Hubungan karakteristik subyek penelitian dengan kejadian obesitas
tidak mampu memecah lemak yang tersimpan dalam tubuhnya untuk energi panas aktivitas.
24
Pada dasarnya struktur jaringan adiposa pada perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki.Jumlah subyek perempuan yang hanya
berjumlah 3 orang dibanding subyek laki-laki 11 orang tidak dapat dikesampingkan, hal ini juga mempengaruhi proporsi obesitas.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ratu Ayu 2011, yang menyebutkan bahwa remaja laki-
laki memiliki resiko terjadinya obesitas sebesar 1,4 kali dibandingkan remaja perempuan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh anak perempuan
lebih sering membatasi makan untuk alasan penampilan.
20
Umur
Distribusi responden berdasarkan umur terdiri atas 18 tahun sampai 22 tahun, dan dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu umur 18-19
tahun, 20 tahun, dan 21-22 tahun. Usia demikian bukanlah usia pertumbuhan yang pesat seseorang karena telah melewati masa
pertumbuhan. Oleh karena itu kemungkinan tidak begitu berpengaruh dengan peningkatan berat badan dan tinggi badan. Obesitas terjadi karena
tidak seimbangnya makanan yang dikonsumsi dengan pemakaian energi, sehingga gaya hidup dan kebiasaan, serta lingkungan sangat berpengaruh
untuk terjadinya obesitas. Seseorang yang mengalami obesitas pada masa anak-anak, kemungkinan bisa mengalami obesitas juga pada masa remaja
hingga dewasa jika pola makan dan aktivitas tidak terjaga.
3
Pada penelitian ini subyek yang mengalami obesitas paling banyak terdapat pada kelompok usia 20 dan 21 tahun. Pada uji Chi Square,
kelompok umur tersebut didapatkan nilai p sebesar 0,520 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna
kelompok umur 18-22 tahun dengan angka kejadian obesitas.
Kesimpulannya diantara kelompok usia tersebut tidak bisa menentukan secara statistik resiko terjadinya obesitas. Hal ini disebabkan
pada kelompok tersebut cenderung memiliki kebiasaan yang sama.
3
Pola Makan
Kebiasaan makan setiap hari terutama makanan pokok, seperti nasi, daging, dan berbagai makanan dengan kandungan lemak tinggi
mungkin dapat mempengaruhi obesitas. Pada penelitian ini subyek dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kebiasaan makan 3 kali per
hari dan kurang dari 3 kali per hari. Berdasarkan tabel 4.2, status obesitas dan non obesitas rata-rata
memiliki pola makan lebih dari 3 kali per hari. Sedangkan pola makan kurang dari 3 kali per hari justru didominasi oleh subyek obesitas 90.
Hal ini merupakan masalah yang kompleks, berkaitan dengan gaya hidup dan penampilan, seseorang dengan obesitas berusaha sekeras mungkin
untuk menurunkan berat badan, sehingga kelompok obesitas cenderung mempunyai pola makan yang kurang dari 3 kali per hari, begitu juga
sebaliknya.
25
Pada uji Chi Square didapatkan nilai p=0,059 0,05, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan
makan lebih dari 3 kali per hari dan kurang dari 3 kali per hari, namun proporsi obesitas lebih tinggi 90 pada kebiasaan makan 3 kali per
hari. Menurut JM. Jeffort 2010, Obesitas berkaitan dengan Night Eating Sindrom NES, yaitu mempunyai kebiasaan makan tidak sering akan
tetapi pada malam hari. Hal ini berkaitan dengan metabolisme basal yang meningkat pada malam hari.
Perilaku makan memiliki keterkaitan dengan keseimbangan energi antara yang masuk dan yang dikeluarkan, apabila tidak terjadi
keseimbangan antara energi yang masuk dan keluar, maka kelebihan tersebut akan disimpan menjadi lemak, sehingga menjadi obesitas.
