Maksimum Pemberian Kredit BMPK, termasuk dalam cakupan asas kehati-hatian dalam usaha bank.
150
B. Peranan Giro Wajib Minimum Dalam Likuiditas Bank
1. Manajemen Likuiditas
Liquidity management merupakan faktor terpenting dalam banking management dalam kaitannya dengan penciptaan prudential regulation sebagai salah
satu fungsi pengawasan. Kekurangan likuiditas pada suatu bank dapat mengakibatkan pengaruh yang lebih luas dan berdampak negatif pada sistem perbankan. Kebutuhan
likuiditas untuk suatu jangka waktu tertentu sangat dipengaruhi oleh perilaku nasabah dan jenis sumber dana yang dikelola oleh bank. Manajemen likuiditas dilakukan tidak
saja untuk mengukur posisi likuiditas bank pada kondisi bank sedang berjalan tetapi juga dipergunakan untuk memeriksa kebutuhan dana pada berbagai skenario jika
terjadi kondisi yang berbeda.
151
Menurut Duane B. Graddy, manajemen likuiditas melibatkan perkiraan permintaan dana oleh masyarakat dan penyediaan cadangan untuk memenuhi semua
kebutuhan. Sedangkan menurut Oliver G. Wood, manajemen likuiditas melibatkan perkiraan kebutuhan dan penyediaan kas secara terus menerus baik kebutuhan jangka
pendek atau musiman maupun kebutuhan jangka panjang.
152
150
HLB Hadori Rekan, Studi Hukum .... Op.cit., hlm. 49.
151
HLB Hadori Rekan, BI dan BLBI, Suatu Tinjauan dan Penilaian Aspek Ekonomi, Keuangan dan Hukum, Jakarta: Bank Indonesia, 2002, hlm. 42-43.
152
Dahlan Siamat, Op.cit., hlm. 153.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Sumber utama kebutuhan likuiditas bank berasal dari adanya kebutuhan antara lain untuk memenuhi:
1. GWM;
2. Saldo rekening minimum pada bank koresponden;
3. Penarikan simpanan dalam operasional bank sehari-hari;
4. Permintaan kredit dari masyarakat.
153
Sejalan dengan sumber-sumber kebutuhan likuiditas itu, maka manajemen likuiditas ini bertujuan antara lain:
1. Untuk menjaga posisi likuiditas
154
bank agar selalu berada pada posisi yang ditentukan Bank Sentral;
2. Mengelola alat-alat likuid agar selalu dapat memenuhi semua kebutuhan cash
flow termasuk kebutuhan yang tidak diperkirakan, misalnya penarikan yang tiba-tiba terhadap sejumlah giro atau deposito berjangka yang belum jatuh
tempo; 3.
Sedapat mungkin memperkecil terjadinya idle funds.
153
Dahlan Siamat, Loc.cit.
154
Faktor-faktor yang mempengaruhi posisi likuiditas dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari bank sendiri yang
mempengaruhi besar kecilnya fluktuasi likuiditas. Faktor internal terjadi karena pergantian pimpinan, jangka waktu kredit, organisasiadministrasi, dan pembelian aktiva tetap aktiva jangka panjang.
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar yang sedikit banyak mempengaruhi berhasil tidaknya suatu bank mengendalikan posisi likuiditas yang dimilikinya. Yang termasuk faktor eksternal
adalah peraturan di bidang ekonomimoneter, konjungtur, perubahan musim, kebiasaan masyarakat, dan hubungan antar kantor bank. O.P Simorangkir, Op.cit., hlm. 149-150.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Untuk menjaga posisi likuiditas dan proyeksi cash flow agar selalu berada dalam posisi yang aman terutama dalam kondisi tingkat bunga berfluktuasi, strategi
yang dapat dikembangkan oleh bank adalah sebagai berikut: 1.
Memperpanjang jatuh tempo semua kewajiban bank, kecuali tingkat bunga cenderung mengalami penurunan;
2. Melakukan diversifikasi sumber dana bank;
3. Menjaga keseimbangan jangka waktu aset dan kewajiban;
4. Memperbaiki posisi likuiditas antara lain mengalihkan aset yang kurang
marketable menjadi lebih marketable.
