Landasan Teori KAJIAN PUSTAKA
baru lain yang lebih baru dan lebih baik. Dalam pandangan ini, kualitas merupakan sebuah proses dan bukan hasil akhir
meningkatkan kualitas kontinuitas. Pendapat lain dari Garvin dan Davis 1994, dalam Nasution,
2005:3 menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia atau tenaga
kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan konsumen. Kualitas adalah sesuatu yang
diputuskan oleh pelanggan. Artinya, kualitas didasarkan pada pengalaman aktual pelanggan atau konsumen terhadap produk atau
jasa yang diukur berdasarkan persyaratan-persyaratan tersebut Wijaya, 2011:11.
Konsep kualitas dianggap sebagai ukuran relatif kesempurnaan atau kebaikan sebuah produk atau jasa, yang terdiri atas kualitas
desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain yaitu fungsi spesifikasi produk, sedangkan kualitas kesesuaian adalah ukuran
seberapa besar tingkat kesesuaian antara sebuah produk atau jasa dengan persyaratan dan kualitas yang ditetapkan sebelumnya
Tjiptono dan Chandra, 2007:110. Dari definisi teori para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
kualitas merupakan standar atau kondisi yang selalu berubah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sesuai dengan kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan atau konsumen.
b. Pengertian Pelatihan
Pelatihan merupakan salah satu bagian dari pengembangan sumber daya manusia yang efektif. Pelatihan memegang peranan
penting untuk meningkatkan kualitas dari sumber daya manusia SDM. Pelatihan memberikan pengetahuan dan keterampilan
yang spesifik dan dapat diidentifikasi untuk digunakan dalam pekerjaan atau tanggung jawabnya yang dibebankan pada saat ini.
Menurut Flippo 1995:76, dalam Suwatno dan Priansa, 2011:117 pelatihan adalah suatu usaha peningkatan knowledge dan skill
seorang karyawan untuk menerapkan aktivitas kerja tertentu. Buckley and Caple 1990, dalam Marwansyah, 2012:155
berpendapat bahwa pelatihan merupakan upaya terencana dan sistematis untuk menyesuaikan dan mengembangkan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap, melalui pengalaman belajar, untuk mewujudkan kinerja efektif dalam suatu kegiatan atau rangkaian
kegiatan. Pengertian lain mengenai pelatihan diberikan oleh Sikula dalam Martoyo, 2000:63 pelatihan dimaksudkan untuk
memperbaiki penguasaan berbagai berbagai keterampilan dan tekhnik pelaksanaan kerja tertentu dalam waktu yang relatif
singkat pendek. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sesuai dengan teori tersebut, pelatihan dapat disimpulkan sebagai proses belajar seseorang untuk meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan dalam suatu aktivitas kerja untuk mewujudkan kinerja yang efektif dalam peningkatan kualitas sumber daya
manusia. c.
