Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil tersebut menunjukka bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara komunikasi interpersonal dan keintiman terhadap pasangan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin positif atau tinggi tingkat komunikasi interpersonal, maka semakin tinggi pula tingkat keintiman terhadap pasangan. Begitu pula sebaliknya, semakin negatif atau rendah tingkat komunikasi interpersonal maka semakin rendah pula tingkat keintiman terhadap pasangan.

F. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan komunikasi interpersonal dengan keintiman terhadap pasangan pada dewasa awal dengan orangtua bercerai. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode analisis korelasi product moment Pearson dengan menggunakan SPSS for windows versi 16.0. Korelasi yang didapatkan dalam penelitian ini adalah r = 0,936 dengan nilai signifikansi sebesar p = 0,000 p 0,05 . Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan keintiman terhadap pasangan. Dengan demikian maka semakin tinggi tingkat komunikasi interpersonal maka semakin tinggi pula tingkat keintiman terhadap pasangan, begitu pula sebaliknya semakin rendah tingkat komunikasi interpersonal maka semakin rendah pula tingkat keintiman terhadap pasangan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Emmers-Sommers 2004 yang menunjukkan bahwa kualitas komunikasi menjadi indikator yang lebih baik daripada kuantitas komunikasi untuk sebuah keintiman dalam hubungan, dalam hal ini kualitas komunikasi yang dimaksud oleh peneliti adalah komunikasi interpersonal. Terlepas dari spesifikasi subjek dengan orangtua bercerai atau tidak, komunikasi interpersonal tetaplah memiliki andil yang penting dalam menjalin keintiman terhadap pasangan. Aspek komunikasi interpersonal menurut DeVito 2011 yang dirasa paling penting dalam mendukung terbentuknya keintiman terhadap pasangan adalah keterbukaan. Dalam keterbukaan terdapat kesediaan untuk membuka diri dan mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan asalkan patut untuk diungkapkan, seperti pendapat, pikiran, dan gagasan. Selain itu keterbukaan bereaksi secara jujur dan spontan terhadap orang lain sehingga mampu memberikan tanggapan terhadap orang lain dengan jujur dan terus terang mengenai segala sesuatu yang dikatakannya. Keterbukaan ini kemudian mendorong individu untuk semakin membangun keintiman terhadap pasangan. Hazan Shaver dalam Santrock, 2002 mengatakan bahwa pada dewasa awal, masing-masing orang mulai menjalin relasi dengan lawan jenisnya dan masing-masing pasangan telah menginternalisasi hubungan dengan orangtua, hubungan yang mungkin hangat dan penuh perasaan atau dingin dan longgar. Pengalaman tersebut terus dibawa dan mempengaruhi hubungan seseorang dengan orang lain, terutama keintiman pada masa dewasa. Dalam hal ini peneliti tidak menemukan adanya masalah keintiman yang muncul pada dewasa awal dengan orangtua bercerai. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil penelitian sebanyak 16 subjek atau 31,38 subjek memiliki tingkat keintiman terhadap pasangan yang tinggi dan sebanyak 13 subjek atau 25,49 subjek memiliki tingkat keintiman terhadap pasangan yang sangat tinggi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut terdapat 29 dari 51 subjek memiliki tingkat keintiman terhadap pasangan yang tinggi bahkan sangat tinggi. Dengan demikian perceraian yang dialami oleh orangtua tidak sepenuhnya mempengaruhi keintiman yang dijalin oleh individu terhadap pasangannya pada masa dewasa awal. Penelitian ini kemudian mematahkan pendapat Franklin, dkk dalam Sager, 2009 yang mengatakan bahwa dampak perceraian orangtua akan semakin tampak ketika individu pada masa dewasa awal mulai membangun hubungan romantis terhadap lawan jenisnya. Hal ini disebabkan dari hasil penelitian, peneliti tidak melihat adanya masalah pada keintiman subjek maka tidak semua dewasa awal dengan orangtua bercerai memiliki masalah dalam membangun keintiman terhadap pasangan. Keintiman terhadap pasangan yang dimiliki oleh dewasa awal dengan orangtua bercerai dapat terjadi karena individu berhasil melalui proses adaptasi dan mampu meneruskan setiap tahap perkembangannya. Rini 2002 mengungkapkan bahwa seorang anak yang memiliki orangtua bercerai dan dapat beradaptasi akan hal tersebut mampu menyadari serta mengerti bahwa orangtuanya sudah tidak lagi bersama dan tidak lagi berfantasi akan persatuan kedua orangtua, dapat menerima rasa kehilangan, tidak marah pada orangtua, dan tidak menyalahkan diri sendiri, serta menjadi dirinya sendiri lagi sehingga tidak memiliki pandangan negatif mengenai pernikahan dan dapat berhubungan baik dengan