155
Kegagalan dalam pengelolaan liquidity management akan berakibat fatal bagi bank, antara lain minimal GWM yang ditetapkan oleh Bank Indonesia kemungkinan
tidak terpenuhi. Hal ini membawa akibat Bank Indonesia akan mengenakan sanksi.
156
Mengenai sanksi diatur dalam peraturan Bank Indonesia dan Undang-undang Perbankan. Sanksi yang dikenakan terhadap bank yang melanggar kewajiban
memenuhi GWM adalah sanksi kewajiban membayar denda dan sanksi administratif. 2.
Peranan GWM Dalam Likuiditas Bank Likuiditas bank adalah kemampuan sebuah bank untuk menyediakan alat-alat
lancar guna membayar kembali titipan yang jatuh temponya dan memberikan pinjaman kepada nasabah yang membutuhkannya. Likuiditas bank yang baik terjadi
bilamana daya beli potensial yang ada pada aktivanya dapat diubah menjadi daya beli
155
Raflus Rax, Asset-Liability Management, ALCO Asset-Liability Committee, 1996 di dalam Dahlan Siamat, Op.cit., hlm. 154.
156
Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Op.cit., hlm. 176-177.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
efektif tanpa menderita kerugian. Secara umum, syarat likuiditas untuk permodalan menentukan bahwa modal yang diperlukan harus ditarik perusahaan untuk jangka
waktu yang sekurang-kurangnya sama dengan waktu modal itu dibutuhkan.
157
Likuiditas bank mengacu kepada kemampuan bank menyediakan dana dalam jumlah yang cukup, tepat pada waktunya untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya,
yaitu: 1.
Memenuhi ketentuan pemerintah dan atau bank sentral tentang ketentuan likuiditas;
2. Memelihara hubungan baik dengan bank koresponden dengan mengusahakan
agar saldo rekening pada bank koresponden selalu sesuai dengan yang ditentukan;
3. Memenuhi kebutuhan penarikan dana oleh nasabah penabung, pemilik
rekening giro maupun debitur; 4.
Membayar kewajiban jangka panjang yang telah jatuh tempo.
158
Penilaian likuiditas didasarkan pada 2 dua macam rasio, yaitu: 1.
Rasio jumlah kewajiban bersih call money
159
terhadap aktivitas lancar. Aktiva lancar adalah Kas, Giro, Sertifikat Bank Indonesia SBI, dan Surat Berharga
Pasar Uang SBPU yang sudah diendos oleh bank lain.
157
Komaruddin, Esiklopedia Menejemen, Jakarta: Bumi Aksara, 1994, hlm. 491 di dalam Komaruddin Sastradipoera, Menejemen Perbankan, Bandung: Kappa-Sigma, 2001, hlm. 34.
158
Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Op.cit., hlm. 176.
159
Call money adalah pinjaman dari bank lain yang berupa pinjaman harian antar bank. Pinjaman ini diminta bila ada kebutuhan mendesak yang diperlukan bank. Jangka waktu call money
biasanya tidak lama, yaitu sekitar satu minggu, satu bulan, dan bahkan beberapa hari saja. Jika jangka waktu pinjaman hanya satu malam saja, pinjaman itu disebut overnight call money. Lukman
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
2. Rasio antara kredit terhadap dana yang diterima oleh bank.
160
Ada 5 lima risiko yang dihadapi bank umum dalam menjalankan usahanya, yaitu:
1. Risiko kredit credit risk, atau risiko gagal tagih default risk adalah risiko
yang dihadapi karena ketidakmampuan nasabah membayar bunga kredit dan mencicil pokok pinjaman;
2. Risiko likuiditas liquidity risk, terjadi apabila bank tidak mampu
menyediakan dana tunai untuk memenuhi kebutuhan transaksi para nasabah dan memenuhi kewajiban-kewajiban yang harus dilunasi dalam tempo kurang
dari 1 tahun; 3.
Risiko tingkat bunga interest rate risk, adalah risiko yang dihadapi bank umum karena perubahan tingkat bunga;
4. Risiko operasional operational risk, adalah risiko yang berkaitan dengan
kemampuan pengelolaan bank umum; 5.
Risiko modal capital risk, atau solvency risk berkaitan dengan ketidakmampuan bank untuk memenuhi komitmen-komitmen usaha, karena
ketidakmampuan menyediakan modal yang mencukupi.
