Penelitian Terdahulu Hubungan pengawasan dan efisiensi kerja

Herawati Saragih : Analisis Hubungan Pengawasan Terhadap Efisiensi Kerja Karyawan Pada Asuransi Bumiputera Cabang Pematang Siantar, 2009. USU Repository © 2009

BAB II URAIAN TEORITIS

A. Penelitian Terdahulu

Harahap 2004 melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Pengawasan Terhadap Efisiensi Kerja pada PT. SUNINDO VARIA MOTOR . Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh pengawasan yang positif terhadap efisiensi kerja dengan nilai koefisien korelasi r = 0.4049 . Selain itu hasil penelitian Idris 2007 tentang Pengaruh Pengawasan Terhadap Efisiensi Kerja Karyawan Pada PT Asuransi Kredit Indonesia Askrindo cabang medan juga menyatakan hal yang sama yaitu ada pengaruh positif pengawasan terhadap efisiensi kerja. Dari hasil perhitungan diketahui nilai koefisien korelasi r = 0,522.

B. Pengawasan 1. Definisi Pengawasan

Fungsi pengawasan merupakan fungsi terakhir dari proses manajemen. Fungsi ini terdiri dari tugas-tugas memonitor dan mengevaluasi aktivitas perusahaan agar target perusahaan tercapai. Dengan kata lain fungsi pengawasan menilai apakah rencana yang ditetapkan pada fungsi perencanaan telah tercapai. Menurut G.R Terry dalam Hasibuan 2001:242 mengemukakan hal sebagai berikut : “Controlling can be defined as the process of determining what is to be accomplished, that is the standard; what is being accomplished, that is the performance, evaluating the performance and if necessary applying corrective measure so that performance takes place according to plans, that is, in conformity with the standard.” Pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses penentuan, apa yang harus dicapai yaitu standar, apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai Herawati Saragih : Analisis Hubungan Pengawasan Terhadap Efisiensi Kerja Karyawan Pada Asuransi Bumiputera Cabang Pematang Siantar, 2009. USU Repository © 2009 pelaksanaan dan melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan standar. Menurut Henry Fayol dalam Harahap 2001: 10mengartikan pengawasan sebagai berikut: “control consist in verifying whether everything occurs in conformity with the plan adopted, the instruction issued and principles established. It has objective to point out weaknesses and errors in order to rectify then prevent recurrance”. Pengawasan mencakup upaya memeriksa apakah semua terjadi sesuai dengan rencana yang ditetapkan, perintah yang dikeluarkan, dan prinsip yang dianut. Juga dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan dan kesalahan agar dapat dihindari kejadiannya dikemudian hari. Pengawasan adalah memantau aktivitas pekerjaan karyawan untuk menjaga perusahaan agar tetap berjalan kearah pencapaian tujuan dan membuat koreksi jika diperlukan Siagian, 2003:30 Pengawasan secara umum berarti pengendalian terhadap perencanaan apakah sudah dilaksanakan sesuai tujuan atau penyimpangan dari tujuan yang diinginkan. Jika terjadi penyimpangan, pihak manajemen yang terkait dalam pengawasan harus memberikan petunjuk untuk melakukan perbaikan kerja, agar standar perencanaan tidak jauh menyimpang dari hasil yang diperoleh pada saat pelaksanaan.

