23 3.2.2.2 Peralatan Analisis
1. Buret 25 ml
2. Timbangan analitik
3. Oven
4. Desikator
5. Pipet volumetrik
6. Karet penghisap
7. Pengaduk
magnetic
8.
Furnace
1. Pengaduk mixer 2. Tangki Umpan
3. Pompa Sludge 4. Jar Fermentor
5. Tombol pompa air jaket 6. Tombol penghidup fermentor
7. Pengatur kecepatan pengaduk 8. Pengatur suhu air jaket
1 2
4 3
1
11 7
5
3 10
8 6
4 2
3
alarm heating
13
12
14
9
9. Wadah keluaran fermentor 10. Gas Meter
11. Gas Collector 12. pH elektroda
13. Penyerap H2S 14. Sampling injector
Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan
24
3.3 TAHAPAN PENELITIAN 3.3.1 Analisis Bahan Baku Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
3.3.1.1 Analisis pH
Adapun prosedur analisis pH adalah : 1
Kalibrasi pH meter dilakukan ke dalam pH 4 dan pH 7. 2
Bagian elektroda dari pH meter dicuci dengan aquadest. 3
Elektoda dimasukkan ke dalam sampel yang akan diukur pH-nya. 4
Nilai bacaan pH meter ditunggu sampai konstan lalu dicatat nilai bacaannya.
3.3.1.2 Analisis
M-Alkalinity
Adapun prosedur analisis
M-alkalinity
adalah : 1
Sampel dimasukkan sebanyak 5 ml ke dalam
beaker glass
lalu ditambahkan dengan aquadest hingga volume larutan 80 ml.
2
Beaker glass
diletakkan di atas
magnetic stirrer
, dan diletakkan pH elektroda di dalam
beaker gelas
, kemudian
stirrer
dihidupkan dan kecepatan diatur sedemikian rupa hingga sampel tercampur sempurna
dengan aquadest. 3
Campuran dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N hingga pH mencapai 4,8 ± 0,02.
4 Analisis
M-Alkalinity
dilakukan untuk LCPKS dan limbah fermentasi pada
Jar fermentor
. 5
M-Alkalinity
dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
M-Alkalinity
= Sampel
Vol 5
x 1000
x M
x terpakai
yang Vol.HCl
HCl
3.3.1.3 Analisis
Total Solids
TS Adapun prosedur analisis TS adalah :
1 Cawan penguap kosong yang telah dibersihkan, dipanaskan pada 105
o
C di dalam oven selama 1 jam. Apabila akan dilanjutkan untuk analisis zat
tersuspensi organik, cawan dipanaskan pada 550
o
C, selama 1 jam. 2
Cawan didinginkan selama 15 menit di dalam desikator, lalu ditimbang. 3.1
25 3
Sampel dikocok merata, lalu dituangkan ke dalam cawan. Volume sampel diatur sehingga berat residu antara 25-250 mg.
4 Cawan berisi sampel dimasukkan ke dalam oven, suhu 98
o
C untuk mencegah percikan akibat didihan air di dalam cawan. Namun bila volum
sampel kecil dan dinding cawan cukup tinggi maka langkah ini tidak perlu. 5
Pengeringan diteruskan di dalam oven dengan suhu 103-105
o
C selama 1 jam.
6 Cawan yang berisi residu zat padat tersebut didinginkan di dalam desikator
sebelum ditimbang. 7
Langkah 5 dan 6 diulang sampai didapat berat yang konstan atau berkurang berat lebih kecil 4 berat semula atau 0,5 mg, biasanya
pemanasan 1-2 jam sudah cukup. Penimbangan harus dikerjakan dengan cepat untuk mengurangi galat.
8 Kandungan TS dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
mL sampel,
volume 1000
B -
A talL
padatan to mg
Keterangan: A = berat residu kering + cawan porselen, mg B = berat cawan porselen, mg
3.3.1.4 Analisis
Volatile Solids
VS Adapun prosedur analisis VS adalah :
1 Cawan penguap setelah dari TS dipanaskan dengan menggunakan
muffle furnace
pada suhu 550
o
C selama 1 jam. 2
Setelah itu cawan penguap didinginkan di dalam desikator hingga mencapai suhu kamar.