161
Dendawijaya, Op.cit., hlm. 55. Yang dimasukkan ke dalam pos call money adalah dana dalam rupiah dan valuta asing yang dipinjamkan oleh bnak, termasuk kantornya di luar negeri, kepada bank lain di
dalam maupun di luar negeri. Call money dalam rupiah dimasukkan ke dalam kolom rupiah dan call money dalam valuta asing dimasukkan ke dalam kolom valas. M. Faisal Abdullah, Op.cit., hlm. 75.
160
Kasmir, Op.cit., hlm. 260. Rasio likuiditas merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kemampuan jangka pendeknya pada saat ditagih. Dengan kata lain dapat
membayar kembali pencairan dana deposannya pada saat ditagih serta dapat memenuhi permintaan kredit yang telah diajukan. Semakin besar rasio ini semakin likuid. Ibid., hlm. 268.
161
Mandala Manurung, Op.cit., hlm. 149-150.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Risiko likuiditas
162
yaitu risiko yang antara lain disebabkan bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo waktu. Ditinjau dari sudut
kepada siapa kewajiban tersebut harus dipenuhi dapat dibedakan atas: 1.
Bank Indonesia, yaitu penyediaan sejumlah dana di rekening bank umum yang ada di Bank Indonesia atau yang dikenal dengan kewajiban
menyediakan GWM. Bank wajib mengikuti ketentuan tentang GWM bank umum dalam rupiah dan valuta asing sesuai dengan ketentuan yang diatur
oleh Peraturan Bank Indonesia; 2.
Internal bank, yaitu untuk memenuhi kewajiban untuk internal bank seperti pembayaran gaji dan kewajiban intern;
3. Nasabah, yaitu pemenuhan kewajiban kepada para deposan untuk menarik
dana simpanan dan untuk keperluan pencairan kredit. Bank dalam melakukan kegiatan usahanya terutama dalam hal penghimpunan
dana diwajibkan memelihara sejumlah likuiditas tertentu dari total DPK yang dihimpun oleh bank pada suatu periode tertentu. Jumlah likuiditas yang wajib
dipelihara oleh setiap bank harus ditempatkan dalam rekening giro bank yang bersangkutan pada Bank Indonesia. Oleh karena itu likuiditas wajib ini disebut
162
Risiko likuiditas ditinjau dari sumber penyebab kegagalan memenuhi kewajiban dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Risiko likuiditas pasar, yaitu risiko yang timbul karena bank tidak mampu melakukan
offsetting posisi tertentu dengan harga pasar karena kondisi likuiditas pasar yang tidak memadai atau terjadi gangguan di pasar market disruption;
2. Risiko likuiditas pendanaan, yaitu risiko yang timbul karena bank tidak mampu mencairkan
asetnya atau memperoleh pendanaan dari sumber dana lain. Lampiran I Surat Edaran Bank Indonesia No. 521DPNP, 29 September 2003, perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi
Bank Umum, hlm 36.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
GWM. Posisi GWM ini harus dilaporkan kepada Bank Indonesia. Ketentuan GWM dapat dibedakan dalam dua kategori perhitungan, yaitu GWM dalam rupiah dan
valuta asing. Ketentuan pelaporan GWM dalam valuta asing hanya berlaku bagi bank-bank yang telah memperoleh izin sebagai bank devisa. Sedangkan pelaporan
GWM dalam rupiah berlaku baik bagi bank-bank devisa maupun bank-bank bukan devisa termasuk BPR Bank Perkreditan Rakyat.
163
Kesenjangan likuiditas merupakan salah satu risiko yang dialami bank sehari- hari mengingat bank memiliki leverage rasio utang terhadap modal yang tinggi dan
ketidakseimbangan dalam struktur aset umumnya berjangka menengah dan panjang dan kewajiban umumnya berjangka pendek. Bank Century menjadi bank pertama
menerima akses FPJP Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek. Tingginya intensitas rumor negatif yang beredar di masyarakat akhirnya mempertegas kondisi perbankan
Indonesia yang sedang mengalami ketatnya likuiditas antar bank. Gagal kliring akibat kesulitan likuiditas yang dialami Bank Century, yang merupakan hasil merger dari
Bank CIC, Bank Danpac, dan Bank Pikko pada 13 Nopember 2008 menjadi bukti nyata dampak rumor meresahkan sektor perbankan.