2. Prinsip Pengawasan

Untuk mendapatkan suatu sistem pengawasan yang efektif, perlu dipenuhi beberapa prinsip pengawasan yaitu adanya rencana tertentu dan adanya pemberian instruksi serta wewenang-wewenang kepada bawahan. Rencana merupakan standar atau alat pengukur pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan. Rencana Herawati Saragih : Analisis Hubungan Pengawasan Terhadap Efisiensi Kerja Karyawan Pada Asuransi Bumiputera Cabang Pematang Siantar, 2009. USU Repository © 2009 tersebut menjadi petunjuk apakah sesuatu pelaksanaan pekerjaan berhasil atau tidak. Pemberian instruksi dan wewenang dilakukan agar sistem pengawasan itu memang benar-benar dilaksanakan secara efektif. Wewenang dan instruksi yang jelas harus dapat diberikan kepada bawahan, karena berdasarkan itulah dapat diketahui apakah bawahan sudah menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Atas dasar instruksi yang diberikan kepada bawahan maka dapat diawasi pekerjaan seorang bawahan. Sistem pengawasan akan efektif bilamana sistem pengawasan itu memenuhi prinsip fleksibilitas. Ini berarti bahwa sistem pengawasan itu tetap dapat dipergunakan, meskipun terjadi perubahan terhadap rencana yang diluar dugaan. Menurut Duncan dalam Harahap 2001:246 mengemukakan bahwa beberapa sifat pengawasan yang efektif sebagai berikut : a. Pengawasan harus dipahami sifat dan kegunaanya. Oleh karena itu harus dikomunikasikan. Masing-masing kegiatan membutuhkan sistem pengawasan tertentu yang berlainan dengan sistem pengawasan bagi kegiatan lain. Sistem pengawasan untuk bidang penjualan dan sistem untuk bidang keuangan akan berbeda. Oleh karena itu sistem pengawasan harus dapat merefleksi sifat-sifat dan kebutuhan dari kegiatan yang harus diawasi. Pengawasan dibidang penjualan umumnya tertuju pada kuantitas penjualan, sementara pengawasan dibidang keuangan tertuju pada penerimaan dan penggunaan dana. b. Pengawasan harus mengikuti pola yang dianut organisasi Herawati Saragih : Analisis Hubungan Pengawasan Terhadap Efisiensi Kerja Karyawan Pada Asuransi Bumiputera Cabang Pematang Siantar, 2009. USU Repository © 2009 Titik berat pengawasan sesungguhnya berkisar pada manusia, sebab manusia itulah yang melakukan kegiatan dalam badan usaha atau organisasi yang bersangkutan. Karyawan merupakan aspek intern perusahaan yang kegiatan- kegiatannya tergambar dalam pola organisasi, maka suatu sistem pengawasan harus dapat memenuhi prinsip berdasarkan pola organisasi. Ini berarti bahwa dengan suatu sistem pengawasan , penyimpangan yang terjadi dapat ditunjukkan pada organisasi yang bersangkutan. c. Pengawasan harus dapat mengidentifikasi masalah organisasi Tujuan utama dari pengawasan ialah mengusahakan agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan. Oleh karena itu, agar sistem pengawasan benar- benar efektif, artinya dapat merealisasi tujuannya, maka suatu sistem pengawasan setidaknya harus dapat dengan segera mengidentifikasi kesalahan yang terjadi dalam organisasi. Dengan adanya identifikasi masalah atau penyimpangan, maka organisasi dapat segera mencari solusi agar keseluruhan kegiatan operasional benar-benar dapat atau mendekati apa yang direncanakan sebelumnya. d. Pengawasan harus fleksibel Suatu sistem pengawasan adalah efektif, bilamana sistem pengawasan itu memenuhi prinsip fleksibilitas. Ini berarti bahwa pengawasan itu tetap dapat dipergunakan, meskipun terjadi perubahan-perubahan terhadap rencana diluar dugaan. e. Pengawasan harus ekonomis Sifat ekonomis dari suatu sistem pengawasan sungguh-sungguh diperlukan. Tidak ada gunanya membuat sistem pengawasan yang mahal, bila tujuan pengawasan itu dapat direfleksikan dengan suatu sistem pengawasan yang Herawati Saragih : Analisis Hubungan Pengawasan Terhadap Efisiensi Kerja Karyawan Pada Asuransi Bumiputera Cabang Pematang Siantar, 2009. USU Repository © 2009 lebih murah. Sistem pengawasan yang dianut perusahaan-perusahaan besar tidak perlu ditiru bila pengawasan itu tidak ekonomis bagi suatu perusahaan lain. Hal yang perlu dipedomani adalah bagaimana membuat suatu sistem pengawasan dengan benar-benar merealisasikan motif ekonomi. Pengawasan yang efektif tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi. Tidak ada satu sistem pengawasan yang berlaku untuk semua situasi dan semua perusahaan.

