ANALISA WACANA: ATURAN DAN PRAKTIK KEPEMIMPINAN OMPU I PENUTUP: RELASI KUASA DALAM WACANA
Ompu i |3
mendidik anak- anaknya untuk tetap rendah hati…”
7
Dari contoh-contoh tersebut sangat jelas bahwa para kaum imam Pendeta, Guru Huria, Bibelvrouw dan
Diakones atau pengerja di HKBP sendiri secara sengaja dan sepakat menggunakan sapaan Ompu i ini. Hal ini menandakan bentuk pengkondisian terhadap jemaat
perihal menciptakan proyeksi yang sama dalam memandang Ephorus HKBP. Namun selain dari media-media milik HKBP, beberapa media lokal di
Sumatera Utara turut juga menampilkan sebutan Ephorus ini. Salah satunya adalah harian Suara Indonesia Baru SIB yang merupakan media sekuler untuk konsumsi
publik milik Keluarga Besar almarhum Jend. Purn M. Panggabean: “Dalam
khotbahnya Ompu i Ephorus HKBP mengatakan
…”
8
Dan masih ada lagi beberapa media publik yang menyebut Ephorus sebagai Ompu i. Namun yang pasti gelar ini
bagi masyarakat Batak pada umumnya dan jemaat HKBP secara khusus adalah sesuatu yang common sense.
Di HKBP, pemakaian gelar Ompu i kepada Ephorus menambah kuasa dalam jabatan Ephorus HKBP. Jurang hirarki semakin tampak melebihi kapasitas
dari sistem organisasi. Hal ini terlihat dari pola perilaku para pengikut kepada Ephorus HKBP. Dari pengalaman saya, paling tidak hal ini sangat terasa dalam
beberapa hubungan atau relasi kuasa, yakni pertama, hubungan antara Ephorus dengan para kaum imam Pendeta, Bibelvrouw, Guru Huria dan Diakones dan
kedua hubungan Ephorus dengan jemaat atau kaum awam.
9
7
Surat Parsaoran Immanuel HKBP edisi No. 9 September 2015 Tahun ke-125, hl. 21.
8
Di ambil dari http:hariansib.comobile?open=contentid=23590
. Di akses pada 24 Oktober 2015.
9
Dari pengalaman saya, bentuk perilaku pengikut kepada Ompu i Ephorus misalnya dengan bentuk penyambutan Ephorus ke jemaat-jemaat bak melebihi raja, misalnya penyediaan
hotel berbintang, pengalungan bunga dan tor-tor tarian Batak, serta pemberian cinderamata, dsb.
Ompu i |4
Penggunaan gelar ini menurut saya melebihi kapasitas dari seorang pemimpin gereja, terlebih bila disandingkan dengan tradisi Protestantisme yang
mengedepankan egaliterianisme dan bukan dalam mengkultuskan sesosok manusia, bahkan Ephorus sekalipun.
10
Apa yang saya alami, juga dirasakan Prihatiar Kristy Sari yang merupakan salah seorang warga jemaat HKBP. Bahkan ia secara terang-
terangan menyebutkan di laman grup Facebook Ruas Ni HKBP Masihaholongan, salah satu media komunikasi yang membahas tentang HKBP, bahwa penyambutan
kedatangan Ompu i Ephorus HKBP melebihi penyambutan Yesus Kristus. gambar 1.
11
Gambar 1 Contoh lainnya diluar dari konteks HKBP adalah terlihat dengan adanya sikap para pengikut untuk
berlomba-lomba mengundang Ompu i Ephorus untuk memimpin atau sekedar hadir dalam acara atau kegiatan tertentu, misalnya, acara ulang tahun perusahaan, perkumpulan marga, pesta
pernikahan, dsb. Contoh lainnya yang saya jumpai adalah keantusiasan masyarakat atau polisi dalam melambaikan tangan ketika mobil Ephorus melintasi jalan di sepanjang jalan Tarutung-Medan.
Gaung akan kuasa Ompu i sangatlah terasa di wilayah Sumatera Utara, khususnya bagi masyarakat Batak.
10
Peristiwa Reformasi di tubuh Katolik yang dilakukan oleh Martin Luther ditandai dengan munculnya egaliterianisme dalam Kekristenan dengan mengkritik otoritas gereja diberbagai bidang,
misalnya bentuk desentralisasi penafsiran biblis dengan menjadikan gerakan demokratisasi religious, dsb.
11
Status ini merupakan komentar balasan atas status yang diberikan oleh Antoni Simbolon yang mempertanyakan tentang
“bagaimana Ephorus bisa dipanggil Ompu i padahal disatu sisi Tuhan dipanggil dengan sebutan Bapa di mana Ompu i memiliki kedudukan lebih tinggi
dibandingkan Bapa ?” pada 8 Juli 2015 di Grup Facebook Ruas Ni HKBP Masihaholongan.
Ompu i |5
Pemakaian gelar Ompu i kepada Ephorus HKBP adalah bentuk pengkultusan kepada sosok pemimpin hierophany, di mana hal ini menandakan
ada kapasitas yang lebih dari seorang pemimpin gereja atau jabatan gerejawi, sehingga pengkultusan tersebut mempengaruhi pola kepemimpinan di HKBP,
yakni dengan menjadikan pengikut yang selalu setia dengan pemimpinnya, seperti halnya yang digambarkan oleh Prihatiar Kristy Sari.
12
Memang bentuk pengkultusan bagi sesosok pimpinan adalah selayaknya ideologi yang digunakan oleh HKBP dalam menyapa para pengikut seperti yang
dijelaskan Althusser mengenai sifat ideologi sebagai interpelasi.
13
Artinya, ketika HKBP menggunakan gelar tersebut, maka ideologi tersebut menyapa para
pengikutnya, sehingga memberikan suatu kepatuhan yang tidak dapat dipertanyakan lagi oleh para pengikutnya. Karena ideologi tersebut menggunakan
bahasa Batak-Toba maka efek yang ditimbulkannya tidak sekedar pada organisasi di tingkat elite belaka melainkan menjadi embedded di dalamnya dan
mempengaruhi hubungan pemimpin hingga kepada pengikutnya atau jemaat yang juga orang Batak.
Kepatuhan ini, tanpa disadari, dapat menimbulkan efek negatif bagi para pengikut atau juga bagi HKBP sendiri berupa penindasan dan manipulasi kepada
para pengikut, atau dengan kata lain, berpotensi akan penyalahgunaan wewenang
12
Selain Prihatiar Kristy Sari sebenarnya masih banyak lagi contoh-contoh serupa yang melihat gelar Ompu i tersebut sebagai bentuk pengkultusan, baik yang saya dengar atau pun yang
saya lihat. Bahkan hal ini tidak hanya berlaku kepada jemaat atau kaum awam, melainkan juga para kaum imam pun, seperti yang saya lihat, telah mengkultuskan Ompu i Ephorus melalui sikap dan
tingkahlakunya kepada pemimpin.
13
Louis Althusser, “Ideology and Ideological State Apparatuses” dalam Slavoj Zizek ed., Mapping Ideology London: Verso, 1994, hl. 129.