pergaulan hidup bersama dalam masyarakat,” dan ayat 2, “Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum”.
Pasal 77 ayat 1 buku I tentang Hukum Perkawinan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia menjelaskan, “Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakan
rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.”
Adanya ikatan perkawinan yang dilakukan setelah akad nikah otomatis menyatukan dua jiwa yang sebelumnya terpisah. Rasa tanggung jawab untuk
mengarungi kehidupan bersama, baik suka maupun duka harus dirasakan bersama. Sehingga, suami isteri harus dapat menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan
perannya.
2. Kedudukan Isteri Terhadap Harta Perkawinan
Dalam perkawinan yang sah, perlu kiranya isteri memperoleh hak nafakah untuk menghidupi diri dan anaknya, Apabila seseorang bepergian jauh dari negerinya atau
tidak diketahui keberadaannya, maka bagi hakim boleh memutuskan bagi suami yang hilang wajib nafakah untuk isterinya.
Apabila menuntut seorang isteri yang ditingal akibat hilang suami, maka jika ada harta pada dirinya, maka hakim memberikan putusan bagi dirinya boleh
mengambil nafaqah dan tidak ada hukum dari harta tersebut yang ada dalam genggaman isteri.
65
65
Abdurrahman Al-Shabuni, Qonun Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah, t.t.: Jamiatul Dimaskhqu, 1971, Juz 1. h. 372
Menutut Imam Hanafi, apabila si suami meninggalkan harta pada isterinya dan si isteri meminta pada qadi, bahwa wajib nafakah untuknya dan memerintahkan si qadi
mewajibkan nafakah untuknya dengan mengambil harta yang ada pada genggaman si isteri.
66
Menurut Imam Hambali, apabila si isteri mendakwah pada siqodi bahwasanya suaminya itu menghilang dan dia tak mampu untuk menafkahi dirinya sedang suami
tidak meninggalkan harta pada isterinya, maka si isteri meminta sang qadi untuk membubarkan perikahannya itu maka sang qadi membubarkan pernikahan tersebut.
67
Menurut Imam Syafi’i, apabila sang isteri mendakwa bahwa suaminya itu meninggalkannya atau hilang darinya sedangkan tidak meninggalkan harta, dan sang
isteri mampu menghidupi dirinya, maka bagi isteri meminta untuk menggugurkan pernikahannya dari sang suami.
68
Menurut imam Malik, bagi suami yang hilang dengan meninggalkan harta untuk isterinya maka seyogjanya bagi isteri dapat meminta pada si qadi untuk menggugurkan
pernikahannya dan wajib nafakah dari hartanya. Dan jika ia meninggalkan harta pada isterinya sedang kehidupan suami itu diketahui maka bagi isteri ia berhak meminta talak
pada suaminya.
69
66
Ala’Eddin Kharafaa, Al-Ahwal Al-Shakhshiyyah, Bagdad: Kharijul Azhar, 1962, Jilid I, Cet ke 2, h. 335
67
Ibid.
68
Ibid.
69
Ibid., h. 337
Keseimbangan kedudukan suami isteri ternyata pula terhadap harta bersama. Hal ini dicantumkan dalam pasal 35 sampai dengan pasal 37 Undang-undang No. 1
Tahun 1974 tentang perkawinan, dan pasal 85 sampai dengan pasal 97 Buku I tentang Hukum Perkawinan Kompilasi Hukum Islam.
Hukum Islam telah memberikan kaum wanita suatu keuntungan yang belum pernah ada sebelumnya dalam urusan finansial dan ekonomi. Di satu pihak islam
memberikan kepada mereka kebebasan dan kemerdekaan penuh dalam hal finansial dan mencegah kekuasaan pria atas harta dan pekerjaan isteri. Islam telah menghapus dari
kaum pria hak perwalian atas urusan kaum wanita yang terdapat pada zaman dahulu dan pada kebiasaan barat sepanjang sejarah sampai menjelang abad dua puluh. Di atas
segalanya, dengan membebaskan wanita dari kewajiban mencari uang.
70
Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, dan Kompilasi Hukum Islam menetapkan setengah dari harta bersama adalah milik isteri, manakala terjadi
cerai mati atau bagian isteri dalam hal-hal tersebut dengan nilai saham isteri dalam mengumpulkan harta bersama itu.
71
3. Kedudukan Isteri Terhadap Anak