BAB II PERKAWINAN DALAM ISLAM
A. Pengertian Perkawinan
Dalam bahasa Indonesia, kata nikah diartikan dengan kawin. Istilah pernikahan, yang dalam fikih Islam umum pula disebut dengan istilah zawaj atau at-tazwij
merupakan sinonim dari kata perkawinan.
7
Mahmud Yunus dalam kamusnya menyatakan bahwa nikah berasal dari kata nakaha
ST
, yankihu
S Tی
, nikahan
T
yang artinya mengawini.
8
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata nikah berarti ikatan akad perkawinan yang dilakukan
sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama.
9
Nikah adalah salah satu kata arab yang telah baku menjadi kata Indonesia, makna asalnya ialah : berkumpul, menindas, dan memasukan sesuatu di samping juga
bersetubuh dan berakad. Adapun yang dimaksud nikah dengan istilah para ahli hukum Islam fukaha seperti dikemukakan oleh sebagian mereka ialah suatu akad yang
dengannya hubungan kelamin antara pria dan wanita yang melakukan akad perjanjian tersebut menjadi halal.
10
7
IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992, h. 171
8
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, Jakarta: PT Bina Aksara, 1999, Cet. Ke-1, h. 47
9
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka, 2002, edisi ketiga, h. 782
10
IAIN, Ensiklopedi Islam, h. 741
Menurut Sudarsono dalam hukum kekeluargaan nasional, istilah nikah berasal dari bahasa arab; sedangkan menurut istilah Bahasa Indonesia adalah perkawinan.
Dewasa ini kerap kali dibedakan antara nikah dengan kawin, akan tetapi pada prinsipnya antara pernikahan dan perkawinan hanya berbeda di dalam menarik
akar kata saja. Apabila ditinjau dari segi hukum nampak jelas bahwa pernikahan dan perkawinan adalah suatu akad suci dan luhur antara laki-laki dan perempuan yang
menjadi sebab sahnya status sebagai suami isteri dan dihalalkannya hubungan seksual dengan tujuan mencapai keluarga sakinah, penuh kasih sayang, kebajikan, dan saling
menyantuni.
11
Menurut Dzuker Z dalam buku Hukum Perkawinan Islam dan Relevansinya Dengan Kesadaran Hukum Masyarakat menyatakan bahwa perjanjian akad itu
menimbulkan ikatan, baik secara lahir maupun batin antara pria dengan wanita yang dinikahinya.
12
Dan perikatan itu pun menghalalkan hubungan kelamin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama sebagai suami isteri dalam mewujudkan
kebahagiaan hidup keluarga sesuai dengan aturan-aturan syariat Islam. Sedangkan menurut istilah banyak pengertian yang dikemukakan oleh beberapa
ulama fikih. Ulama Hanafiyah mendefinisikan, nikah adalah akad yang memberikan kesenangan dengan secara sengaja, dan makna milik kesenangan yang dikhususkan
kepada laki-laki dari kemaluan perempuan dan seluruh badannya dilihat dari segi
11
Sudarsono, Hukum Kekeluargaan Nasional, Jakarta: Fineka Cipta,1991, h. 62
12
Dzuker Z, Hukum Perkawinan Islam dan Relevansinya Dengan Kesadaran Hukum Masyarakat, Jakarta: Dewaruci, 1983, Cet. Ke 1, h. 27
kelezatannya.
13
Menurut ulama Syafi’iyah, nikah adalah akad yang mengandung arti hubungan intim dengan lafaz nikah.
14
Sedangkan ulama Malikiyah nikah adalah akad yang semata-mata mengantarkan pada kesenangan dan kenikmatan dengan isteri.
15
Dan ulama Hanabilah, nikah akad dengan lafaz nikah atau tazwij atas memberikan
kesenangan.
16
Berdasarkan definisi yang dibuat oleh masing-masing ulama fikih Ibrahim Hosen dalam buku berjudul fiqih perbandingan dalam masalah nikah, thalaq, ruju dan
hukum kewarisan menyimpulkan nikah adalah aqad yang diatur oleh agama untuk memberikan kepada pria hak memiliki penggunaan terhadap faradj kemaluan wanita
dan seluruh tubuhnya untuk penikmatan sebagai tujuan primer.
17
Perkawinan adalah ikatan dalam ajaran Islam disebut aqad ijab kabul antara dua jenis bani adam yang saling mencintai, hubungan mereka bukan hanya
menyangkut jasmaniah tetapi meliputi segala macam keperluan hidup insani. Keakraban yang sempurna, saling membutuhkan, dan saling mencintai, serta rela
mengendalikan diri satu dengan yang lainnya merupakan bagian dan kesatuan yang tak
13
Abdul Rahman al-Jaziry, Kitab Fiqh ‘ ala Mazhabil al-Arba’ah, Beirut: Daar al-Fikr, 1991, Jild 4, h. 2
14
Ibid
15
Ibid
16
Ibid ., h. 3
17
Ibrahim Hosen, Fiqh Perbandingan Dalam Masalah Nikah , Thalaq, Ruju dan Hukum Kewarisan, Jakarta: Balai Penerbitan dan Perpustakaan Yayasan Ihya Ulumiddin, 1971, Jilid ke-1, h. 66
terpisahkan, keduanya harus memikul bersama tanggung jawab saling mengisi dan tolong-menolong dalam melayarkan bahtera rumah tangga.
18
Menurut Djoko Prakoso, dan I Ketut Murtika, merumuskan arti perkawinan dimaksud adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami isteri.
19
Dalam perkawinan ikatan lahir bathin dimaksud, adalah bahwa perkawinan tidak cukup dengan adanya ikatan lahir saja, atau ikatan bathin saja. Akan tetapi hal ini
harus ada kedua-duanya, sehingga akan terjalin ikatan lahir dan ikatan bathin yang merupakan fondasi yang kuat dalam membentuk dan membina keluarga yang bahagia
dan kekal.
20
Sedangkan dalam al-Quran dijelaskan dengan disyariatkan perkawinan bagi manusia akan menciptakan suatu ketertiban masyarakat yang teratur.
Allah berfirman dalam surat an-Nisa ayat 1 :
ﻡ ?78 UV+ + ?+; W + 0Xی4 ی
0 ﻡ +Y 0 3 0 ﻡ 678 =Z
=[5 M L
7N 9 \ +91 A : 9
; UV+ ?+; \ ]
E H
I
Artinya:
Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Rabbmu yang telah menciptakan kamu dari yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada
keduanya Allah memperkembangbiakan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
18
Direktorat Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji, Modul Pembinaan Keluarga Sakinah, Jakarta: DEPAG, 1995, h. 161
19
Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Asas-Asas Hukum Perkawinan Di Indonesia, Jakarta: PT Bina Aksara, 1987, h. 3
20
Ibid , h. 4
bertaqwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama- Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah
selalu menjaga dan mengawasi kamu.
Adapun menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan berbunyi: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan dengan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
21
Dari beberapa pendapat di atas, penulis berkesimpulan bahwa perkawinan merupakan ikatan lahir batin yang sakral dan suci berdasarkan nilai-nilai keislaman,
sesuai dengan apa yang disyariatkan ajaran Islam. Di sisi lain perkawinan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hasrat seksual manusia mencegah perzinahan dan menjaga
ketentraman jiwa dan hati, serta menciptakan hubungan yang abadi untuk membina keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah.
B. Syarat dan Rukun Perkawinan