sebesar Rp 409.000.000 diperoleh dari PT Panca Wiratma Sakti Tbk pada tahun 2006, SBI terendah sebesar 8 diperoleh pada tahun 2007 serta
Uang Beredar minimum sebesar Rp 1.203.215.000.000 diperoleh pada tahun 2005.
2 Maksimum, Harga saham nilai maksimum Rp 1.890 diperoleh dari PT Jaya Real Property Tbk pada tahun 2005, Pengungkapan Laporan
Keuangan 87,87 diperoleh dari PT Bakrieland Development Tbk tahun 2008, Laba akuntansi Rp 1.218.813.000.000 diperoleh dari PT Lippo
Karawaci Tbk pada tahun2008, SBI maksimum sebesar 12,75 terjadi pada tahun 2005 serta, Uang beredar mempunyai nilai maksimum sebesar
Rp 1.833.851.000.000 terjadi pada tahun 2008. 3 Mean, pada Harga Saham sebesar Rp 373,33, Pengungkapan Laporan
Keuangan sebesar 71,6079, Laba Akuntansi sebesar Rp 185.985.160.000 SBI sebesar 0,103325 dan, Uang beredar sebesar Rp 1.515.585.750.000.
4 Standar Deviation, pada Harga saham adalah sebesar Rp 394,144, Pengungkapan Laporan Keuangan sebesar 10,43711, Laba Akuntansi
sebesar Rp 257.308.252.000 SBI sebesar 0.0173421 dan, Uang Beredar sebesar Rp 242.943.513.000.
2. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel residual berdistribusi secara normal dalam Ghozali 2005:110.
Terdapat beberapa cara untuk mengetahui bagaimana residual telah terdistribusi normal atau tidak yaitu dengan cara melakukan analisis grafik
dan uji statistik. Bila dilakukan melalui analisis grafik untuk melihat apakah residual telah terdistribusi secara normal atau tidak yaitu dengan cara melihat
penyebaran titik-titik mengikuti pada arah garis diagonal maka dikatakan data tersebut telah memenuhi asumsi normalitas serta sebaliknya jika data tersebut
tidak mengukuti arah garis diagonal, maka data tersebut tidak memenuhi asumsi normalitas.
Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas Sebelum
Outlier
Sumber: Data diolah output SPSS.16
Dari gambar diatas, menunjukkan bahwa titik-titik pada gambar regresi tersebut kurang menyebar disekitar garis diagonal dan kurang mengikuti arah
garis diagonal. Maka dapat dikatakan bahwa data tersebut tidak memenuhi asumsi normalitas. Untuk mengatasi permasalahan normalitas maka
dilakukan outlier terhadap pengamatan yang memiliki nilai residual yang tidak terdistribusi secara normal, sehingga total pengamatan kini menjadi 66.
Gambar 4.2 Hasil Uji Normalitas Setelah
Outlier
Sumber: Data diolah output SPSS.16
Dari gambar 4.2 dapat dilihat bahwa pada model regresi diatas titik-titik telah menyebar dan mengikuti arah disekitar garis diagonal. Maka dalam hal
ini dapat disimpulkan model regresi telah memenuhi asumsi normalitas.
3. Uji Asumsi Klasik
a. Multikolinearitas Dalam Ghozali 2005:91 dikatakan bahwa Uji Multikolinearitas
bertujuan untuk menguji apakah model regresi menemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Untuk mengetahui apakah terdapat gejala
multikolinearitas pada suatu model regresi dapat dilakukan dengan
melihat nilai 1 tolerance 2 variance inflation factor VIF. Apabila dalam suatu model regresi mempunyai nilai tolerance 0.10 dan nilai
VIF 10, maka model regresi tersebut dikatakan terkena gejala multikolinearitas.
Tabel 4.2 Hasil Uji Multikolinearitas sebelum
Outlier
Coefficients
a
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
Collinearity Statistics Model
B Std. Error
Beta t
Sig. Tolerance
VIF Constant
1480.331 515.272
2.873 .005
Pengungkapan Laporan Keuangan
-4.490 3.717
-.119 -1.208
.231 .948
1.055 Laba Akuntansi
.001 .000
.550 5.733
.000 .996
1.004 SBI
-4957.779 2.505E3
-.218 -1.979
.052 .756
1.322 1
Uang Beredar .000
.000 -.175
-1.567 .122
.737 1.357
a. Dependent Variable: Harga Saham Sumber: Data diolah output SPSS.16
Berdasarkan tabel 4.2 , dapat dilihat bahwa nilai tolerance berada di atas 0.05 dan nilai VIF 10. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat gejala Multikolinearitas.
Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinearitas setelah
Outlier
Coefficients
a
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
Collinearity Statistics
Model B
Std. Error Beta
t Sig.
Tolerance VIF Constant
645.827 267.956
2.410 .019
Pengungkapan Laporan Keuangan
1.382 1.909
.058 .724
.472 .911 1.098
Laba Akuntansi .001
.000 .758
9.618 .000
.943 1.060 SBI
-4.493E3 1289.324
-.307 -3.485
.001 .755 1.324
1
Uang Beredar .000
.000 -.107
-1.204 .233
.741 1.349 a. Dependent Variable: Harga Saham
Sumber: Data diolah output SPSS.16
Dari gambar tabel 4.3 dapat ditunjukkan bahwa masing-masing variabel memiliki angka tolerance diatas 0,10 dan nilai VIF dibawah 10.
Hal ini mengindikasikan bahwa variabel bebas pada model regresi ini tidak terjadi masalah multikolonearitas.
b. Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Jika variance dari pengamatan ke pengamatan
lainnya tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda maka terjadi heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah model regresi
yang terjadi homoskedastisitas.
Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot yaitu jika titik-
titik membentuk pola bergelombang kemudian menyempit, maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Sedangkan, jika tidak
terdapat pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Gambar 4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas Sebelum
Outlier
Sumber: Data diolah output SPSS.16
Pada gambar 4.3 diatas Scatterplot menunjukkan bahwa dimana pola titik- tiitik pada gambar tersebut masih menyempit serta titik-titik masih ada
yang tumpang tindih. Maka dapat disimpulkan bahwa gambar Grafik Plot diatas model regresi masih terdapat masalah Heteroskedastisitas.
Gambar 4.4 Hasil Uji Heteroskedastisitas Setelah
Outlier
Sumber: Data diolah output SPSS.16
Hasil tampilan Scatterplot gambar 4.4 setelah Outlier menunjukkan bahwa pola titik-tiitik pada gambar tersebut sudah menyebar di atas dan
dibawah angka 0 pada sumbu Y. Maka dapat disimpulkan bahwa gambar Grafik
Plot diatas
model regresi
tidak terdapat
masalah Heteroskedastisitas.
c. Autokorelasi Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi linear terdapat korelasi antara residual pada periode t dengan residual t-1 sebelumnya. Jika terdapat korelasi, maka dikatakan dalam
model regresi terdapat masalah autokorelasi.
Untuk mendeteksi Autokorelasi dalam penelitian ini menggunakan metode Run Test. Dimana Run Test adalah sebagai bagian dari statistik
non-parametrik yang dapat pula digunakan untuk menguji apakah residual terdapat korelasi tinggi. Jika antar residual tidak terdapat hubungan
korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau random. Run Test
digunakan untuk melihat apakah data residual terjadi secara random atau tidak sitematis. Model regresi dikatakan tidak terkena masalah
autokorelasi jika signifikansi 0.05.
Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi
Run Test Sebelum Outlier
Runs Test
Unstandardized Residual
Test Value
a
-53.16347 Cases Test Value
38 Cases = Test Value
38 Total Cases
76 Number of Runs
27 Z
-2.772 Asymp. Sig. 2-tailed
.006
a. Median Sumber: Data diolah output SPSS.16
Berdasarkan pada tabel diatas, model regresi mempunyai signifikansi yang menunjukkan angka kurang dari 0.05. Maka dapat disimpulkan
bahwa, model regresi terkena masalah Autokorelasi.
Tabel 4.5 Hasil Uji Autokorelasi
Run Test Setelah Outlier
Runs Test
Unstandardized Residual
Test Value
a
-7.32664 Cases Test Value
33 Cases = Test Value
33 Total Cases
66 Number of Runs
31 Z
-.744 Asymp. Sig. 2-tailed
.457
a. Median Sumber: Data diolah output SPSS.16
Pada gambar 4.5 menunjukkan bahwa, model regresi mempunyai signifikansi yang menunjukkan angka 0.457 angka tersebut lebih dari
0.05. Maka dapat disimpulkan bahwa, model regresi tidak terkena masalah Autokorelasi.
4. Uji Hipotesis