164
Bank Century dinyatakan
163
Dahlan Siamat, Op.cit., hlm. 161.
164
Kompas.com., ”Jangan Sampai Krisis Perbankan Terulang Lagi”, http:www.kompas.comreadxml2008112206040250jangan.sampai.krisis.perbankan.terulang.lagi
diakses tanggal 22 Nopember 2008. Ketua Dewan Komisioner LPS, Rudjito mengatakan, Bank Century mengalami kekurangan rasio kecukupan modal CAR setelah lembaga keuangan tersebut
mengalami penurunan nilai aset. LPS adalah bagian dari jaring pengaman sektor keuangan yang dibentuk pasca krisis moneter, sebagai pelaksana penjaminan dana masyarakat serta menjaga stabilitas
sistem perbankan. LPS juga telah menunjuk manajemen baru pengganti jajaran Direksi Bank Century. Rudjito mengatakan, penyertaan modal sementara LPS akan berlangsung selama tiga tahun, sesuai
dengan undang undang LPS. BBC Indonesia, “Bank Century Diambil Alih LPS”,
http:www.bbc.co.ukindonesiannewsstory200811081121_centurybank.shtml diakses tanggal 13 Mei 2009.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
sebagai bank gagal oleh Bank Indonesia sehingga diambil alih oleh LPS Lembaga Penjamin Simpanan.
165
Melalui mekanisme perhitungan kliring dapat dilakukan pemantauan terhadap kestabilan dan manajemen likuiditas bank antara lain kalah kliring misalnya belum
merupakan indikator buruk sepanjang bank tersebut dapat segera mengatasinya yaitu terdukung oleh saldo gironya pada Bank Indonesia atau dengan tambahan dana baik
yang diusahakan dari bank sendiri atau melalui pinjaman antar bank. Tetapi bila kalah kliring terjadi dalam frekuensi yang sering apalagi berkelanjutan maka hal itu
PT Bank Century Tbk menyatakan semua persyaratan untuk keluar dari status dalam pengawasan khusus sudah terpenuhi. Hal itu terlihat dari lunasnya fasilitas pinjaman jangka pendek
dan pemenuhan rasio CAR minimum 8 persen. Hal itu diungkap Direktur Utama Bank Century Maryono dalam jumpa wartawan di Jakarta, Rabu tanggal 29 April 2009. Menurutnya, posisi keuangan
maupun bisnis banknya saat ini sudah membaik. Kondisi ini dilihat dari posisi CAR yang mencapai 8,48 persen dan GWM sebesar 5,1 persen. Sedangkan bisnis bank baik dari segi perolehan laba, atau
dan pihak ketiga juga sudah kembali menuju normal pascapengambilalihan oleh Lembaga Penjamin Simpanan LPS. Maryono berharap dengan keluar dari status pengawasan khusus pengembangan
usaha banknya bisa dilakukan lebih cepat. Dia menambahkan selain indikator keuangan, secara bisnis banknya juga sudah menerapkan bunga komersial. Begitu juga money market line dari bank juga sudah
lancar. Meski dia mengakui komposisi dana mahal masih 64 persen, tapi secara keseluruhan bunganya masih sesuai pasar. Dia menyontohkan untuk bunga deposito resmi sebesar 7,75 persen. Sedangkan,
deposito dengan bunga on call mencapai 10 persen sampai 11 persen. Tapi besaran bunga tersebut belum menimbulkan missmatch. Sampai April 2009, posisi DPK Bank Century masih berada di level
Rp 5,2 triliun. Sedangkan, kredit mencapai Rp 4,4 triliun dengan kredit macet mencapai 10,39 persen. Maryono mengatakan jika telah keluar dari status pengawasan khusus pihaknya tahun ini menargetkan
perolehan DPK hingga Rp 1,7 triliun. Sedangkan penyaluran kredit sampai akhir tahun diharapkan mencapai Rp 1,2 triliun. Untuk NPL, dengan berbagai perbaikan dan restrukturisasi Bank Century
menginginkan NPL turun hingga menjadi 6 persen. Sebelumnya, Bank Century masuk dalam status pengawasan khusus dua minggu sebelum diambil alih pemerintah pada 21 November 2008. Sebelum
diambil alih, Bank Century mengalami kesulitan likuiditas hingga CAR-nya anjlok minus 2,3 persen, dan mengalami gagal kliring. Kemudian diambilalih LPS sehingga modalnya kembali positif. Saat ini
Bank Century masih terdaftar sebagai perusahaan publik yang sahamnya masih di-suspend. Media Indonesia, “Bank Century Segera Keluar Dari Pengawasan Khusus”,
http:www.mediaindonesia.comread2009040472243202Bank-Century-Segera-Keluar-dari - Pengawasan-Khusus diakses tanggal 13 Mei 2009.
