bubar. Jika Yayasan itu bubar sesuai dengan alasan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar, maka penyelesaiannya dilaksanakan oleh mereka yang dibebani dengan
penyelenggaraan penyelesaian. Sedangkan jika pembubaran itu terjadi karena putusan hakim, maka penyelesaiannya diserahkan kepada panitera dewan majelis yang
terakhir memeriksa perkara. Pihak yang berkeberatan terhadap pembubaran dapat mengajukan kepada pengadilan.
B. Sanksi Hukum Apabila Yayasan Tidak Melaksanakan Perubahan Akta
Pendirian Setelah Keluarnya UU Yayasan
Pendirian Yayasan dilakukan dengan akta Notaris dan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian memperoleh pengesahan dari Menteri
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atau pejabat yang ditunjuk. Ketentuan tersebut dimaksudkan agar penataan administrasi pengesahan suatu Yayasan sebagai badan
hukum dapat dilakukan dengan baik guna mencegah berdirinya Yayasan tanpa melalui prosedur yang ditentukan dalam Undang-undang.
Permasalahan hukum yang paling penting adalah keberadaan Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan UU Yayasan
sebagai aturan yang memaksa apabila Yayasan yang diakui sebagai badan hukum namun tidak menyesuaikan Anggaran Dasarnya sesuai dengan UU Yayasan sampai
dengan selambat-lambatnya tanggal 6 Oktober 2008, maka Yayasan tersebut harus melikuidasi kekayaannya dan menyerahkan sisa hasil likuidasinya kepada Yayasan
yang mempunyai kesamaan kegiatan dengan Yayasan yang dibubarkan.
Universitas Sumatera Utara
Dalam UU Yayasan mengantur sanksi yayasan yang berdiri sebelumnya dan tidak mau mematuhi ketentuan undang-undang. Sanksi sengaja diatur karena
merupakan konsekuensi dari suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Yayasan tersebut. Sanksi yang diatur dalam Pasal 71 UU Yayasan hanya bersifat
administratif.
153
Dalam hal ini tidak masuk dalam pelanggaran pidana, namun hanya bersifat administratif yakni larangan penggunaan kaya “Yayasan” dan terhadap
hartanya harus “dilikuidasi” kemudian “sisa likuidasi diserhkan kepada Yayasan lain yang maksud dan tujuannya sama dengan yayasan yang dilikuidasi”.
Untuk mengetahui sanksi hukum bagi Yayasan yang tidak menyesuaikan atau tidak melaksanakan perubahan akta Yayasan sesuai dengan UU Yayasan, maka
sebelumnya dapat diperhatikan ketentuan dalam Pasal 71 UU Yayasan yang menyebutkan bahwa:
1. Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Yayasan yang telah:
a. Didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan
Berita Negara Republik Indonesia; atau b.
Didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin melakukan kegiatan dari instansi terkait; tetap diakui sebagai badan hukum, dengan
ketentuan dalam waktu paling lambat 5 lima tahun sejak mulai berlakunya Undang-Undang ini Yayasan tersebut wajib menyesuaikan
Anggaran Dasarnya dengan ketentuan Undang-Undang ini.
2. Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 wajib diberitahukan kepada
Menteri paling lambat 1 satu tahun setelah pelaksanaan penyesuaian. 3.
Yayasan yang tidak menyesuaikan Anggaran Dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat dibubarkan berdasarkan putusan
Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.
Hal yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana jika Yayasan-Yayasan tersebut tidak memohon untuk menyesuaikan Anggaran Dasarnya? Konsekuensi
153
Gatot Supramono, Op. cit., hal. 21.
