negara yang bisa berkilah bahwa cara mereka memperlakukan warga negaranya sendiri semata-mata merupakan urusan dalam negeri mereka; sebaliknya
perlakuan terhadap individu-individu itu bilamana perlindungan nasional terhadap hak itu tidak memadai, menjadi kepedulian masyarakat internasional.
Ironinya adalah, sementara Uni Soviet mengutuk pembantaian besar- besaran yang dilakukan Nazi, Stalin sendiri sejak sebelum perang, telah secara
sistematis melanggar hak-hak rakyatnya sendiri dengan membuang sekitar lima juta lawan politiknya dan memaksakan kolektivisasi terhadap sejumlah besar
petani. Dalam hal ini, Uni Soviet secara sah dapat juga berkilah bahwa masalah itu sepenuhnya berada di dalam yurisdiksi domestiknya.
Meskipun demikian, Piagam Pengadilan Militer Internasional di Nuremberg
40
b. Piagam PBB dan Deklarasi Universal
yang dibuat Sekutu termasuk Uni Soviet untuk mengadili penjahat perang Nazi berdasarkan hukum internasional yang ada pada awal Perang Dunia
II, menyatakan bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan adalah kejahatan menurut hukum internasional. Kendati pertimbangan pengadilan ini dalam pernyataan itu
boleh jadi mengandung kelemahan, namun pertimbangan menegaskan prinsip dasar yang menyatakan bahwa cara suatu negara memperlakukan warga
negaranya sendiri kini telah menjadi kepedulian internasional yang sah.
Meskipun pasal 2 ayat 7 Piagam PBB menegaskan kembali asas non- intervensi oleh PBB dalam masalah-masalah yang pada hakekatnya termasuk
dalam yurisdiksi domestik negara anggota dengan demikian, seakan-akan menghalangi intervensi internasional dalam bidang hak asasi manusia pasal ini
40
5 United Nations Treaty Series 251; United Kingdom Treaty Series 4 1945; 1945 39 American Journal of International Law suppl. 257
Universitas Sumatera Utara
memuat juga beberapa acuan khusus kepada hak asasi. Mukadimah Piagam menegaskan kembali keyakinan “rakyat-rakyat PBB” pada “hak-hak manusia
yang asasi, pada martabat dan harga diri manusia” dan pada “hak-hak yang sama bagi pria dan wanita”.
Bahasa yang dipakai untuk penegasan ini menarik, karena ia lebih dulu mengakui adanya hak asasi manusia sebelum hak itu dimasukkan dan ditegakkan
dalam Piagam, yang pada waktu itu minimal dalam pengertian hukum positif akan tampak sebagai klaim yang meragukan. Piagam ini di Pasal 1, juga menyebutkan
salah satu tujuannya yakni “meningkatkan penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan yang fundamental bagi semua orang”.
Aktivitas PBB untuk membantu perkembangan hak asasi manusia juga diperkuat dengan Pasal 55, dan menurut Pasal 56, negara-negara anggota berikrar
untuk mengambil tindakan secara bersama-sama atau sendiri-sendiri dalam kerjasama dengan PBB untuk mencapai tujuan ini dan tujuan-tujuan yang lain
yang disebutkan dalam Pasal 55.
Beberapa ketentuan lain, mengenai berbagai kompetensi kelembagaan di dalam Piagam ini juga mengacu hak asasi manusia sebagai sebuah kategori
umum. Oleh karena itu, meskipun Piagam PBB tampak mengakui adanya lebih dulu fenomena yang dikenal sebagai hak asasi manusia itu, Piagam ini tidak
memuat daftar hak-hak semacam itu, dan juga tidak mengacu pada sesuatu sumber yang menyebutkan secara tepat hak-hak itu.
Universitas Sumatera Utara
c. Kovenan-kovenan internasional