Landasan Teori KAJIAN PUSTAKA

baru lain yang lebih baru dan lebih baik. Dalam pandangan ini, kualitas merupakan sebuah proses dan bukan hasil akhir meningkatkan kualitas kontinuitas. Pendapat lain dari Garvin dan Davis 1994, dalam Nasution, 2005:3 menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia atau tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan konsumen. Kualitas adalah sesuatu yang diputuskan oleh pelanggan. Artinya, kualitas didasarkan pada pengalaman aktual pelanggan atau konsumen terhadap produk atau jasa yang diukur berdasarkan persyaratan-persyaratan tersebut Wijaya, 2011:11. Konsep kualitas dianggap sebagai ukuran relatif kesempurnaan atau kebaikan sebuah produk atau jasa, yang terdiri atas kualitas desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain yaitu fungsi spesifikasi produk, sedangkan kualitas kesesuaian adalah ukuran seberapa besar tingkat kesesuaian antara sebuah produk atau jasa dengan persyaratan dan kualitas yang ditetapkan sebelumnya Tjiptono dan Chandra, 2007:110. Dari definisi teori para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kualitas merupakan standar atau kondisi yang selalu berubah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI sesuai dengan kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan atau konsumen. b. Pengertian Pelatihan Pelatihan merupakan salah satu bagian dari pengembangan sumber daya manusia yang efektif. Pelatihan memegang peranan penting untuk meningkatkan kualitas dari sumber daya manusia SDM. Pelatihan memberikan pengetahuan dan keterampilan yang spesifik dan dapat diidentifikasi untuk digunakan dalam pekerjaan atau tanggung jawabnya yang dibebankan pada saat ini. Menurut Flippo 1995:76, dalam Suwatno dan Priansa, 2011:117 pelatihan adalah suatu usaha peningkatan knowledge dan skill seorang karyawan untuk menerapkan aktivitas kerja tertentu. Buckley and Caple 1990, dalam Marwansyah, 2012:155 berpendapat bahwa pelatihan merupakan upaya terencana dan sistematis untuk menyesuaikan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap, melalui pengalaman belajar, untuk mewujudkan kinerja efektif dalam suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan. Pengertian lain mengenai pelatihan diberikan oleh Sikula dalam Martoyo, 2000:63 pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai berbagai keterampilan dan tekhnik pelaksanaan kerja tertentu dalam waktu yang relatif singkat pendek. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Sesuai dengan teori tersebut, pelatihan dapat disimpulkan sebagai proses belajar seseorang untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam suatu aktivitas kerja untuk mewujudkan kinerja yang efektif dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. c. Pengertian Kualitas Jasa Penilaian antara kualitas jasa berbeda dengan penilaian terhadap kualitas produk, karena sifat jasa yang tidak nyata intangible menyebabkan sangat sulit bagi konsumen untuk menilai jasa sebelum mengalaminya. Dalam penilaian kualitas jasa, konsumen terlibat secara langsung serta ikut di dalam proses jasa tersebut, sehingga yang dimaksud dengan kualitas jasa adalah bagaimana tanggapan konsumen terhadap jasa yang dikonsumsi atau yang dirasakannya Jasfar, 2009:47. Kualitas jasa harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir dengan kepuasan pelanggan serta persepsi positif terhadap kualitas jasa Kotler, 2000, dalam Tjiptono dan Chandra, 2011:180. Citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi konsumen. Persepsi konsumen terhadap kualitas jasa merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu jasa dari sudut pandang konsumen. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lewis Booms 1983, dalam Tjiptono dan Chandra, 2011:193 mendefinisikan kualitas jasa sebagai ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi pelanggan. Menurut Olson dan Dover dalam Jasfar 2009:49 harapan konsumen merupakan keyakinan konsumen sebelum mencoba atau membeli suatu produk yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk tersebut. Harapan konsumen terbentuk menurut pengalamannya mengkonsumsi jasa, informasi dari teman, keluarga word of mouth serta juga bisa dari kebutuhannya personal need. Apabila harapan konsumen terlampaui, artinya jasa tersebut telah memberikan suatu kualitas yang luar biasa dan akan menimbulkan kepuasan yang sangat tinggi very satisfy. Sebaliknya, jika harapan tersebut tidak tercapai, dapat diartikan bahwa kualitas jasa tersebut tidak memenuhi apa yang diinginkannya. Dengan kata lain, perusahaan atau penyedia jasa telah gagal melayani konsumen. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kualitas jasa adalah ukuran tingkat kepuasan konsumen terhadap layanan yang diberikan sesuai dengan ekspektasi dan kebutuhan pelanggan. Semakin baik jasa yang dikonsumsi atau diterima konsumen, artinya harapan konsumen terhadap kualitas jasa tersebut baik dan memberikan kesan positif puas. d. Dimensi Kualitas Jasa Pelatihan Harapan maupun penilaian konsumen terhadap kualitas jasa dapat diukur atau dinilai melalui dimensi kualitas jasa. Garvin 1987, 1988, dalam Tjiptono dan Chandra, 2011:193 mengemukakan ada delapan dimensi kualitas yang dapat digunakan sebagai kerangka perencanaan dan analisis strategik: 1 Kinerja performance, yaitu karakteristik operasi pokok dari produk inti yang dibeli atau digunakan. 2 Fitur atau ciri-ciri tambahan features, yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap. 3 Reliabilitas reliability, yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai. 4 Keseuaian dengan spesifikasi conformance to specifications, yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya. 5 Daya tahan durability, berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan. 6 Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, kemudahan direparasi, serta penanganan keluhan secara memuaskan. 7 Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8 Kualitas yang dipersepsikan perceived quality, yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. Dari ketiga teori di atas, peneliti menyimpulkan bahwa persepsi atas kualitas pelatihan merupakan penilaian individu terhadap suatu objek yang memberikan kesan atau makna berhubungan dengan kepuasan terhadap layanan yang telah diterima sesuai dengan yang diharapkan. 4. Motivasi mengikuti pelatihan Motivasi digunakan sebagai dorongan atau semangat agar para peserta yang akan diberi pelatihan dapat mengikuti pelatihan dengan baik. Motivasi berasal dari kata motif, artinya suatu keadaan dalam pribadi orang yang mendorong individu untuk melaksanakan aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan Pasaribu dan Simanjutak, 1984, dalam Basrowi, 2011:65. Motif dalam bahasa Inggris yaitu “motive”, berasal dari kata “motion”, yang berarti gerak atau bergerak. Motivasi sebagai dorongan mental yang terkandung adanya keinginan untuk mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan, dan mengarahkan sikap pada perilaku individu atas dasar kebutuhan. Motivasi sangat diperlukan dalam melakukan aktivitas, diantaranya dalam pengajaran atau pelatihan. Dengan adanya motivasi tersebut, diharapkan dapat mencapai hasil yang optimal. Gie dalam Martoyo, 2000:165 memberikan perumusan tentang motivasi sebagai pemberian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dorongan yang bertujuan untuk menggiatkan orang-orang agar dapat bersemangat dan dapat mencapai hasil sebagaimana yang dikehndaki dari orang-orang tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi menurut Siagian dalam Basrowi, 2011:65, diantaranya: a. Faktor Internal 1 Persepsi seorang mengenai diri sendiri. 2 Harga diri. 3 Harapan pribadi. 4 Kebutuhan. 5 Keinginan. 6 Kepuasan. 7 Prestasi yang dihasilkan. b. Faktor Eksternal 1 Jenis dan sifat pekerjaan. 2 Kelompok kerja dimana seseorang berbagi. 3 Organisasi itu sendiri. 4 Situasi lingkungan pada umumnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Basrowi 2011:66 mengatakan bahwa para ahli ilmu jiwa umumnya membedakan motivasi menjadi 2 jenis, yaitu: a. Motivasi Primer Motivasi primer didasarkan pada motif-motif dasar yang berasal dari segi biologis atau jasmani manusia yang terdiri atas pemikiran tentang tujuan, perasaaan subjektif, dan dorongan mencapai kepuasan. b. Motivasi Sekunder Motivasi sekunder artinya motivasi yang dipelajari.Motivasi ini dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial.Para ahli menyebutkan bahwa perilaku manusia terpengaruh oleh tiga komponen yaitu afektif, kognitif dan konatif. Pembekalan melalui pelatihan perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik para peserta pelatihan. Pelatihan dirancang menjadi suatu proses belajar yang terarah dan diarahkan untuk membantu seorang individu atau peserta agar dapat mengalami perubahan permanen dibidang perilaku, kognisi-intelektualitasdan sikap Blanchard, 1999, dalam Soemarman, 2010:24. Blanchard menguraikan perubahan tersebut, yaitu perubahan perilaku behavior berupa tindakan teknis-prosedural dalam bentuk perubahan keterampilan dan kecakapan tekhnis skills yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaannya sehari-hari. Perubahan kognisi-intelektualitas cognition-knowledge berupa perubahan kemampuan berpikir menurut tingkatan yang spesifik dan saling berhubungan, meliputi; pengetahuan deklaratif pengetahuan yang dikuasai, pengetahuan prosedural pemahaman tentang pengetahuan, dan menerapkan pengetahuan secara faktual, dan pengetahuan strategis perencanaan, pemantauan, dan revisi kegiatan yang diarahkan untuk pencapaian tujuan selanjutnya..Perubahan dibidang sikap attitude meliputi perubahan pendapat atau keyakinan yang dapat bersifat positif maupun negatif terkait dengan rasa-perasaan tertentu feelings berdasarkan peristiwa atau hal-hal yang terjadi. Kepedulian terhadap motivasi belajar tidak dapat diabaikan apabila seseorang ingin mencapai hasil yang maksimal dalam pelatihan yang diikutinya. Kepedulian tersebut dinyatakan Blanchard sebagai berikut: “Most scientific literature defines motivation as the direction, persistence, and amount of effort expended by an individual to achieve a specified out come. … the persons’ motivation is reflected by what need she is trying to satisfy, the types of activity she does to satisfy the need, how long she keeps doing it, and how hard she works at itBlanchardet al, 1999, dalam Soemarman, 2010:27. Dari pernyataan di atas, dapat diartikan bahwa motivasi menggambarkan arah, presensi, dan usaha keras individu untuk mencapai hasil tertentu. Motivasi seseorang tereflesikan dalam kebutuhan yang hendak dipenuhinya, dalam aktivitas pemenuhannya, dalam jangka waktu dan besaran usaha untuk pemenuhannya tersebut. Dengan melihat gambaran tersebut, jelas bahwa motivasi berpengaruh terhadap perilaku belajar. Motivasi belajar merupakan proses psikologis yang menyebabkan seseorang tergerakkan, terarahkan, dan melakukan sesuatu dengan persistensi dalam kegiatan dan proses belajarnya DeSimone, 1998, dalam Soemarman, 2010:28. Perilaku yang dipengaruhi motivasi dapat digambarkan melalui seorang yang termotivasi untuk mengikuti pelatihan. Termotivasinya seseorang tersebut disebabkan oleh pengaruh kebutuhan individual sandang-pangan-papan, keinginannya untuk memperoleh pengetahuan, dan tujuan pribadi individu yang pastinya telah dimiliki oleh setiap individu. Orang yang termotivasi lebih bersifat energik dan bersemangat dalam mengerjakan sesuatu secara konsisten dan aktif dengan tanggung jawab yang lebih besar. Sebaliknya, seorang yang kurang termotivasi cenderung malas, tidak senang, dan masa bodoh dengan tanggung jawabnya. Masalah yang kecil menjadi besar, dan sebagai konsekuensinya mereka tidak siap ketika dihadapkan pada tantangan atau perubahan yang terjadi. Mangkuprawira 2007:86 menguraikan enam prinsip-prinsip belajar atau pelatihan, yaitu: a. Partisipasi Partisipasi belajar peserta yang proaktif, pelatihan akan memperbaiki motivasi dan mengajak peserta lebih memperkuat proses dan wawasan belajar. Hasil penerapan ini, memungkinkan peserta belajar lebih cepat dan mempertahankan proses belajar tersebut dalam kehidupannya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI b. Pendalaman Pendalaman merupakan proses penanaman daya ingat. Pendalaman dilakukan agar peserta pelatihan mampu mengutarakan ide atau pesan secara jernih disertai dengan pendekatan secara analitis dan objektif. c. Relevansi Relevansi adalah pemberian materi atau muatan yang bermanfaat atau selaras dengan kebutuhan para peserta. Pelatih biasa menjelaskan secara menyeluruh maksud sebuah pekerjaan dan memberikan respon yang baru bagi peserta. Hal ini dilakukan agar respon tersebut memiliki hubungan positif dengan motif belajar peserta melalui penghayatan dan penerapannya terhadap pelatihan. d. Pengalihan Kebutuhan program pelatihan yang sepadan dengan kebutuhan suatu pekerjaan membuat peserta pelatihan semakin cepat menyerap pelatihan dalam upaya menguasai pekerjaan. e. Umpan Balik Umpan balik memberikan informasi kemajuan dari peserta pelatihan. Umpan balik menjadi motivasi bagi peserta sehingga mereka mampu menyesuaikan perilaku untuk mencapai proses belajar yang sangat cepat dan bermakna. f. Suasana Nyaman Proses pelatihan hendaknya memberikan suasana nyaman bagi peserta pelatihan. Fasilitas yang mendukung dan pelatih yang berkompeten juga mempengaruhi termotivasinya peserta dalam menerima pelatihan tersebut. Oleh sebab itu, seorang yang mengikuti pelatihan perlu diperhatikan perkembangannya. Pelatih diharapkan menyampaikan informasi terkait dengan kemajuan pada setiap peserta pelatihan, sehingga peserta mengetahui sejauh mana mendalami materi pelatihan tersebut. Hal ini juga dapat menjadi suatu motivasi para peserta pelatihan, ketika pelatihan yang telah dilalui sudah sesuai dengan metode pelatihan yang ada dan pelatih mengapresiasikan kemajuan peserta pelatihan sebagai sebuah prestasi. Maka, dari teori di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa motivasi mengikuti pelatihan adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan kegiatan belajar yang dipengaruhi olehtujuan pribadi setiap individu, diantaranya kebutuhan individual maupun keinginannya untuk memperoleh pengetahuan. 