165
Kompas, 24 November 2008, hlm. 1.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
merupakan indikasi bahwa manajemen likuiditas bank tersebut kurang baik atau sedang menghadapi kesulitan likuiditas.
166
Bank yang kalah kliring harus mencari dana untuk menutup kekurangan likuiditas tersebut dari Pasar Uang Antar Bank PUAB atau sumber dana lain.
Apabila kedua sumber itu tidak memberikan pinjaman dana yang diperlukan, maka bank yang dimaksud berhak mengajukan aplikasi pinjaman kepada Bank Indonesia
sebagai lender of last resort
167
. Bantuan likuiditas ini tersedia bagi semua bank solvent
168
yang memiliki jaminan yang dapat diterima oleh Bank Indonesia namun mengalami kesulitan likuiditas.
169
Untuk memelihara likuiditas, bank mengadakan cadangan yang terdiri dari cadangan primer dan cadangan sekunder. Secara umum, cadangan yang dibutuhkan
tergantung pada berbagai hal, antara lain adalah banyaknya jumlah deposan, jenis usaha para nasabah, dan penarikan cadangan sekunder.
170
Setelah Bank Century, terjadi kasus Bank IFI. Walau sama-sama dirawat oleh Lembaga Penjamin Simpanan LPS, tapi penyakitnya jauh berbeda. Menurut Kepala
166
HLB Hadori Rekan, Studi Hukum .... Op.cit., hlm. 52-53.
167
Lender of last resort LOLR diartikan sebagai pemberi pinjaman pada tempat yang terakhir, yaitu membayar atau memberikan dana talangan bailout dan memberikan keringanan
sementara atas kebutuhan likuiditas bank pelaksana yang sehat selama masa krisis, yang hanya dapat dilakukan oleh Bank Sentral. HLB Hadori Rekan, Studi Keuangan … Op.cit., hlm. 31.
168
Bantuan likuiditas hanya diberikan pada bank yang illiquid tetapi solvent. Membedakan suatu bank dalam keadaan illiquid dan insolvent sehingga layak untuk diberikan bantuan likuiditas,
pada banyak kasus, hal ini termasuk grey area yang dapat menimbulkan kontroversi. Bank insolvent adalah bank yang tidak mampu untuk memenuhi kewajiban jangka menengah dan panjang. HLB
Hadori Rekan, Studi Keuangan .... Op.cit., hlm. 33.
169
Dong He, Emergency Liquidity Support, Charles Enoch, et. al., Building Banks: Through Surveillance and Resolution, IMF Publication, 2002, hlm. 107 di dalam HLB Hadori Rekan, BI
dan BLBI, Suatu Tinjauan dan Penilaian …. Op.cit., hlm. 44.
170
O.P. Simorangkir, Op.cit., hlm. 148.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Eksekutif LPS Firdaus Djaelani, masalah yang terjadi pada Bank IFI sudah harga mati karena surat izin usahanya sudah dicabut oleh Bank Indonesia. Bank IFI
dilikuidasi sedangkan Bank Century mendapatkan suntikan dana oleh Bank Indonesia. Pemerintah melalui LPS mengambil alih Bank Century akibat penurunan
rasio kecukupan modal CAR. Pengambilalihan bank beraset Rp 15 triliun itu dilakukan demi melindungi kepentingan nasabah dan seluruh sistem perbankan
nasional. Keputusan mengambil alih Bank Century merupakan kesepakatan pemerintah dan Bank Indonesia melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan
KSSK.
171
Bank Indonesia melikuidasi Bank IFI karena dinilai gagal memenuhi ketentuan kesehatan perbankan yang disyaratkan. Mulai dari kesehatan aset cair
hingga rasio kredit macet yang masuk kategori sangat tinggi di atas 5 persen. Akibatnya seluruh pegawai dipecat. Bank IFI kini diambil alih Lembaga Penjamin
Simpanan LPS yang memverifikasi rekening nasabah dan mengumumkan siapa yang layak dibayar dalam 90 hari. LPS juga membubarkan badan hukum bank,
membentuk tim likuidasi, dan menonaktifkan seluruh direksi serta komisaris.
172
Bank Indonesia membuat regulasi likuiditas terhadap lembaga perbankan di dalam upaya untuk memelihara likuiditas dan menjaga solvabilitas sebagai berikut:
171
Okezone, “LPS: Kasus Bank IFI Beda Dengan Bank Century”, http:economy.okezone.comindex.phpReadStory20090417277211483lps-kasus-bank-ifi-beda-
dengan-bank-century diakses tanggal 13 Mei 2009.
172
Liputan 6.com, “Bank IFI di likuidasi”, http:www.liputan6.comnews?id=176193c_id=4 diakses tanggal 13 Mei 2009.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
1. Memelihara likuiditas. Sebagian besar kewajiban dari bank dalam bentuk giro
dimana nasabah secara legal dapat mengakses dan menarik dananya setiap saat. Bank yang tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada deposan
dikatakan tidak likuid illiquid. Apabila sejumlah besar bank secara serentak mengalami kondisi tidak likuid akan terjadi kekacauan pada aliran
pembayaran barang dan jasa secara nasional dan menimbulkan potensi dampak negatif yang lebih luas kepada perekonomian. Oleh karena itu Bank
Indonesia membuat regulasi dalam upaya memelihara likuiditas. Kebutuhan likuiditas suatu bank dipergunakan untuk memenuhi ketentuan GWM agar
saldo rekening yang ada pada bank koresponden selalu berada pada jumlah yang ditentukan dan memenuhi penarikan dana baik oleh nasabah debitur
maupun deposan. 2.
Menjaga solvabilitas. Bank yang memiliki laba yang tinggi dapat menghindari masalah kesulitan likuiditas dan solvabilitas. Pada industri perbankan,
kompetisi di antara bank dapat menurunkan tingkat profitabilitas masing- masing bank dan apabila tingkat profitabilitas ini begitu rendah maka bank
akan rentan terhadap suatu shock
173
yang mengancam likuiditas dan solvabilitas bank.
174
173
Sheng, A., Role of the Central Bank in Banking Crisis: An Overview, IMF Publication, 1991, hlm. 195 di dalam HLB Hadori Rekan, BI dan BLBI, Suatu Tinjauan dan Penilaian …
Loc.cit.
174
Ibid.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Melalui regulasi yang dikenal dengan nama Paket Oktober PAKTO 1988 pada tanggal 27 Oktober 1988 dilakukan liberalisasi sektor perbankan yang lebih
progresif. Paket regulasi ini berisi ketentuan mengenai GWM yang diturunkan dari 15 persen menjadi 2 persen terhadap jumlah deposan, selain itu juga tentang sejumlah
kebijakan pemerintah dalam hal pendirian bank dan lembaga keuangan bukan bank. Inti dari kebijakan ini adalah meningkatkan mobilisasi dana dan menciptakan
kompetisi di sektor keuangan.
175
Langkah pertama kebijakan pemerintah dalam mengatasi krisis ekonomi dan keuangan di tahun 1997
176
dalam program perbaikan industri perbankan diambil pada tanggal 1 November 1997 dengan penutupan izin usaha 16 bank yang tidak sehat oleh
pemerintah. Tindakan yang pada awalnya ditujukan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan ini ditanggapi secara negatif.
Masyarakat menarik dana mereka dari bank yang dianggap tidak sehat ke bank yang dianggap sehat dan sebagian mengkonversinya ke valas. Sebagai akibatnya sejumlah
bank yang mengalami kesulitan likuiditas telah melanggar ketentuan GWM. Sejumlah bank lainnya bahkan mengalami saldo negatif pada rekeningnya di Bank
Indonesia. Untuk menghindari domino effect pada bank lain yang akan
175
HLB Hadori Rekan, Studi Keuangan … Op.cit., hlm. 11.
