Faktor Ekonomi Kerusuhan Di Kota Medan Pada Mei 1998

membuatnya tidak berdaya. Konflik memiliki dua jenis, yaitu konflik yang berdimensi vertikal dan konflik yang berdimensi horizontal. Konflik yang berdimensi vertikal adalah konflik yang terjadi antara penguasa dan rakyat. Penguasa dalam hal ini bisa berarti pemerintah, kelompok bisnis, atau aparat militer.Hal yang paling menonjol dalam konflik ini adalah digunakannya kekerasan negara, sehingga timbul korban di kalangan massa. Konflik yang berdimensi horizontal, yakni konflik yang terjadi dalam kalangan masyarakat sendiri. Dalam peristiwa kerusuhan Mei 1998 yang terjadi pada awal Mei 1998 tersebut, merupakan jenis konflik yang lebih mengarah pada konflik horizontal. 46 46 Novri Susan. Sosiologi Konflik Isu-Isu Konflik Kontemporer, Jakarta : Kencana, 2009 hal.92 Ada beberapa faktor yang menyebabkan kerusuhan tersebut terjadi. Faktor-faktor tersebut adalah ::

4.1. Faktor Ekonomi

Indonesia mulai mengalami carut-marut perekonomian pada pertengahan Juli 1997. Ketika itu, bukan hanya Indonesia saja yang dilanda krisis ekonomi tetapi negara-negara Asia lainnya yang sebagian di antaranya merupakan negara sedang berkembang, seperti: Malaysia, Filipina, Thailand, dan lainnya. Krisis ekonomi yang melanda Asia itu hampir serupa dengan krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1930 yang mengakibatkan dunia ketika itu mengalami resesi ekonomi atau ‘Malaise’. Hanya saja yang membedakan krisis global dengan krisis Asia yang terjadi pada 1997 adalah bahwa krisis Asia tidak hanya berupa krisi ekonomi yang ditandai oleh melonjaknya harga barang kebutuhan pokok melainkan terkait pula dengan krisi kepercayaan dan sistem politik. Universitas Sumatera Utara Krisis ekonomi telah mempengaruhi suku bunga hingga mencapai puluhan persen. Di Indonesia pada akhir Juli 1997, kenaikan suku bunga mulai terasa hingga mencapai empat puluh persen. Menurut Indra Ismawan dalam bukunya ‘Dimensi Krisis Ekonomi Indonesia’, menyebutkan bahwa ada beberapa hal yang menjadi motif peningkatan suku bunga, yaitu motif peredaman spekulasi valuta asing, merangsang capital inflowdalam bentuk penempatan dana asing di perbankan domestik dan motif pengendalian inflasi.Indra Ismawan,1998 :13. Ketiga motif tersebut bertujuan untuk menguatkan kurs dan nilai mata uang asing dan berupaya agar para investor dapat menanamkan modalnya. Akan tetapi, kenaikan suku bunga memberikan dampak yang buruk bagi perekonomian. Dampak itu adalah melemahnya etos kerja karena investasi menjadi macet. Akibat krisis moneter yang kian tak tertanggungkan lagi, maka pemerintah pada Agustus 1997 melakukan kebijakan moneter dengan meminta BI mengeluarkan SBISertifikat Bank Indonesia. 47 Namun,, kebijakan moneter yang dilakukan pemerintah itu tidak memberikan dampak yang positif dalam menangani krisis moneter di Indonesia. Di bulan Agustus nilai tukar rupiah Pihak Bank Indonesia selaku bank sentral memutuskan untuk menaikkan suku bunga SBI hingga 30 per tahun. Setahun kemudian tingkat suku bunga itu sudah meningkat dua kali lipat. 47 SBI adalah bentuk realisasi kebijakan moneter pemerintah. Kebijakan moneter ini sering disebut kebijakan Operasi Pasar Terbuka. Pada kebijakan ini, bank sentral sebagai pelaku kebijakan moneter, membeli surat-surat berharga di pasar modal bila jumlah uang yang beredar terlalu sedikit. Sebaliknya, bank sentral akan menjual surat-surat berharga ke pasar modal bila jumlah uang yang beredar terlalu banyak. Suarat-surat yang diperjualbelikan adalah SBIlihat Sjahrir, 1999: 243 Universitas Sumatera Utara terhadap dollar AS melemah dari Rp.2.575 menjadi Rp.2.603. Bulan berikutnya turun lagi menjadi Rp..3000 per dollar AS. Bulan Oktober menjadi Rp.3.845 per dollar AS. 48 Pada tanggal 8 Oktober 1997 pemerintah meminta bantuan dana kepada IMF 49 untuk memperkuat sektor keuangan.. 50 Ada beberapa alasan yang membuat Indonesia memerlukan bantuan akibat krisis ekonomi ini, diantaranya adalah kemerosotan nilai tukar rupiah yang semakin anjlok. Ketika itu, nilai US mencapai Rp.3.900. Kondisi ini diperparah oleh adanya utang swasta di Indonesia yang jumlahnya sangat besar dan akan jatuh tempo. 