Pengaruh persepsi atas kualitas pelatihan dan motivasi mengikuti pelatihan pada niat berwirausaha: pada kaum difabel di Daerah Istimewa Yogyakarta.

(1)

ABSTRAK

PENGARUH PERSEPSI ATAS KUALITAS PELATIHAN DAN MOTIVASI MENGIKUTI PELATIHAN PADA NIAT BERWIRAUSAHA

Pada Kaum Difabel di Daerah Istimewa Yogyakarta

Fransiska Nunuk Puji Raharjanti Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) apakah persepsi atas kualitas pelatihan berpengaruh pada niat berwirausaha, 2) apakah motivasi mengikuti pelatihan berpengaruh pada niat berwirausaha, 3) terdapat perbedaan persepsi atas kualitas pelatihan dilihat dari jenis difabel untuk tuna daksa, tuna netra dan tuna rungu wicara. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat survei. Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah sama, yaitu difabel tuna daksa, tuna netra dan tuna rungu wicara pada Balai Rehabilitasi Terpadu Pusat Disabilitas, Pundong, Bantul, Yogyakarta. Data diperoleh dengan membagikan kuesioner tentang persepsi atas kualitas pelatihan, motivasi mengikuti pelatihan dan niat berwirausaha kepada 115 responden. Teknik pengujian dalam penelitian ini yaitu pengujian validitas dan reliabilitas, sedangkan teknik analisis data menggunakan uji asumsi klasik dan uji T. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) persepsi atas kualitas pelatihan berpengaruh positif pada niat berwirausaha, 2) motivasi mengikuti pelatihan berpengaruh positif pada niat berwirausaha, 3) terdapat minimal dua rata-rata yang berbeda persepsi atas kualitas pelatihan jika dilihat dari jenis difabel tuna daksa, tuna netra dan tuna rungu wicara.

Kata kunci: Persepsi Atas Kualitas Pelatihan, Motivasi Mengikuti Pelatihan, Niat Berwirausaha.


(2)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF PERCEPTION ON TRAINING QUALITY AND MOTIVATION TO PARTICIPATE IN TRAINING TOWARDS

ENTERPRENEURSHIP INTENTIONS on the Disabled in Yogyakarta Fransiska Nunuk Puji Raharjanti

Sanata Dharma University Yogyakarta

2016

This research aims to find out: 1) whether perception of the training quality influence the entrepreneurship intention, 2) whether motivation to participate in training influence the entrepreneurship intention, 3) differences in perception of the quality of training based on the types of disabilities: for persons with physical disabilities, persons with visual impairments and persons with hearing and speech impairements. This research is quantitative survey research. Population and sample in this research are the same, namely persons with physical disabilities, persons with visual impairments and persons with hearing and speech impairements at Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas, Pundong, Bantul, Yogyakarta. Data is obtained by distributing questionnaires about perceptions of the training quality, motivation to participate in training and entrepreneurship intention to one hundred and fifteen respondents. The testing techniques in this research are testing the validity and reliability testing, while techniques of analysis data used are classic assumption test and T. testing. The research found that 1) perception of the training quality had positive influence on the entrepreneurship intention, 2) motivation to participate training had positive influence on the entrepreneurship intention, 3) there are at least two different perceptions of the training quality based on the three types of disabilities being discussed: persons with physical disabilities, persons with visual impairments and persons with hearing and speech impairements.

Keywords: Perception on Quality Training, Motivation to Participate in Training, Entrepreneurship Intention.


(3)

PENGARUH PERSEPSI ATAS KUALITAS PELATIHAN DAN MOTIVASI MENGIKUTI PELATIHAN PADA NIAT BERWIRAUSAHA

Pada Kaum Difabel di Daerah Istimewa Yogyakarta

SKRIPSI

Diajukan dalam Rangka Menulis Skripsi Program Studi Manajemen, Jurusan Manajemen

Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma

Oleh:

Fransiska Nunuk Puji Raharjanti NIM: 122214013

PROGRAM STUDI MANAJEMEN JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

(5)

(6)

iv

Motto dan Persembahan

“Daripada mengeluhkan

kegelapan, lebih baik

menyalakan lilin.”

(Pepatah Buddhis)

“Aku bersyukur kepada

-Mu, sebab Engkau telah

menjawab aku dan telah menjadi

keselamatanku.”

(Mazmur 118:21)

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang telah setia memberikan berkat dan senantiasa menyertai langkahku.

Kedua orang tua dan kakakku tercinta, yang telah memberi doa serta dukungan kepadaku dalam segala hal.


(7)

(8)

(9)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Persepsi Atas Kualitas Pelatihan Dan Motivasi Mengikuti Pelatihan Pada Niat Berwirausaha: Pada Kaum Difabel di Daerah Istimewa Yogyakarta”. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Manajemen, Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulisan skripsi ini tidak akan terlaksana dan terlaksana dengan baik tanpa bantuan, dukungan, serta kerjasama dari berbagai yang dengan tulus hati dan rela mengorbankan waktu dan pikiran untuk membimbing penulis sampai penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Albertus Yudi Yuniarto, S.E., M.B.A., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Dr. Lukas Purwoto, S.E., M.Si., selaku Kepala Program Studi Manajemen Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Ike Janita Dewi, S.E., M.B.A., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing I yang bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan , koreksi, dan saran dalam penulisan skripsi ini.


(10)

viii

4. Bapak Drs. P. Rubiyatno, M.M., selaku Dosen Pembimbing II yang bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan, dukungan, dan saran selama penyusunan hingga terselesaikannya skripsi ini. 5. Seluruh dosen Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Sanata

Dharma yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan dan pengalaman hidup selama penulis menempuh proses perkuliahan.

6. Staf sekretariat Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma yang telah membantu dan mendukung penulis dalam meyelesaikan skripsi ini.

7. Kepada orang tua saya Marcus Heronimus Triman dan Maria Goretti Wagiyani (Alm.), yang selalu mendukung melalui doa, nasihat, kasih sayang, dan semangat untuk terus berjuang dan selalu tekun dalam mencapai cita-cita yang diinginkan.

8. Kepada saudara-saudaraku yang telah mendukung dan memberikan masukan-masukan yang berguna bagi terwujudnya pembuatan skripsi ini.

9. Untuk teman baik saya, Putu Hendry Ryan Hartanto dan Christopher Gunawan yang telah meluangkan waktunya dengan setia dan penuh sabar selalu membimbing dan menasihati penulis dari disusunnya hingga terselesaikannya skripsi ini.

10.Untuk sahabat-sahabat yang saya kasihi, Yohana, Remalya, Katarina Tiara, Veronika, Monika, Fransisca Bestari, Christina Desty, Mbak Ayu, Mas Stephanus Niko, Mas Tulus, Mas Dionysius, yang selalu memberikan


(11)

(12)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAL LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAL PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v

HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI ... vi

HALAMAN KATA PENGANTAR ... vii

HALAMAL DAFTAR ISI ... x

HALAMAN DAFTAR TABEL ... xiii

HALAMAN DAFTAR GAMBAR ... xv

HALAMAL DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

HALAMAN ABSTRAK ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Batasan Masalah ... 9

D. Tujuan Penelitian ... 10

E. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 12

A. Landasan Teori ... 12

1. Manajemen Sumber Daya Manusia ... 12

2. Persepsi ... 14

3. Kualitas Jasa ... 16

4. Motivasi mengkuti pelatihan ... 22

5. Niat berwirausaha... 29

B. Penelitian Terdahulu ... 32


(13)

xi

D. Kerangka Konseptual Penelitian ... 39

BAB III METODE PENELITIAN... 40

A. Jenis Penelitian ... 40

B. Subjek dan Objek Penelitian ... 40

C. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 41

D. Populasi dan Sampel ... 41

E. Metode Pengumpulan Data ... 42

F. Skala Pengukuran ... 43

G. Variabel Penelitian ... 43

H. Definisi Konseptual ... 44

I. Operasionalisasi Variabel... 47

J. Prosedur Pengisian Kuesioner... 49

K. Uji Instrumen Penelitian ... 50

L. Teknik Analisis Data ... 52

BAB IV GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN ... 59

A. Sejarah Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD) 59 B. Visi - Misi ... 60

C. Struktur Organisasi ... 61

D. Tugas dan Fungsi ... 61

E. Proses Pelayanan ... 62

F. Pengertian Penyandang Disabilitas ... 66

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 69

A. Deskripsi Data dan Analisis ... 69

1. Deskripsi Data Responden ... 69

2. Analisis Deskriptif Variabel ... 75

B. Hasil Uji Statistik dan Pembahasan ... 81

1. Hasil Pengujian Instrumen ... 81

2. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 84


(14)

xii

4. Hasil Uji t ... 88

5. Hasil Uji One Way Anova ... 89

C. Pembahasan ... 92

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ... 98

A. Kesimpulan ... 98

B. Implikasi Manajerial bagi Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD) ... 99

C. Implikasi bagi Peneliti Selanjutnya ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 103


(15)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

I.1 Jenis Difabel Berdasarkan Jenisnya ... 5

III.1 Jumlah populasi difabel BRTPD ... 42

III.2 Skala Likert ... 44

III.3 Variabel Persepsi Atas Kualitas Pelatihan dan Indikator ... 45

III.4 Variabel Motivasi Mengikuti Pelatihan dan Indikator ... 45

III.5 Variabel Niat Berwirausaha dan Indikator ... 46

V.1 Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 70

V.2 Persentase responden Berdasarkan Usia ... 70

V.3 Persentase Responden Berdasarkan Status Perkawinan ... 71

V.4 Persentase Responden Berdasarkan Golongan Difabel ... 72

V.5 Persentase Responden Berdasarkan Program Pelatihan Yang Diikuti ... 73

V.6 Persentase Responden Berdasarkan Lama Mengikuti Pelatihan ... 74

V.7 Persentase Responden Berdasarkan Pengalaman Mengikuti Pelatihan .... 75

V.8 Hasil Interpretasi Rata-rata Respon dari Responden ... 76

V.9 Deskripsi Variabel Persepsi Atas Kualitas Pelatihan ... 77

V.10 Deskripsi Variabel Motivasi Mengikuti Pelatihan ... 79

V.11 Deskripsi Variabel Niat Berwirausaha ... 80

V.12 Hasil Uji Validitas ... 82

V.13 Hasil Uji Reliabilitas ... 83

V.14 Hasil Uji Normalitas ... 84

V.15 Hasil Uji Multikolienaritas ... 85

V.16 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 86

V.17 Nilai Rata-rata Persepsi Atas Kualitas Pelatihan Pada Masing-masing Kelompok ... 90