3 Berat cawan penguap ditimbang.
4 Kandungan VS dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
mL sampel,
volume 1000
B -
A latilL
padatan vo mg
Keterangan: A = berat residu+cawan porselen sebelum pembakaran, mg B = berat residu + cawan porselen setelah pembakaran, mg
3.2
3.3
26 3.3.1.5
Analisis
Total Suspended Solids
TSS Adapun prosedur analisis TSS adalah :
1 Berat kertas saring kering yang digunakan ditimbang.
2 Kertas saring dibasahi dengan sedikit air suling.
3 Sampel diaduk dengan
magnetic stirrer
untuk memperoleh sampel yang lebih homogen.
4 Sampel dipipetkan ke penyaringan dengan volume tertentu pada waktu
contoh diaduk dengan
magnetic stirer
. 5
Kertas saring dicuci atau disaring dengan 3 x 10 ml aquadest. 6
Kertas saring dipindahkan secara hati-hati dari peralatan penyaring ke wadah timbang dengan aluminium sebagai penyangga.
7 Dikeringkan di dalam oven setidaknya selama 1 jam pada suhu 103ºC
sampai dengan
105ºC, didinginkan
dalam desikator
untuk menyeimbangkan suhu dan massanya.
8 Tahapan pengeringan, pendinginan dalam desikator, dan penimbangan
diulangi sampai diperoleh berat konstan atau sampai perubahan berat lebih kecil dari 4 terhadap penimbangan sebelumnya atau 0,5 mg.
9 Kandungan TSS dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
mL sampel,
volume 1000
B -
A totalL
rsuspensi padatan te
mg
Keterangan: A = berat kertas saring + berat residu, mg
B = berat kertas saring, mg 3.3.1.6
Analisis
Volatile Suspended Solids
VSS Adapun prosedur analisis VSS adalah :
1 Sampel residu hasil analisa TSS dibakar mengunakan api bunsen di dalam
cawan porselen yang telah dikering dan diketahui beratnya. 2
Setelah terbakar sempurna atau bebas asap, selanjutnya sampel diabukan di dalam
furnace
pada suhu 550
o
C selama 1 jam. 3
Setelah 1 jam,
furnace
dimatikan dan sampel diambil setelah suhu
furnace
sekitar 100
o
C dan disimpan di dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang.
4 Kandungan VSS dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
3.4
27 mL
sampel, volume
1000 B
- A
volatilL rsuspensi
padatan te mg
Keterangan: A = berat residu + cawan porselen sebelum pembakaran, mg B = berat residu + cawan porselen setelah pembakaran, mg
3.3.1.7 Analisis
Chemical Oxygen Demand
COD Analisis ini dilakukan di luar Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara yaitu di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit BTKLPP Kelas 1 Medan dengan Metode
Open Reflux.
Adapun prosedur analisis COD adalah : 1
Dimasukkan 10 ml contoh uji ke dalam erlenmeyer 250 ml. 2
Ditambahkan 0,2 g serbuk raksa II sulfat HgSO
4
dan beberapa batu didih. 3
Ditambahkan 5 ml larutan kalium dikromat, K
2
Cr
2
O
7
0,25 N. 4
Ditambahkan 15 ml pereaksi asam sulfat H
2
SO
4
– perak sulfat Ag
2
SO
4
perlahan-lahan sambil didinginkan dalam air pendingin. 5
Dihubungkan dengan pendingin Liebig dan dididihkan di atas
hot plate
selama 2 jam. 6
Didinginkan dan dicuci bagian dalam dari pendingin dengan air suling hingga volume contoh uji menjadi lebih kurang 70 ml.
7 Didinginkan sampai temperatur kamar, ditambahkan indikator ferroin 2
sampai dengan 3 tetes, dititrasi dengan larutan ferro ammonium sulfat atau FAS 0,1 N sampai warna merah kecoklatan, dicatat kebutuhan larutan FAS.