51 Selain itu, kondisi sistem perbankan di Indonesia tergolong lemah dalam hal menangani masalah utang swasta. Tidak adanya mekanisme pengawasan dan pengendalain dari pemerintah menyebabkan sistem perbankan tidak berjalan efektif. Kondisi ini diperparah oleh tidak adanya penegakan hokum terhadap bank-bank yang melanggar aturan terutama dalam hal pelanggaran kriteria layak kredit dan cenderungmelakukan peminjaman pada kelompok tertentu.. Akibatnya, ketika rupiah mengalami ‘depresiasi’, sistem perbankan tidak mampu menanggulangi krisis, Pemerintah selama ini selalu ekstra hati-hati dalam mengelola utang pemerintah utang publik lainnya dan senantiasa menjaganya dalam batas-batas yang dapat tertangani. Akan tetapi untuk utang yang dibuat oleh sektor swasta Indonesia, pemerintah sama sekali tidak memiliki mekanisme pengawasan. Setelah krisis berlangsung, barulah disadari bahwa utang swasta tersebut benar - benar menjadi masalah yang serius. 48 Muhamad Hisyam.’Hari-hari terakhir Orde Baru’ dalam Krisis Masa Kini Dan Orde Baru oleh Muhamad Hisyam peny,Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2003 Hal.56. 49 IMF International Monetary Fund adalah Lembaga Internasional yang khusus menangani masalah moneter internasional. Lembaga ini merupakan slah satu lembaga PBB yang didirikan dengan tujuan untuk menggalakkan kerjasama moneter Internasional. 50 Gatra, 21 Maret 1998 51 Sjahrir. Krisis Ekonomi Menuju Reformasi Total, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia Yayasan Padi dan Kapas,1999 hal 143. Universitas Sumatera Utara tetapi justru menjadi ‘korban’ akibat neracanya yang tidak sehat. Hal-hal seperti itulah yang menyebabkan krisis ekonomi menjadi kian tak bisa tertangani. Pada awal November 1997, departemen keuangan atas saran IMF, menutup 10 Bank swasta. Masyarakat yang mendepositokan atau menabungkan uangnya menjadi panik. Akibatnya terjadi rush dan terjadi krisis kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. Bank yang semula sehat, seperti BCA ikut kena rush. 52 Kemudian, pada tanggal 5 November 1997, Indonesia menandatangani sebuah kesepakatan kerjasama dengan IMF. IMF setuju membantu krisis moneter yang melanda Indonesia dengan menyiapkan dana sebanyak 43 Milyar selama tiga tahun dengan persyaratan. Syaratnya adalah Indonesia harus mereformasi lembaga keuangan atau industri. Persyaratan itu disepakati, antara lain, monopoli Badan Urusan Logistik Bulog atas impor sejumlah komoditas, seperti, bawang putih, beras, dan kedelai. Dana yang dikucurkan IMF pada tahap awal adalah 3 Milyar untuk menstabilkan rupiah yang pada November 1997 sedikit membaik. 53 52 Ibid. 53 Ibid Tetapai kemudian, pada bulan Desember rupiah terus melemah. Indonesia mengalami inflai berat. Lalu, pada akhir Desember kurs rupiah semakin merosot hingga Rp.6.000US . IMF kembali turun tangan dengan memberi saran kepada pemerintah Indonesia agar mencabut subsidi BBM dan bahan kebutuhan sembilan bahan pokok sembako agar pengeluaran rutin pemerintah itu dapat diminimalisir. Pemerintah pun menanggapi usul dari IMF tersebut. Akibatnya, harga-harga bahan kebutuhan pokok melonjak drastis. Begitu pula dengan bahan bakar minyak. Implikasi kenaikan harga BBM ini adalah naiknya tarif angkutan umum. Universitas Sumatera Utara Di kota Medan, sempat terjadi aksi mogok kerja yang dilakukan oleh sejumlah supir angkutan umum yang menuntut agar kenaikan tarif angkutan dapat terealisasikan. Setelah tarif angkutan umum naik, disusul lagi oleh naiknya kebutuhan bahan pokok. 