5. Niat Berwirausaha a. Pengertian Niat Berwirausaha Wirausaha menurut Scarborough, Zimmerer, dan Wilsondalam Slametet.al.2014:3 adalah seorang yang menciptakan bisnis baru dengan mengambil resiko dan ketidakpastian demi mencapai keuntungan dan pertumbuhan yang signifikan dengan cara mengidentifikasi peluang dan menggabungkan sumber daya yang diperlukan. Menurut David E. Rye dalam Basrowi 2011:4 wirausahawan yaitu seorang yang mengorganisasikan dan mengarahkan usaha baru dan berani mengambil risiko sebagai proses pemulaian usaha. Drucker dalam Suryana 2013:5 mendefinisikan kewirausahaan sebagai suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda.Fahmi 2013:12 berpendapat bahwa kewirausahaan bukanlah sifat genetis, melainkan keterampilan yang dapat dipelajari. Artinya, setiap orang yang ingin memiliki sifat kewirausahaan mau mempelajari segala hal tentang wirausaha dengan sungguh-sungguh. Sejalan dengan pemikiran diatas, menurut Basrowi 2011:2 kewirausahaan adalah proses kemanusiaan human procces yang terkait dengan kreativitas dan inovasi dalam memahami peluang dan mengorganisasi sumber-sumber, sehingga peluang tersebut terwujud menjadi suatu usaha yang menghasilkan laba atau nilai untuk jangka waktu yang lama. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Menurut Michael Haris dalam Suryana 2008:5 untuk menjadi wirausaha yang sukses, umumnya memiliki kompetensi yaitu yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan dan kualitas individual yang meliputi sikap, motivasi, nilai-nilai pribadi, serta tingkah laku yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan atau kegiatan. Wirausaha adalah orang yang selalu berorientasi pada hasil, maka pengetahuan saja tidaklah cukup bagi seorang wirausaha, tetapi juga harus disertai dengan keterampilan. Seorang wirausaha tidak lepas dari proses menciptakan usaha baru, yakni sebuah proses entrepreneurial. Lumpkin dan Dess dalam Slamet, dkk 2016:6 mengemukakan bahwa proses entrepreneurial sebagai proses dalam mengupayakan sebuah usaha baru, berupa produk yang diluncurkan ke dalam pasar, memasuki pasar baru bagi produk yang telah ada saat ini, ataupun penciptaan organisasi baru. Kegiatan entrepreneurial dapat diprediksi melalui intensi yang dimiliki seseorang Slamet dkk, 2016:8. Menurut Ancok dalam Wijaya 2007:119 menyatakan bahwa intense dapat didefinisikan sebagai niat seseorang untuk melakukan suatu perilaku. Entrepreneurial intention atau niat kewirausahaan dapat diartikan sebagai langkah awal dari suatu proses pendirian sebuah usaha yang umumnya bersifat jangka panjang Lee Wong, dalam Suharti, 2011:126. Indarti dan Kristiansen dalam Wijaya 2007:120, menyatakan bahwa terdapat proses pembentukan niat berwirausaha yaitu need for achievement, locus of control, dan self-efficacy. Individu yang memiliki kemampuan menghadapi rintangan akan memiliki need for achievement, locus of control, dan self-efficacy yang tinggi sehingga berpotensi dalam berwirausaha. Individu yang memiliki need for achievement yang tinggi akan berani dalam mengambil keputusan yang mereka buat. Keinginan yang tinggi untuk berhasil dalam mencapai sesuatu, membentuk kepercayaan diri dan pengendalian diri locus of control individu tersebut. Pengendalian timbul dari kepercayaan belief individu terhadap sesuatu yang ada diluar dirinya. Pengendalian diri individu yang tinggi terhadap lingkungan dinamakan internal locus of control, sedangkan pengendalian diri individu yang rendah terhadap lingkungan dinamakan eksternal locus of control. Apabila internal locus of control berperan dalam diri individu, maka individu berani dalam mengambil keputusan serta resiko yang ada. Faktor selanjutnya yang terbentuk dari kemampuan pengendalian diri individu adalah self-efficacy keahlian, individu merasa memiliki self-efficacy yang tinggi akan memiliki intensi yang tinggi untuk kemajuan diri melalui wirausaha Indarti dan Kristiansen, dalam Wijaya, 2007:120. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa niat berwirausaha adalah keinginan atau kesungguhan seseorang melakukan suatu tindakan untuk menciptakan usaha baru dengan melihat peluang dan resiko yang ada.