Universitas Sumatera Utara
menurut pasal-pasal dalam UU Yayasan adalah Yayasan yang bersangkutan tidak dapat diakui sebagai badan hukum dan dapat tidak dibenarkan atau dilarang
menggunakan kata “Yayasan” di depan nama khusus. Hal ini penting untuk menunjukan bahwa nama itu adalah nama Yayasan. Karena dengan menggunakan
kata “Yayasan”, ini berarti Yayasan tersebut telah menjadi badan hukum dan segala ketentuan tanggung jawab organnya pun harus berdasarkan pertanggungjawaban
layaknya sebuah badan hukum. Menurut UU Yayasan terdapat pada bagian penjelasan Pasal 71 di atas
ditemukan penjelasan mengenai siapa pihak yang berkepentingan itu. Para pihak yang berkepentingan itu adalah pihak-pihak yang mempunyai kepentingan langsung
dengan Yayasan. Mengenai sisa hasil likuidasi sesuai dengan ketentuan Pasal 68 UU Yayasan
disebutkan bahwa: 1.
Kekayaan sisa hasil likuidasi diserahkan kepada Yayasan lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama dengan Yayasan yang bubar.
2. Dalam hal sisa hasil likuidasi tidak diserahkan kepada Yayasan lain yang
mempunyai maksud dan tujuan yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, sisa kekayaan tersebut diserahkan kepada Negara dan penggunaannya
dilakukan sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan tersebut.
Dalam ketentuan UU Yayasan tidak disebutkan mengenai sanksi hukum bagi pihak yang tidak melaksanakan perubahan akta. Namun lebih lanjut dapat ditemukan
dalam Pasal 39 Peraturan Pemerintah PP Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan UU yayasan disebutkan sanksi hukum apabila Yayasan tidak
Universitas Sumatera Utara
melaksanakan perubahan akta dalam Anggaran Dasarnya. Selengkapnya bunyi ketentuan dalam Pasal 39 PP Nomor 63 Tahun 2008 tersebut adalah sebagai berikut:
“Yayasan yang belum memberitahukan kepada Menteri sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat 3 Undang-Undang
tidak dapat menggunakan kata “Yayasan” di depan namanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat 4 Undang-Undang dan harus melikuidasi
kekayaannya serta menyerahkan sisa hasil likuidasi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 Undang-Undang.”
Menurut ketentuan Pasal 39 PP Nomor 63 Tahun 2008 tersebut, bahwa yayasan-yayasan yang sebelum lahirnya UU Yayasan tidak boleh menggunakan kata
“Yayasan di depan nama”. Ini berarti jika ada yang menggunakan kata “Yayasan” sementara belum mengubah Anggaran Dasarnya sesuai dengan UU Yayasan, maka
yayasan tersebut adalah illegal dan harus dilikuidasi kekayaannya. Tidak terkecuali begitu pula halnya dengan Yayasan asing dapat dilikuidasai
harta kekayaannya serta menyerahkan sisa hasil likuidasi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 Undang-Undang. Ketentuan mengenai hal
tersebut diatur dalam Pasal 40 PP Nomor 63 Tahun 2008 yakni: 1
Yayasan asing yang telah melakukan kegiatan di Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini wajib menyesuaikan dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 26 paling lambat 3 tiga bulan terhitung sejak tanggal Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku.
2 Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yang tidak menyesuaikan
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 26 setelah lewat jangka waktu 3 tiga bulan terhitung sejak tanggal Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku dapat dihentikan kegiatannya oleh instansi yang berwenang atau kejaksaan untuk kepentingan umum.
Sehubungan dengan itu, Gatot Supramono,
154
juga menyebutkan bahwa, bagi
154
Ibid., hal. 21.
