apabila yayasan didirikan oleh 2 dua orang atau lebih Pendiri, sifat perbuatan hukum dimaksud secara esensial berbeda dengan perbuatan
hukum pendirian Perseroan. Dalam hal pendirian Perseroan, perbuatan hukum para pendiri sekaligus mengandung penyertaan dalam perseroan selaku persekutuan
modal. Perbuatan hukum pendirian yayasan mengakibatkan lahirnya yayasan. Undang-Undang Yayasan mengamanatkan bahwa pendirian tersebut harus
Universitas Sumatera Utara
dengan akta Notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia, sebagaimana ketentuan Pasal 9 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 yang menyebutkan,
”Pendirian yayasan sebagaimana dimaksud dalam, ayat 1 dilakukan dengan akta Notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia”.
Hal tersebut berarti bahwa apabila pendirian yayasan tidak dilakukan dengan akta notaris, maka perbuatan hukum tersebut bukan perbuatan hukum pendirian
yayasan sebagaimana dimaksud dalam UU Yayasan, dan oleh karena itu perbuatan hukum tersebut tidak melahirkan yayasan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
akta notaris merupakan syarat mutlak bagi adanya yayasan. Selanjutnya dalam Pasal 9 ayat 3 dinyatakan bahwa Yayasan dapat
didirikan berdasarkan surat wasiat. Hal ini berarti bahwa surat wasiat dimaksud harus merupakan surat wasiat terbuka yang dibuat di hadapan notaris Indonesia.
Oleh karena itu pendirian Yayasan tidak dapat dilakukan berdasarkan surat wasiat holograf surat wasiat yang seluruhnya ditulis dengan tangan oleh pembuat wasiat
atau dengan surat wasiat rahasia. Hal ini karena kedua surat wasiat yang disebutkan terakhir bukan merupakan akta notaris melainkan akta di bawah tangan yang
dideponir pada kantor notaris. Jadi, setelah adanya perubahan akta dalam pendirian Yayasan harus tunduk pada ketentuan UU Yayasan dengan tidak mengenal adanya
nama pemilik Yayasan kecuali pembina, pendiri, pengurus, dan pengawas Yayasan.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV SANKSI HUKUM TERHADAP YAYASAN APABILA TIDAK