BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Selama ini, masyarakat yang berada dilingkungan perusahaan mendapatkan banyak keuntungan. Perusahaan dapat memberikan kesempatan kerja, menyediakan
barang yang dibutuhkan masyarakat untuk konsumsi, membayar pajak, memberi sumbangan bagi masyarakat sekitarnya, dan lain-lain. Namun dibalik keuntungan itu
semua, keberadaan perusahaan juga banyak menimbulkan berbagai permasalahan, seperti polusi udara, kebisingan, diskriminasi, pemaksaan, kesewenang-wenangan
dan bentuk negative lainnya. Kasus free Port di Papua, Newmond di Sulawesi, Caltex di Riau, Nike di
Amerika, Bhopal di India, Lapindo, serta kasus lain adalah bentuk ketimpangan industrialisasi Wibisono, 2007. Heard dan Bolce 1972 berpendapat bahwa
negative externalities benar-benar telah mengancam timbulnya polusi udara dan air, kebisingan suara, kemacetan lalu lintas, limbah kimia, hujan asam, radiasi sampah
nuklir, dan masih banyak lagi petaka sehingga menyebabkan stress mental dan gangguan pisik dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Chapra 1983 menuduh,
perusahaan merupakan penyebab utama apa yamg sekarang disebut kesalahan alokasi sumber daya manusia dan alam.
Dalam beberapa dekade ini, tanggung jawab sosial perusahaanCorporate Social responsibilitymerupakan topik yang menarik untuk ditelaah lebih jauh.CSR
adalah komitmen perusahaan yang menekankan bahwa perusahaan harus mengembangkan etika bisnis dan praktik bisnis yang berkesinambungan sustainable
secara ekonomi, sosial dan lingkungan.Hal ini berhubungan dengan perlakuan terhadap stakeholder baik yang berada di dalam dan diluar perusahaan dengan
bertanggungjawab baik secara sosial maupun etika.CSR memiliki defenisi seperti halnya individu, perusahaan memiliki tugas moral untuk berlaku jujur, mematuhi
hukum, menjunjung intergritas, dan tidak korup.Tanggung jawab sosial perusahaan telah menjadi suatu kebutuhan perusahaan yang dirasakan bersama antara
pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha berdasarkan prinsip kemitraan dan kerjasama Departemen Sosial, 2007 dalam Ardilla 2011.Hal yang terpenting dari
pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan adalah memperkuat keberlanjutan perusahaan itu sendiri dengan jalan membangun kerjasama antar stakeholderyang
difasilitasi perusahaan tersebut dengan menyusun program-program pengembangan masyarakat di sekitarnya.
Terdapat dua Undang-Undang yang mengatur tentang CSR di Indonesia. Pertama, Pasal 15b Undang-Undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
yang menyatakan, bahwa setiap investor berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Pasal ini menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab yang melekat pada
perusahaan penanaman modal untuk menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, norma, dan budaya masyarakat.
Tanggung jawab sosial perusahaan juga dicantumkan dalam Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.Pasal 74 ayat 1 Undang-Undang ini
menyatakan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungan.Ayat 2 pasal ini menyatakan kewajiban tersebut diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan
dan kewajaran.Selanjutnya ayat 3 menyebutkan perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana yang dimaksud ayat 1 dikenai sanksi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang terkait.Kemudian ayat 4 menyatakan ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.Dengan adanya Undang-Undang tersebut maka Corporate Social Responsibility merupakan tindakan yang wajib bagi setiap perusahaan yang berada di
Indonesia. Corporate Social Responsibility CSR pada intinya adalah suatu usaha
tanggung jawab perusahaan atau organisasi secara berkelanjutan atas dampak yang ditimbulkan dari keputusan dan aktifitas yang telah diambil dan direspon oleh
organisasi tersebut, dimana dampak itu pastinya akan dirasakan atau berpengaruh kepada pihak-pihak lain terutama masyarakat dan lingkungan. Pengungkapan kinerja
lingkungan, sosial dan ekonomi dalam laporan tahunan atau laporan terpisah adalah
untuk mencerminkan tingkat akuntabilitas, responsibility dan transparansi perusahaan kepada investor danstakeholderslainnya.
Menurut Kotler dan Lee 2005 menyebutkan bahwa perusahaan akan terdorong untuk melakukan praktek dan pengungkapan CSR, karena memperoleh
beberapa manfaat seperti peningkatan penjualan dan marketshare, memperkuat brand positioning, meningkatkan citra perusahaan, menurunkan biaya operasi, serta
meningkatkan daya tarik perusahaan di mata investor dan analis keuangan. Corporate Governance merupakan isu yang tidak pernah usai untuk dikaji
oleh para pelaku bisnis, akademisi, pembuat kebijakan, dan lain sebagainya.Di dalam Corporate Governance terdapat ukuran dewan komisaris, indepensi dewan komisaris
dan kepemilikan institusional yang menjadi variable bebas dari Corporate Governance tersebut.Pemahaman tentang praktek Corporate Governance terus
berevolusi dari waktu ke waktu.Corporate Governance merupakan salah satu fenomena yang menarik untuk diteliti sehubungan dengan semakin gencarnya
publikasi tentang kecurangan fraud maupun keterpurukan bisnis yang terjadi sebagai akibat kesalahan yang dilakukan oleh para eksekutif manajemen.Hal tersebut
memicu adanya pertanyaan tentang kecukupan Corporate Governance yang diterapkan perusahaan.
Dewan komisaris adalah wakil shareholder dalam perusahaan yang berbadan hukum perseroan terbatas yang berfungsi mengawasi pengelolaan perusahaan yang
dilaksanakan oleh manajemen direksi, dan bertanggung jawab untuk menentukan apakah manajemen memenuhi tanggung jawab mereka dalam mengembangkan dan
menyelenggarakan pengendalian internal perusahaan. Komisaris Independen merupakan komisaris yang tidak berasal dari pihak
terafiliasi atau tidak mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali.Diharapkan keberadaan komisaris independen dapat memberikan
tekanan pada perusahaan untuk mengungkapkan sustainability report dalam rangka memastikan keselarasan antara keputusan dan tindakan perusahaan dengan nilai-nilai
sosial dan legitimasi perusahaan Barnae dan Rubin, 2005. Dalam rangka penyelenggaraan Good Corporate Governance, perusahaan harus memiliki komisaris
independen yang jumlahnya proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris
independen sekurang-kurangnya 30 tiga puluh persen dari jumlah seluruh anggota komisaris.
Kepemilikan Institusional adalah jumlah saham yang dimiliki oleh suatu institusi oleh perbankan, perusahaan asuransi, dana pension, reksadana, dan institusi
lain dalam sebuah perusahaan., Et al 2010 menemukan adanya hubungan positif antara kepemilikan institusional dengan CSR. Hal tersebut karena institusi akan
memantau perkembangan investasinya pada suatu perusahaan, yang akhirnya akan meningkatkan pengendalian yang tinggi atas tindakan manajemen.
Namun merupakan suatu kenyataan bahwa konsep Corporate Governance masih belum dipahami dengan baik oleh sebagian besar pelaku usaha.Tjager, et al
2003:4 menyatakan bahwa secara teoritis praktek GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan diantaranya meningkatkan kinerja keuangan, mengurangi resiko yang
merugikan akibat tindakan pengelola yang cenderung menguntungkan diri sendiri dan umumnya Corporate Governance dapat meningkatkan kepercayaan investor.
Penelitian Sembiring 2005 menunjukkan bahwa ukuran perusahaan, profil dan ukuran dewan komisaris memberikan pengaruh positif terhadap pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan, namun variabel profitabilitas dan leverage perusahaan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan. Sari 2015 menunjukkan bahwa faktor ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR pada perusahaan
pertambangan di Indonesia, sementara itu profitabilitas, leverage, struktur kepemilikan ukuran dewan komisaris dan likuiditas tidak berpengaruh signifikan
terhadap pengungkapan CSR di Indonesia. Kemudian penelitian Hartati 2012 menunjukkan bahwa kepemilikan
institusional memberikan pengaruh negative yang tidak signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial, dewan komisaris independen memberikan
pengaruh positif yang tidak signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial dan kepemilikan manajerial memberikan pengaruh positif yang tidak signifikan
terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Atas dasar perbedaan
berbagai penelitian tersebut menguji kembali pengaruh karateristik perusahaan terhadap pengungkapan CSR untuk mendapatkan hasil yang lebih meyakinkan
dengan judul “Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris, Proporsi Komisaris Independen dan Kepemilikan Institusional Terhadap Pengungkapan
Corporate Social Responsibility CSR Pada Perusahaan Property dan Real Estate yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.
1.2 Perumusan Masalah