Kecenderungan perilaku makan yang kaya kalori akan menjadi ketidak seimbangan kalori yang disimpan di jaringan adiposa. Peningkatan
jaringan adiposa akan meningkatkan leptin, sehingga memiliki pengaruh terhadap pengaturan keseimbangan enegi. Perilaku makan seseorang
dipengaruhi oleh hipotalamus, yang dikontrol di beberapa tempat yaitu yang berada di pusat ventrolateral hipotalamus dan di pusat ventromedial
hipotalamus,sebagai pusat signal di serebral kortek yang merangsang nafsu makan.
Buah dan sayur
Sayur dan buah merupakan sumber serat yang penting bagi seseorang,
khususnya berhubungan
dengan obesitas.
obesitas membutuhkan makanan tinggi serat seperti sayur dan buah. Konsumsi
serat secara linier akan mengurangi asupan lemak dan garam yang selanjutnya akan menurunkan tekanan darah dan mencegah peningkatan
berat badan. Berbagai intervensi dalam mencegah obesitas termasuk meningkatkan konsumsi sayur dan buah dapat menggantikan makanan
dengan densitas energi tinggi yang sering dikonsumsi anak dan remaja, sehingga secara tidak langsung dapat menurunkan berat badan.
12,18
Pada penelitian ini mahasiswa sebagai subyeknya tentu memiliki hobi dan kebiasaan yang bervariasi, terutama mengenai kebiasaan
konsumsi buah dan sayur. Pada penelitian yang dilakukan Kartika 2010, tentang faktor-faktor yang mempengarui obesitas, menjelaskan bahwa
mahasiswa cenderung tidak menyukai sayur-sayuran hijau, tetapi lebih memilih makanan instant atau fast food. Pada tabel 5.2, didapatkan subyek
dengan kebiasaan konsumsi buah dan sayur lebih dari tiga kali setiap minggu cenderung hampir sama dengan konsumsi buah sayur 3 kali
dalam seminggu. Namun seseorang dengan konsumsi buah dan sayur kurang dari 3 kali dalam seminggu didominasi oleh orang dengan obesitas
100.
Pada uji Chi Square didapatkan nilai p=0.067 p0,05, karena nilai p lebih dari 0,05 maka tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
konsumsi buah dan sayur 3 kali per minggu dan 3 kali perminggu dengan status obesitas.
Riwayat Orang tua obesitas
Pada penelitian ini faktor perancu yang didapatkan yaitu jenis kelamin, umur, kebiasaan makan, kebiasaan konsumsi buah dan sayur, dan
riwayat obesitas orang tua. Dari semua faktor resiko yang paling
berhubungan dengan status obesitas ialah riwayat orang tua.
Hasil uji statistik juga menunjukkan ada perbedaan yang bermakna pada parental fatness dari remaja kelompok obesitas dengan non obesitas.
Hasil ini senada dengan penelitian Whitaker et al. dimana jika salah satu orang tua obesitas, maka risiko anak-anak menjadi obesitas pada saat
dewasa menjadi tiga kali lipat, tetapi jika kedua orang tua mengalami obesitas, maka risiko anak menjadi obesitas meningkat lebih dari 10 kali.
25
Pada penelitian kali ini, dilakukan uji Chi Square dengan nilai p=0,000 0,05, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara riwayat orang tua obesitas dengan kejadian status obesitas seseorang diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya dalam
sebuah keluarga. Bila kedua orang tua mengalami obesitas, maka kemungkinan anaknya menjadi obesitas adalah 80. Bila hanya salah satu
orang tua yang mengalami obesitas, maka kemungkinan anak menjadi obesitas adalah 40, dan bila kedua orangtua tidak mengalami obesitas,
maka kemungkinan anak mengalami obesitas adalah 14.
25
Obesitas termasuk multifactorial genetic, belum pasti diturunkan, tetapi
meningkatkan faktor resiko.