Pendahuluan. Pada bab ini saya akan menjelaskan tentang kegelisahan dan

Ompu i |32

A. Pandangan Umum

Di dalam kamus Batak Toba Indonesia karya J. Warneck istilah ompuompung dapat diartikan sebagai nenek dan kakek, yang memiliki penurunan kata berupa ompung yang berarti panggilan untuk nenek dan daompung panggilan untuk kakek yang tentunya berkaitan dengan Dalihan Na Tolu. Pengertian ini juga termasuk kepada sapaan untuk leluhur. Warneck mengartikan Ompu sebagai pemilik nampuna, yang empunya, yang memiliki. Pengertian ini dapat berupa keturunan, wilayah, dsb. Namun sedikit berbeda dengan Warneck, dalam Kamus Batak Indonesia versi Batakpedia, Ompu i dapat juga diartikan sebagai pemujaan terhadap nenek moyang. 1 Perbedaan ini dapat dimaklumi terjadi mengingat J. Warneck merupakan salah seorang misionaris yang diutus ke tanah Batak, sehingga menghindarkan terjadinya sinkretisme dalam kosakatanya. Dari pengertian- pengertian tersebut, maka istilah ompu memiliki pengertian yang luas dari sisi tujuan dan objeknya. Ada beberapa pemakaian gelar ompu yang lumrah didapati di dalam masyarakat Batak Toba, yakni: pertama, yang paling sering digunakan, adalah untuk penyebutan leluhur tertentu. Biasanya gelar ini digunakan di depan nama orang untuk menyebut silsilah nenek moyang tertentu dalam memperjelas silsilah dari suatu persatuan marga. Penyebutan ini diwakili oleh galur keturunan yang berasal dari satu nenek moyang bersama, dari empat generasi ke belakang atau juga dari galur keturunan yang sudah 12 sundut generasi tuanya, sehingga sebagai satu 1 Lih. http:batakpedia.sourceforge.net?page_id=9 Ompu i |33 kesatuan kolektif sering disebut sebagai saompu satu ompu. 2 Misalnya Ompu Sohuturon yang berarti sapaan dari keturunan Sohuturon dalam galur keturunan Rajagukguk. Jikalau contoh tersebut diterapkan ke dalam pengertian yang diberikan oleh J. Warneck maka Ompu Sohuturon adalah pemilik keturunan Sohuturon. Demikian juga di marga-marga lainnya yang sering juga di dapati gelar ompu dalam penyebutannya. Kedua, selain menunjuk kepada leluhur dengan galur keturunan, maka gelar ini juga digunakan kepada sesuatu yang dihormati yang bukan hanya dalam bentuk manusia, yaitu kepada dewatuhan dan hewan tertentu. Untuk sapaan kepada dewatuhan maka masyarakat Batak sering menyebutnya sebagai Ompu Debata Mula Jadi Na Bolon. Penyebutan ini termasuk sebagai bentuk penghargaan yang paling tinggi atas segalanya. Selain kepada dewatuhan, maka istilah ompu juga dikenakan kepada hewan. Dalam tradisi lisan nenek moyang masyarakat Batak sapaan ini dikenakan kepada harimau babiat. Seperti yang dikisahkan ketika masyarakat melihat jejak harimau maka jejak tersebut sering dikatakan sebagai bogas ni ompu i jejak ompu i. 3 Masyarakat Batak meyakini harimau sebagai binatang ditakuti yang memiliki roh keberanian dan penguasa, sehingga masyarakat Batak sangat menyegani hewan ini dan menyebutnya dengan sangat hormat. Namun mengingat binatang ini sudah sangat langka ditambah masuknya agama semit maka lambat laun pemanggilan ini semakin berkurang. 2 J.C. Vergouwen, Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba Yogyakarta: LKIS, 1986, hl. 23. 3 Berdasarkan kisah Pdt Lewis Sitompul dalam laman Facebooknya.