Universitas Sumatera Utara
yayasan yang tidak menyesuaikan anggaran dasarnya baik Yayasan yang telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri maupun yang tidak mendaftarkannya, UU Yayasan
melarang para yayasan tersebut tidak dapat menggunakan kata ”Yayasan” di depan namanya dan dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan
Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan. Dengan tidak menggunakan kata yayasan maka yang akan terjadi pada
organisasi yang tadinya sebagai yayasan, berakibat yang tertulis tinggal namanya saja. Dengan keadaan yang demikian akan mempengaruhi penulisan dalam surat
menyurat dan papan nama yang biasanya terpampang di depan kantor. Dengan cara seperti ini UU 16 Tahun 2001 jo UU 28 Tahun 2004 tentang
Yayasan sebenarnya bermaksud memaksa agar para Yayasan yang membandel, sebaiknya setelah lewat waktu yang ditetapkan oleh undang-undang untuk
menyesuaikan anggaran dasarnya, para Yayasan tersebut membubarkan diri saja. Bagi yayasan yang terus melakukan kegiatannya walaupun tanpa
menggunakan kata yayasan, akan mengalami kendala karena menurut pemerintah maupun masyarakat organisasi tersebut sudah dipandang bukan sebagai yayasan dan
tidak layak lagi sebagai lembaga Yayasan.
155
Sanksi yang demikian merupakan sebuah cara yang pasif, untuk membubarkan yayasan yang tidak mematuhi UU 16 Tahun 2001 jo UU 28 Tahun
2004 Tentang Yayasan. Tanpa ada pemberitahuan, penegoran, pemaksaan terhadap yayasan tetapi diharapkan yayasan dapat bubar secara damai.
155
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Sanksi yang lain terhadap yayasan yang tidak menyesuaikan anggaran dasarnya adalah yayasan dapat dibubarkan. Pembubarannya dilakukan dengan
putusan pengadilan, atas permintaan kejakaan atau pihak yang berkepentingan.
156
Pembubaran yayasan dengan putusan pengadilan disini merupakan cara yang aktif. Dikatakan demikian karena legal action pemerintah maupun masyarakat tidak dapat
membubarkan Yayasan.
157
Cara ini juga dimaksudkan sebagai upaya pencegahan, agar pihak luar yayasan tidak bertindak main hakim sendiri.
Pihak yang berwenang mengajukan permintaan pembubaran yang pertama adalah kejaksaan. Kejaksaan diberi wewenang mengajukan permintaan pembubaran
ke pangadilan. Sebagai konsekuensi wewenang tersebut, kejaksaan harus aktif ke lapangan untuk mengetahui adanya peristiwa hukum, terdapat Yayasan yang lahir
sebelum adanya UU Yayasan dan sampai dengan lewat waktu, Yayasan tersebut tidak menyesuaikan anggaran dasarnya.
Kendalanya di dalam praktek adalah aparat kejaksaan yang ada di daerah lebih banyak sibuk dengan urusan pekerjaannya di bidang hukum pidana, daripada
memperhatikan pekerjaannya di bidang hukum perdata. Selanjutnya pihak lain yang dapat mengajukan pembubaran yayasan adalah
pihak yang berkepentingan. Yang dimaksud pihak ketiga menurut penjelasan UU Yayasan yaitu pihak yang mempunyai kepentingan langsung dengan yayasan.
Sepertinya telah jelas dalam penjelasan UU Yayasan pihak yang berkepentingan
156
Anwar Borahima., Op. cit., hal. 37.
157
Gatot Supramono., Op.cit, hal. 22.
Universitas Sumatera Utara
langsung, tetapi tampaknya masih perlu penafsiran siapa saja sebenarnya yang dimaksudkan itu.
Sesuai dengan namanya pihak yang berkepentingan langsung, maka bisa saja termasuk pihak tersebut antara lain adalah orang dalam yayasan dalam hal ini
personal pembina, pengurus, pengawas dan pegawai yayasan. Selain itu juga pihak ketiga yang berhubungan dengan yayasan atas hubungan hukum, seperti badan usaha
yang didirikan yayasan, pihak yang pernah melakukan kerjasama bidang penyertaan modal suatu perusahaan. Mereka ini jelas mempunyai kepentingan langsung dengan
pembubaran yayasan karena menyangkut kedudukan yayasan sebagai badan hukum yang berpengaruhi terhadap tanggung jawab yayasan.
