PENUTUPAN Efektivitas Bimbingan Manasik Haji Pada Kantor Kementrian Agama Kota Tangerang Tahun 2016

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Memeriahkan ka’bah setiap tahun dengan haji dan umrah merupakan fardhu kifayah bagi orang yang mampu, baik yang sudah pernah menjalankan kewajiban haji maupun yang belum menunaikannya. Jika ada sebagian orang yang melaksankannya, maka gugurlah kewajiban tersebut dari yang lain. Namun, jika tidak ada seorang pun yang melaksanakannya, maka mereka semua berdosa dan bisa diperangi sebagaimana halnya orang yang meninggalkan kewajiban shalat, zakat, dan kewajiban-kewajiban sejenisnya. Diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur dan lainnya dari jalur Al- Hasan, ia berkata: Umar bin Khaththab r.a pernah berkata, “jikalau orang- orang meninggalkan haji satu tahun, niscaya aku perangi mereka karenanya sebagaimana kami perangi mereka lantaran meninggalkan shalat dan zakat. Umar bin khaththab juga pernah berkeinginan menugaskan dan mewajibkan sejumlah orang dari kalangan kaum muslimin untuk menunaikan haji setiap tahun agar kaum muslimin tidak ketinggalan mengerjakan ritual ini dan menyegerakan diri menjalankannya. Hal ini menunjukan bahwa haji harus digelar setiap tahun. Dan jika diabaikan, maka hal itu akan membuahkan penindakan keras dengan senjata sebagaimana halnya orang yang meninggalkan shalat, zakat, atau adzan, sebab adzan adalah fardhu kifayah yang jika diabaikan oleh penduduk suatu wilayah ahl al-balad, mereka akan ditindak tegas karenanya. Dari sini, terpapar jelas bahwa ibadah haji hukumnya fardhu „ain atas orang yang berhaji dengan syarat-syaratnya, fardhu kifayah bagi orang-orang hidup, dan sunnah tathawwu’ bagi yang pernah menjalankannya. Disebut dalam Al- Mubdi’ bahwa haji hukumnya fardhu kifayah tiap tahun. 1 Dalam Al- Qur’an surat Al-Baqarah ayat 196 Allah berfirman:      Artinya: Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah Karena Allah. QS. Al-Baqoroh: 196 2 Ibadah Haji merupakan rukun Islam ke lima. Kepada kaum Muslimin, Allah SWT menjanjikan surga sebagai pahala bagi para Haji mabrur. Sedangkan Haji mabrur adalah karunia yang tidak dapat dinilai dengan materi karena kandungan hikmahnya sangat luar biasa, maka inilah balasan yang pantas diberikan kepada haji mabrur. Dan tidak berlebihan 1 Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Prof. Dr. Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqih Ibadah: Thaharah, Shalat, zakat, Puasa, dan Haji Jakarta: Amzah, t.t., h. 495-496. 2 Sumber dari Al- Qur’an jika dengan menunaikan ibadah Haji, seorang muslim merasa telah menyempurnakan agamanya. 3 Menurut al-Qurtuby pakar Tafsir dan Hukum wafat tahun 671 H, pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para pakar tentang Haji mabrur maknanya berdekatan. Simpulannya adalah bahwa haji mabrur adalah haji yang sempurna hukum-hukumnya sehingga terlaksana secara sempurna sebagaimana yang dituntut. 4 Hadits riwayat Bukhori Rasulullah saw bersabda: Artinya: “Pahala dari ibadah umrah ke umrah dapat menghapus dosa di antara keduanya, dan haji yang mabrur tidak ada balasan lain baginya kecuali balasan surga.” H. R. Bukhari. Untuk dapat melaksanakan ibadah Haji dengan baik dan benar, yaitu khusyu’, sesuai syariah, aman dan selamat, selain diperlukan penguasaan dan pemahaman mansik secara benar, juga dibutuhkan kekuatan dan kesehatan fisik yang baik. Karena itu agar jemaah memiliki pemahaman yang benar dan utuh mengenai ibadah Haji, diperlukan bimbingan kepada jemaah secara kompherensif dan berkesinambungan, baik berupa penambahan waktu bimbingan manasik, ditambah dengan 3 Muhammad M. Basyuni, Reformasi Manajemen Haji, Jakarta: FDK Press, 2008, h. 1. 4 M. Quraish Shihab, Haji dan Umrah bersama M. Quraish Shihab, Tangerang: Lentera Hati, 2012, h. 519. pengetahuan dasar tentang latar belakang sosio-historis ibadah Haji serta pemahaman sejarah hidup Rasul. 5 Hadits riwayat Muslim Rasulullah saw bersabda: Artinya: “Ambillah ikutilah kalian dari aku mengenai tatacara haji kalian, barang kali aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian setelah tahun ini”. H. R. Muslim. Manasik haji yang dikenalkan oleh Rasulullah SAW adalah penyempurna dari manasik Haji para nabi sebelumnya, termasuk manasik haji Nabi Ibrahim as. 6 Manasik merupakan bimbingan dan latihan untuk pelaksanaan haji tersebut. Umumnya akan berlangsung 8-12 minggu sebelum keberangkatan. Semua informasi yang dibutuhkan untuk pelaksanaan ibadah haji akan diberikan pada saat manasik ini, dan dipandu oleh ustadz, ustadzah, dan muthaif pemanduguide yang akan membimbing jemaah selama melaksanakan ibadahnya. Hal ini dimaksudkan untuk menjadi pedoman Jemaah haji dalam melaksanakan manasik sesuai dengan alur gerak dan tempat kegiatan haji. 7 Untuk dapat memahami ibadah haji dengan benar dan baik, maka jamaah harus dapat memahami cara-cara pelaksanaannya, tujuan, dan 5 A. Chunaini Saleh, Penyelenggara Haji Era Reaformasi, Jakarta: Pustaka Alvabet, November 2008, h. 92. 6 Aguk Irawan MN, Panduan Superlengkap Haji dan Umrah, Jakarta: Qultum Media, 2011, cet. 1, h. 29-30. 7 K. H. Mudatsir Muslim, Panduan Lengkap Haji dan Umrah, Surakarta: PT. Borobudur Inspira Nusantara, 2013, h. 47.