8 Langkah 1 sampai dengan 7 dilakukan terhadap air suling sebagai blanko.
Kebutuhan larutan FAS dicatat. Analisis blanko ini sekaligus melakukan pembakuan larutan FAS dan dilakukan setiap penentuan COD.
9 Kandungan COD dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
sampel ml
N8000 B
A O
mgl
2
Keterangan: A = ml FAS untuk titrasi blanko
B = ml FAS untuk titrasi sampel
N = Normalitas FAS
8000 = berat miliekivalen oksigen 1000 mll
3.5
3.6
28
3.3.2
Loading Up
dan Operasi Target
Adapun prosedur
loading up
dan operasi target adalah: 1
Starter
asidogenesis sebanyak 2 L dimasukkan ke dalam fermentor. 2
Bahan baku LCPKS dimasukkan ke dalam tangki umpan. 3
Kecepatan di dalam tangki umpan LCPKS segar diatur hingga kecepatan 150 rpm agar larutan LCPKS akan tercampur dengan baik.
4 Bahan baku LCPKS dialirkan dari tangki umpan ke dalam fermentor.
5 Suhu di dalam fermentor selama proses
loading up
dan operasi target dijaga pada suhu 45
o
C dengan kecepatan pengadukan pada 250 rpm. 6
HRT awal dimulai dengan HRT 20 hari karena untuk adaptasi hidrolitik bakteri dengan umpan dimasukkan secara bertahap yaitu 2 kali sehari.
7 Setelah 15 hari, percobaan dilanjutkan untuk HRT 15, 10, dan 4.
Dilakukan analisis untuk tiap HRT. 8
pH di dalam fermentor di atur 6 dengan penambahan NaHCO
3
hingga pH yang dinginkan tercapai.
9 Dilakukan analisis untuk setiap run.
3.3.3 Prosedur
Recycle
1 Keluaran fermentor
discharge
dipindahkan ke dalam gelas ukur 1000 ml. 2
Keluaran fermentor
discharge
dibiarkan selama 6 jam hingga terjadi sedimentasi.
3 Bagian yang jernih dipisahkan dengan bagian yang mengendap.
4 Lumpur bagian bawah diambil sesuai variasi sebesar 0, 15, 25
Prosedur dan 35 lalu dikembalikan ke dalam tangki umpan.
3.3.4 Pengujian Sampel
Sampling
Adapun prosedur yang dilakukan untuk pengujian sampel adalah sama seperti prosedur yang dilakukan untuk analisis bahan baku, ditambah dengan
analisis VFA, sedangkan analisis gas dilakukan jika pada penelitian ada terbentuk
gas yaitu gas CO
2
dan H
2
S.
29 Tabel 3.1 Jadwal Analisis
Influent
dan
Effluent
Analisis Metode
Hari ke 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 11 12 13 14 15 pH
- M-
Alkalinity Titrasi
TS Analisis
Proksimat VS
Analisis Proksimat
TSS Analisis
Proksimat VSS
Analisis Proksimat
COD
Open Reflux
VFA Kromato
grafi Gas
- Keterangan:
= Analisis
influent
= Analisis
effluent
30
3.4 Jadwal Penelitian
Pelaksanaan penelitian direncanakan selama 7 tujuh bulan. Jenis kegiatan dan jadual pelaksanaannya dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Jenis Kegiatan dan Jadwal Pelaksanaan Penelitian
No .
Kegiatan Bulan ke 1
Bulan ke-2 Bulan ke-3
Bulan ke-4 Bulan ke-5
Bulan ke-6 Bulan ke-7
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1.
Persiapan penelitian 2.
Survei dan pembelian bahan
3. Pelaksanaan
penelitian dan pengumpulan data
4. Kompilasi data dan
penarikan kesimpulan 5.
Penulisan karya ilmiah
6. Penulisan karya
ilmiah
31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 KARAKTERISASI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT
LCPKS
Bahan baku LCPKS yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari PKS Adolina PTPN IV. Adapun hasil analisa karakteristik dari bahan baku yang
digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Karakteristik LCPKS dari PKS Adolina PTPN IV No.