3. Tujuan Pengawasan

Pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan memerlukan pengawasan agar perencanaan yang telah disusun dapat terlaksana dengan baik. Pengawasan dikatakan sangat penting karena pada dasarnya manusia- sebagai objek pengawasan- mempunyai sifat salah dan khilaf. Oleh karena itu manusia dalam organisasi perlu diawasi, bukan mencari kesalahannya kemudian menghukumnya, tetapi mendidik dan membimbingnya. Menurut Husaini 2001:400 tujuan pengawasan adalah sebagai berikut : 1. menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, dan hambatan 2. mencegah terulang kembalinya kesalahan, penyimpangan, pemborosan, dan hambatan 3. meningkatkan kelancaran operasi perusahaan 4. melakukan tindakan koreksi terhadap kesalahan yang dilakukan dalam pencapaian kerja yang baik. Herawati Saragih : Analisis Hubungan Pengawasan Terhadap Efisiensi Kerja Karyawan Pada Asuransi Bumiputera Cabang Pematang Siantar, 2009. USU Repository © 2009 Ricky W. Griffin mendeskripsikan tujuan pengendalian seperti Gambar 2.1. berikut : Gambar 2.1 : Tujuan Pengendalian Sumber : Griffin, 2004:163 1. Beradaptasi dengan perubahan lingkungan Dalam lingkungan bisnis yang tidak stabil dan bergejolak dewasa ini, semua organisasi harus menghadapi perubahan. Dalam rentang waktu antara penetapan tujuan dan pencapaian tujuan, banyak kejadian dalam organisasi dan lingkungannya yang dapat menuntun pergerakan kearah tujuan atau menyimpangkan tujuan itu sendiri. Sistem pengawasan yang baik dapat membantu para manajer mengantisipasi, memantau, dan merespon perubahan. 2. Membatasi akumulasi kesalahan Kesalahan-kesalahan kecil umumnya tidak menimbulkan kerusakan serius pada kinerja organisasi. Namun dari waktu ke waktu, kesalahan-kesalahan kecil dapat terakumulasi dan berdampak serius. Oleh karena itu pengawasan diperlukan untuk menghindari terjadinya kesalahan-kesalahan kecil yang dapat berulang-ulang. Beradaptasi dengan perubahan lingkungan Membatasi akumulasi kesalahan Pengendalian membantu organisasi Mengatasi kompleksitas organisasi Meminimisasi biaya Herawati Saragih : Analisis Hubungan Pengawasan Terhadap Efisiensi Kerja Karyawan Pada Asuransi Bumiputera Cabang Pematang Siantar, 2009. USU Repository © 2009 Dengan adanya pengawasan, manajer dapat melihat penyebab terjadinya kesalahan dan dapat mengambil keputusan untuk bekerja lebih cermat. 3. Mengatasi kompleksitas organisasi Jika perusahaan hanya menggunakan satu jenis bahan baku atau sumber daya, membuat satu jenis produk atau jasa, memiliki desain organisasi yang sederhana, dan mengalami permintaan produk yang konstan, maka para manajernya dapat membuat sistem pengawasan yang minim dan sederhana. Tetapi apabila perusahaan yang memproduksi produk dan jasa dengan memakai beragam bahan baku dan sumber daya dan memiliki area pasar yang luas, desain organisasi yang rumit, serta memiliki banyak pesaing memerlukan sistem yang canggih untuk membuat pengawasan yang memadai. 4. Meminimisasi Biaya Apabila dipraktekkan secara efektif, pengawasan juga dapat membantu mengurangi biaya dan meningkatkan output.