B. Penelitian Terdahulu

Dari peneliti sebelumnya yaitu Agus Imam Wahyudi, Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014 tentang “Pemberdayaan Difabel dalam Rangka Pemberian Pengetahuan dan Pelatihan Keterampilan Studi di Yayasan Mandiri Craft, Sewon, Cabean, Bantul, Yo gyakarta”. Fokus penelitian ini adalah pelaksanaan pemberdayaan difabel dalam rangka pemberian pengetahuan dan pelatihan keterampilan yang dilakukan Yayasan Mandiri Craft. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah yang pertama pemberdayaan difabel yang dilakukan oleh Yayasan Mandiri Craft adalah dengan melalui pemberian pengetahuan dan pelatihan keterampilan usaha mainan edukatif, menjahit, Bahasa Inggris dan komputer. Dalam pelaksanaannya para difabel mempunyai minat bakat serta kesadaran yang cukup tinggi dalam mengikutinya. Kedua, hasil pemberian pengetahuan dan pelatihan keterampilan di Yayasan Mandiri Craft sangat membantu dalam meningkatkan perekonomian para difabel. Dan dari peneliti sebelumnya yaitu David Han, Manajemen, Universitas Sanata Dharma, 2012 dengan judul skripsi “Pengaruh Hasil Belajar, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Kecerdasan Menghadapi Rintangan, Sikap, dan Informasi terhadap Niat Berwirausaha Studi Kasus pada Mahasiswa Sanata Dharma Program Studi Manajemen Fakultas E konomi”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh hasil belajar, kecerdasan menghadapi rintangan, sikap, dan informasi terhadap niat berwirausaha. Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa Universitas Sanata Dharma Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi yang sedang atau sudah mengambil mata kuliah kewirausahaan, dan sampel yang digunakan sebanyak 100 responden. Penyebaran kuesioner ini menggunakan teknik sampling incidental. Teknik analisis data yang digunakan adalah Analisis Regresi Berganda dengan menggunakan program SPSS 14.0. Hasil analisis data menunjukkan bahwa hasil belajar, kecerdasan menghadapi rintangan, sikap, dan informasi berperngaruh terhadap niat berwirausaha. Berdasarkan pemaparan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian penulis berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Adapun perbedaannya, yaitu: a. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Agus Imam Wahyudi dengan penelitian ini terletak pada objek penelitian. Pada kasus ini Agus Imam Wahyudi melakukan penelitian pada difabel di Yayasan Mandiri Craft, sedangkan penelitian ini dilakukan pada difabel di Balai Rehabilitasi Terpadu Pusat Disabilitas BRTPD. Penelitian sebelumnya menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Sedangkan, penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. b. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh David Han dengan penelitian ini terletak pada variabel yang digunakan. Peneliti sebelumnya menggunakan variabel hasil belajar, kecerdasan menghadapi rintangan, sikap, informasi serta niat berwirausaha. Sedangkan penelitian ini hanya menggunakan variabel persepsi atas kualitas pelatihan, motivasi mengikuti pelatihan dan niat berwirausaha. Subjek pada penelitian sebelumnya, menggunakan sampel dari data populasi seluruh mahasiswa Universitas Sanata Dharma Program Studi Manajemen, sedangkan subjek dari penelitian ini adalah seluruh difabel tuna rungu wicara, tuna netra dan tuna daksa pada Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas BRTPD. Penyebaran kuesioner pada penelitian sebelumnya menggunakan teknik sampling incidental, sedangkan pada penelitian ini tidak menggunakan teknik sampling karena pengambilan data menggunakan seluruh populasi.