Pengertian Kualitas Jasa Penilaian antara kualitas jasa berbeda dengan penilaian
terhadap kualitas produk, karena sifat jasa yang tidak nyata intangible menyebabkan sangat sulit bagi konsumen untuk
menilai jasa sebelum mengalaminya. Dalam penilaian kualitas jasa, konsumen terlibat secara langsung serta ikut di dalam proses
jasa tersebut, sehingga yang dimaksud dengan kualitas jasa adalah bagaimana tanggapan konsumen terhadap jasa yang dikonsumsi
atau yang dirasakannya Jasfar, 2009:47. Kualitas jasa harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan
berakhir dengan kepuasan pelanggan serta persepsi positif terhadap kualitas jasa Kotler, 2000, dalam Tjiptono dan Chandra,
2011:180. Citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut
pandang atau persepsi konsumen. Persepsi konsumen terhadap kualitas jasa merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan
suatu jasa dari sudut pandang konsumen. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lewis Booms 1983, dalam Tjiptono dan Chandra, 2011:193 mendefinisikan kualitas jasa sebagai ukuran seberapa
bagus tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi pelanggan. Menurut Olson dan Dover dalam Jasfar
2009:49 harapan konsumen merupakan keyakinan konsumen sebelum mencoba atau membeli suatu produk yang dijadikan
standar atau acuan dalam menilai kinerja produk tersebut. Harapan konsumen terbentuk menurut pengalamannya mengkonsumsi jasa,
informasi dari teman, keluarga word of mouth serta juga bisa dari kebutuhannya personal need. Apabila harapan konsumen
terlampaui, artinya jasa tersebut telah memberikan suatu kualitas yang luar biasa dan akan menimbulkan kepuasan yang sangat
tinggi very satisfy. Sebaliknya, jika harapan tersebut tidak tercapai, dapat diartikan bahwa kualitas jasa tersebut tidak
memenuhi apa yang diinginkannya. Dengan kata lain, perusahaan atau penyedia jasa telah gagal melayani konsumen.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kualitas jasa adalah ukuran tingkat kepuasan konsumen terhadap layanan yang diberikan
sesuai dengan ekspektasi dan kebutuhan pelanggan. Semakin baik jasa yang dikonsumsi atau diterima konsumen, artinya harapan
konsumen terhadap kualitas jasa tersebut baik dan memberikan kesan positif puas.
d. Dimensi Kualitas Jasa Pelatihan
Harapan maupun penilaian konsumen terhadap kualitas jasa dapat diukur atau dinilai melalui dimensi kualitas jasa.
Garvin 1987, 1988, dalam Tjiptono dan Chandra, 2011:193 mengemukakan ada delapan dimensi kualitas yang dapat
digunakan sebagai kerangka perencanaan dan analisis strategik: 1
Kinerja performance, yaitu karakteristik operasi pokok dari produk inti yang dibeli atau digunakan.
2 Fitur atau ciri-ciri tambahan features, yaitu karakteristik
sekunder atau pelengkap. 3
Reliabilitas reliability, yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai.
4 Keseuaian dengan spesifikasi conformance to specifications,
yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
5 Daya tahan durability, berkaitan dengan berapa lama produk
tersebut dapat terus digunakan. 6
Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, kemudahan direparasi, serta penanganan keluhan secara
memuaskan. 7
Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8 Kualitas yang dipersepsikan perceived quality, yaitu citra dan
reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. Dari ketiga teori di atas, peneliti menyimpulkan bahwa persepsi atas
kualitas pelatihan merupakan penilaian individu terhadap suatu objek yang memberikan kesan atau makna berhubungan dengan kepuasan terhadap
layanan yang telah diterima sesuai dengan yang diharapkan. 4.
Motivasi mengikuti pelatihan Motivasi digunakan sebagai dorongan atau semangat agar para peserta
yang akan diberi pelatihan dapat mengikuti pelatihan dengan baik. Motivasi berasal dari kata motif, artinya suatu keadaan dalam pribadi
orang yang mendorong individu untuk melaksanakan aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan Pasaribu dan Simanjutak, 1984, dalam
Basrowi, 2011:65. Motif dalam bahasa Inggris yaitu “motive”, berasal dari kata “motion”, yang berarti gerak atau bergerak. Motivasi sebagai
dorongan mental yang terkandung adanya keinginan untuk mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan, dan mengarahkan sikap pada perilaku
individu atas dasar kebutuhan. Motivasi sangat diperlukan dalam melakukan aktivitas, diantaranya
dalam pengajaran atau pelatihan. Dengan adanya motivasi tersebut, diharapkan dapat mencapai hasil yang optimal. Gie dalam Martoyo,
2000:165 memberikan perumusan tentang motivasi sebagai pemberian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dorongan yang bertujuan untuk menggiatkan orang-orang agar dapat bersemangat dan dapat mencapai hasil sebagaimana yang dikehndaki dari
orang-orang tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi menurut Siagian dalam
Basrowi, 2011:65, diantaranya: a.
Faktor Internal 1
Persepsi seorang mengenai diri sendiri. 2
Harga diri. 3
Harapan pribadi. 4
Kebutuhan. 5
Keinginan. 6
Kepuasan. 7
Prestasi yang dihasilkan. b.