Menurut Pasal 36 ayat 1 Pelaksanaan UU Yayasan menyebutkan Yayasan yang telah didirikan sebelum berlakunya UU Yayasan dan tidak diakui sebagai badan
hukum dan tidak melaksanakan ketentuan Pasal 71 ayat 2 UU Yayasan, harus mengajukan permohonan pengesahan akta pendirian untuk memperoleh status badan
hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15. Akta pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dalam premise aktanya
disebutkan asal-usul pendirian Yayasan termasuk kekayaan Yayasan yang bersangkutan. Perbuatan hukum yang dilakukan Yayasan sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 yang belum memperoleh status badan hukum menjadi tanggung jawab pribadi anggota organ Yayasan secara tanggung renteng.
Perubahan Anggaran Dasar Yayasan yang diakui sebagai badan hukum menurut ketentuan Pasal 71 ayat 1 Undang-Undang dilakukan oleh organ Yayasan
Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan Anggaran Dasar Yayasan yang bersangkutan. Perubahan Anggaran Dasar Yayasan dilakukan dengan cara mengubah seluruh Anggaran Dasar Yayasan
dan mencantumkan: 1.
Seluruh kekayaan Yayasan yang dimiliki pada saat penyesuaian yang dibuktikan dengan:
a. Iaporan keuangan yang dibuat dan ditandatangani oleh Pengurus Yayasan
b. Laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik bagi Yayasan yang
laporan tahunannya wajib diaudit sesuai dengan ketentuan Undang-Undang c.
Data mengenai nama dari anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas yang diangkat pada saat penyesuaian.
2. Pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar Yayasan yang telah disesuaikan
dengan Undang-Undang disampaikan kepada Menteri oleh Pengurus Yayasan atau kuasanya melalui notaris yang membuat akta perubahan Anggaran Dasar
Yayasan. 3.
Pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar Yayasan dilampiri: a.
Salinan akta perubahan Anggaran Dasar Yayasan b.
Tambahan Berita Negara Republik Indonesia yang memuat akta pendirian Yayasan atau bukti pendaftaran akta pendirian di pengadilan negeri dan izin
melakukan kegiatan dari instansi terkait c.
Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Yayasan yang telah dilegalisir oleh notaris
Universitas Sumatera Utara
d. Surat pernyataan tempat kedudukan disertai alamat lengkap Yayasan yang
ditandatangani oleh pengurus Yayasan dan diketahui oleh lurah atau kepala desa setempat
e. Neraca Yayasan yang ditandatangani oleh semua anggota organ Yayasan atau
laporan akuntan publik mengenai kekayaan Yayasan pada saat penyesuaian f.
Pengumuman surat kabar mengenai ikhtisar laporan tahunan bagi Yayasan yang sebagian kekayaannya berasal dari bantuan Negara, bantuan luar negeri,
danatau sumbangan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 Undang-Undang
g. Bukti penyetoran biaya penerimaan pemberitahuan perubahan Anggaran
Dasar Yayasan dan pengumumannya. Perubahan Anggaran Dasar Yayasan mulai berlaku sejak tanggal dicatatnya
perubahan Anggaran Dasar tersebut dalam Daftar Yayasan. Yayasan yang belum memberitahukan kepada Menteri sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 71 ayat 3 Undang-Undang tidak dapat menggunakan kata “Yayasan” di depan namanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat 4 Undang-Undang dan
harus melikuidasi kekayaannya serta menyerahkan sisa hasil likuidasi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 Undang-Undang.
