BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan seluruh bab hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengaturan mengenai terorisme dari segi hukum pidana internasional, yaitu Pasal 38 ayat 1 statute pengadilan internasional tentang sikap tindakan
bagaimana yang dibenarkan bila negara menetapkan tata cara penyelesaian melalui penggunaan senjata, ketentuan tentang penggunaan kekerasan
bersenjata tercantum dalam konvensi Geneva dan Den Haag, yaitu dalam suatu memusnahkan anggota dan instalasi militer lawan merupakan keharusan
yang harus diambil dan dibenarkan secara hukum internasional, sedangkan menjadikan penduduk sipil sebagai sasaran kekerasan bersenjata jelas-jelas
dilarang. Konvensi dalam bidang terorisme, pembajakan, kejahatan penyeludupan yaitu resolusi No. 6 tahun 1984 mengenai hukum pidana
internasional, isinya antara lain mendukung kelangsungan peradilan internasional dalam kaitannya dengan berbagai pelanggaran serta persoalan
mengenai penanggulangan penerapan hukumnya, kewajiban negara untuk menahan dan menangkap para pembajak didasarkan pada Pasal 13 Konvensi
Tokyo 1963 juncto Konvensi Den Haag 1970. 2. Pengaturan mengenai Terorisme dari Hukum Nasional Indonesia, yaitu
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang pemberantasan tindak pidana terorisme, Menjadi Undang-
Undang. Dan dalam pembahasan mengenai proses peradilan yang di terapkan kepada para pelaku tindak pidana bom Bali, mulai dari penyidikan sampai
kepada putusan, dapat disimpulkan bahwasanya peraturan yang dikenakan kepada para pelaku, yaitu amrozi cs, sudah mendapatkan kekuatan hukum
yang tetap. Sekalipun peraturan tersebut lahir setelah tindak pidana yang mereka lakukan. Dalam hal ini, asas Non Retro Active telah dikesampingkan
demi kemaslahatan dan jaminan hukum serta jaminan kemanan bagi seluruh rakyat Indonesia khususnya, dan bagi masyarakat internasional umumnya.
B. Saran