4. Jenis Pengawasan Hasibuan membedakan pengawasan atas beberapa jenis yaitu :

1. Pengendalian intern Internal control Pengendalian intern adalah pengendalian yang dilakukan oleh seseorang atasan kepada bawahannya. Cakupan dari pengendalian ini meliputi hal- hal yang cukup luas, baik pelaksanaan tugas, prosedur kerja, kedisiplinan, karyawan, dan lain-lain. Pengendalian ekstern external control Herawati Saragih : Analisis Hubungan Pengawasan Terhadap Efisiensi Kerja Karyawan Pada Asuransi Bumiputera Cabang Pematang Siantar, 2009. USU Repository © 2009 Pengendalian ekstern adalah pengendalian yang dilakukan oleh pihak luar. Pengendalian ekstern ini dapat dilakukan secara formal atau informal, misalnya pemeriksaan pembukuan oleh kantor akuntan dan penilaian yang dilakukan oleh masyarakat. 2. Pengendalian resmi formal control Pengendalian resmi adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh instansi atau pejabat resmi dan dapat dilakukan secara intern maupun ekstern. Misalnya pemeriksaan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi KPK terhadap suatu instansi. 3. Pengendalian konsumen informal control Pengendalian informal adalah penilaian yang dilakukan oleh masyarakat atau konsumen, baik langsung maupun tidak langsung. Misalnya melalui media massa.

5. Proses Pengawasan

Sistem pengawasan organisasi memiliki 4 empat langkah fundamental dalam setiap prosesnya Griffin, 2004: 167. Langkah-langkah tersebut diilustrasikan dalam Gambar 2.2 sebagai berikut : Gambar 2.2. Langkah-Langkah Dalam Proses Pengawasan Menetapkan standar Mengukur kinerja Membandingkan kinerja dengan standar Menentukan kebutuhan akan tindakan koreksi Herawati Saragih : Analisis Hubungan Pengawasan Terhadap Efisiensi Kerja Karyawan Pada Asuransi Bumiputera Cabang Pematang Siantar, 2009. USU Repository © 2009 Sumber : Griffin, 2004 : 167 Masing-masing langkah ini akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Menetapkan Standar. Control Standard adalah target yang menjadi acuan perbandingan untuk kinerja dikemudian hari. Standar yang ditetapkan untuk tujuan pengawasan harus diekspresikan dalam acuan yang dapat diukur. Strategi pengawasan harus konsisten dengan tujuan organisasi. Dalam penentuan standar, diperlukan pengidentifikasian indikator-indikator kinerja. Indikator kinerja adalah ukuran kinerja yang menyediakan informasi yang berhubungan langsung dengan objek yang diawasi. Standar bagi hasil kerja karyawan pada umumnya terdapat pada rencana keseluruhan maupun rencana-rencana bagian. Agar standar itu diketahui secara benar oleh karyawan, maka standar tersebut harus dikemukakan dan dijelaskan kepada karyawan sehingga karyawan akan memahami kemana kegiatannya diarahkan dan tujuan apa yang sebenarnya ingin dicapai. Mengukur Kinerja Pengukuran kinerja adalah aktivitas konstan dan kontinu bagi sebagian besar organisasi. Agar pengawasan berlangsung efektif, ukuran-ukuran kinerja Mempertahankan status quo Mengoreksi penyimpangan Mengubah standar Herawati Saragih : Analisis Hubungan Pengawasan Terhadap Efisiensi Kerja Karyawan Pada Asuransi Bumiputera Cabang Pematang Siantar, 2009. USU Repository © 2009 harus valid. Kinerja karyawan biasanya diukur berbasis kuantitas dan kualitas output, tetapi bagi banyak pekerjaan, pengukuran kinerja harus lebih mendetail. 2. Membandingkan Kinerja dengan Standar Tahap ini dimaksudkan dengan membandingkan hasil pekerjaan karyawan actual result dengan standar yang telah ditentukan. Hasil pekerjaan karyawan dapat diketahui melalui laporan tertulis yang disusun karyawan, baik laporan rutin maupun laporan khusus. Selain itu atasan dapat juga langsung mengunjungi karyawan untuk menanyakan langsung hasil pekerjaan atau karyawan dipanggil untuk menyampaikan laporannya secara lisan. Kinerja dapat berada pada posisi lebih tinggi dari, lebih rendah dari, atau sama dengan standar. Pada beberapa perusahaan, perbandingan dapat dilakukan dengan mudah, misalnya dengan menetapkan standar penjualan produk mereka berada pada urutan pertama di pasar. Standar ini jelas dan relatif mudah dihitung untuk menentukan apakah standar telah dicapai atau belum. Namun dalam beberapa kasus perbandingan ini dapat dilakukan dengan lebih detail. Jika kinerja lebih rendah dibandingkan standar, maka seberapa besar penyimpangan ini dapat ditoleransi sebelum tindakan korektif dilakukan. 3. Menentukan Kebutuhan Tindakan Korektif Berbagai keputusan menyangkut tindakan korektif sangat bergantung pada keahlian-keahlian analitis dan diagnotis manajer. Setelah membandingkan kinerja dengan standar, manajer dapat memilih salah satu tindakan : mempertahankan status quo tidak melakukan apa-apa, mengoreksi penyimpangan, atau mengubah standar. Tindakan perbaikan diartikan sebagai tindakan yang diambil untuk menyesuaikan hasil pekerjaan nyata yang menyimpang agar sesuai dengan standar Herawati Saragih : Analisis Hubungan Pengawasan Terhadap Efisiensi Kerja Karyawan Pada Asuransi Bumiputera Cabang Pematang Siantar, 2009. USU Repository © 2009 atau rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk melaksanakan tindakan perbaikan, maka harus diketahui apa yang menyebabkan penyimpangan. Ada beberapa sebab yang mungkin menimbulkan penyimpangan, yaitu : 1. kekurangan faktor produksi 2. tidak cakapnya pimpinan dalam mengorganisasi human resources dan resources lainnya dalam lingkungan organisasi 3. sikap-sikap pegawai yang apatis dan sebagainya Oleh karena itu, dalam proses pengawasan diperlukannya laporan yang dapat menyesuaikan bentuk-bentuk penyimpangan kearah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