Faktor Eksternal 1
Jenis dan sifat pekerjaan. 2
Kelompok kerja dimana seseorang berbagi. 3
Organisasi itu sendiri. 4
Situasi lingkungan pada umumnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Basrowi 2011:66 mengatakan bahwa para ahli ilmu jiwa umumnya membedakan motivasi menjadi 2 jenis, yaitu:
a. Motivasi Primer
Motivasi primer didasarkan pada motif-motif dasar yang berasal dari segi biologis atau jasmani manusia yang terdiri atas pemikiran tentang
tujuan, perasaaan subjektif, dan dorongan mencapai kepuasan. b.
Motivasi Sekunder Motivasi sekunder artinya motivasi yang dipelajari.Motivasi ini
dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial.Para ahli menyebutkan bahwa perilaku manusia terpengaruh oleh tiga komponen yaitu afektif,
kognitif dan konatif. Pembekalan melalui pelatihan perlu disesuaikan dengan kebutuhan
dan karakteristik para peserta pelatihan. Pelatihan dirancang menjadi suatu proses belajar yang terarah dan diarahkan untuk membantu seorang
individu atau peserta agar dapat mengalami perubahan permanen dibidang perilaku, kognisi-intelektualitasdan sikap Blanchard, 1999, dalam
Soemarman, 2010:24. Blanchard menguraikan perubahan tersebut, yaitu perubahan perilaku
behavior berupa tindakan teknis-prosedural dalam bentuk perubahan keterampilan dan kecakapan tekhnis skills yang diperlukan untuk
menjalankan pekerjaannya sehari-hari. Perubahan kognisi-intelektualitas cognition-knowledge berupa perubahan kemampuan berpikir menurut
tingkatan yang spesifik dan saling berhubungan, meliputi; pengetahuan deklaratif pengetahuan yang dikuasai, pengetahuan prosedural
pemahaman tentang pengetahuan, dan menerapkan pengetahuan secara faktual, dan pengetahuan strategis perencanaan, pemantauan, dan revisi
kegiatan yang diarahkan untuk pencapaian tujuan selanjutnya..Perubahan dibidang sikap attitude meliputi perubahan pendapat atau keyakinan
yang dapat bersifat positif maupun negatif terkait dengan rasa-perasaan tertentu feelings berdasarkan peristiwa atau hal-hal yang terjadi.
Kepedulian terhadap motivasi belajar tidak dapat diabaikan apabila seseorang ingin mencapai hasil yang maksimal dalam pelatihan yang
diikutinya. Kepedulian tersebut dinyatakan Blanchard sebagai berikut: “Most scientific literature defines motivation as the direction,
persistence, and amount of effort expended by an individual to achieve a specified out
come. … the persons’ motivation is reflected by what need she is trying to satisfy, the types of activity she does to satisfy the
need, how long she keeps doing it, and how hard she works at itBlanchardet al, 1999, dalam Soemarman, 2010:27.
Dari pernyataan di atas, dapat diartikan bahwa motivasi menggambarkan arah, presensi, dan usaha keras individu untuk mencapai hasil tertentu.
Motivasi seseorang tereflesikan dalam kebutuhan yang hendak dipenuhinya, dalam aktivitas pemenuhannya, dalam jangka waktu dan
besaran usaha untuk pemenuhannya tersebut. Dengan melihat gambaran tersebut, jelas bahwa motivasi berpengaruh terhadap perilaku belajar.