(16)

xiv

V.18 Perbedaan Nilai Rata-rata Persepsi Atas Kualitas Pelatihan Antar


(17)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

II.1 Kerangka Konseptual Penelitian ... 39 IV.1 Struktur Organisasi BRTPD ... 61


(18)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian ... 104

Lampiran 2 Lembar Kuesioner ... 108

Lampiran 3 Data Responden ... 114

Lampiran 4 Data Tabulasi Kuesioner ... 121

Lampiran 5 Analisis Persentase ... 134

Lampiran 6 Analisis Data Deskriptif dan Skala Pengukuran Variabel ... 137

Lampiran 7 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 140

Lampiran 8 Regresi Linear Berganda ... 145

Lampiran 9 Uji Asumsi Klasik ... 147

Lampiran 10 One Way Anova ... 149

Lampiran 11 Tabel rtabel dan Ftabel ... 153


(19)

xvii ABSTRAK

PENGARUH PERSEPSI ATAS KUALITAS PELATIHAN DAN MOTIVASI MENGIKUTI PELATIHAN PADA NIAT BERWIRAUSAHA

Pada Kaum Difabel di Daerah Istimewa Yogyakarta

Fransiska Nunuk Puji Raharjanti Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) apakah persepsi atas kualitas pelatihan berpengaruh pada niat berwirausaha, 2) apakah motivasi mengikuti pelatihan berpengaruh pada niat berwirausaha, 3) terdapat perbedaan persepsi atas kualitas pelatihan dilihat dari jenis difabel untuk tuna daksa, tuna netra dan tuna rungu wicara. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat survei. Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah sama, yaitu difabel tuna daksa, tuna netra dan tuna rungu wicara pada Balai Rehabilitasi Terpadu Pusat Disabilitas, Pundong, Bantul, Yogyakarta. Data diperoleh dengan membagikan kuesioner tentang persepsi atas kualitas pelatihan, motivasi mengikuti pelatihan dan niat berwirausaha kepada 115 responden. Teknik pengujian dalam penelitian ini yaitu pengujian validitas dan reliabilitas, sedangkan teknik analisis data menggunakan uji asumsi klasik dan uji T. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) persepsi atas kualitas pelatihan berpengaruh positif pada niat berwirausaha, 2) motivasi mengikuti pelatihan berpengaruh positif pada niat berwirausaha, 3) terdapat minimal dua rata-rata yang berbeda persepsi atas kualitas pelatihan jika dilihat dari jenis difabel tuna daksa, tuna netra dan tuna rungu wicara.

Kata kunci: Persepsi Atas Kualitas Pelatihan, Motivasi Mengikuti Pelatihan, Niat Berwirausaha.


(20)

xviii ABSTRACT

THE INFLUENCE OF PERCEPTION ON TRAINING QUALITY AND MOTIVATION TO PARTICIPATE IN TRAINING TOWARDS

ENTERPRENEURSHIP INTENTIONS on the Disabled in Yogyakarta Fransiska Nunuk Puji Raharjanti

Sanata Dharma University Yogyakarta

2016

This research aims to find out: 1) whether perception of the training quality influence the entrepreneurship intention, 2) whether motivation to participate in training influence the entrepreneurship intention, 3) differences in perception of the quality of training based on the types of disabilities: for persons with physical disabilities, persons with visual impairments and persons with hearing and speech impairements. This research is quantitative survey research. Population and sample in this research are the same, namely persons with physical disabilities, persons with visual impairments and persons with hearing and speech impairements at Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas, Pundong, Bantul, Yogyakarta. Data is obtained by distributing questionnaires about perceptions of the training quality, motivation to participate in training and entrepreneurship intention to one hundred and fifteen respondents. The testing techniques in this reasearch are testing the validity and reliability testing, while techniques of analysis data used are classic assumption test and T. testing. The research found that 1) perception of the training quality had positive influence on the entrepreneurship intention, 2) motivation to participate training had positive influence on the entrepreneurship intention, 3) there are at least two different perceptions of the training quality based on the three types of disabilities being discussed: persons with physical disabilities, persons with visual impairments and persons with hearing and speech impairements.

Keywords: Perception on Quality Training, Motivation to Participate in Training, Entrepreneurship Intention.


(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang paling mahal dibanding dengan aset-aset lain karena sumber daya manusia merupakan penggerak utama organisasi. Sumber daya manusia harus dikelola secara optimal, continue dan diberi ekstra perhatian dalam memenuhi hak-haknya, selain itu sumber daya manusia adalah patner pengusaha untuk mencapai tujuan organisasi. Selain perusahaan, sumber daya manusia juga senantiasa harus meningkatkan kompetensinya, seiring dengan perkembangan era globalisasi (Ambarita, 2012).Agar dapat bersaing dalam persaingan bisnis, perusahaan dituntut untuk memperoleh, mengembangkan, dan mempertahankan Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

Sumber daya manusia sebagai penggerak organisasi banyak dipengaruhi oleh pelaku para pesertanya, serta peran fungsinya sangat mendukung untuk keberhasilan organisasi. Perusahaan atau organisasi bukan saja perlu memiliki produktivitas yang tinggi, tetapi juga harus menunjukkan keunggulan dalam kemampuan untuk menghasilkan barang dan jasa yang bermutu dan beraneka ragam sesuai dengan selera dan kebutuhan masyarakat. Dalam menyelaraskan hal tersebut, perusahaan atau organisasi harus memiliki


(22)

individu-individu dengan kompetensi unggul yang diwujudkan melalui pelatihan-pelatihan yang dapat digunakan sebagai upaya awal untuk mengasah ketanggapan dan keterampilan seseorang terhadap pekerjaan yang sedang dihadapi. Tujuan organisasi untuk selalu tanggap dalam memberikan perhatian terhadap para pekerjanya yaitu agar produktivitas para pekerjanya tetap seimbang dan dapat bekerja sesuai dengan tujuan yang telah diharapkan organisasi. Oleh karena itu, pemberian pelatihan dan motivasi adalah sebagai pendorong dan upaya untuk mengurangi kecenderungan kemalasan dan kelesuan yang akan dialami oleh para pekerja.

Pelatihan menurut Dessler (2009) adalah proses mengajarkan karyawan baru atau yang ada sekarang, ketrampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka. Pelatihan merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam dunia kerja. Pekerja, baik yang baru ataupun yang sudah lama bekerja perlu mengikuti pelatihan karena adanya tuntutanpekerjaan yang dapat berubah akibat perubahan lingkungan kerja, strategi, dan lain sebagainya (Dessler, 2009). Pelatihan juga dinyatakan sebagai keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan (Republik Indonesia, 2003, dalam Marwansyah, 2012:155).


(23)

Organisasi menjadikan pelatihan sebagai upaya yang terencana untuk membantu para pekerja mempelajari pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang terkait dengan suatu pekerjaan, agar mereka dapat meningkatkan prestasi kerja.

Motivasi juga memiliki peran penting dalam pelatihan.Kurangnya motivasi pada pekerja mengakibatkan produktivitas dan kinerja menjadi menurun. Menurut Stephen P. Robbins dan Mary Counter (1999:50, dalam Suwatno dan Priansa, 2011:171) menyatakan motivasi kerja sebagai kesediaan untuk melaksanakan upaya tinggi untuk mencapai tujuan-tujuan keorganisasian yang dikondisikan oleh kemampuan upaya untuk memenuhi kebutuhan individual tertentu. Motivasi sebagai proses psikologis melalui keinginan yang belum terpuaskan yang diarahkan ke pencapaian tujuan atau intensif (Hodgetts dan Luthans, 2000, dalam Usmara, 2006:14). Dalam melakukan suatu pekerjaan setiap pekerja membutuhkan motivasi yang ada pada dirinya agar timbul suatu semangat atau kegairahan dalam bekerja. Dengan motivasi yang kuat, serta pelatihan yang maksimal diharapkan keterampilan yang diperoleh dapat meningkat sehingga tujuan atau harapan organisasi dapat tercapai. Meskipun melalui pelatihan dan pemberian motivasi dapat meningkatkan ketrampilan tetapi pada kenyataannya masih ada organisasi yang mengalami masalah pada kurang efektifnya pelatihan dan kurang tingginya motivasi dalam mengikuti pelatihan.


(24)

Dalam kenyataannya, tidak ada manusia yang terlahir sempurna, walaupun terlahir secara lengkap dengan organ tubuh yang berfungsi dengan baik, tetap setiap manusia memiliki kekurangan. Secara umum, mereka yang tidak mampu melakukan seluruh atau sebagian dari aktivitas normal kehidupan pribadi atau sosial karena mengalami kelainan tubuh atau mental tersebut digolongkan sebagai penyandang disabilitas (difabel). Kaum difabel sering dipandang rendah, sehingga tidak memungkiri adanya diskriminasi yang menganggap bahwa kaum difabel tidak produktif dan tidak inovatif. Salah satu diskriminasi yang dirasakan oleh kaum difabel adalah sulitnya mencari pekerjaan karena banyak perusahaan yang menolak keberadaan mereka. Akibatnya, banyak kaum difabel yang tidak mampu bekerja dan menganggur karena terbatasi oleh keterbatasan mereka. Adapun kebijakan Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai pembaharuan untuk melindungi kaum difabel, sebagaimana termuat dalam UU No 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, yaitu mengenai kuota penempatan tenaga kerja penyandang cacat atau difabel sebesar 1% di perusahaan. Namun, hal ini masih menjadi permasalahan karena hingga saat ini kebijakan tersebut masih belum terealisasi.

