kualitasnya kurang baik, sehingga mereka lebih bersedia mengkonsumsi obat yang dibeli dari petugas kesehatan praktek swasta.
Sementara ibu hamil sendiri mengaku bahwa ketidakpatuhan mereka disebabkan efek yang dialami selama minum obat seperti nyeri perut, konstipasi,
diare dan perubahan tinja menjadi hitam. Adanya persepsi yang salah tersebut disebabkan karena petugas belum
menjalankan perannya dengan baik sebagai komunikator. Seharusnya petugas kesehatan harus memberikan informasi yang benar secara rutin kepada ibu hamil
bahwa kualitas obat bukan ditentukan oleh biaya, dan tujuan pemberian obat gratis tersebut merupakan upaya pemerintah untuk menurunkan risiko kematian ibu hamil
akibat anemia.
4.4. Pengaruh Peran Motivator terhadap Kepatuhan
Motivasi diperlukan untuk mendorong seseorang berperilaku sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Menurut IBI 2005 petugas harus menanyakan apakah ibu
hamil minum tablet Fe sesuai dengan ketentuan dan apakah persediaannya cukup. Dengarkan keluhan yang disampaikan ibu dengan penuh minat dan yang perlu
diingat adalah semua ibu memerlukan dukungan moril selama kehamilannya. Petugas kesehatan di Kabupaten Aceh Besar telah berperan dengan baik dalam
memberikan dukungan moril kepada ibu untuk mengkonsumsi tablet Fe, seperti yang tertera pada tabel 4.7 bahwa mayoritas responden menyatakan bidan telah
menganjurkan ibu hamil untuk minum tablet Fe minimal 1 tablet perhari sebanyak
Universitas Sumatera Utara
91 hingga 98. Sekitar 84 juga ibu hamil menyatakan bahwa bidan juga menganjurkan ibu untuk segera kembali ke petugas kesehatan bila obat telah habis
dan memberikan keyakinan kepada ibu bahwa dengan minum tablet Fe, maka resiko perdarahan selama hamil dan bersalin dapat dicegah.
Hasil analisis tabel 4.23 diperoleh bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara peran petugas kesehatan sebagai motivator dengan kepatuhan ibu hamil dalam
mengkonsumsi tablet Fe. Artinya tidak ada perbedaan kepatuhan antara ibu hamil yang mendapat dukungan petugas dengan yang tidak mendapatkan dukungan.
Hal ini disebabkan karena meskipun petugas telah menganjurkan ibu untuk kembali lagi bila obat habis, namun tidak semua ibu bersedia berkunjung ulang
dengan alasan sibuk bekerja dan mengurus keluarga. Demikian juga dengan anjuran untuk minum obat 1 tablet perhari, ibu hamil juga tidak melakukannya karena
khawatir minum obat tersebut akan meningkatkan tekanan darah dan membahayakan janinnya.
4.5. Pengaruh Peran Fasilitator terhadap Kepatuhan
Hasil penelian pada tabel 4.8 menunjukkan bahwa peran petugas kesehatan sebagai fasilitator tablet Fe di Kabupaten Aceh Besar masih sangat kurang. Di
puskesmas atau tempat pelayanan kesehatan memang tersedia tablet Fe, namun hanya sekitar 27 sampai 28 ibu hamil menyatakan menerima sebanyak 30 tablet
perkunjungan dan tidak seluruhnya diberikan secara gratis kepada ibu hamil, mereka pada umumnya hanya menerima 7-15 tablet saja perkunjungan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Santoso 2005 fasilitator adalah orang atau badan yang memberikan kemudahan atau menyediakan fasilitas. Depkes RI 1999 juga menjelaskan bahwa
sebagai fasilitator bidan dilengkapi dengan Buku Pedoman Pemberian Tablet Fe dengan tujuan agar petugas mampu melaksanakan pemberian tablet Fe pada
kelompok sasaran dalam upaya menurunkan prevelensi anemia. Adapun tujuan khususnya adalah agar petugas kesehatan mampu menentukan kelompok sasaran
dengan anemia, mampu mengelola pengadaan tablet Fe, mampu melakukan pemberian tablet Fe dan melakukan pemantauan dan evaluasi pemberian tablet Fe.