6. Sifat dan Waktu Pengawasan

Menurut Hasibuan 2001 : 247 sifat dan waktu pengawasan terdiri dari : 1. Preventive controll, adalah pengendalian yang dilakukan sebelum kegiatan dilakukan untuk menghindari terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaannya. Preventive controll ini dilakukan dengan cara : a. menentukan proses pelaksanaan pekerjaan b. membuat peraturan dan pedoman pelaksanaan pekerjaan c. menjelaskan dan atau mendmonstrasikan cara pelaksanaan pekerjaan itu Herawati Saragih : Analisis Hubungan Pengawasan Terhadap Efisiensi Kerja Karyawan Pada Asuransi Bumiputera Cabang Pematang Siantar, 2009. USU Repository © 2009 d. mengorganisasi segala macam kegiatan e. menentukan jabatan, job description, authority, dan responsibility bagi setiap individu karyawan f. menetapkan sistem koordinasi pelaporan dan pemeriksaan g. menetapkan sanksi-sanksi bagi karyawan yang membuat kesalahan Preventive controll ini adalah pengendalian terbaik karena dilakukan sebelum terjadi kesalahan. 2. Repressive Controll, adalah pengendalian yang dilakukan setelah terjadi kesalahan dalam pelaksanaannya, dengan maksud agar tidak terjadi pengulangan kesalahan, sehingga hasilnya sesuai dengan yang diinginkan. Repressive controll ini dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. membandingkan hasil dengan rencana b. menganalisis sebab-sebab yang menimbulkan kesalahan dan mencari tindakan perbaikannya c. memberikan penilaian terhadap pelaksanaannya, jika perlu dikenakan sanksi hukuman kepadanya d. menilai kembali prosedur-prosedur pelaksanaan yang ada e. mengecek kebenaran laporan yang dibuat oleh petugas pelaksana Herawati Saragih : Analisis Hubungan Pengawasan Terhadap Efisiensi Kerja Karyawan Pada Asuransi Bumiputera Cabang Pematang Siantar, 2009. USU Repository © 2009 f. jika perlu meningkatkan keterampilan atau kemampuan pelaksana melalui training dan education. 3. Pengawasan saat proses dilaksanakan yaitu jika terjadi kesalahan langsung diperbaiki. 4. pengawasan berkala, adalah pengendalian yang dilakukan secara berkala, misalnya per bulan, per semeter, dan lain-lain. 5. pengawasan mendadak, adalah pengawasan yang dilakukan secara mendadak untuk mengetahui apakah pelaksanaan atau peraturan-peraturan yang ada telah dilaksanakan atau tidak dilaksanakan dengan baik. Pengawasan mendadak ini sekali-sekali perlu dilakukan, supaya kedisiplinan karyawan tetatp terjaga dengan baik. 6. Pengawasan melekat waskat adalah pengawasan yang dilakukan secara integratif mulai dari sebelum, pada saat, dan sesudah kegiatan operasional dilakukan.

7. Mengintegrasikan Pengendalian dengan Strategi

Pengendalian Strategik strategic control ditujukan untuk memastikan bahwa organisasi tetap selaras dengan lingkungannnya dan tetap bergerak kearah pencapaian tujuan-tujuan strategiknya. Pengendalian strategik secara umum berfokus pada lima aspek organisasi yaitu struktur, kepemimpinan, teknologi, sumber daya manusia, serta pengendalian informasi dan operasional. Dengan kata lain, pengendalian strategik berfokus padasejauh mana strategi yang telah diimplementasikan membantu organisasi meraih tujuan-tujuan strategic Herawati Saragih : Analisis Hubungan Pengawasan Terhadap Efisiensi Kerja Karyawan Pada Asuransi Bumiputera Cabang Pematang Siantar, 2009. USU Repository © 2009

8. Karakteristik Pengendalian yang Efektif

Pengendalian yang efektif akan sukses mengatur dan memantau aktivitas organisasi. Griffin 2004: 182 menyatakan bahwa sistem pengendalian yang baik memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Integrasi Dengan Perencanaan Pengendalian harus dikaitkan dengan perencanaa. Semakin eksplisit dan akurat hubungan ini, semakin efektif sistem pengendalian. Cara terbaik untuk mengintegrasikan perencanaan dan pengendalian adalah dengan memperhitungkan pengendalian pada saat rencana dibuat. Dengan kata lain, saat tujuan ditetapkan selama proses perencanaan, perhatian harus diberikan pada pembahasan standar-standar yang akan mencerminkan seberapa baik rencana itu terwujud. 2. Fleksibilitas Sistem pengendalian itu sendiri harus cukup fleksibel utnuk mengakomodasi perubahan. 3. Akurasi Sistem pendelain harus berdasarkan informasi yang akurat. Hal ini akan menjadikan sistem pengendalian tersebut layak untuk diterapkan di perusahaan yang bersangkutan. 4. Ketepatan Waktu Herawati Saragih : Analisis Hubungan Pengawasan Terhadap Efisiensi Kerja Karyawan Pada Asuransi Bumiputera Cabang Pematang Siantar, 2009. USU Repository © 2009 Ketepatan waktu tidak berarti kecepatan. Ketepatan waktu menggambarkan sebuah system pengendalian yang menyediakan informasi tepat pada saat yang diperlukan. 5. Objektivitas Sistem pengendalian harus menyediakan informasi yang seobjektif mungkin. Hal ini dimaksudkan agar sistem pengendalian tersebut mampu untuk mereflektir tujuan dari pembuatan sistem pengendalian itu sendiri.