Berbeda dengan Perseroan Terbatas atau Perseroan yang pada hakikatnya merupakan persekutuan modal yang bertujuan memberikan keuntungan bagi para
pemegang saham selaku pemodal, sedangkan yayasan tidak mempunyai anggota dan keberadaannya semata-mata diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Segala kegiatan usaha yayasan harus diabdikan kepada pencapaian maksud dan tujuan yayasan. Undang-Undang Yayasan menegaskan hal ini dengan melarang
pembagian hasil kegiatan usaha yayasan kepada Pembina, Pengurus, dan Pengawas, sebagaimana ketentuan Pasal 3 ayat 2 UU Yayasan yang menyebutkan: “Yayasan
tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada Pembina, Pengurus, dan Pengawas”.
Larangan tersebut dipertegas lagi dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001, yang menyatakan, ”Kekayaan yayasan baik berupa uang, barang,
maupun kekayaan lain yang diperoleh yayasan berdasarkan undang-undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung kepada
Pembina, Pengurus, Pengawas, Karyawan atau pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap yayasan.”
Bahkan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 memuat ancaman pidana bagi setiap anggota organ yayasan yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001. Selanjutnya tentang organ yayasan, berbeda dengan manusia yang dapat
bertindak sendiri, yayasan sekalipun sebagai badan hukum merupakan subyek hukum mandiri, dan pada dasarnya adalah ”orang ciptakan hukum” artificial person yang
hanya dapat melakukan perbuatan hukum dengan perantaraan manusia selaku wakilnya.
Ketergantungan yayasan pada seorang wakil dalam melakukan perbuatan hukum menjadi sebab mengapa yayasan mempunyai organ yang terdiri atas Pembina,
Universitas Sumatera Utara
Pengurus, dan Pengawas, sebagaimana ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 yang menyebutkan, ”Yayasan mempunyai organ yang terdiri
,
atas Pembina, Pengurus, dan Pengawas”. Tanya organ tersebut yayasan tidak dapat
berfungsi dan mencapai tujuan untuk mana yayasan didirikan. Tugas dan tanggung jawab Pembina, Pengurus, dan Pengawas selaku organ
yayasan bersumber pada:
158
a . Ketergantungan Yayasan kepada organ tersebut mengingat bahwa yayasan
tidak dapat berfungsi tanpa organ. b .
Kenyataan bahwa yayasan adalah sebab bagi keberadaan organ, karena apabila tidak ada yayasan, maka juga tidak ada organ.
Berdasarkan apa yang diuraikan di atas, dapat dikatakan bahwa antara yayasan dan masing-masing organ terdapat hubungan yang berdasarkan kepercayaan
fiduciary yang selanjutnya melahirkan kewajiban-kewajiban dan tugas-tugas yang bersifat fiduciary pula bagi organ tersebut.
Hubungan fiduciary antara yayasan sebagai suatu badan hukum dengan organnya tersebut di atas adalah semata-mata untuk pelaksanaan tujuan yayasan
Lihat Pasal 3 ayat 2 Undang-Undang Yayasan. Selanjutnya pada Penjelasan Pasal 3 ayat 2 Undang-Undang Yayasan tersebut dikemukakan bahwa: “ketentuan dalam
ayat ini sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan yang bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan, sehingga seseorang yang menjadi anggota Pembina, Pengurus dan
Pengawas Yayasan harus bekerja secara sukarela tanpa menerima gaji, upah atau
158
Ibid., hal. 211 dan hal. 235.
Universitas Sumatera Utara
honor tetap.” Salah satu upaya Pembuat Undang-Undang untuk memastikan bahwa tidak
ada benturan kepentingan antara kepentingan yayasan dengan kepentingan pribadi anggota organ yayasan, ditentukan dalam Pasal 7 ayat 3 Undang-Undang Nomor 16
tahun 2001 suatu aturan yang melarang anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas yayasan untuk merangkap sebagai anggota Direksi atau Pengurus dan anggota Dewan
Komisaris atau Pengawas dari badan usaha yang didirikan oleh yayasan atau di mana yayasan melakukan penyertaan modal.