54 Jenis Sembako Tercatat bahwa harga eceran untuk sebagian barang-barang kebutuhan bahan pokok di Kota Medan melonjak drastis dari tahun-tahun sebelumnya seperti yang dapat dilihat dalam tabel 7 berikut ini. Tabel 4.2 Harga Eceran Bahan-bahan Kebutuhan Pokok Dalam Tahun 1998 HargaRp Beras 2.700 Minyak Goreng 5.600 Gula Pasir 2.900 Tepung Terigu 2.700 Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 1998 Pada tahun 1998, harga eceran untuk beras meningkat dua kali lipat dari tahun sebelumnya yang seharga Rp.1.100. Dua tahun sebelumnya harga bahan kebutuhan ini hanya berkisar antara Rp.800-Rp.850. Hal yang sama juga terjadi pada harga minyak goreng di pasar Kota Medan. Tahun 1995 hatga eceran minyak goring berkisar Rp.Rp.1.100, tahun 1996 sedikit meningkat dengan harga Rp.1.200, tahun 1997 dijual dengan harga Rp.1.400, dan tahun 1998 harga minyak goreng melonjak drastis dengan harga Rp. 5.600. Gula pasir dan tepung terigu juga mengalami lonjakan harga yang drastis. Tahun 1995 dan tahun 1996 harga eceran gula pasir di Kota Medan berjumlah Rp. 1.500. Sedangkan tahun 1997, harga gula sedikit meningkat, yaitu berjumlah Rp.1.600 dan pada tahun 1998 harga gula meningkat, yaitu sebesar Rp.3.000. 54 Harian Waspada edisi Jumat, 1Mei 1998 Universitas Sumatera Utara Sementara harga eceren untuk tepung terigu pada tahun 1995 berjumlah Rp.900, tahun 1996 dan 1997 dijual dengan harga Rp.1000 dan pada tahun 1998 dijual dengan harga Rp. 2.600. Kenaikan harga sembako yang melonjak drastis pada mulai tahun 1997 itu tentu saja membuat masyarakat Medan panik terhadap ketersediaan sembako dan makin melonjaknya harga. Untuk mengatasinya, masyarakat membeli sembako dengan jumlah yang besar sebelum harga semakin naik. Sementara itu, laju inflasi terus meningkat. Pada pertengahan Januari 1998, kurs rupiah kian melemah hingga Rp. 16.500US . Di Medan, presentase laju inflasi selama lima tahun terhitung mulai tahun 1995-1998 mengalami peningkatan yang sangat drastis. Hal ini dapat dilihat dalam tabel 8 berikut. Tabel 4.3 Laju Inflasi Di Kota Medan Tahun 1995-1998 Tahun Presentase 1995 9,16 1996 6.66 1997 9,90 1998 79,81 Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 1998 Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa laju inflasi pada tahun 1998 mencapai 79. Itu artinya inflasi di kota Medan termasuk dalam kategori inflasi berat. Dampak dari kondisi perekonomian yang makin tidak stabil di Medan sangat dirasakan oleh masyarakat dari golongan menengah ke bawah terutama bagi para mahasiswa. Bagi para Universitas Sumatera Utara mahasiswa, makin naiknya harga kebutuhan harga pokok ditambah lagi kiriman yang minim dari orangtua di kampung untuk kebutuhan perkuliahan dan kebutuhan sehari-hari, menyebabkan sejumlah mahasiswa di Medan harus mencari pekerjaan sampingan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Sebagian besar mahasiwa di beberapa perguruan tinggi di Medan bahkan harus menarik becak untuk menambah penghasilan. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia telah menyebabkan kesenjangan ekonomi dan sosial. Jurang pemisah antara si miskin dan si kaya semakin terbuka lebar. Hal ini tampak dalam pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari. Bagi masyarakat dari golongan menengah ke bawah yang mempunyai keterbatasan daya beli, harga bahan pokok yang kian melambung tinggi menyebabkan mereka cemas karena tidak saggup lagi membeli bahan-bahan kebutuhan pokok tersebut ,ditambah lagi penghasilan mereka yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari. Kecemasan ini menyebabkan ketidakberdayaan. Hal ini tentu saja berbeda dengan masyarakat yang penghasilannya jauh lebih tinggi. Krisis ekonomi juga telah menyebabkan kesejahteraan sosial semakin tidak merata. Hal ini dapat dilihat dari makin tingginya angka kemiskinan dan banyaknya angka penggangguran baik pengangguran akibat keterbatasan lowongan pekerjaan maupun pengangguran akibat Pemutusan Hubungan Kerja PHK. Tingginya angka kemiskinan dan makin banyaknya jumlah pengangguran merupakan faktor-faktor yang menyebabkan maraknya aksi kriminalitas. Kriminalitas bermula dari dorongan ‘rasa lapar’ kemudian berubah menjadi pekerjaan tetap sehingga timbullah organisasi penjahat yang sangat sukar dicegah atau diberantas. 55 55 Soerjono Soekanto. Sosiologi : Suatu Pengantar, Jakarta : Rajawali Press, 1988 hal. 142 Tetapi, masalah ekonomi bukanlah satu-satunya alasan orang untuk berbuat jahat karean hal ini juga berkaitan dengan masalah moralitas yang dimiliki oleh setiap individu.Selain itu, Universitas Sumatera Utara ketidakberdayaan dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari telah menciptakan amarah yang akhirnya dilampiaskan dalam bentuk kerusuhan.

4.2. Faktor SARA