C. Efisiensi Kerja 1. Definisi Efisiensi Kerja

Menurut Sedarmayanti 2001 : 112 efisiensi adalah perbandingan terbaik atau rasionalitas antar hasil yang diperolehatau output dengan kegiatan yang dilakukan serta sumber-sumber dan waktu yang dipergunakan atau input. Perbandingan dilihat dari : a. Segi hasil Suatu pekerjaan disebut lebih efisien bila dengan usaha tersbut memberikan hasil yang maksimal mengenai hasil pekerjaan tersebut. b. Segi usaha Herawati Saragih : Analisis Hubungan Pengawasan Terhadap Efisiensi Kerja Karyawan Pada Asuransi Bumiputera Cabang Pematang Siantar, 2009. USU Repository © 2009 Suatu pekerjaan dapat dikatakan efisien bila suatu hasil tertentu tercapai dengan usaha minimal. Usaha tersebut terdiri dari lima unsur yaitu : pikiran, tenaga, waktu, ruang, dan benda termasuk biaya. M. Sinungan menyatakan bahwa efisensi kerja adalah perbandingan yang paling harmonis antara pekerjaan yang dilakukan dengan hasil yang diperoleh ditinjau dari segi waktu yang digunakan, dana yang dikeluarkan, serta tempat yang dipakai. Secara umum efisiensi kerja adalah perbandingan terbaik antara suatu usaha dengan hasil yang dicapai. Efisiensi kerja adalah perbandingan terbaik antara suatu pekerjaan yang dilakukan dengan hasil yang dicapai oleh pekerjaan itu sesuai dengan yang ditargetkan baik dalam hal kualitas maupun kuantitasnya.

2. Sumber-Sumber Efisiensi Kerja

Menurut Sedarmayanti 2001:118 sumber utama efisiensi kerja adalah manusia. Karena akal, pikiran, dan pengetahuan yang ada, manusia mapau menciptakan cara kerja yang efisien. Unsur efisensi yang melekat pada manusia adalah : a. Kesadaran Kesadaran manusia akan sesuatu merupakan modal utama bagi keberhasilannya. Dalam hal efisiensi ini, kesadaran akan arti dan makna efisiensi akan banyak membantu usaha pencapaian efisiensi itu sendiri. Efisiensi sesungguhnya berkaitan erat dengan tingkah laku dan sikap hidup seseorang. Artinya bahwa tingkah laku dan sikap hidup dapat mengarah Herawati Saragih : Analisis Hubungan Pengawasan Terhadap Efisiensi Kerja Karyawan Pada Asuransi Bumiputera Cabang Pematang Siantar, 2009. USU Repository © 2009 pada perbuatan yang efisien atau sebaliknya. Dengan adanya kesadaran, seseorang akan terdorong untuk membangkitkan semangat atau kehendak untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan apa yang disadarinya dalam hal ini yang diamksudakan adalah efisiensi. b. Keahlian Sesuatu pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang yang ahli dibidangnya hasilnya akan lebih baik dan cendenrung lebih cepat daripada dikerjakan oleh yang bukan ahlinya. Hal ini berarti unsur keahlian yang juga melekat pada manusia merupakan bagian yang menjadi sumber efisiensi. Keahlian manusia dicapai bila ada pelatihan yang mendukung pekerjaan tersebut. Sehingga apabila suatu pekerjaan difasilitasi dengan suatu peralatan, maka peralatan tersebut menunjang pencapaian efisiensi kerja. Peralatan disediakan dengan maksud agar pekerjaan lebih mudah dikerjakan dan lebih cepat penyelesaiannya. Penyediaan peralatan atau fasilitas kerja yang tidak disertai dengan keahlian penggunanya malah akan menjadikan sumber biaya yang tidak bermanfaat. c. Disiplin Kedua unsur yang telah diuraikan sebelumnya tidak akan menjamin hasil kerja yang baik dan efisien jika tidak disertai dengan unsur disiplin. Oleh karena itu dalam efisiensi diperlukan standar yang akan menjadi penunjuk arah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Sehingga keseluruhan sumber daya berada dalam satu aturan yang jelas, tidak menyimpang dari apa yang diharapkan. Herawati Saragih : Analisis Hubungan Pengawasan Terhadap Efisiensi Kerja Karyawan Pada Asuransi Bumiputera Cabang Pematang Siantar, 2009. USU Repository © 2009