Hasil wawancara tanggal 23 Desember 2009, petugas kesehatan Kabupaten Aceh Besar menjelaskan bahwa alasan pemberian tablet Fe yang tidak sesuai dengan
program pengobatan adalah karena ibu hamil tidak mau mengkonsumsi tablet tersebut sehingga untuk mencegah obat dibuang percuma oleh pasien, maka obat
hanya diberikan 7-15 tablet saja dan untuk mendapatkan sisanya diharapkan ibu hamil bersedia berkunjung kembali ke petugas kesehatan atau ke posyandu. Dan
untuk mengubah persepsi bahwa obat tersebut adalah gratis, maka sebagian petugas memberikan tablet Fe dan dikombinasikan dengan obat lain dan mengharuskan ibu
untuk membayar. Kondisi tersebut tentunya tidak sesuai dengan anjuran pemerintah sebagaimana
yang tercantum pada Depkes RI 1999 bahwa untuk ibu hamil sampai masa nifas diharuskan minum tablet Fe sehari 1 tablet 60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam
folat berturut-turut selama minimal 90 hari masa kehamilannya sampai 42 hari setelah
Universitas Sumatera Utara
melahirkan dan mulai pemberian pada waktu perama kali ibu hamil memeriksakan kehamilannya atau K1.
Hasil penelitian Amiruddin di Puskesmas Bantimurung Maros tahun 2004 juga didapatkan bahwa program di lapangan belum semua ibu hamil mendapatkan tablet
besi sesuai dengan program sebanyak 90 tablet. Hasil SKRT tahun 1999 juga diperoleh bahwa cakupan distribusi tablet besi hanya sebesar 27 dan kepatuhan ibu
hamil mengkonsumsi tablet besi hanya 23 Shanty, 2008. Pemberian 90 tablet Fe selama hamil sangat bermanfaat bagi ibu karena dapat
meningkatkan kadar Hb. Hal ini sesuai dengan penelitian Widarsa, dkk 2007 di wilayah Puskesmas Abiansemal Bandung, bahwa lebih dari 34 ibu hamil
mengalami anemia. Setelah diberikan suplemen besi per hari selama 13 minggu dapat menurunkan angka anemia sebesar 25.
Hasil analisis lanjutan didapatkan bahwa adanya pengaruh yang signifikan antara peran petugas kesehatan sebagai fasilitator dengan kepatuhan ibu hamil dalam
mengkonsumsi tablet Fe. Analisis multivariat dengan uji regeresi logistik didapatkan bahwa variabel fasilitator mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap kepatuhan
ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet Fe dengan nilai OR=0,091 artinya ibu hamil yang menerima dengan baik peran petugas kesehatan sebagai penyedia tablet Fe akan
patuh mengkonsumsi tablet Fe sebanyak 0,091 kali. Untuk melakukan monitoring terhadap kepatuhan konsumsi tablet Fe, maka
petugas diharapkan dapat melakukan perannya sebagai fasilitator dengan melakukan kunjungan rumah. Pemantauan ini sangat berguna karena dengan menurut Depkes RI
Universitas Sumatera Utara
1999 untuk monitoring kepatuhan konsumsi tablet Fe dapat diukur dengan adanya: 1 perubahan warna hitam pada tinja; 2 melihat kemasan bungkus tablet Fe, untuk
memantau jumlah tablet Fe yang telah dikonsumsi; 3 supervisi dan monitoring untuk melihat apakah tablet Fe benar-benar dikonsumsi oleh ibu hamil; 4 melihat
perkembangan kesehatan ibu hamil apakah sasaran mengkonsumsi tablet Fe. Pemantauan yang terus menerus akan meningkatkan kepatuhan seseorang untuk
mengikuti anjuran petugas. Menurut Sarwono 2007 pada awalnya pasien mengikuti anjuran petugas karena ingin menghindari sanksi bila tidak patuh atau ingin
mendapatkan imbalan bila mematuhi anjuran tersebut. Kepatuhan ini bersifat sementara artinya tindakan itu dilakukan selama masih ada pengawasan petugas,
tetapi bila pengawasan mengendur, perilaku itupun ditinggalkan. Apabila petugas dapat melakukan monitoring secara rutin, tentunya akan
diketahui jumlah tablet yang telah habis dan segera dapat diberikan ulang tanpa harus menunggu ibu hamil berkunjung ke tempat pelayanan kesehatan. Kurangnya peran
petugas disini tentunya akan mempengaruhi kepatuhan ibu hamil. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.14 bahwa ibu hamil yang patuh mengkonsumsi tablet Fe sebanyak
81 tablet selama 3 bulan hanya 6, 4-16 masih ada yang minum tablet Fe dengan cara yang salah, ada 30 ibu hamil yang tidak mengalami perubahan warna tinja
pada hari terakhir minum obat. Perkembangan kesehatan responden setelah mengkonsumsi tablet Fe selama
3 bulan dijumpai masih ada sekitar 35 yang belum sehat. Sedangkan pada pemeriksaan Hb sebanyak 16,0 masih mengalami anemia.
Universitas Sumatera Utara
4.6. Pengaruh Peran Konselor terhadap Kepatuhan