Motivasi belajar merupakan proses psikologis yang menyebabkan seseorang tergerakkan, terarahkan, dan melakukan sesuatu dengan
persistensi dalam kegiatan dan proses belajarnya DeSimone, 1998, dalam Soemarman, 2010:28. Perilaku yang dipengaruhi motivasi dapat
digambarkan melalui seorang yang termotivasi untuk mengikuti pelatihan. Termotivasinya seseorang tersebut disebabkan oleh pengaruh kebutuhan
individual sandang-pangan-papan, keinginannya untuk memperoleh pengetahuan, dan tujuan pribadi individu yang pastinya telah dimiliki oleh
setiap individu. Orang yang termotivasi lebih bersifat energik dan bersemangat dalam
mengerjakan sesuatu secara konsisten dan aktif dengan tanggung jawab yang lebih besar. Sebaliknya, seorang yang kurang termotivasi cenderung
malas, tidak senang, dan masa bodoh dengan tanggung jawabnya. Masalah yang kecil menjadi besar, dan sebagai konsekuensinya mereka tidak siap
ketika dihadapkan pada tantangan atau perubahan yang terjadi. Mangkuprawira 2007:86 menguraikan enam prinsip-prinsip belajar
atau pelatihan, yaitu: a.
Partisipasi Partisipasi belajar peserta yang proaktif, pelatihan akan memperbaiki
motivasi dan mengajak peserta lebih memperkuat proses dan wawasan belajar. Hasil penerapan ini, memungkinkan peserta belajar lebih cepat
dan mempertahankan proses belajar tersebut dalam kehidupannya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
b. Pendalaman
Pendalaman merupakan proses penanaman daya ingat. Pendalaman dilakukan agar peserta pelatihan mampu mengutarakan ide atau pesan
secara jernih disertai dengan pendekatan secara analitis dan objektif. c.
Relevansi Relevansi adalah pemberian materi atau muatan yang bermanfaat atau
selaras dengan kebutuhan para peserta. Pelatih biasa menjelaskan secara menyeluruh maksud sebuah pekerjaan dan memberikan respon
yang baru bagi peserta. Hal ini dilakukan agar respon tersebut memiliki hubungan positif dengan motif belajar peserta melalui
penghayatan dan penerapannya terhadap pelatihan. d.
Pengalihan Kebutuhan program pelatihan yang sepadan dengan kebutuhan suatu
pekerjaan membuat peserta pelatihan semakin cepat menyerap pelatihan dalam upaya menguasai pekerjaan.
e. Umpan Balik
Umpan balik memberikan informasi kemajuan dari peserta pelatihan. Umpan balik menjadi motivasi bagi peserta sehingga mereka mampu
menyesuaikan perilaku untuk mencapai proses belajar yang sangat cepat dan bermakna.
f. Suasana Nyaman
Proses pelatihan hendaknya memberikan suasana nyaman bagi peserta pelatihan. Fasilitas yang mendukung dan pelatih yang berkompeten
juga mempengaruhi termotivasinya peserta dalam menerima pelatihan tersebut.
Oleh sebab itu, seorang yang mengikuti pelatihan perlu diperhatikan perkembangannya. Pelatih diharapkan menyampaikan informasi terkait
dengan kemajuan pada setiap peserta pelatihan, sehingga peserta mengetahui sejauh mana mendalami materi pelatihan tersebut. Hal ini juga
dapat menjadi suatu motivasi para peserta pelatihan, ketika pelatihan yang telah dilalui sudah sesuai dengan metode pelatihan yang ada dan pelatih
mengapresiasikan kemajuan peserta pelatihan sebagai sebuah prestasi. Maka, dari teori di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa motivasi
mengikuti pelatihan adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan kegiatan belajar yang dipengaruhi olehtujuan pribadi setiap
individu, diantaranya kebutuhan individual maupun keinginannya untuk memperoleh pengetahuan.
5. Niat Berwirausaha
a. Pengertian Niat Berwirausaha
Wirausaha menurut Scarborough, Zimmerer, dan Wilsondalam Slametet.al.2014:3 adalah seorang yang menciptakan bisnis baru
dengan mengambil resiko dan ketidakpastian demi mencapai keuntungan dan pertumbuhan yang signifikan dengan cara
mengidentifikasi peluang dan menggabungkan sumber daya yang diperlukan. Menurut David E. Rye dalam Basrowi 2011:4
wirausahawan yaitu
seorang yang
mengorganisasikan dan
mengarahkan usaha baru dan berani mengambil risiko sebagai proses pemulaian usaha. Drucker dalam Suryana 2013:5 mendefinisikan
kewirausahaan sebagai suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda.Fahmi 2013:12 berpendapat bahwa
kewirausahaan bukanlah sifat genetis, melainkan keterampilan yang dapat dipelajari. Artinya, setiap orang yang ingin memiliki sifat
kewirausahaan mau mempelajari segala hal tentang wirausaha dengan sungguh-sungguh. Sejalan dengan pemikiran diatas, menurut Basrowi
2011:2 kewirausahaan adalah proses kemanusiaan human procces yang terkait dengan kreativitas dan inovasi dalam memahami peluang
dan mengorganisasi sumber-sumber, sehingga peluang tersebut terwujud menjadi suatu usaha yang menghasilkan laba atau nilai untuk
jangka waktu yang lama. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Menurut Michael Haris dalam Suryana 2008:5 untuk menjadi wirausaha yang sukses, umumnya memiliki kompetensi yaitu yang
memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan dan kualitas individual yang meliputi sikap, motivasi, nilai-nilai pribadi, serta tingkah laku yang
diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan atau kegiatan. Wirausaha adalah orang yang selalu berorientasi pada hasil, maka pengetahuan
saja tidaklah cukup bagi seorang wirausaha, tetapi juga harus disertai dengan keterampilan. Seorang wirausaha tidak lepas dari proses
menciptakan usaha baru, yakni sebuah proses entrepreneurial. Lumpkin dan Dess dalam Slamet, dkk 2016:6 mengemukakan bahwa
proses entrepreneurial sebagai proses dalam mengupayakan sebuah usaha baru, berupa produk yang diluncurkan ke dalam pasar,
memasuki pasar baru bagi produk yang telah ada saat ini, ataupun penciptaan organisasi baru.
Kegiatan entrepreneurial dapat diprediksi melalui intensi yang dimiliki seseorang Slamet dkk, 2016:8. Menurut Ancok dalam
Wijaya 2007:119 menyatakan bahwa intense dapat didefinisikan sebagai
niat seseorang
untuk melakukan
suatu perilaku.
Entrepreneurial intention atau niat kewirausahaan dapat diartikan sebagai langkah awal dari suatu proses pendirian sebuah usaha yang
umumnya bersifat jangka panjang Lee Wong, dalam Suharti, 2011:126.
Indarti dan Kristiansen dalam Wijaya 2007:120, menyatakan bahwa terdapat proses pembentukan niat berwirausaha yaitu need for
achievement, locus of control, dan self-efficacy. Individu yang memiliki kemampuan menghadapi rintangan akan memiliki need for
achievement, locus of control, dan self-efficacy yang tinggi sehingga berpotensi dalam berwirausaha.
Individu yang memiliki need for achievement yang tinggi akan berani dalam mengambil keputusan yang mereka buat. Keinginan
yang tinggi untuk berhasil dalam mencapai sesuatu, membentuk kepercayaan diri dan pengendalian diri locus of control individu
tersebut. Pengendalian timbul dari kepercayaan belief individu terhadap sesuatu yang ada diluar dirinya. Pengendalian diri individu
yang tinggi terhadap lingkungan dinamakan internal locus of control, sedangkan pengendalian diri individu yang rendah terhadap
lingkungan dinamakan eksternal locus of control. Apabila internal locus of control berperan dalam diri individu, maka individu berani
dalam mengambil keputusan serta resiko yang ada. Faktor selanjutnya yang terbentuk dari kemampuan pengendalian diri individu adalah
self-efficacy keahlian, individu merasa memiliki self-efficacy yang tinggi akan memiliki intensi yang tinggi untuk kemajuan diri melalui
wirausaha Indarti dan Kristiansen, dalam Wijaya, 2007:120. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa niat berwirausaha adalah keinginan atau kesungguhan
seseorang melakukan suatu tindakan untuk menciptakan usaha baru dengan melihat peluang dan resiko yang ada.