3. Syarat Dapat Dicapainya Efisiensi Kerja

Adapun syarat-syarat agar tercapainya efisiensi kerja adalah sebagai berikut : a. Berhasil guna atau efektif b. Ekonomis c. Pelaksanaan kerja yang dapat dipertanggung jawabkan d. Pembagian kerja yang nyata e. Prosedur kerja yang praktis Dalam dunis bisnes terkadang terjadi kerancuan antara efisiensi dengan produktivitas. Efisiensi berarti mengahsilkan produk yang berkualitas tinggi dalam waktu yang sesingkat mungkion. Akan tetapi harus dipertimbagkan apakah produk tersebut dibutuhkan. Efektivitas, efisiensi, dan produktivitas ditentukan secara bersama.

D. Hubungan pengawasan dan efisiensi kerja

Banyak cara yang dapat dilakukan dan harus ditempuh untuk meningkatkan efisiensi kerja dalam suatu perusahaan. Efisiensi dapat ditingkatkan dengan rencana yang baik. Peningkatan efisiensi dapat tercapai apabila tidak terjadi kesimpangsiuran tanggung jawab dan wewenang. Dalam organisasi harus terdapat pendelegasian wewenang yang dapat mendorong karyawan untuk bekerja lebih efisien, jujur, dan loyal. Salah satu sasaran pokok manajemen dalam menjalankan kegiatan pada suatu organisasi adalah mencapai efisiensi yang semaksimalnya. Seperti yang dikemukakan oleh Siagian 2003 : 113 bahwa fungsi organik pengawasan harus dilaksanakan seefektif mungkin, karena Herawati Saragih : Analisis Hubungan Pengawasan Terhadap Efisiensi Kerja Karyawan Pada Asuransi Bumiputera Cabang Pematang Siantar, 2009. USU Repository © 2009 pelaksanaan fungsi pengawasan yang baik akan memberikan sumbangan yang besar pula dalam meningkatkan efisiensi.

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

A. Sejarah Singkat Berdirinya Bumiputera

Bumiputera berdiri atas prakarsa seorang guru sederhana bernama M. Ng. Dwidjosewojo - Sekretaris Persatuan Guru-guru Hindia Belanda PGHB sekaligus Sekretaris I Pengurus Besar Budi Utomo. Dwidjosewojo menggagas pendirian perusahaan asuransi karena didorong oleh keprihatinan mendalam terhadap nasib para guru bumiputera pribumi. Dwidjosewojo mencetuskan gagasannya pertama kali di Kongres Budi Utomo, tahun 1910. Dan kemudian terealisasi menjadi badan usaha - sebagai salah satu keputusan Kongres pertama PGHB di Magelang, 12 Februari 1912. M. Ng. Dwidjosewojo yang bertindak sebagai Presiden Komisaris, juga ditunjuk M.K.H. Soebroto sebagai Direktur, dan M. Adimidjojo sebagai Bendahara. Ketiga orang iniah yang kemudian dikenal sebagai tiga serangkai pendiri Bumiputera, sekaligus peletak batu pertama industri asuransi nasional Indonesia. Bumiputera menganut sistem kepemilikan dan kepenguasaan yang unik, yakni bentuk badan usaha mutual atau usaha bersama sejak awal pendiriannya tidak seperti perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas PT - yang