lawan jenis. Hal ini berarti tingkat keintiman dewasa awal yang tinggi dapat terjadi karena mereka memiliki adaptasi yang baik sehingga memotivasi diri sendiri untuk menjalin hubungan yang baik dengan lawan jenis. Selain itu faktor lama berpacaran juga menjadi penyebab tingkat keintiman meningkat. Berdasarkan data terdapat 14 orang atau 27,4 berpacaran 1 hingga 2 tahun, 22 orang atau 43,1 yang berpacaran selama 3 hingga 4 tahun , dan sisanya 29,5 berpacaran diatas 4 tahun. Dalam data tersebut tidak ada subjek yang berpacaran dibawah 1 tahun. Salah satu faktor yang dapat menghalangi terjalinnya keintiman menurut Cox 1978 adalah pengalaman masa lalu, yaitu adanya peristiwa yang bagi sebagian orang merupakan peristiwa traumatis, seperti perceraian orang tua. Akibatnya, orang-orang yang demikian dapat menghindar untuk berhubungan secara dekat dengan orang lain untuk mencintai orang lain. Ketakutan ini kemudian dapat menghalangi terjalinnya keintiman. Berdasarkan hasil penelitian, keintiman terhadap pasangan meningkat ketika tingkat komunikasi juga meningkat. Menurut Cox 1978, manfaat keintiman dalam suatu hubungan antara lain, kepuasan emosional, mengatasi krisis-krisis, dukungan agar dapat tumbuh dan berkembang, belajar mengenali diri sendiri, belajar untuk mendengar aktif, serta pengalaman yang menyenangkan dan mengesankan. Keintiman individu dengan orangtua bercerai terhadap pasangannya memiliki tingkat yang rendah dibandingkan individu dewasa awal lainnya, oleh karena itu dibutuhkan suatu tindakan untuk mengatasi hal tersebut, salah satunya adalah membangun komunikasi interpersonal yang efektif terhadap pasangan. DeVito 1997 menambahkan bahwa komunikasi interpersonal yang baik dan efektif ditandai dengan adanya keterbukaan, empati, dukungan, sikap positif, dan kesamaan antara kedua belah pihak. Komunikasi interpersonal dirasa penting dilakukan terhadap pasangan karena masing-masing pasangan dapat mengungkapkan pendapat dan pandangannya secara jelas sehingga pasangan dapat saling memahami. Jika komunikasi interpersonal tidak berjalan dengan baik maka sebuah hubungan yang sudah terjalin akan menjadi renggang bahkan dapat menyebabkan hubungan tersebut berakhir. Melalui komunikasi interpersonal individu yang sedang membangun hubungan berpacaran akan semakin mengenal dan akrab dengan pasangannya, oleh sebab itu tingkat keintiman yang dimiliki akan semakin tinggi. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yakni sebanyak 22 subjek atau 43,14 subjek memiliki tingkat komunikasi interpersonal yang tinggi dan sebanyak 10 subjek atau 19,61 subjek memiliki tingkat komunikasi interpersonal yang sangat tinggi. Keintiman yang tinggi kemudian akan meminimalisir perasaan kecemasan, ragu-ragu, dan ketakutan individu dengan orangtua bercerai untuk menjalin hubungan yang serius dengan lawan jenisnya. Pada akhirnya komunikasi interpersonal yang efektif mampu memberikan pengaruh terhadap keintiman individu yang memiliki orangtua bercerai agar dapat membangun hubungan yang lebih baik dibandingkan apa yang telah dilakukan oleh orangtua mereka. Dalam membangun hubungan yang intim terhadap pasangan diperlukan adanya komunikasi interpersonal agar hubungan dapat terbina dengan baik. Komunikasi interpersonal merupakan bentuk komunikasi yang biasanya dilakukan antara dua individu secara tatap muka yang bertujuan untuk mempengaruhi sikap dan tingkah laku lawan komunikasi dengan umpan balik secara langsung. Dalam komunikasi interpersonal terdapat proses transaksi pesan yang bersifat dua arah, dan perhatian masing-masing pihak tidak semata-mata tertuju pada pesan, melainkan juga pada perilaku lawan komunikasi. 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa hipotesis penelitian terbukti, yakni terdapat hubungan antara komunikasi interpersonal dengan keintiman terhadap pasangan pada dewasa awal dengan orangtua bercerai. Hal ini dapat dilihat melalui nilai korelasi r = 0,936 dan nilai signifikansi p = 0,000 p0,05. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara komunikasi interpersonal dengan keintiman terhadap pasangan pada dewasa awal dengan orangtua bercerai. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat komunikasi interpersonal subjek maka akan semakin tinggi pula keintiman terhadap pasangan yang dimilikinya. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah tingkat komunikasi interpersonal subjek maka akan semakin rendah pula tingkat keintiman terhadap pasangan.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta temuan yang telah didapatkan, peneliti menyimpulkan bahwa penelitian ini memiliki keterbatasan, oleh sebabnya peneliti menyarankan beberapa hal berikut :