Sehubungan dengan perubahan akta Yayasan, secara umum bahwa akta merupakan barang otentik, termasik akta pendirian maupun perubahan akta pendirian
Yayasan. Oleh sebab itu keberadaan akta Yayasan harus benar-benar dijaga karena segala tindak tanduk keberadaan Yayasan harus berlandaskan kepada akta
pendiriannya, baru kemudian Yayasan tersebut dapat diakui oleh pihak-pihak ketiga jika ada tuntutan maupun gugatan kepada Yayasan tersebut.
159
Notaris merupakan pejabat umum yang ditunjuk oleh undang-undang dalam membuat akta otentik dan sekaligus Notaris merupakan perpanjangan tangan
Pemerintah. Dalam menjalankan jabatannya Notaris harus dapat bersikap profesional dan mematuhi peraturan perundang-undangan serta menjunjung tinggi Kode Etik
Notaris. Notaris sebagai pejabat umum kepadanya dituntut bertanggung jawab terhadap akta yang di buatnya, yakni tanggung jawab hukum dan tanggung jawab
159
http:herman-notary.blogspot.com200903sanksi-hukum-terhadap-akta-otentik-yang.hm, diakses terakhir tanggal 20 Juli 2010.
Universitas Sumatera Utara
moral. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa tanggung jawab notaris
terhadap akta otentik yang mengandung keterangan palsu adalah bahwa notaris tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum sebab notaris hanya mencatat atau
menuangkan suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihakpenghadap ke dalam akta. Notaris hanya mengkonstatir apa yang terjadi, apa yang dilihat, dan
dialaminya dari para pihakpenghadap tersebut berikut menyesuaikan syarat-syarat formil dengan yang sebenarnya lalu menuangkannya ke dalam akta. Notaris tidak
diwajibkan untuk menyelidiki kebenaran isi materiil dari akta otentik tersebut. Dan akta otentik tersebut akan menjadi bukti bahwa telah terjadi suatu perbuatan hukum
yang dilakukan oleh para pihakpenghadap. Adapun sanksi yang dapat diberikan kepada penghadap yang memberikan
keterangan palsu dalam akta otentik adalah berupa ancaman hukuman perdata yakni memberi ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkannya terhadap si penderita, dan
secara pidana kepada penghadap layak diberi hukuman pidana penjara sebab telah memenuhi unsur-unsur dari pasal-pasal yang dituduhkan dan telah terbukti secara sah
melakukan kejahatan pemalsuan surat sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 266 Ayat 1 KUHP junto Pasal 55 ayat 1 ke-1e KUHP, yakni, ”Secara bersama-sama
menyuruh menempatkan keterangan palsu dalam akta otentik”. Akibat hukum terhadap akta otentik yang mengandung keterangan palsu
adalah bahwa akta tersebut telah menimbulkan sengketa dan diperkarakan di sidang Pengadilan, maka oleh pihak yang dirugikan mengajukan gugatan secara perdata
Universitas Sumatera Utara
untuk menuntut pembatalan agar hakim memutus dan mengabulkan pembatalan akta tersebut. Dengan adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap maka
dinyatakan akta tersebut batal demi hukum artinya tidak mempunyai kekuatan hukum karena akta tersebut telah cacat hukum, dan sejak diputuskannya pembatalan akta itu
oleh hakim maka berlakunya pembatalan itu adalah berlaku surut yakni sejak perbuatan hukumperjanjian itu dibuat. Sebagaimana halnya akta palsu di atas, maka
hal yang demikian itu juga berlaku terhadap akta palsu pendirian Yayasan. Karena mengingat saat ini akta yang dibuat oleh Notaris sebagaiman disebut di atas tadi tidak
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum sebab notaris hanya mencatat atau menuangkan suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihakpenghadap ke
dalam akta. Sehingga bisa saja akta sebuah Yayasan yang dijadikan barang bukti di sidang pengadilan adalah palsu.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN