Penyaluran Kredit Perbankan PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK

Malah ada beberapa bank yang pertumbuhan kreditnya justru turun. 207 Uniknya kalangan pelaku dunia usaha mengeluh bahwa mereka kekurangan dana guna menopang ekspansi usahanya. Akibatnya gerak roda usaha jadi lambat, yang pada akhirnya tidak memperoleh hasil seperti yang diharapkan. Harus diakui bahwa salah satu penyebab lambatnya pertumbuhan ekonomi adalah pergerakan dunia usaha yang lamban. 208

B. Penyaluran Kredit Perbankan

Pengertian kredit menurut Undang-undang Perbankan No. 10 tahun 1998 adalah: ”Penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” 209 Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka unsur-unsur kredit terdiri dari: 1. Adanya pihak yang memberi pinjaman kreditur; 2. Adanya pihak yang meminjam debitur; 3. Adanya objek yang dipinjamkan; 207 Majalah Trust, Ryan Kiryanto, “Menggiatkan Fungsi Intermediasi Perbankan”, http:www.majalahtrust.comdanlainlainkolom diakses tanggal 14 Mei 2009. Berdasarkan data BI, posisi kredit per April mencapai Rp 855,4 triliun—meningkat dibandingkan Maret Rp 843 triliun, Februari Rp 826,3 triliun, dan Januari Rp 817,5 triliun. Sementara dana pihak ketiga per April sebesar Rp 1.299 triliun, naik dibandingkan Maret Rp 1.291 triliun, Februari Rp 1.284 triliun, dan Januari Rp 1.279 triliun. Ibid. 208 Ibid. Dari target pertumbuhan ekonomi tahun 2006 sebesar 5,8 persen, faktanya hanya 5,5 persen yang tercapai. Angka itu masih di bawah target, sehingga dampaknya cukup signifikan dalam pembukaan dan perluasan peluang kerja serta penyerapan tenaga kerja. Ibid. 209 Pasal 1 angka 11 Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan. Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009 4. Unsur perjanjian; 5. Unsur waktu pinjaman; 6. Adanya unsur kesepakatan dalam perjanjian. 210 Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. 211 Maka salah satu usaha bank umum adalah pemberian kredit. 212 Kegiatan utama suatu bank yaitu membeli uang dari masyarakat menghimpun dana melalui simpanan dan kemudian menjual uang yang diperoleh dari penghimpunan dana dengan cara menyalurkan dana kepada masyarakat umum dalam bentuk kredit atau pinjaman. 213 Kredit bersifat kooperatif antara si pemberi kredit dan si penerima kredit atau antara kreditor dan debitor. Mereka menarik keuntungan dan saling menanggung risiko. Kredit dalam arti luas didasarkan atas komponen-komponen kepercayaan, risiko, dan pertukaran ekonomi di masa mendatang. 214 Tujuan kredit dapat dilihat dari dua pendekatan, yaitu: 1. Dalam pendekatan mikro ekonomi. Tujuan pemberian kredit guna mendapatkan suatu nilai tambah baik bagi nasabah debitur maupun bagi 210 M. Faisal Abdullah, Op.cit., hlm. 84. 211 Pasal 3 Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. 212 Pasal 6 b Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. 213 Kasmir, Op.cit., hlm. 33. 214 O. P. Simorangkir, Op.cit., hlm. 100-101. Bank yang pedomannya adalah memperoleh hasil yang setinggi-tingginya dari uang yang dipinjamkan tanpa mempersoalkan penggunaan kredit yang diberikannya disebut pemberian kredit berdasarkan privat ekonomi. Pertimbangan utama baginya adalah pinjaman pokok bersama tingkat bunga yang tinggi dibayar kembali tepat pada waktunya. Perilaku lainnya adalah pemberian kredit berdasarkan sosial ekonomi yaitu penilaian kredit dipusatkan kepada faktor-faktor tidak hanya si penerima kredit yang menikmati hasil kredit tersebut, tetapi juga masyarakat sekitarnya. Bank dalam memberikan kredit tidak hanya bertitik tolak mencari keuntungan yang sebesar-besarnya tetapi juga memperhatikan kepentingan dan kebutuhan masyarakat sehingga menambah kemakmuran masyarakat. Bank komersil dalam memberikan kredit pada umumnya bertitik tolak dari segi sosial ekonomi. Ibid. Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009 bank sebagai kreditur. Bagi nasabah sebagai debitur dengan mendapatkan kredit bertujuan untuk mengatasi kesulitan pembiayaan dan meningkatkan usaha dan pendapatan di masa depan. Sedangkan bagi bank itu sendiri juga diharapkan melalui pemberian kredit akan menghasilkan pendapatan bunga sebagai pengganti harga dari pinjaman itu sendiri. 2. Dalam pendekatan makro ekonomi. Pemberian kredit merupakan salah satu instrumen untuk menjaga keseimbangan jumlah uang beredar di masyarakat. 215 Fungsi kredit perbankan dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan adalah: 1. Kredit pada hakikatnya dapat meningkatkan daya guna uang; 2. Kredit dapat meningkatkan peredaran lalu lintas uang; 3. Kredit dapat meningkatkan daya guna dan peredaran barang; 4. Kredit merupakan salah satu alat stabilitas ekonomi; 5. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha; 6. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan; 7. Kredit merupakan alat untuk meningkatkan hubungan internasional. 216 215 M. Faisal Abdullah, Op.cit., hlm. 84. 216 O.P. Simorangkir, Op.cit., hlm. 102-103. Lihat juga peranan kredit dalam perekonomian yang modern adalah: 1. Meningkatkan efisiensi penggunaan uang atau modal dengan meningkatkan produktivitas masyarakat; 2. Meningkatkan efisiensi penggunaan barang, karena kredit dapat membantu proses produksi dari bahan hingga barang jadi dan sekaligus juga membantu pemindahan barang dari produsen kepada konsumen dalam proses marketing kredit ikut melancarkan arus barang; Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009 Peranan bank sebagai lembaga keuangan tidak pernah lepas dari masalah kredit. Bahkan kegiatan bank sebagai lembaga keuangan, pemberian kredit merupakan kegiatan utamanya. Besarnya jumlah kredit yang disalurkan akan menentukan keuntungan bank. Jika bank tidak mampu menyalurkan kredit sementara dana yang terhimpun dari simpanan banyak maka akan menyebabkan bank tersebut rugi. 217 Bank Indonesia menaikkan Batas Maksimum Pemberian Kredit BMPK perbankan kepada debitor yang tidak terkait dengan bank hingga 30 persen dari modal bank. Bank Indonesia memberikan rambu-rambu, debitor yang akan dikucuri kredit oleh perbankan harus merupakan perusahaan dengan 40 persen sahamnya dimiliki publik. Hal tersebut disampaikan Direktur Pengaturan dan Penelitian Perbankan Bank Indonesia Halim Alamsyah, bahwa batas penyediaan dana pada kelompok peminjam yang anggota kelompoknya merupakan perusahaan yang dimiliki publik ditetapkan paling tinggi 30 persen dari modal bank. Selain itu Bank Indonesia Juga mengeluarkan aturan mengenai implementasi Basel II 218 pada perbankan Indonesia yang diterapkan pada 1 Januari 2009. Bagi bank-bank 3. Meningkatkan arus peredaran lalu lintas uang, misalnya melalui penggunaan cek, giro, wesel, promes, dan kartu kredit yang diterbitkan oleh bank; 4. Menjadi alat stabilitas ekonomi yang dilakukan melalui kebijaksanaan ekspansi dan kontraksi kredit, misalnya dengan politik diskonto oleh bank sentral; 5. Sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional suatu negara; 6. Menciptakan daya-beli baru bagi para debitur, meskipun debitur-debitur itu tidak memiliki uang tunai dalam saldo neracanya. Komaruddin Sastradipoera, Op.cit., hlm. 9. 217 Kasmir, Op.cit., hlm. 71. 218 Basel Accord adalah suatu standar internasional yang dijadikan dasar bagi negara untuk mengatur jumlah pendanaan perbankan agar dapat menghadapi resiko keuangan dan operasional yang mungkin timbul. Hingga saat ini telah ada 2 standar yang dikeluarkan, Basel I dan penggantinya, Basel II yang meningkatkan cakupan standar dalam Basel I. Basel I berfokus pada resiko kredit dimana aset- Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009 dengan aset yang di bawah Rp 1 triliun diberi perpanjangan sampai Juni 2009 yang mencakup pendekatan standar untuk risiko kredit, lalu pendekatan standar dan internal model untuk risiko pasar, serta pendekatan indikator dasar untuk risiko operasional. 219 Selama tahun 2006, indikator-indikator makro ekonomi memang menunjukkan perbaikan. Inflasi rendah dan terkendali, suku bunga terus menurun, rupiah dan indeks pasar modal stabil. Tapi sektor riil sama sekali belum bergerak. Pengangguran yang diharapkan bisa ditekan berbarengan dengan bergeraknya sektor riil, tetap tinggi. Fungsi intermediasi perbankan melalui kredit tak berjalan sebagaimana mestinya. Bank lebih suka menumpuk dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia SBI lantaran tanpa risiko. Penyaluran kredit ke sektor riil dinilai perbankan masih berisiko tinggi. Bank Indonesia sebagai bank sentral yang menjaga stabilitas makro sekaligus menjalankan fungsi pengawasan perbankan berkeinginan aset bank diklasifikasikan dalam lima kategori tergantung pada resiko kreditnya. Basel II diciptakan dengan lebih banyak standar yang diyakini dapat turut menjaga sistem keuangan internasional dari masalah-masalah yang mungkin timbul jika terdapat kejatuhan dari satu atau beberapa bank besar. Basel Accord diciptakan oleh Basel Committee on Banking Supervision untuk menghindari terjadinya masalah yang dihadapi komite tersebut saat likuidasi Bank Herstatt di Frankfurt pada tahun 1974. Likuidasi tersebut bermasalah karena terdapat transaksi ke New York yang tertinggal pada saat bank tersebut dilikuidasi. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan zona waktu sehingga saat bank tersebut dilikuidasi, transaksi tersebut belum terselesaikan. Hal ini mendorong negara-negara yang tergabung dalam G-10 mendirikan Basel Committee on Banking Supervision. Basel II menggunakan 3 konsep, yaitu kebutuhan kapital minimum, penilaian pengawasan, dan disiplin pasar. Basel I juga menggunakan 3 konsep diatas, namun tidak semua bagian dari konsep digunakan sehingga kurang lengkap, seperti pada konsep kebutuhan kapital minimum, Basel I hanya mempertimbangkan resiko kredit dan melewatkan resiko pasar dan resiko operasional. http:www.wealthindonesia.combasel- accordbasel-accord-ii.html diakses tanggal 7 Juli 2009. 219 Detik Finance, http:www.detikfinance.comkanal5moneter diakses tanggal 7 Juli 2009. Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009 kuat mendorong fungsi intermediasi perbankan kembali normal sehingga sektor riil pun bisa mulai bergerak. Maka keluarlah sejumlah paket kebijakan yang bertujuan mendorong perbankan mulai menyalurkan kredit. Paket kebijakan itu sesungguhnya merupakan insentif bagi perbankan. Dan kebijakan terakhir yang dikeluarkan adalah pelonggaran pemberian kredit terhadap debitor bermasalah. Perbankan dimungkinkan memberi kredit ke debitor bermasalah sepanjang kredit bermasalah terjadi karena alasan di luar kemampuan debitor serta tetap memperhitungkan analisis komprehensif atas kelayakannya. Sebelumnya Bank Indonesia sudah pula memberi insentif bagi perbankan untuk menyalurkan kredit. Aturan soal GWM alias cadangan perbankan di bank sentral misalnya. Bila LDR sebuah bank melebihi batasan tertentu dan tetap memperhatikan aspek-aspek kehati-hatian maka penambahan GWM bisa lebih kecil. 220 Bank Indonesia mengumumkan bahwa LDR atau perbandingan antara penyaluran kredit terhadap penghimpunan dana masyarakat sampai Agustus 2007 meraih peningkatan yang tertinggi pasca krisis ekonomi, yakni mencapai 67,3 persen. Dengan peningkatan seperti itu maka bank sentral pun optimis proyek pencapaian peningkatan kredit selama 2007 sebesar 22 persen bisa direalisasikan dengan pertumbuhan rata-rata per bulan Rp 17,6 triliun. Peningkatan itu menunjukkan bahwa kinerja perbankan dalam pelaksanaan fungsi intermediasi sudah semakin baik. 220 Editorial Media Masa Indonesia, “Kelonggaran Kredit”, http:opini.wordpress.com20070117kelonggaran-kredit diakses tanggal 14 Mei 2009. Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009 Namun oleh beberapa pihak, data bank sentral itu tidak serta merta ditanggapi positif terutama dalam kaitannya dengan pembangunan sektor riil. 221 Pada tahun 2008, Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan yang menurunkan rasio setoran GWM valas untuk bank umum dan konvensional dari 3 persen menjadi 1 persen, menyisakan US 721 juta bagi perbankan untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya sehingga perbankan mempunyai kepastian akan ketersediaan likuiditas valas, terutama dolar AS, dalam bertransaksi dengan nasabahnya. Kebijakan itu berlaku efektif sejak 13 Oktober 2008. Berdasarkan data Bank 221 Berita Indonesia, “Antara LDR, Fungsi Intermediasi, dan Sektor Riil”, http:www.beritaindonesia.co.idcmsindex.php diakses tanggal 14 Mei 2009. Harian Bisnis Indonesia 9 Oktober 2007 menyatakan, bila hanya melihat data itu, memang patut bangga atas kinerja industri perbankan nasional. Namun, sebaiknya lebih seksama melihat data tersebut sebab peningkatan angka penyaluran kredit bisa saja disebabkan oleh pembelian obligasi oleh bank yang dibukukan sebagai penyaluran kredit. Artinya, angka yang diumumkan Bank Indonesia itu belum tentu nilai kredit nyata tapi bisa saja hasil rekayasa keuangan semata. Menurut harian ini, beberapa bankir juga masih mengeluhkan susahnya menyalurkan kredit ke sektor riil karena kondisi ekonomi belum kondusif di sektor tertentu. Nilai kredit yang sudah disetujui, tetapi belum dicairkan nasabah undisburst loan juga masih cukup tinggi. Jadi, menurut Bisnis Indonesia, fakta itu menggambarkan iklim dunia usaha yang masih enggan bergerak cepat. Harian Republika 9 Oktober 2007 juga menyatakan hal senada. Kenaikan LDR yang diumumkan Bank Indonesia itu menunjukkan kinerja perbankan membaik. Itu mengartikan bahwa kredit perbankan mulai mengalir ke berbagai sektor yang boleh jadi menghadirkan optimisme bagi pertumbuhan ekonomi khususnya di sektor riil. Membaiknya indikator kinerja perbankan tersebut diharapkan tak hanya terjadi dalam jangka pendek melainkan bisa terus terjaga sehingga sektor riil diharapkan mampu berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun membaiknya kinerja perbankan itu, menurut harian ini, jangan membuat kita terlena sebab angka-angka indikator tersebut masih dibayangi sedikit kekhawatiran terkait kualitas kredit. LDR dan penyaluran kredit boleh saja membaik. Tapi sebaiknya bank sentral sebagai otoritas perbankan perlu tetap memperhatikan dan mencermati ke sektor apa kredit tersebut bergulir. Jika mengalir ke sektor yang produktif bolehlah berharap bahwa fungsi intermediasi sudah mulai pulih, tapi jika begulirnya lebih ke arah sektor konsumtif berarti fungsi intermediasi perbankan belum berjalan seperti yang diharapkan. Harian Indo Pos 15 Oktober 2007 memberikan pendapat yang agak pesimis. Walaupun LDR naik tapi penyaluran kredit belum sesuai harapan. Artinya potensi yang bisa diberikan perbankan untuk sektor riil sebenarnya bisa lebih besar. Penyebab kendala penyaluran kredit ke sektor riil adalah prinsip kehati-hatian prudential banking system perbankan yang berlebihan sehingga bahkan potensi debitor UMKM usaha mikro, kecil, dan menengah yang bisa menjadi sarana diversifikasi risiko belum banyak disentuh. Penyebab lainnya adalah kesiapan untuk memanfaatkan kredit perbankan sektor riil sendiri belum sepenuhnya berjalan. Akibatnya, terjadi stagnasi usaha. Itu pulalah yang membuat peningkatan angka undisbursed loan kredit yang telah disetujui tapi tidak disalurkan. Jadi, meski bank telah membuka keran kredit lebih besar, tapi penyerapan dunia usaha tidak maksimal. Ibid. Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009 Indonesia sampai 6 Oktober 2008, jumlah dana valas yang harus disetorkan setiap bank mencapai US 1,1 miliar. Jumlah tersebut berlaku saat rasio GWM valas masih 3 persen. Sedangkan pada saat diturunkan menjadi 1 persen, setoran hanya sejumlah US 379 juta, menyisakan US 721 juta di perbankan dan dapat digunakan untuk penyaluran pembiayaan dalam bentuk valas. Posisi DPK dalam bentuk valas per 6 Oktober 2008 mencapai US 36 miliar. Peraturan mengenai penyederhanaan penghitungan GWM rupiah, seperti diungkapkan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda Goeltom, untuk membuat likuiditas perbankan lebih memadai. Setiap bank dirasa lebih sederhana dan realistis pada keadaan krisis dengan formula penghitungan 7,5 persen dari total DPK. Penghitungan GWM rupiah tidak dikaitkan lagi dengan tingkat LDR namun persentase dari DPK. 222 Pengamat perbankan, Aviliani, menyatakan sangat setuju dengan langkah pelonggaran likuiditas Bank Indonesia sebab perbankan sedang membutuhkan dana untuk ekspansi kreditnya mengingat pertumbuhan DPK lebih rendah dari pertumbuhan kredit sehingga dapat mencegah pengereman penyaluran kredit, terutama kredit infrastruktur dan sektor riil, serta penyaluran kredit valas untuk pembiayaan impor Letter of Credit LC. Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk., Kostaman Thayib, menilai positif kebijakan pelonggaran likuiditas Bank Indonesia tersebut, dengan begitu perbankan bisa menambah kemampuan valas ataupun rupiah untuk disalurkan sebagai pinjaman. Menurut beliau, pengurangan 222 Koran Indonesia, “BI Sisakan US 721 Juta Bagi Bank”, www.koranindonesia.com diakses tanggal 20 Maret 2009. Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009 GWM valas bisa memperbesar likuiditas bank karena uang yang harus disetor oleh bank ke Bank Indonesia berkurang. 223 Pada tanggal 23 Oktober 2008, Bank Indonesia mengeluarkan peraturan No. 1025PBI2008 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No. 1019PBI2008 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan valuta asing. Peraturan ini berlaku efektif pada tanggal 24 Oktober 2008. Berdasarkan peraturan tersebut, GWM Rupiah ditetapkan sebesar 7,5 persen dari DPK dalam Rupiah yang terdiri dari GWM Utama dan GWM Sekunder, dan GWM dalam valuta asing ditetapkan sebesar 1 persen dari DPK dalam valuta asing. GWM Utama dalam Rupiah ditetapkan sebesar 5 persen dari DPK dalam Rupiah yang mulai berlaku pada tanggal 24 Oktober 2008 dan GWM Sekunder dalam Rupiah ditetapkan sebesar 2,5 persen dari DPK dalam Rupiah yang mulai berlaku pada tanggal 24 Oktober 2009. Menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia, Muliaman D. Hadad, aturan GWM yang baru ini menjadi salah satu opsi untuk mengendurkan likuiditas yang selama ini agak seret. Harapannya adalah bahwa jika likuiditas banjir maka kemampuan bank untuk ekspansi kredit juga semakin bagus. 224 223 Ibid. 224 Kontan, “GWM Melonggar, Perbankan Geber Kredit”, http:www.kontan.co.idindex.phpKeuangannewsGWM_Melonggar_Perbankan_Geber_Kredit.htm diakses tanggal 20 Maret 2009. Direktur Keuangan BRI, Abdul Salam, menambahkan, langkah Bank Indonesia menurunkan setoran GWM akan membuat likuiditas melonggar. Oleh karena itu, BRI akan terus menyalurkan kreditnya ke sektor usaha mikro kecil dan menengah UMKM. EVP Coordinator Change Management Office Bank Mandiri, Haryanto T. Budiman, mengatakan bahwa penurunan GWM akan membuat likuiditas Mandiri semakin kuat. Dalam hitungan Mandiri, penurunan GWM akan membuat tambahan dana 2 persen dari total DPK yang dimiliki Bank Mandiri. Dengan begitu, tambahan dana ini akan memperbesar kredit Mandiri ke depannya. Ibid. Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009

C. Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia