. Latar Keanekaragaman Tegakan Hutan Dan Potensi Kandungan Karbon Di Taman Wisata Alam Deleng Lancuk Kabupaten Karo Propinsi Sumatera Utara

I PENDAHULUAN

1.1 . Latar

Belakang Selama beberapa dekade yang lalu, bentuk pemanfaatan hutan lebih berorientasi pada ekstraksi kayu, sedangkan manfaat hutan lainnya berupa manfaat sosial dan ekologis belum dilakukan secara optimal. Padahal nilai manfaat jasa lingkungan kadangkala jauh lebih besar dari nilai manfaat kayu tersebut. Di samping itu, kinerja pengelolaan hutan belum dilaksanakan secara baik, sehingga eksploitasi hasil hutan kayu dilakukan secara berlebihan tanpa memperhatikan kelestarian sumberdaya alam. Sebagai akibat dari orientasi yang keliru tersebut, telah menyebabkan terjadinya degradasi ekosistem hutan pada berbagai fungsi kawasan hutan, mulai dari kawasan hutan produksi, hutan lindung, sampai ke kawasan hutan konservasi. Paradigma baru dalam pemanfaatan hutan yang berbasis sumberdaya hutan saat ini telah membuka peluang bagi pemanfaatan jasa lingkungan hutan yang selama ini masih terabaikan. Hal ini mendorong terjadinya pergeseran nilai jasa lingkungan yang semula merupakan barang tak bernilai non-marketable goods bergeser ke barang bernilai marketable goods. Tetapi perubahan paradigma tersebut harus diikuti oleh upaya perencanaan yang komprehensif, agar pemanfaatan jasa lingkungan tetap berada di dalam koridor pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Saat ini terdapat 4 empat jenis jasa lingkungan hutan yang telah masuk ke dalam mekanisme pasar di tingkat regional, nasional maupun internasional yaitu: 1. Pemanfaatan jasa lingkungan hutan sebagai pengatur tata air jasa lingkungan air; 2. Pemanfaatan jasa lingkungan hutan sebagai perlindungan keanekaragaman hayati; 3. Pemanfaatan jasa lingkungan hutan sebagai penyerap dan penyimpan karbon; Universitas Sumatera Utara 4. Pemanfaatan jasa lingkungan hutan sebagai penyedia keindahan bentang alam pariwisata alam. Salah satu alternatif dalam mengendalikan konsentrasi karbon yaitu melalui pengembangan sink program, di mana karbon organik sebagai hasil fotosintesa disimpan dalam biomasa tegakan hutan atau pohon berkayu. Indonesia sangat berpotensi menjadi negara penyerap emisi karbon karena mempunyai hutan tropis yang luas, ke tiga di dunia setelah Brazil dan Zaire. Ada dua alasan penting mengapa hutan alam perlu dimasukkan ke dalam skema perdagangan karbon : a. Peranan hutan alam di dalam penyerapan CO 2 dan pelepasan O 2 ke lingkungan melalui proses fotosintesis sudah jelas keberhasilannya. b. Adanya kompensasi pendanaan dari perdagangan karbon akan menjadi alternatif yang menarik untuk merubah basis pengelolaan hutan alam dari kayu ke jasa lingkungan sehingga aktifitas pembalakan yang menyebabkan peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer khususnya karbondioksida dapat dikurangi. Sehubungan hal tersebut maka sudah saatnya penelitian yang terkait dengan pendugaan dan pengukuran potensi serapan karbon di hutan alam harus segera dimulai. Hutan Taman Wisata Alam Deleng Lancuk Kabupaten Karo, merupakan bagian dari hutan tropis yang ada di Indonesia yang keberadaannya perlu mendapat perhatian dari semua lapisan masyarakat. Taman Wisata Alam ini membawa dampak ekonomi positif bagi penduduk sekitarnya khususnya dari kegiatan ekowisata. Selain itu penduduk sekitar memanfaatkan berbagai jenis tanaman obat tradisional yang diperoleh dari Taman Wisata Deleng Lancuk. Berdasarkan pengamatan hutan Taman Wisata Alam Deleng Lancuk merupakan salah satu tipe hutan dataran tinggi yang masih baik dan memiliki keanekaragaman jenis pohon yang tinggi. Sejauh ini belum diperoleh data tentang keanekaragaman jenis dan potensi kandungan karbon di daerah tersebut. Untuk itu perlu dilakukan suatu penelitian analisis vegetasi tegakan hutan dan Universitas Sumatera Utara potensi karbon tersimpan yang terdapat di dalamnya. Hal ini diperlukan untuk kepentingan pengelolaannya.

1.2 . Permasalahan