Parameter Satuan
Hasil Uji Metode Uji
1. pH
- 3,5 - 4,7
APHA 4500-H
2.
Chemical Oxygen Demand
COD mgL
41.818 SNI
3.
Total Solid
TS mgL
16.040-61.000 APHA 2540B
4.
Volatile Solid
VS mgL
16.060-52.360 APHA 2540E
5.
6.
Total Suspended Solid
TSS
Total Suspended Solid
TSS mgL
mgL 2.920-24.700
1.920-25.800 APHA 2540D
APHA 2540E 7.
8. 9.
10.
Volatile fatty acids
- Asam asetat
- Asam propionat
- Asam butirat
Lemak Protein
Karbohidrat mgL
1.508,987 560,0297
1.088,613 31,8
0,14 1,99
APHA 2540E
Ekstraksi Sokletasi Kjeldah
Lane Eynon Laporan hasil uji laboratorium terlampir
LCPKS merupakan cairan kecoklatan yang kental, koloid dan mengandung padatan tersuspensi. Meskipun LCPKS tidak beracun, tetapi LCPKS
memiliki efek buruk terhadap lingkungan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.1 dimana pH limbah sangat asam sebesar 3,5-4,7. Sementara menurut Kementerian
Lingkungan Hidup dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP 51-MENLH101995, syarat limbah yang dapat dibuang ke lingkungan yaitu
sebesar 6-9 [24]. Selain itu, LCPKS memiliki kandungan COD yang tinggi yaitu 41.818
mgL. Nilai COD ini juga telah melewati batas untuk dibuang ke lingkungan,
32 dimana seharusnya yang dizinkan hanya bernilai sebesar 500 mgL. Tingginya
nilai COD ini menunjukkan tingginya kandungan bahan organik yang ada dalam LCPKS sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan VFA.
Pada Tabel 4.1 juga dapat dilihat kandungan lemak, protein, dan karbohidrat dari LCPKS yaitu sebesar 31,8, 0,14 dan 1,99. Senyawa-
senyawa organik inilah yang nantinya akan diolah pada proses asidogenesis menjadi asam-asam lemak rantai pendek yang terkandung didalam VFA.
4.2 HASIL PENELITIAN VARIASI HRT PROSES
LOADING UP
Loading up
merupakan langkah penting untuk kelancaran proses digestasi anaerobik. Proses
loading up
dilakukan dengan memvariasikan HRT yang dimulai dari HRT 20 hari, 15 hari, 10 hari, dan 4 hari. Proses ini dilakukan agar mikroba
pada
starter
dapat beradaptasi.
Starter
berasal dari kolam pengasaman PTPN III PKS Torgamba. Selama proses
loading up
, fermentor dioperasikan pada kondisi temperatur 45
o
C, pengadukan fermentor sebesar 150 rpm dan pH dijaga konstan pada 6 ±0,2 dengan penambahan natrium bikarbonat NaHCO
3
. Analisis pH, alkalinitas, TS, VS, TSS, VSS, COD serta VFA dilakukan untuk melihat
metabolisme dan pertumbuhan mikroba selama proses
loading up
.
4.2.1 Pengaruh HRT terhadap Profil pH dan Alkalinitas
Sebagai produk dari asidogeneis, VFA bisa bisa berdifusi ke dalam sel bakteri anaerob dan mengionisasi untuk mengurangi pH. Hal ini umumnya diakui
sebagai penghambat asidogenesis [43]. Alkalinitas memungkinkan netralisasi VFA yang menyebabkan penurunan pH, sehingga proses asidogenesis dapat
berjalan dengan baik [44]. Menurut penelitian Rafael Borja
et al
[45] pH antara 5,2-5,8 menunjukkan peningkatan produksi asam yang baik saat proses
asidogenesis. Oleh sebab itu, pada proses
loading up
perlu dilakukan pengontrolan pH 6±0,2 agar proses asidogenesis yang diharapkan dapat tercapai.
pH LCPKS dijaga stabil dengan dengan penambahan NaHCO
3.
Pengaruh penurunan HRT pada saat
loading up
terhadap pH dan alkalinitas dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut.