Karakterisasi Kompleks Inklusi Kelarutan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.5 Karakterisasi Kompleks Inklusi

2.5.1 Scanning Elektron Microscopy SEM Scanning Electron Microscopy digunakan untuk mempelajari aspek mikroskopis dari bahan baku yang siklodekstrin dan substansi obat secara berturut-turut menunjukkan perbedaan di bagian kristalisasi dari bahan baku dan produk yang terlihat di bawah mikroskop elektron sehingga menunjukkan pembentukan kompleks inklusi Singh, Bharti, Madan Hiremath, 2010. Scanning electron microscopy SEM menggunakan sinar terfokus energi tinggi elektron untuk menghasilkan berbagai sinyal pada permukaan spesimen padat. Sinyal yang berasal dari interaksi elektron- sampel mengungkapkan informasi tentang sampel termasuk morfologi eksternal tekstur, komposisi kimia, dan struktur kristal dan orientasi dari bahan yang membentuk sampel. Dalam sebagian besar aplikasi, data yang dikumpulkan melalui area tertentu dari permukaan sampel, dan gambar 2 dimensi yang dihasilkan menampilkan variasi jarak dalam properti. Daerah lebar mulai ±1cm sampai 5 mikron dapat dicitrakan dalam modus pemindaian menggunakan teknik konvensional Scanning Electron Microscopy perbesaran mulai dari 20X menjadi sekitar 30.000 X, resolusi jarak dari 50 sampai 100 nm Swapp. 2.5.2 Karl Fischer Titration Analisis kadar air kompleks siklodekstrin adalah uji yang penting untuk evaluasi kualitas proses kompleksasi: jika interaksi molekul tamu- siklodekstrin sesuai maka rongga hidrofobik dari rongga dalam siklodekstrin diganti dengan molekul tamu sehingga kadar air menurun. Metode terbaik yang digunakan untuk alasan ini adalah metode karl fischer titration , yang memungkinkan untuk mengevaluasi hanya kadar air dibandingkan dengan metode lain yang digunakan untuk evaluasi kandungan airkelembaban misalnya analisis termogravimetri, yang menentukan semua volatil, termasuk air Hadaruga, 2012. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.6 Kelarutan

Kelarutan didefinisikan secara kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuhnya pada temperatur tertentu sedangkan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk dispersi molekular homogen. Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, temperatur, tekanan, pH larutan Martin, Swarbick Cammarata 1990. Suatu sediaan obat yang diberikan secara oral didalam saluran cerna harus mengalami proses pelepasan dari sediaannya kemudian zat aktif akan melarut dan selanjutnya diabsorpsi. Proses pelepasan zat aktif dari sediaanya dan proses pelarutannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasi sediaanya. Salah satu sifat zat aktif yang penting untuk diperhatikan adalah kelarutan, terutama kelarutan dalam air karena pada umumnya zat baru diabsorpsi setelah terlarut dalam cairan saluran cerna. Suatu obat harus mempunyai kelarutan dalam air yang baik agar mendapatkan efek terapi. Senyawa-senyawa yang relatif tidak larut seringkali menunjukkan absorpsi yang tidak sempurna atau tidak menentu. Jika kelarutan dari suatu obat kurang, maka dipertimbangkan hal yang dapat memperbaiki kelarutannya. Oleh karena itu salah satu usaha untuk meningkatkan ketersediaan hayati suatu sediaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya Martin, Swarbick Cammarata 1990. Upaya yang sudah dilakukan untuk meningkatkan kelarutan obat yaitu kosolvensi, reduksi ukuran partikel, penyesuaian pH, mikroemulsi, dispersi padat, hidrotopi dan kompleks inklusi Ansel, 2005; Sharma Jain, 2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat aktif adalah: a. Pengaruh pH Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan adalah senyawa organik yang bersifat asam atau basa lemah. Kelarutan asam- asam organik lemah seperti barbiturat dan sulfonamida dalam air akan bertambah dengan meningkatnya pH, karena terbentuk garam yang mudah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta larut air. Sedangkan basa-basa organik lemah seperti alkaloid dan anastetik lokal pada umumnya sukar larut dalam air. Apabila pH larutan diturunkan dengan penambahan asam kuat, maka akan terbentuk garam yang mudah larut air. b. Suhu Kelarutan zat padat dalam pelarut ideal tergantung pada suhu, titik leleh zat padat dan panas peleburan molar zat tersebut. Pengaruh suhu terhadap kelarutan zat dalam larutan ideal mengacu pada persamaan Van’t Hoff. c. Jenis pelarut Kelarutan suatu zat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar akan melarutkan zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya. Kelarutan zat juga bergantung pada struktur zat seperti perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat maka semakin sukar zat tersebut larut dalam air. Menurut Hildebrane, kemampuan zat terlarut untuk membentuk ikatan hidrogen lebih penting daripada kepolaran suatu zat. d. Bentuk dan ukuran partikel Kelarutan suatu zat akan meningkat dengan berkurangnya ukuran partikel zat tersebut. Konfigurasi molekul dan susunan kristal juga berpengaruh terhadap kelarutan zat. Partikel berbentuk tidak simetris lebih mudah larut bila dibandingkan dengan partikel berbentuk simetris. e. Konstanta dielektrik bahan pelarut Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi polaritas bahan pelarut. Pelarut polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi sehingga dapat melarutkan zat-zat yang bersifat polar, sedangkan zat-zat non polar sukar larut di dalamnya. Demikian pula sebaliknya zat-zat yang polar sukar larut di dalam bahan pelarut non polar. Konstanta dielektrik adalah suatu besaran tanpa dimensi dan merupakan rasio antara kapasitas elektrik medium Cx terhadap vakum Cv. Besarnya konstanta dielektrik menurut Moor dapat diatur dengan menambahkan bahan pelarut lain. Suatu zat lebih mudah larut dalam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pelarut campuran dibandingkan dengan pelarut tunggalnya yang disebut dengan co-solvency, sedangkan bahan pelarut di dalam pelarut campur yang mampu meningkatkan kelarutan zat disebut co-solvent. Co-solvent yang umum digunakan adalah etanol, gliserin dan propilen glikol. f. Adanya penambahan zat-zat lain Surfaktan adalah suatu zat yang digunakan untuk menaikkan kelarutan zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu polar dan non polar. Apabila didispersikan dalam air pada konsentrasi rendah akan berkumpul pada permukaan dengan mengorientasikan bagian polar kearah air dan bagian non polar kearah udara. Kumpulan surfaktan akan membentuk suatu lapisan mono molekular. Bila permukaan cairan telah jenuh dengan molekul-molekul surfaktan, maka molekul-molekul yang berada didalam cairan akan membentuk agregat yang disebut misel. Konsentrasi pada saat misel terbentuk disebut konsentrasi misel kritik KMK. Sifat penting misel adalah kemampuannya dalam menaikkan kelarutan zat-zat yang sukar larut dalam air, proses ini disebut solubilisasi miselar. Solubilisasi miselar terjadi karena molekul zat yang sukar larut berasosiasi dengan misel membentuk larutan jernih dan stabil secara termodinamika. Selain penambahan surfaktan dapat dilakukan penambahan zat-zat pembentuk kompleks untuk menaikkan kelarutan suatu obat. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Badan Penelitian Pengembangan Tanaman BPPT Serpong dan Building Science Centre BSC FMIPA ITB. Penelitian berlangsung selama 5 bulan, terhitung dari Juli 2012 sampai Desember 2012.

3.2 Bahan

Fraksi etil asetat daun sukun kering LIPI, Indonesia, rutin LIPI, Indonesia, -siklodekstrin grade analysis Wako,Jepang, etanol grade analysis JT. Beker, metanol grade HPLC JT. Beker, aquabidest.

3.3 Alat

Peralatan gelas pyrex, mortar dan alu, ayakan no.100, neraca analitik, desikator, oven, shaker waterbath, mikro pipet, filtrat membran 0,20 µm Sartorius, Jerman, tanur, moisture balance, Spektrofotometer UVVis Lambda 25 Perkin Elmer, Jerman, Karl fischer moisture titrator MKS 520 KEM, Scanning electron microscopy JEOL, Jepang.

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Karakterisasi Ekstrak dengan Parameter Spesifik

3.4.1.1 Organoleptis Mengamati bentuk, warna, bau dan rasa dari fraksi etil asetat daun sukun Depkes RI, 2000.

Dokumen yang terkait

Penggunaan Berbagai Jenis Kompos Terhadap Pertumbuhan Sukun (Artocarpus communis Forst ) Pada Daerah Tangkapan Air Danau Toba, Kecamatan Haranggaol Horison

0 68 50

Pertumbuhan Stek Akar Sukun (Artocarpus communis Forst.) Berdasarkan Perbedaan Jarak Akar Dari Batang Pohon

4 84 47

Peningkatan Kelarutan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg dengan Penambahan Polimer Kombinasi β-Siklodekstrin dan Polivinil Pirolidon Menggunakan Metode Pencampuran Kneading

1 12 76

Peningkatan Kelarutan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun Artocarpus Altilis (Parkinson) Fosberg dengan Penambahan Polimer Kombinasi β-Siklodekstrin dan Hidroksi Propil Metilselulosa Menggunakan Metode Pencampuran Kneading

1 12 70

Formulasi dan Uji Efek Anti-Aging Dari Krim yang Mengandung Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg)

3 26 115

Pengaruh pemberian ekstrak etil asetat daun sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg) pada tikus terinduksi streptozotosin.

1 8 97

Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid Fraksi Etil Asetat Ekstrak Metanol-Air Daun Sukun (Artocarpus altilis Parkinson Fosberg) - Ubaya Repository

0 0 1

Formulasi dan Uji Efek Anti-Aging Dari Krim yang Mengandung Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg)

0 9 15

Formulasi dan Uji Efek Anti-Aging Dari Krim yang Mengandung Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg)

0 3 2

Formulasi dan Uji Efek Anti-Aging Dari Krim yang Mengandung Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg)

0 7 4