C. Hipotesis

Merumuskan hipotesis, merupakan upaya peneliti untuk merumuskan jawaban sementara terhadap perumusan masalah yang telah ditetapkan. Dianggap sementara karena jawaban masih dalam skala teoritis, yang masih membutuhkan pembuktian empiris melalui pengujian verifikatif. Sugiyono 2008:93 menyatakan hipotesis adalah pendapat yang kebenarannya masih rendah atau kadar kebenarannya masih belum meyakinkan. Dalam penelitian ini, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut: 1. Pengaruh persepsi atas kualitas pelatihan pada niat berwirausaha. Persepsi didefinisikan sebagai proses yang dilakukan individu untuk memilih, mengatur, dan menafsirkan stimuli ke dalam gambar yang berarti dan masuk akal mengenai dunia Schiffman dan Kanuk, 2007:137. Sedangkan, menurut Simamora 2006:273, pelatihan terdiri atas serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seseorang. Pelatihan dimaksudkan untuk mengajarkan bagaimana menunaikan aktivitas atau pekerjaan tertentu. Sehingga, harapan untuk memiliki kemampuan dan keahlian dapat dicapai apabila pelatihan tersebut juga dapat didampingi oleh pelatih trainer yang ahli dalam mengaplikasikan pelatihan-pelatihan bagi calon peserta binaan. Pelatihan diberikan bukan hanya sekedar untuk memberikan pengalaman baru kepada para peserta, tetapi juga memberikan pengetahuan, keterampilan dan pembentukan sikap yang dapat diaplikasikan kepada pekerjaan mereka sehari-hari. Semakin berkualitasnya pelatihan tersebut, maka akan semakin membangun kepercayaan diri peserta pelatihan dalam berlatih. Pada hakikatnya manusia berkembang dari pengalaman, belajar, dan berpikir. Ide kreatif dan inovatif untuk berwirausaha kadang kala muncul melalui proses imitasi peniruan dan duplikasi, kemudian berkembang menjadi proses pengembangan, dan berujung pada proses penciptaan sesuatu yang baru dan berbeda inovasi. Faktor pribadi yang memicu kewirausahaan untuk berinovasi adalah dorongan untuk berprestasi, komitmen yang kuat, pendidikan, dan pengalaman yang dimiiliki. Adanya suatu dorongan untuk meraih harapan yang diinginkan tersebut merupakan salah satu bentuk niat seseorang untuk berwirausaha sesuai dengan bidang keterampilan yang dimiliki Suryana, 2013:98. Sesuai dengan pernyataan yang telah disebutkan, maka penulis mengajukan hipotesis pertama, yaitu: : Persepsi atas kualitas pelatihan berpengaruh positif pada niat berwirausaha. 2. Pengaruh motivasi mengikuti pelatihan pada niat berwirausaha. Pelatihan digunakan sebagai upaya awal membenahi berbagai kelemahan dan memberikan pengalaman bagi seseorang pada setiap pekerjaan yang akan menjadi tanggung jawabnya. Seseorang yang mengikuti pelatihan, memiliki berbagai bentuk motivasi yang timbul dari dalam dirinya sendiri maupun dari pihak lain. Motivasi mengikuti pelatihan tersebut akhirnya akan membentuk pribadi seseorang untuk memiliki perubahan hidup yang lebih baik, terutama untuk meningkatkan kemampuan yang dimilikinya. Dengan kemampuan tersebut nantinya akan menciptakan keyakinan pada dirinya bahwa seseorang dapat sukses menjalankan proses wirausaha efikasi diri. Jadi, menurut Slamet, dkk 2014:7 salah satu faktor pembentuk jiwa wirausaha adalah faktor motivasional yang meliputi efikasi diri dan persepsi atas keinginan. Berbagai bentuk kegiatan wirausaha sering kali dapat diprediksi melalui intensi yang dimiliki seseorang. Karena, wirausaha adalah individu yang memiliki intensi untuk mencapai peluang tertentu, memasuki pasar baru, dan menawarkan produk baru. Sesuai dengan pernyataan yang telah disebutkan diatas, maka penulis mengajukan hipotesis kedua, yaitu: : Motivasi mengikuti pelatihan berpengaruh positif pada niat berwirausaha.