Menurut data WHO, Bank Dunia dan ILO bahwa, saat ini jumlah penyandang disabilitas di dunia diperkirakan sebesar 15% dari jumlah penduduk dunia atau sebesar 1 milyar orang. Di Indonesia, data jumlah


(25)

difabel menurut Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) dan Kementrian Sosial (Kemensos) sampai tahun 2010 mencapai 11.580.117 orang. Sedangkan data menurut Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) jumlah tenaga kerja penyandang disabilitas pada tahun 2010 mencapai 7.126.409 orang yang terdiri dari tuna netra 2.137.923 orang, tuna daksa 1.852.866 orang, tuna rungu 1.567.810 orang, cacat mental 712.641 orang dan cacat kronis sebanyak 855.169 orang. Di D. I. Yogyakarta, sebagian masyarakatnya juga memiliki status sebagai difabel. Pada tahun 2011, tercatat jumlah difabel di D. I. Yogyakarta sebanyak 29.110, diantaranya terdiri dari 15.667 pria dan 13.442 wanita. Jumlah tersebut merupakan jumlah total dari keseluruhan difabel termasuk didalamnya untuk jenis cacat fisik maupun cacat mental. Berikut data informasi mengenai jumlah difabel yang ada di D. I. Yogyakarta dari tahun 2004 hingga tahun 2011:

Tabel I.1

Jumlah Difabel Berdasarkan Jenisnya Tahun Tuna

Netra

Bisu / Tuli Cacat Tubuh Cacat Mental Penyakit Kronis Ganda 2011 3.917 3.425 9.831 7.989 2.005 1.943 2010 4.636 3.966 11.389 9.251 2.166 2.330 2009 4.517 3.921 11.244 12.120 2.134 2.345 2008 6.233 5.413 13.225 11.465 3.078 1.805 2007 3.959 3.453 9.197 6.394 1.266 3.232 2006 2.384 2.871 8.122 5.138 1.266 2.590 2005 2.468 2.015 6.656 5.779 1.359 809 2004 3.188 2.637 8.800 7.606 1.359 999

Sumber: Dinas Sosial Provinsi D.I. Yogyakarta(dalam http://e-journal.uajy.ac.id/3398/3/2TA13145.pdf)


(26)

Namun, dari keseluruhan jumlah difabel tidak semua dapat ditampung oleh pusat-pusat rehabilitasi karena jumlahnya yang masih terbatas. Pusat pelayanan difabel merupakan suatu tempat rehabilitasi bagi para penyandang fisik (difabel) untuk bertempat tinggal, pemberian pelayanan, dan sebagai sarana pembentukan kepribadian agar dapat hidup bersosial serta mandiri. D. I. Yogyakarta yang menjadi tempat perancangan Pusat Pelayanan Difabel juga masih tergolong minim dalam mendirikan pusat-pusat rehabilitasi maupun fasilitas seperti alat transportasi bagi difabel.

Tersedianya lapangan pekerjaan yang begitu beragam, belum membantu mengurangi jumlah kaum difabel yang ada di Indonesia.Bukan berarti kaum difabel tidak mampu bekerja, namun kaum difabel memiliki kemampuan dan bakat yang tidak sesuai dalam dunia kerja apabila ditempatkan pada perusahaan. Untuk mengurangi pengangguran tersebut, para difabel didukung dengan adanya berbagai pelatihan melatih keterampilan untuk berwirausaha. Dengan berwirausaha para difabel dapat menyesuaikan keterampilan dan keahlian mereka sesuai dengan kreativitas yang dimiliki, seperti yang dilakukan oleh beberapa yayasan rehabilitasi kaum difabel yang ada di Yogyakarta, salah satu diantaranya adalah Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD). Dimana lembaga dari Dinas Sosial ini memberi pelatihan bagi kaum difabel yang mengupayakan pelatihan keterampilan melalui kursus, penyaluran tenaga kerja, dan akses modal usaha.


(27)

Sehingga dengan berwirausaha mereka tidak tergantung pada tersedianya lapangan pekerjaan di perusahaan, tetapi dapat menciptakan sendiri lapangan pekerjaan yang dapat mereka olah sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang mereka miliki.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “PENGARUH PERSEPSI ATAS KUALITAS PELATIHAN DAN MOTIVASI MENGIKUTI PELATIHAN

PADA NIAT BERWIRAUSAHA”. Peneliti berharap dengan adanya

penelitian ini mampu memberikan kontribusi bagi Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD) yang nantinya dapat mengevaluasi bersama segala kekurangan dan kendala pada program pelatihan yang telah diberikan kepada kaum difabel. Peneliti juga berharap dengan adanya penelitian ini dapat mengetahui kepuasan kaum difabel dalam mengikuti program pelatihan tersebut.

B. Rumusan Masalah

Selama ini teori dan praktik manajemen sumber daya manusia (MSDM) telah banyak dibuat, tetapi selalu diasumsikan kepada mereka individu-individu yang memiliki kelengkapan fisik. Teori dan praktik manajemen sumber daya manusia (MSDM) kurang memfokuskan perhatiannya kepada mereka individu yang memiliki keterbatsan dan berkebutuhan khusus seperti kaum difabel.


(28)

Daerah Istimewa Yogyakarta selain disebut sebagai kota pelajar, juga disebut sebagai kota ramah difabel. Banyaknya difabel di Indonesia dan permasalahan lainnya, seperti kurangnya perhatian Pemerintah terhadap para difabel menyebabkan difabel menjadi kurang produktif dan inovatif. Terbatasnya ruang gerak mereka dalam bekerja, menjadikan mereka sulit untuk mencari pekerjaan. Adanya beberapa yayasan di wilayah D. I.Yogyakarta merupakan salah satu bentuk keprihatinan dari Pemerintah dan masyarakat untuk menghapuskan diskriminasi yang dirasakan oleh para difabel. Dinas Sosial D. I. Yogyakarta selaku instansi di bidang sosial memiliki tugas dan kewajiban dalam pemenuhan hak dari aspek sosial. Pemenuhan hak tersebut dijabarkan dalam pemberian kesempatan bagi difabel untuk mendapatkan rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial. Sebagai wujud apresiasi, Pemerintah Daerah D. I. Yogyakarta melalui Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD) pada Dinas Sosial memberikan pelayanan, perlindungan, rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial, dan bimbingan keterampilan, serta bantuan sosial.

Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD) memfokuskan agar difabel dapat mandiri melalui berwirausaha. Kemampuan para difabel tentunya berbeda-beda, sesuai dengan keterbatasan yang mereka miliki. Pelatihan melalui praktik mengasah kepribadian mereka, sehingga


(29)

memiliki keahilan dan keterampilan dibidangnya. Motivasi juga diperlukan untuk mendukung para difabel dalam mengikuti pelatihan agar semakin giat dalam belajar maupun bekerja dan terdorong untuk lebih produktif.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka penulis mengajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1) Apakah persepsi atas kualitas pelatihan berpengaruh pada niat berwirausaha?

2) Apakah motivasi mengikuti pelatihan berpengaruh pada niat berwirausaha?

3) Apakah ada perbedaan persepsi atas kualitas pelatihan dilihat dari aspek jenis difabel tuna daksa, tuna netra dan tuna rungu wicara?

C. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis melakukan pembatasan masalah untuk memfokuskan penelitian ini supaya tidak terlalu jauh dari apa yang menjadi tujuan dalam penelitian. Dimana, batasan masalah yang menjadi fokus penulis adalah niat berwirausaha yang berhubungan dengan persepsi atas kualitas pelatihan dan motivasi mengikuti pelatihan.

1) Persepsi atas kualitas pelatihan yaitu program pelatihan berupa bimbingan keterampilan yang telah diberikan oleh BRTPD (Balai Rehabilitasi


(30)

Terpadu Penyandang Disabilitas) efisien dan efektif bagi difabel tuna rungu, tuna wicara, tuna netra dan tuna daksa.

2) Motivasi mengikuti pelatihan, penulis membatasi mengenai berbagai macam dorongan yang didapat oleh difabel baik dari luar maupun dari dalam diri untuk melakukan sesuatu yang ingin dicapainya.

3) Niat berwirausaha, penulis membatasi bagaimana difabel memahami secara sungguh-sungguh arti berwirausaha dan resikonya, serta memiliki niat untuk membuka usaha secara mandiri.

D. Tujuan Penelitian

1) Untuk mengetahui apakah persepsi atas kualitas pelatihan berpengaruh pada niat berwirausaha.

2) Untuk mengetahui apakah motivasi mengikuti pelatihan berpengaruh pada niat berwirausaha.

3) Untuk mengetahui apakah ada perbedaan persepsi atas kualitas pelatihan dilihat dari aspek jenis difabel untuk tunadaksa, tuna netra dan tuna rungu wicara.


(31)

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah: 1) Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan pengalaman, sehingga dapat menjadi sarana pembelajaran dalam menerapkan ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia yang selama ini telah dipelajari.

2) Bagi Akademik

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi pihak lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut dan dapat menjadi sumber pengetahuan, referensi dan informasi bagi yang membacanya.

3) Bagi Dinas Sosial

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dalam meningkatkan kualitas pelatihan untuk mengembangkan potensi-potensi para difabel agar sesuai dengan yang diharapkan para difabel.


(32)

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

Persaingan yang semakin dinamis dan kompetitif menuntut organisasi mampu berdaptasi dengan perkembangan dan perubahan yang terjadi. Globalisasi menyebabkan kehidupan manusia menjadi cepat berubah, tidak pasti, dan penuh tantangan. Manusia berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi, karena manusia menjadi perencana, pelaku, dan penentu terwujudnya organisasi. Maka, tujuan organisasi adalah mendayagunakan, mempertahankan dan mengembangkan manusia agar mampu bekerja secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan satu tujuan yang dicita-citakan. 1. Manajemen Sumber Daya Manusia

a. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen merupakan ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Wirawan (2009) berpendapat bahwa sumber daya manusia (SDM) adalah sumber daya yang digunakan untuk menggerakkan dan menyinergikan sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan organisasi.


(33)

Istilah SDM terdiri atas dimensi-dimensi yang mencakup semua hal yang terdapat dalam diri manusia:

1) Fisik manusia.