176
Krisis nilai tukar beberapa mata uang Asia dimulai dari terpuruknya nilai tukar Baht Thailand terutama terhadap dolar Amerika pada awal tahun 1997. Kuatnya fundamental ekonomi
Indonesia saat itu membuat pemerintah berkeyakinan bahwa krisis mata uang tersebut tidak akan terjadi di Indonesia. Tetapi keguncangan mulai terlihat pada saat spekulan mulai mengarahkan aksi
mereka pada Rupiah. HLB Hadori Rekan, Studi Keuangan ... Op.cit., hlm. 12.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
mengakibatkan resiko sistemik bagi sistem perbankan, Bank Indonesia sebagai lender of last resort menyediakan bantuan likuiditas.
177
Gubernur Bank Indonesia, Boediono, mengatakan bahwa dengan gejala global yang masih berlanjut, Bank Indonesia berusaha untuk menjaga likuiditas di
perbankan baik dalam bentuk valas maupun rupiah. Hal tersebut merupakan bagian dari langkah integral dengan pemerintah juga sebagai respons atas perkembangan
ekonomi global yang terjadi. Bank Indonesia mengeluarkan 5 lima aturan pelonggaran likuiditas dalam rangka mengatasi kesulitan likuiditas perbankan baik
dalam valas maupun rupiah, yakni: 1.
Perpanjangan tenor foreign exchange swap
178
dari paling lama 7 hari menjadi 1 bulan. Berlaku efektif sejak 15 Oktober 2008. Langkah ini untuk memenuhi
permintaan valuta dalam dolar AS yang sifatnya temporer, sehingga memberi penyesuaian waktu yang cukup bagi bank atau pelaku pasar sebelum benar-
benar melakukan penyesuaian komposisi portofolionya. 2.
Penyediaan pasokan valuta asing bagi perusahaan domestik melalui perbankan berlaku 15 Oktober 2008. Langkah ini untuk meningkatkan
177
Ibid., hlm. 19-20.
178
Foreign Exchange Swap atau yang lebih dikenal sebagai swap—dalam dunia keuangan, merupakan suatu instrumen derivatif, di mana terdapat dua pihak saling mempertukarkan suatu aliran
arus kas dengan aliran arus kas lainnya. Aliran ini disebut kaki dari swap. Nilai swap ini adalah dihitung berdasarkan suatu nilai absolut atau notional amount yaitu suatu nilai nominal yang
digunakan untuk menghitung pembayaran terhadap suatu swap dan produk manajemen resiko lainnya dimana nilai ini bukan suatu nilai yang sesungguhnya absolut. Istilah swap ini sebenarnya berasal
dari bahasa Inggris namun istilah ini digunakan sebagai suatu istilah baku yang dikenal di Indonesia baik oleh lembaga yang berwenang seperti Bank Indonesia. Swap ini seringkali digunakan sebagai
suatu instrumen lindung nilai atau resiko tertentu misalnya resiko gejolak nilai tukar mata uang dan disamping itu juga digunakan sebagai instrumen spekulasi. Wikipedia Indonesia, “Foreign Exchange
Swap”, http:id.wikipedia.orgwikiTukar_menukar diakses tanggal 17 Mei 2009.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
kepastian pemenuhan kebutuhan valuta asing, perusahaan domestik yang memiliki underlying transactions
179
. 3.
Penurunan rasio GWM valuta asing untuk bank umum konvensional dan syariah dari 3 persen menjadi 1 persen. Berlaku sejak 13 Oktober 2008.
Langkah ini untuk menambah ketersediaan likuiditas valuta dolar AS yang dapat digunakan bank dalam bertransaksi dengan nasabahnya.
4. Pencabutan ketentuan pasal 4 PBI No 71PBI2005 tentang batasan posisi
saldo harian pinjaman luar negeri jangka pendek yang berlaku sejak 13 Oktober 2008. Langkah ini ditujukan untuk mengurangi tekanan pembelian
dolar AS karena saat ini terjadi pengalihan rekening rupiah ke valuta asing oleh nasabah asing.
5. Penyederhanaan perhitungan GWM rupiah, berlaku mulai 24 Oktober 2008
menjadi hanya dalam bentuk statutory reserves menjadi hanya 7,5 persen dari DPK agar likuiditas dalam sistem perbankan menjadi lebih memadai.
180
C. Pengawasan Giro Wajib Minimum Bank Umum di Bank Indonesia