Keadaan fisik manusia meliputi tinggi-rendah atau berat ringannya manusia, sehat-sakitnya fisik manusia, cantik-tampan atau tidaknya, serta kuat-lemahnya fisik manusia. Kemampuan fisik digunakan untuk menggerakkan, mengerjakan atau menyelesaikan sesuatu.

2) Psikis manusia.

Keadaan psikis atau kejiwaan manusia antara lain meliputi sehat atau sakitnya jiwa manusia, motivasi, semangat dan etos kerja, kreativitas, inovasi, dan profesionalisme manusia.

3) Sifat atau karakteristik manusia.

Karakteristik manusia terdiri atas kecerdasan meliputi kecerdasan intelektual, emosional, spiritual dan sosial, energi atau daya untuk melakukan sesuatu, bakat dan kemampuan untuk berkembang. 4) Pengetahuan dan keterampilan manusia.

Pengetahuan manusia meliputi tinggi-rendahnya pendidikan, pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang dimiliki manusia.


(34)

5) Pengalaman manusia.

Pengalaman manusia meliputi pengalaman yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pekerjaan.

Veithzal Rivai (2009:1) menyatakan bahwa Manajemen SDM merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian. Sadili Samsudin (2006:22) mengemukakan Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan agar sumber daya manusia dalam organisasi dapat didayagunakan secara efektif dan efisien guna mencapai berbagai tujuan.

Berdasarkan defenisi para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunakan manusia secara efektif dan efisien dengan memperoleh, mendidik, mengembangkan, dan mempertahankan manusia agar mencapai suatu hasil atau kepuasan pada tujuan yang sama.

2. Persepsi

a. Pengertian Persepsi

Persepsi dapat didefinisikan sebagai makna yang kita pertalikan berdasarkan pengalaman masa lalu, stimuli (rangsangan-rangsangan)


(35)

yang kita terima melalui lima indera (Stanton, 2001, dalam Sangadji dan Sopiah, 2013:64). Menurut Walgito (2010:100) persepsi diartikan sebagai pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diinderanya sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan merupakan respon yang terintegrasi dalam diri inividu.

Sedangkan, menurut Simamora, persepsi adalah proses dimana individu memilih, merumuskan, dan menafsirkan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti (Simamora, 2002, dalam Andryan 2008:18). Persepsi juga dapat diartikan sebagai suatu pandangan individu terhadap lingkungannya yang dipengaruhi oleh kepribadian dan karakteristik yang dimiliki seseorang dalam lingkungannya (Triatna, 2015:36).

Jadi, menurut beberapa definisi teori di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan pandangan individu yang mempunyai makna berdasarkan pengalaman masa lalu yang diterima oleh indera melalui rangsangan terhadap suatu objek yang menghasilkan tafisran mengenai suatu informasi.


(36)

b. Faktor-faktor yang membentuk persepsi seseorang menurut Robbins (2001, dalam Andryan 2008:19):

1) Pelaku persepsi

Bila individu memandang pada suatu objek dan mencoba menafsirkan apa yang dilihat, penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individu tersebut. 2) Target atau Objek

Karakteristik-karakteristik dari target yang akan diamati dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Gerakan, bunyi, ukuran, hal baru, latar belakang dan kedekatan dari target membentuk cara individu memandangnya.

3) Situasi

Unsur-unsur lingkungan sekitar mempengaruhi persepsi individu. Faktor-faktor dalam situasi yang mempengaruhi persepsi yaitu waktu, keadaan atau tempat kerja dan keadaan sosial.

3. Kualitas Jasa

a. Pengertian Kualitas

Kualitas adalah kondisi yang selalu berubah. Hal ini diperkuat adanya pandangan dari Kadir (2001:19) yang menyatakan bahwa kualitas adalah tujuan yang sulit dipahami, karena harapan para konsumen akan selalu berubah. Setiap standar baru ditemukan, maka konsumen akan menuntut lebih untuk mendapatkan standar


(37)

baru lain yang lebih baru dan lebih baik. Dalam pandangan ini, kualitas merupakan sebuah proses dan bukan hasil akhir (meningkatkan kualitas kontinuitas).

Pendapat lain dari Garvin dan Davis (1994, dalam Nasution, 2005:3) menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia atau tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan konsumen. Kualitas adalah sesuatu yang diputuskan oleh pelanggan. Artinya, kualitas didasarkan pada pengalaman aktual pelanggan atau konsumen terhadap produk atau jasa yang diukur berdasarkan persyaratan-persyaratan tersebut (Wijaya, 2011:11).

Konsep kualitas dianggap sebagai ukuran relatif kesempurnaan atau kebaikan sebuah produk atau jasa, yang terdiri atas kualitas desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain yaitu fungsi spesifikasi produk, sedangkan kualitas kesesuaian adalah ukuran seberapa besar tingkat kesesuaian antara sebuah produk atau jasa dengan persyaratan dan kualitas yang ditetapkan sebelumnya (Tjiptono dan Chandra, 2007:110).

Dari definisi teori para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kualitas merupakan standar atau kondisi yang selalu berubah


(38)

sesuai dengan kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan atau konsumen.

b. Pengertian Pelatihan

Pelatihan merupakan salah satu bagian dari pengembangan sumber daya manusia yang efektif. Pelatihan memegang peranan penting untuk meningkatkan kualitas dari sumber daya manusia (SDM). Pelatihan memberikan pengetahuan dan keterampilan yang spesifik dan dapat diidentifikasi untuk digunakan dalam pekerjaan atau tanggung jawabnya yang dibebankan pada saat ini. Menurut Flippo (1995:76, dalam Suwatno dan Priansa, 2011:117) pelatihan adalah suatu usaha peningkatan knowledge dan skill seorang karyawan untuk menerapkan aktivitas kerja tertentu. Buckley and Caple (1990, dalam Marwansyah, 2012:155) berpendapat bahwa pelatihan merupakan upaya terencana dan sistematis untuk menyesuaikan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap, melalui pengalaman belajar, untuk mewujudkan kinerja efektif dalam suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan. Pengertian lain mengenai pelatihan diberikan oleh Sikula (dalam Martoyo, 2000:63) pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai berbagai keterampilan dan tekhnik pelaksanaan kerja tertentu dalam waktu yang relatif singkat (pendek).


(39)

Sesuai dengan teori tersebut, pelatihan dapat disimpulkan sebagai proses belajar seseorang untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam suatu aktivitas kerja untuk mewujudkan kinerja yang efektif dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia.

c. Pengertian Kualitas Jasa

Penilaian antara kualitas jasa berbeda dengan penilaian terhadap kualitas produk, karena sifat jasa yang tidak nyata (intangible) menyebabkan sangat sulit bagi konsumen untuk menilai jasa sebelum mengalaminya. Dalam penilaian kualitas jasa, konsumen terlibat secara langsung serta ikut di dalam proses jasa tersebut, sehingga yang dimaksud dengan kualitas jasa adalah bagaimana tanggapan konsumen terhadap jasa yang dikonsumsi atau yang dirasakannya (Jasfar, 2009:47).

Kualitas jasa harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir dengan kepuasan pelanggan serta persepsi positif terhadap kualitas jasa (Kotler, 2000, dalam Tjiptono dan Chandra, 2011:180). Citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi konsumen. Persepsi konsumen terhadap kualitas jasa merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu jasa dari sudut pandang konsumen.


(40)

Lewis & Booms (1983, dalam Tjiptono dan Chandra, 2011:193) mendefinisikan kualitas jasa sebagai ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi pelanggan. Menurut Olson dan Dover dalam Jasfar (2009:49) harapan konsumen merupakan keyakinan konsumen sebelum mencoba atau membeli suatu produk yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk tersebut. Harapan konsumen terbentuk menurut pengalamannya mengkonsumsi jasa, informasi dari teman, keluarga (word of mouth) serta juga bisa dari kebutuhannya (personal need). Apabila harapan konsumen terlampaui, artinya jasa tersebut telah memberikan suatu kualitas yang luar biasa dan akan menimbulkan kepuasan yang sangat tinggi (very satisfy). Sebaliknya, jika harapan tersebut tidak tercapai, dapat diartikan bahwa kualitas jasa tersebut tidak memenuhi apa yang diinginkannya. Dengan kata lain, perusahaan atau penyedia jasa telah gagal melayani konsumen.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kualitas jasa adalah ukuran tingkat kepuasan konsumen terhadap layanan yang diberikan sesuai dengan ekspektasi dan kebutuhan pelanggan. Semakin baik jasa yang dikonsumsi atau diterima konsumen, artinya harapan konsumen terhadap kualitas jasa tersebut baik dan memberikan kesan positif (puas).


(41)

d. Dimensi Kualitas Jasa (Pelatihan)

Harapan maupun penilaian konsumen terhadap kualitas jasa dapat diukur atau dinilai melalui dimensi kualitas jasa.

Garvin (1987, 1988, dalam Tjiptono dan Chandra, 2011:193) mengemukakan ada delapan dimensi kualitas yang dapat digunakan sebagai kerangka perencanaan dan analisis strategik: 1) Kinerja (performance), yaitu karakteristik operasi pokok dari

produk inti yang dibeli atau digunakan.

2) Fitur atau ciri-ciri tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap.

3) Reliabilitas (reliability), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai.

4) Keseuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya.

5) Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan.

6) Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan,

kemudahan direparasi, serta penanganan keluhan secara memuaskan.


(42)

8) Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.

Dari ketiga teori di atas, peneliti menyimpulkan bahwa persepsi atas kualitas pelatihan merupakan penilaian individu terhadap suatu objek yang memberikan kesan atau makna berhubungan dengan kepuasan terhadap layanan yang telah diterima sesuai dengan yang diharapkan.

4. Motivasi mengikuti pelatihan

Motivasi digunakan sebagai dorongan atau semangat agar para peserta yang akan diberi pelatihan dapat mengikuti pelatihan dengan baik. Motivasi berasal dari kata motif, artinya suatu keadaan dalam pribadi orang yang mendorong individu untuk melaksanakan aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan (Pasaribu dan Simanjutak, 1984, dalam

Basrowi, 2011:65). Motif dalam bahasa Inggris yaitu “motive”, berasal

dari kata “motion”, yang berarti gerak atau bergerak. Motivasi sebagai

dorongan mental yang terkandung adanya keinginan untuk mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan, dan mengarahkan sikap pada perilaku individu atas dasar kebutuhan.

Motivasi sangat diperlukan dalam melakukan aktivitas, diantaranya dalam pengajaran atau pelatihan. Dengan adanya motivasi tersebut, diharapkan dapat mencapai hasil yang optimal. Gie (dalam Martoyo, 2000:165) memberikan perumusan tentang motivasi sebagai pemberian


(43)

dorongan yang bertujuan untuk menggiatkan orang-orang agar dapat bersemangat dan dapat mencapai hasil sebagaimana yang dikehndaki dari orang-orang tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi menurut Siagian (dalam Basrowi, 2011:65), diantaranya:

a. Faktor Internal

1) Persepsi seorang mengenai diri sendiri. 2) Harga diri.

3) Harapan pribadi. 4) Kebutuhan. 5) Keinginan. 6) Kepuasan.

7) Prestasi yang dihasilkan. b. Faktor Eksternal

1) Jenis dan sifat pekerjaan.

2) Kelompok kerja dimana seseorang berbagi. 3) Organisasi itu sendiri.


(44)

Basrowi (2011:66) mengatakan bahwa para ahli ilmu jiwa umumnya membedakan motivasi menjadi 2 jenis, yaitu:

a. Motivasi Primer

Motivasi primer didasarkan pada motif-motif dasar yang berasal dari segi biologis atau jasmani manusia yang terdiri atas pemikiran tentang tujuan, perasaaan subjektif, dan dorongan mencapai kepuasan.

b. Motivasi Sekunder

Motivasi sekunder artinya motivasi yang dipelajari.Motivasi ini dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial.Para ahli menyebutkan bahwa perilaku manusia terpengaruh oleh tiga komponen yaitu afektif, kognitif dan konatif.

Pembekalan melalui pelatihan perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik para peserta pelatihan. Pelatihan dirancang menjadi suatu proses belajar yang terarah dan diarahkan untuk membantu seorang individu atau peserta agar dapat mengalami perubahan permanen dibidang perilaku, kognisi-intelektualitasdan sikap (Blanchard, 1999, dalam Soemarman, 2010:24).

Blanchard menguraikan perubahan tersebut, yaitu perubahan perilaku (behavior) berupa tindakan teknis-prosedural dalam bentuk perubahan keterampilan dan kecakapan tekhnis (skills) yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaannya sehari-hari. Perubahan kognisi-intelektualitas (cognition-knowledge) berupa perubahan kemampuan berpikir menurut


(45)

tingkatan yang spesifik dan saling berhubungan, meliputi; pengetahuan deklaratif (pengetahuan yang dikuasai), pengetahuan prosedural (pemahaman tentang pengetahuan, dan menerapkan pengetahuan secara faktual), dan pengetahuan strategis (perencanaan, pemantauan, dan revisi kegiatan yang diarahkan untuk pencapaian tujuan selanjutnya.).Perubahan dibidang sikap (attitude) meliputi perubahan pendapat atau keyakinan yang dapat bersifat positif maupun negatif terkait dengan rasa-perasaan tertentu (feelings) berdasarkan peristiwa atau hal-hal yang terjadi.

Kepedulian terhadap motivasi belajar tidak dapat diabaikan apabila seseorang ingin mencapai hasil yang maksimal dalam pelatihan yang diikutinya. Kepedulian tersebut dinyatakan Blanchard sebagai berikut:

“Most scientific literature defines motivation as the direction,

persistence, and amount of effort expended by an individual to achieve a specified outcome. … the persons’ motivation is reflected by what need she is trying to satisfy, the types of activity she does to satisfy the need, how long she keeps doing it, and how hard she works at it(Blanchardet al, 1999, dalam Soemarman, 2010:27).

Dari pernyataan di atas, dapat diartikan bahwa motivasi menggambarkan arah, presensi, dan usaha keras individu untuk mencapai hasil tertentu. Motivasi seseorang tereflesikan dalam kebutuhan yang hendak dipenuhinya, dalam aktivitas pemenuhannya, dalam jangka waktu dan besaran usaha untuk pemenuhannya tersebut. Dengan melihat gambaran tersebut, jelas bahwa motivasi berpengaruh terhadap perilaku belajar.


(46)

Motivasi belajar merupakan proses psikologis yang menyebabkan seseorang tergerakkan, terarahkan, dan melakukan sesuatu dengan persistensi dalam kegiatan dan proses belajarnya (DeSimone, 1998, dalam Soemarman, 2010:28). Perilaku yang dipengaruhi motivasi dapat digambarkan melalui seorang yang termotivasi untuk mengikuti pelatihan. Termotivasinya seseorang tersebut disebabkan oleh pengaruh kebutuhan individual (sandang-pangan-papan), keinginannya untuk memperoleh pengetahuan, dan tujuan pribadi individu yang pastinya telah dimiliki oleh setiap individu.

Orang yang termotivasi lebih bersifat energik dan bersemangat dalam mengerjakan sesuatu secara konsisten dan aktif dengan tanggung jawab yang lebih besar. Sebaliknya, seorang yang kurang termotivasi cenderung malas, tidak senang, dan masa bodoh dengan tanggung jawabnya. Masalah yang kecil menjadi besar, dan sebagai konsekuensinya mereka tidak siap ketika dihadapkan pada tantangan atau perubahan yang terjadi.

Mangkuprawira (2007:86) menguraikan enam prinsip-prinsip belajar atau pelatihan, yaitu:

a. Partisipasi

Partisipasi belajar peserta yang proaktif, pelatihan akan memperbaiki motivasi dan mengajak peserta lebih memperkuat proses dan wawasan belajar. Hasil penerapan ini, memungkinkan peserta belajar lebih cepat dan mempertahankan proses belajar tersebut dalam kehidupannya.


(47)

b. Pendalaman

Pendalaman merupakan proses penanaman daya ingat. Pendalaman dilakukan agar peserta pelatihan mampu mengutarakan ide atau pesan secara jernih disertai dengan pendekatan secara analitis dan objektif. c. Relevansi

Relevansi adalah pemberian materi atau muatan yang bermanfaat atau selaras dengan kebutuhan para peserta. Pelatih biasa menjelaskan secara menyeluruh maksud sebuah pekerjaan dan memberikan respon yang baru bagi peserta. Hal ini dilakukan agar respon tersebut memiliki hubungan positif dengan motif belajar peserta melalui penghayatan dan penerapannya terhadap pelatihan.

d. Pengalihan

Kebutuhan program pelatihan yang sepadan dengan kebutuhan suatu pekerjaan membuat peserta pelatihan semakin cepat menyerap pelatihan dalam upaya menguasai pekerjaan.

e. Umpan Balik

Umpan balik memberikan informasi kemajuan dari peserta pelatihan. Umpan balik menjadi motivasi bagi peserta sehingga mereka mampu menyesuaikan perilaku untuk mencapai proses belajar yang sangat cepat dan bermakna.


(48)

f. Suasana Nyaman

Proses pelatihan hendaknya memberikan suasana nyaman bagi peserta pelatihan. Fasilitas yang mendukung dan pelatih yang berkompeten juga mempengaruhi termotivasinya peserta dalam menerima pelatihan tersebut.

Oleh sebab itu, seorang yang mengikuti pelatihan perlu diperhatikan perkembangannya. Pelatih diharapkan menyampaikan informasi terkait dengan kemajuan pada setiap peserta pelatihan, sehingga peserta mengetahui sejauh mana mendalami materi pelatihan tersebut. Hal ini juga dapat menjadi suatu motivasi para peserta pelatihan, ketika pelatihan yang telah dilalui sudah sesuai dengan metode pelatihan yang ada dan pelatih mengapresiasikan kemajuan peserta pelatihan sebagai sebuah prestasi.

Maka, dari teori di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa motivasi mengikuti pelatihan adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan kegiatan belajar yang dipengaruhi olehtujuan pribadi setiap individu, diantaranya kebutuhan individual maupun keinginannya untuk memperoleh pengetahuan.


(49)

5. Niat Berwirausaha

a. Pengertian Niat Berwirausaha

Wirausaha menurut Scarborough, Zimmerer, dan Wilsondalam Slametet.al.(2014:3) adalah seorang yang menciptakan bisnis baru dengan mengambil resiko dan ketidakpastian demi mencapai keuntungan dan pertumbuhan yang signifikan dengan cara mengidentifikasi peluang dan menggabungkan sumber daya yang diperlukan. Menurut David E. Rye dalam Basrowi (2011:4) wirausahawan yaitu seorang yang mengorganisasikan dan mengarahkan usaha baru dan berani mengambil risiko sebagai proses pemulaian usaha. Drucker dalam Suryana (2013:5) mendefinisikan kewirausahaan sebagai suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda.Fahmi (2013:12) berpendapat bahwa kewirausahaan bukanlah sifat genetis, melainkan keterampilan yang dapat dipelajari. Artinya, setiap orang yang ingin memiliki sifat kewirausahaan mau mempelajari segala hal tentang wirausaha dengan sungguh-sungguh. Sejalan dengan pemikiran diatas, menurut Basrowi (2011:2) kewirausahaan adalah proses kemanusiaan (human procces) yang terkait dengan kreativitas dan inovasi dalam memahami peluang dan mengorganisasi sumber-sumber, sehingga peluang tersebut terwujud menjadi suatu usaha yang menghasilkan laba atau nilai untuk jangka waktu yang lama.


(50)

Menurut Michael Haris dalam Suryana (2008:5) untuk menjadi wirausaha yang sukses, umumnya memiliki kompetensi yaitu yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan dan kualitas individual yang meliputi sikap, motivasi, nilai-nilai pribadi, serta tingkah laku yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan atau kegiatan. Wirausaha adalah orang yang selalu berorientasi pada hasil, maka pengetahuan saja tidaklah cukup bagi seorang wirausaha, tetapi juga harus disertai dengan keterampilan. Seorang wirausaha tidak lepas dari proses menciptakan usaha baru, yakni sebuah proses entrepreneurial. Lumpkin dan Dess dalam Slamet, dkk (2016:6) mengemukakan bahwa proses entrepreneurial sebagai proses dalam mengupayakan sebuah usaha baru, berupa produk yang diluncurkan ke dalam pasar, memasuki pasar baru bagi produk yang telah ada saat ini, ataupun penciptaan organisasi baru.

Kegiatan entrepreneurial dapat diprediksi melalui intensi yang dimiliki seseorang (Slamet dkk, 2016:8). Menurut Ancok dalam Wijaya (2007:119) menyatakan bahwa intense dapat didefinisikan sebagai niat seseorang untuk melakukan suatu perilaku.

Entrepreneurial intention atau niat kewirausahaan dapat diartikan

sebagai langkah awal dari suatu proses pendirian sebuah usaha yang umumnya bersifat jangka panjang (Lee & Wong, dalam Suharti, 2011:126).


(51)

Indarti dan Kristiansen dalam Wijaya (2007:120), menyatakan bahwa terdapat proses pembentukan niat berwirausaha yaitu need for

achievement, locus of control, dan self-efficacy. Individu yang

memiliki kemampuan menghadapi rintangan akan memiliki need for

achievement, locus of control, dan self-efficacy yang tinggi sehingga

berpotensi dalam berwirausaha.

Individu yang memiliki need for achievement yang tinggi akan berani dalam mengambil keputusan yang mereka buat. Keinginan yang tinggi untuk berhasil dalam mencapai sesuatu, membentuk kepercayaan diri dan pengendalian diri (locus of control) individu tersebut. Pengendalian timbul dari kepercayaan (belief) individu terhadap sesuatu yang ada diluar dirinya. Pengendalian diri individu yang tinggi terhadap lingkungan dinamakan internal locus of control, sedangkan pengendalian diri individu yang rendah terhadap lingkungan dinamakan eksternal locus of control. Apabila internal

locus of control berperan dalam diri individu, maka individu berani

dalam mengambil keputusan serta resiko yang ada. Faktor selanjutnya yang terbentuk dari kemampuan pengendalian diri individu adalah

self-efficacy (keahlian), individu merasa memiliki self-efficacy yang

tinggi akan memiliki intensi yang tinggi untuk kemajuan diri melalui wirausaha (Indarti dan Kristiansen, dalam Wijaya, 2007:120).


(52)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa niat berwirausaha adalah keinginan atau kesungguhan seseorang melakukan suatu tindakan untuk menciptakan usaha baru dengan melihat peluang dan resiko yang ada.

B. Penelitian Terdahulu

Dari peneliti sebelumnya yaitu Agus Imam Wahyudi, Universitas Islam

Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014 tentang “Pemberdayaan Difabel

dalam Rangka Pemberian Pengetahuan dan Pelatihan Keterampilan (Studi di Yayasan Mandiri Craft, Sewon, Cabean, Bantul, Yogyakarta)”. Fokus penelitian ini adalah pelaksanaan pemberdayaan difabel dalam rangka pemberian pengetahuan dan pelatihan keterampilan yang dilakukan Yayasan Mandiri Craft. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif.

Hasil dari penelitian ini adalah yang pertama pemberdayaan difabel yang dilakukan oleh Yayasan Mandiri Craft adalah dengan melalui pemberian pengetahuan dan pelatihan keterampilan usaha mainan edukatif, menjahit, Bahasa Inggris dan komputer. Dalam pelaksanaannya para difabel mempunyai minat bakat serta kesadaran yang cukup tinggi dalam mengikutinya. Kedua, hasil pemberian pengetahuan dan pelatihan keterampilan di Yayasan Mandiri Craft sangat membantu dalam meningkatkan perekonomian para difabel.

Dan dari peneliti sebelumnya yaitu David Han, Manajemen, Universitas


(53)

Kecerdasan Menghadapi Rintangan, Sikap, dan Informasi terhadap Niat Berwirausaha (Studi Kasus pada Mahasiswa Sanata Dharma Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh hasil belajar, kecerdasan menghadapi rintangan, sikap, dan informasi terhadap niat berwirausaha. Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa Universitas Sanata Dharma Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi yang sedang atau sudah mengambil mata kuliah kewirausahaan, dan sampel yang digunakan sebanyak 100 responden. Penyebaran kuesioner ini menggunakan teknik sampling incidental. Teknik analisis data yang digunakan adalah Analisis Regresi Berganda dengan menggunakan program SPSS 14.0. Hasil analisis data menunjukkan bahwa hasil belajar, kecerdasan menghadapi rintangan, sikap, dan informasi berperngaruh terhadap niat berwirausaha.

Berdasarkan pemaparan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian penulis berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Adapun perbedaannya, yaitu:

a. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Agus Imam Wahyudi dengan penelitian ini terletak pada objek penelitian. Pada kasus ini Agus Imam Wahyudi melakukan penelitian pada difabel di Yayasan Mandiri Craft, sedangkan penelitian ini dilakukan pada difabel di Balai Rehabilitasi Terpadu Pusat Disabilitas (BRTPD). Penelitian


(54)

sebelumnya menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Sedangkan, penelitian ini menggunakan metode kuantitatif.

b. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh David Han dengan penelitian ini terletak pada variabel yang digunakan. Peneliti sebelumnya menggunakan variabel hasil belajar, kecerdasan menghadapi rintangan, sikap, informasi serta niat berwirausaha. Sedangkan penelitian ini hanya menggunakan variabel persepsi atas kualitas pelatihan, motivasi mengikuti pelatihan dan niat berwirausaha. Subjek pada penelitian sebelumnya, menggunakan sampel dari data populasi seluruh mahasiswa Universitas Sanata Dharma Program Studi Manajemen, sedangkan subjek dari penelitian ini adalah seluruh difabel tuna rungu wicara, tuna netra dan tuna daksa pada Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD). Penyebaran kuesioner pada penelitian sebelumnya menggunakan teknik sampling incidental, sedangkan pada penelitian ini tidak menggunakan teknik sampling karena pengambilan data menggunakan seluruh populasi.


(55)

C. Hipotesis

Merumuskan hipotesis, merupakan upaya peneliti untuk merumuskan jawaban sementara terhadap perumusan masalah yang telah ditetapkan. Dianggap sementara karena jawaban masih dalam skala teoritis, yang masih membutuhkan pembuktian empiris melalui pengujian verifikatif. Sugiyono (2008:93) menyatakan hipotesis adalah pendapat yang kebenarannya masih rendah atau kadar kebenarannya masih belum meyakinkan.

Dalam penelitian ini, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut: 1. Pengaruh persepsi atas kualitas pelatihan pada niat berwirausaha.

Persepsi didefinisikan sebagai proses yang dilakukan individu untuk memilih, mengatur, dan menafsirkan stimuli ke dalam gambar yang berarti dan masuk akal mengenai dunia (Schiffman dan Kanuk, 2007:137). Sedangkan, menurut Simamora (2006:273), pelatihan terdiri atas serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seseorang. Pelatihan dimaksudkan untuk mengajarkan bagaimana menunaikan aktivitas atau pekerjaan tertentu. Sehingga, harapan untuk memiliki kemampuan dan keahlian dapat dicapai apabila pelatihan tersebut juga dapat didampingi oleh pelatih (trainer) yang ahli dalam mengaplikasikan pelatihan-pelatihan bagi calon peserta binaan. Pelatihan diberikan bukan hanya sekedar untuk memberikan pengalaman baru kepada para peserta, tetapi juga memberikan pengetahuan, keterampilan dan pembentukan sikap yang


(56)

dapat diaplikasikan kepada pekerjaan mereka sehari-hari. Semakin berkualitasnya pelatihan tersebut, maka akan semakin membangun kepercayaan diri peserta pelatihan dalam berlatih.

Pada hakikatnya manusia berkembang dari pengalaman, belajar, dan berpikir. Ide kreatif dan inovatif untuk berwirausaha kadang kala muncul melalui proses imitasi (peniruan) dan duplikasi, kemudian berkembang menjadi proses pengembangan, dan berujung pada proses penciptaan sesuatu yang baru dan berbeda (inovasi). Faktor pribadi yang memicu kewirausahaan untuk berinovasi adalah dorongan untuk berprestasi, komitmen yang kuat, pendidikan, dan pengalaman yang dimiiliki. Adanya suatu dorongan untuk meraih harapan yang diinginkan tersebut merupakan salah satu bentuk niat seseorang untuk berwirausaha sesuai dengan bidang keterampilan yang dimiliki (Suryana, 2013:98).

Sesuai dengan pernyataan yang telah disebutkan, maka penulis mengajukan hipotesis pertama, yaitu:

: Persepsi atas kualitas pelatihan berpengaruh positif pada


(57)

2. Pengaruh motivasi mengikuti pelatihan pada niat berwirausaha.

Pelatihan digunakan sebagai upaya awal membenahi berbagai kelemahan dan memberikan pengalaman bagi seseorang pada setiap pekerjaan yang akan menjadi tanggung jawabnya. Seseorang yang mengikuti pelatihan, memiliki berbagai bentuk motivasi yang timbul dari dalam dirinya sendiri maupun dari pihak lain. Motivasi mengikuti pelatihan tersebut akhirnya akan membentuk pribadi seseorang untuk memiliki perubahan hidup yang lebih baik, terutama untuk meningkatkan kemampuan yang dimilikinya. Dengan kemampuan tersebut nantinya akan menciptakan keyakinan pada dirinya bahwa seseorang dapat sukses menjalankan proses wirausaha (efikasi diri). Jadi, menurut Slamet, dkk (2014:7) salah satu faktor pembentuk jiwa wirausaha adalah faktor motivasional yang meliputi efikasi diri dan persepsi atas keinginan. Berbagai bentuk kegiatan wirausaha sering kali dapat diprediksi melalui intensi yang dimiliki seseorang. Karena, wirausaha adalah individu yang memiliki intensi untuk mencapai peluang tertentu, memasuki pasar baru, dan menawarkan produk baru.

Sesuai dengan pernyataan yang telah disebutkan diatas, maka penulis mengajukan hipotesis kedua, yaitu:

: Motivasi mengikuti pelatihan berpengaruh positif pada niat berwirausaha.


(58)

3. Apakah terdapat perbedaan persepsi atas kualitas pelatihan jika dilihat dari jenis difabel untuk tuna daksa, tuna netra dan tuna rungu wicara?

Persepsi tidak hanya tergantung pada rangsangan fisik, tetapi juga pada hubungan rangsangan terhadap bidang yang mengelilingi dan kondisi dalam setiap diri individu. Menurut Jasfar (2009:15) jasa dapat berupa pelayanan dari seseorang kepada orang lain, baik yang dapat dilihat (explicit service) maupun yang tidak dapat dilihat, yang hanya bisa dirasakan (implicit service) sampai kepada fasilitas-fasilitas pendukung yang harus tersedia dalam penjualan jasa.

Jasa bersifat intangible, artinya tidak dapat dirasa, diraba, dilihat, dicium atau didengar sebelum dibeli. Pelanggan lebih menilai kualitas jasa dari tempat dan suasana lingkungan, keterampilan dan keramahan orang, tersedianya peralatan untuk mendukung proses jasa, alat-alat komunikasi, simbol dan harga yang mereka amati, yang kesemuanya dibungkus dalam suatu paket jasa. Tingkat kepuasan konsumen terhadap suatu jasa dapat diukur melalui perbandingan antara persepsinya terhadap jasa yang diterima dengan harapannya sebelum menggunakan jasa.

Sesuai dengan pernyataan yang telah disebutkan, maka penulis mengajukan hipotesis ketiga, yaitu:

: Terdapat perbedaan persepsi atas kualitas pelatihan jika dilihat dari jenis difabel.


(59)

D. Kerangka Konseptual Penelitian

Lembaga atau dinas sosial diadakan untuk memberdayakan, menampung, memberikan, dan mengarahkan difabel agar lebih memiliki potensi dan bekal untuk hidup dimasyarakat. Peran lembaga sosial dalam mengembangkan dan memberdayakan difabel sebagai salah satu cara menumbuhkan kembali kepercayaan diri para difabel untuk bersosialisasi pada lingkungan masyarakat dan mampu hidup mandiri. Untuk itu, perlu adanya sarana pelatihan dan motivasi yang keduanya saling mendukung untuk kemajuan difabel agar lebih bersemangat dalam mengubah pola pikir ke arah yang lebih baik melalui berwirausaha.

Untuk mempermudah memahami proposal penelitian, maka penulis merumuskan kerangka konseptual sebagai berikut:

Gambar II.1 Kerangka Konseptual Penelitian PERSEPSI ATAS

KUALITAS PELATIHAN(X1), dibedakan menurut jenis difabel:

- tuna rungu wicara - tuna netra

- tuna daksa

NIAT

BERWIRAUSAHA (Y)

MOTIVASI MENGIKUTI PELATIHAN (X2)


(60)

40

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian adalah penelitian kuantitatif dengan metode survei. Kerlinger (1973, dalam Sugiarto, 2013:36) mengemukakan bahwa penelitian dengan metode survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relative, distribusi, dan hubungan-hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis.

B. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah orang yang membantu dalam pengerjaan penelitian dengan memberikan informasi atau data yang dibutuhkan oleh peneliti. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh difabel tuna daksa, tuna netra, dan tuna rungu wicara yang sedang mengikuti pelatihan Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD).

2. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah variabel yang dapat diukur dan yang akan diteliti oleh penulis. Objek penelitian tersebut yaitu persepsi atas kualitas


(61)

pelatihan, motivasi mengikuti pelatihan, dan niat berwirausaha.

C. Waktu dan Lokasi Penelitian 1. Waktu Penelitian

Peneliti akan melakukan penelitian yang dilakukan pada bulan Mei – Juni 2016.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian akan dilakukan pada salah satu yayasan penyandang disabilitas (difabel) yaitu Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD) pada Dinas Sosial Pemerintah Daerah, Daerah Istimewa Yogyakarta yang berlokasi di Jalan Piring Srihardono, Pundong, Bantul, Yogyakarta.

D. Populasi dan Sampel

Populasi dan sampel dari penelitian ini adalah sama, karena peneliti menggunakan seluruh anggota populasi sebagai anggota sampel. Selain itu, akses keseluruhan populasi pada penelitian ini sudah jelas jumlahnya, maka peneliti menggunakan populasi tersebut untuk dijadikan bahan penelitian atau sumber data untuk diteliti. Maka, peneliti mampu melakukan uji terhadap hipotesis dengan keseluruhan populasi yang ada.

Populasi dalam penelitian ini adalah difabel pada Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD) yang memiliki keterbatasan pada


(62)

anggota tubuh, khususnya pada difabel tuna daksa, tuna netra, dan tuna rungu wicara yang berjumlah 115 orang.

Jumlah data populasi difabel dengan keterbatasan cacat fisik tersebut meliputi:

Tabel III.1

Anggota sampel (meliputi keseluruhan populasi) No. Jenis Difabel Jumlah 1. Tuna Daksa 50 2. Tuna Netra 35 3. Tuna Rungu Wicara 30

Jumlah 115

E. Metode Pengumpulan Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer, yaitu data atau informasi yang berasal dari sumber asli dan diperoleh secara langsung dari objek penelitian. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan memberikan kuesioner yang meliputi kuesioner tentang persepsi atas kualitas pelatihan, motivasi mengikuti pelatihan dan niat berwirausaha yang diberikan kepada para difabel yang bertindak sebagai sumber data. Kuesioner berisikan daftar pernyataan yang mengukur variabel-variabel, hubungan diantara variabel yang ada, atau juga pengalaman atau opini dari responden (Prasetyo dan Lina, 2005:143).


(63)

F. Skala Pengukuran

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan skala likert dalam menjawab angket-angket penelitian. Skala likert merupakan skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2013:168).

Tingkat skala likert yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel III.2 Skala Likert

Kode Kriteria Bobot/skor SS Sangat Setuju 5

S Setuju 4

N Netral 3

TS Tidak Setuju 2

STS Sangat Tidak Setuju 1

G. Variabel Penelitian 1. Variabel Independen

Variabel independen ialah variabel yang identik dengan variabel bebas, penjelas, atau independent/explanatory variable. Variabel dianggap sebagai variabel penyebab karena memprediksi atau menyebabkan variabel dependen (Kuncoro, 2007). Variabel independen pada penelitian ini adalah:


(64)

a. Persepsi atas kualitas pelatihan (X1)

Penilaian para peserta difabel yang mengikuti pelatihan mengenai jenis program pelatihan yang diberikan, variasi pelatihan, dan pelatih yang memberikan pendampingan.

b. Motivasi mengikuti pelatihan (X2)

Dorongan atau semangat para peserta difabel dalam mengikuti pelatihan dengan tujuan agar tercapainya kehidupan yang lebih baik. 2. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2007:3). Variabel dependen pada penelitian ini yaitu niat berwirausaha. Niat berwirausaha merupakan langkah awal dari suatu proses pendirian sebuah usaha yang umumnya bersifat jangka panjang.

H. Definisi Konseptual

1. Persepsi atas kualitas pelatihan

Persepsi atas kualitas pelatihan merupakan penilaian individu terhadap suatu objek yang memberikan kesan atau makna berhubungan dengan kepuasan terhadap layanan yang telah diterima sesuai dengan yang diharapkan.


(65)

Tabel III.3

Variabel Persepsi Atas Kualitas dan Indikator Variabel Indikator Persepsi atas kualitas pelatihan Kinerja

Fitur atau ciri-ciri tambahan Reliabilitas

Keseuaian dengan spesifikasi Daya tahan

Serviceability Estetika

Kualitas yang dipersepsikan Sumber: Garvin (1987, 1988, dalam Tjiptono dan Chandra, 2011:193)

Konseptualisasi dan operasionalisasi variabel persepsi atas kualitas pelatihan dibantu dengan kerangka atau teori tentang dimensi kualitas jasa seperti yang disajikan pada tabel III.3.

2. Motivasi mengikuti pelatihan

Motivasi mengikuti pelatihan menunjukkan termotivasinya seseorang yang disebabkan oleh pengaruh kebutuhan individual (sandang-pangan-papan), keinginannya untuk memperoleh pengetahuan, dan tujuan pribadi yang dimiliki setiap individu.


(66)

Tabel III.4

Variabel Motivasi Mengikuti Pelatihandan Indikator Variabel Indikator

Motivasi mengikuti pelatihan Dorongan Semangat

Sumber: Pasaribu dan Simandjuntak (dalam Basrowi, 2011:65) dan Gie, dalam Martoyo (2000:165)

Konseptualisasi dan operasionalisasi variabel motivasi mengikuti pelatihan dibantu dengan teori yang mengemukakan tentang motivasi seperti yang disajikan pada tabel III.4.

3. Niat berwirausaha

Niat berwirausaha merupakan keinginan atau kesungguhan seseorang melakukan suatu tindakan untuk menciptakan usaha baru dengan melihat peluang dan resiko yang ada.

Tabel III.5

VariabelNiat Berwirausaha dan Indikator

Variabel Indikator

Niat berwirausaha Need for achievement Locus of control Self-efficacy

Sumber: Indarti dan Kristiansen (dalam Wijaya, 2007:120)

Konseptualisasi dan operasionalisasi variabel motivasi mengikuti pelatihan dibantu dengan teori yang mengemukakan tentang proses pembentukan niat berwirausaha seperti yang disajikan pada tabel III.5.


(67)

I. Operasionalisasi Variabel

Definisi operasional adalah unsur penelitian yang terkait dengan dengan variabel yang terdapat dalam judul penelitian sesuai dengan hasil perumusan masalah. Teori ini digunakan sebagai landasan atau alasan mengapa suatu yang bersangkutan dapat mempengaruhi variabel tak bebas atau merupakan salah satu penyebab (Supranto, 2003:322). Variabel-variabel operasional tersebut yaitu:

a. Persepsi atas kualitas pelatihan, dioperasionalkan sebagai berikut:

1) Program pelatihan yang Anda ikuti sudah disesuaikan dengan kebutuhan dan keterbatasan Anda.

2) Pelatihan sudah didukung dengan kelengkapan alat-alat yang mempermudah dalam pelatihan Anda.

3) Alat-alat dalam sarana pelatihan Anda berada dalam kondisi yang baik.

4) Pelatih yang memberi bimbingan kepada Anda, memiliki keahlian dibidangnya.

5) Program pelatihan yang disediakan mampu menjadi bekal di masa depan Anda.

6) Pelatih bersedia memberi perhatian khusus, apabila Anda mengalami kesulitan dalam proses pelatihan.

7) Anda mudah memahami teori-teori pada program pelatihan yang sudah diberikan.


(68)

8) Anda mudah mengikuti setiap langkah-langkah pada program pelatihan yang Anda ikuti.

9) Pelatihan dalam praktik langsung lebih mengembangkan keterampilan Anda.

10) Program pelatihan yang diberikan menarik perhatian Anda. 11) Anda merasa program pelatihan yang diberikan sudah bervariasi. 12) Anda merasa pelatihan yang diberikan sudah mampu meningkatkan

kualitas diri Anda.

13) Anda merasa pelatihan yang Anda ikuti mampu membuat Anda berkompetisi di masyarakat.

b. Motivasi mengikuti pelatihan

1) Anda terdorong mengikuti pelatihan untuk merubah hidup Anda menjadi lebih baik.

2) Anda terdorong mengikuti program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan yang Anda miliki.

3) Anda bersemangat dalam mengikuti program pelatihan yang diajarkan.

4) Anda terdorong mengikuti pelatihan untuk memenuhi kebutuhan Anda di masa mendatang.

c. Niat berwirausaha

1) Anda berani mengambil keputusan untuk berwirausaha. 2) Anda memiliki keinginan yang tinggi untuk berwirausaha.


(69)

3) Anda yakin bahwa Anda memiliki keahlian untuk berhasil dalam berwirausaha.

4) Anda berani mengambil segala resiko yang ada dalam berwirausaha. 5) Anda yakin dapat berusaha secara mandiri dalam memenuhi

kebutuhan pribadi dan keluarga. J. Prosedur Pengisian Kuesioner

Penelitian ini ingin mengetahui ada atau tidaknya pengaruh persepsi antara kualitas pelatihan dan motivasi mengikuti pelatihan pada niat berwirausaha. Penelitian dilakukan pada difabel (penyandang disabilitas) bagi tuna daksa, tuna netra dan tuna rungu wicara.

Berikut beberapa prosedur pengisian kuesioner demi menjaga kelancaran peneliti dalam pengumpulan data:

1. Sebelum kuesioner dibagikan dan diisi oleh responden, peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian. Kemudian, peneliti menawarkan apakah calon responden bersedia untuk menjadi responden penelitian.

2. Peneliti memberikan kuesioner kepada calon responden penyandang disabilitas yang bersedia. Bagi penyandang disabilitas yang dapat langsung mengisi kuesioner dipersilakan mengisi sesuai dengan petunjuk pengisian. Sedangkan, bagi penyandang disabilitas yang membutuhkan bimbingan khususnya tuna rungu wicara dan netra, pembimbing yang bersangkutan maupun peneliti dapat membacakan atau mengisikan.


(70)

3. Setelah proses pengisian kuesioner selesai, peneliti mengumpulkan lembar kuesioner yang telah diisi oleh responden dan mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian.

K. Uji Instrumen Penelitian 1. Uji Validitas Data

Validitas menunjukkansejauh mana suatu alat ukur mampu mengukur apa yang ingin diukur (Siregar, 2010:46). Uji validitas digunakan untuk mengukur kesahihan suatu kuesioner. Peneliti melakukan pengujian validitas menggunakan teknik korelasi Product Moment. Dalam melakukan perhitungan korelasi antara skor item apabila nilai-nilai skala telah dilakukan konversi menjadi interval (atau secara langsung dianggap interval dengan mengacu pada pendapat bahwa nilai skala dapat diperlakukan sebagai data interval). Perhitungan product moment dapat dilakukan dengan rumus:

√ ∑ ∑ √ ∑ Keterangan:

= Koefisien relasi product moment


(71)

ΣX = Jumlah skor X

ΣY = Jumlah skor Y

ΣXY = Jumlah hasil kali antara X dan Y

Untuk menghitung besarnya nilai r dapat dihitung menggunakan

tarafsignifikansi (α) sebesar 5%. Suatu instrumen penelitian

dinyatakan valid,apabila hasil akhir pengukuran menunjukkan

> dan = . Tetapi, jika < ,maka

itemtersebut dinyatakan tidak valid. 2. Uji Reliabilitas Data

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten, apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama pula (Siregar, 2010:173). Untuk mengetahui tingkat reliabilitas, metode yang digunakan pada penelitian ini yaituCronbach Alpha. Berikut rumus Cronbach Alpha yaitu:

( )

Keterangan:

α = Reliabilitas instrument


(72)

= Varians skor kelompok = Varians skor Total

Item-item pertanyaan dalam kuesioner dinyatakan reliabel jika memiliki nilai cronbach alpha > 0,60. Dengan kata lain, instrumen penelitian reliabel.

L. Teknik Analisis Data 1. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik digunakan untuk menguji apakah model regresi menunjukkan hubungan yang signifikan. Ada tiga pengujian dalam uji asumsi klasik, yaitu:

a) Uji Normalitas

Uji normalitas pada model regresi linier digunakan untuk menguji apakah nilai residual yang dihasilkan dari regresi terdistribusi secara norma atau tidak. Model regresi yang baik adalah yang memiliki residual yang terdistribusi secara normal. Uji normalitas yang digunakan untuk penelitian adalah uji one sample Kolomogorov

Smirnov(Priyatno, 2012:144), dalam hal ini untuk mengetahui apakah


(73)

b) Uji Multikoliniearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel penelitian. Pada penelitian ini, uji multikolinearitas dilihat dari nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Model regresi yang menunjukkan adanya mulikolinearitas, jika nilai tolerance ≤0.10

dan VIF ≥10 (Ghozali, 2011: 106).

c) Uji Heteroskedatisitas

Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui persamaan regresi mengenai sama atau tidak varian dari residual observasi yang satu dengan obseravsi yang lain. Jika residualnya mempunyai varian yang sama, maka terjadi homokedastisitas, dan jika residualnya tidak sama atau berbeda disebut terjadi heteroskedastisitas. Penelitian akan diuji dengan menggunnakan uji Glejser. Apabila probabilitas signifikansi variabel independen dengan residual didapat signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedatisitas pada model regresi (Ghozali, 2011: 143).


(74)

2. Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi linier berganda secara umum melibatkan hubungan dari dua atau lebih variabel bebas (Sugiarto, 2001:234). Analisis regresi berganda tersebut digunakan untuk mengetahui “Pengaruh persepsi atas kualitas pelatihan dan motivasi mengikuti pelatihan pada niat

berwirausaha”.

Model populasi regresi berganda dengan dua varibel bebas, dinyatakan sebagai berikut:

Keterangan:

= Himpunan variabel independen = Konstanta

= Koefisien variabel


(75)

3. Uji t

Uji t digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen.

a. Menentukan hipotesis nol dan hipotesis alternatif

: = 0

Artinya, persepsi atas kualitas pelatihan tidak berpengaruh positif pada niat berwirausaha.

: 0

Artinya, persepsi atas kualitas pelatihan berpengaruh positif pada niat berwirausaha.

: = 0

Artinya, motivasi mengikuti pelatihan tidak berpengaruh positif pada niat berwirausaha.

: 0

Artinya, motivasi mengikuti pelatihan berpengaruh positif pada niat berwirausaha.

b. Menentukan taraf signifikansi

Taraf signifikansi menggunakan 0.05. c. Menentukan dan

- Rumus


(76)

Keterangan:

R = Koefisien korelasi parsial K = Jumlah variabel independen N = Jumlah data

- Rumus

Tabel distribusi t dicari pada = 5% (uji 1 sisi) dengan derajat kebebasan (df) n-k-2 (n adalah jumlah sampel dan k adalah jumlah variabel independen).

d. Kriteria pengujian

ditolak dan diterima, jika diterima dan ditolak, jika ditolak dan diterima, jika diterima dan ditolak, jika

> 0 e. Kesimpulan

- Jika diterima dan ditolak dapat disimpulkan bahwa persepsi atas kualitas pelatihan secara parsial tidak berpengaruh positif pada niat berwirausaha.

- Jika ditolak dan dietrima dapat disimpulkan bahwa persepsi atas kualitas pelatihan secara parsial berpengaruh positif pada niat berwirausaha.


(1)

(2)

158


(3)

159

LAMPIRAN 12


(4)

160

Gambar 12.1 Difabel tuna netra dan tuna daksa berkumpul di ruang serbaguna.

Gambar 12.2 Difabel tuna daksa dan tuna netra saat mengisi kuesioner.

Gambar 12.3 Difabel tuna daksa sedang mengisi kuesioner.

\

Gambar 12.4 Peneliti mensosialisasikan pengisian kuesioner hari pertama.

Gambar 12.5 Peneliti mensosialisasikan pengisian kuesioner hari kedua.

Gambar 12.6 Peneliti membantu difabel tuna netra mengisikan kuesioner.


(5)

161

Gambar 12.7 Difabel tuna rungu wicara dan tuna daksa saat mengisi kuesioner.

Gambar 12.8 Difabel tuna daksa dan rungu wicara membuat kerajinan kulit.

Gambar 12.9 Pelatih memberikan materi pelatihan menjahit pada para difabel.

Gambar 12.10 Difabel tuna daksa saat mengisi kuesioner.

Gambar 12.11 Difabel tuna daksa saat menggunting pola.

Gambar 12.12 Ruang pelatihan kerajinan perak.


(6)

162

Gambar 12.13 Hasil kerajinan perak para difabel.

Gambar 12.14 Peneliti saat berbincang dengan pelatih kerajinan kulit

Gambar 12.15 Difabel tuna rungu wicara saat membuat keterampilan kulit berupatas ransel.

Gambar 12.15 Difabel tuna netra sedang mengikuti pelatihan pijat (massage).

Gambar 12.16 Difabel tuna daksa saat berkumpul di ruang komputer.

Gambar 12.17 Difabel tuna daksa dan rungu wicara saat mengikuti pelatihan desain grafis.