tindakan. Dimensi ini merujuk pada kecenderungan individu untuk tunduk pada orang lain. Dalam keseharian individu dengan
sifat kepribadian ini tampil sebagai individu yang baik hati, dapat bekerja sama dan dapat dipercaya.
b. Extraversion, dimensi ini menilai kuantitas intensitas interaksi intrapersonal dan tingkat aktivitas seseorang. Individu ini
menunjukkan tingkat kesenangan dalam menjalin relasi dan beraktivitas. Mereka cenderung ramah dan terbuka serta
menghabiskan banyak waktu untuk mempertahankan dan menikmati hubungan.
c. Neurotisicm, dimensi ini menilai kestabilan emosi dengan ketidakstabilan emosi. Dimensi ini mengidentifikasikan individu
yang rentan terhadap tekanan psikologis, mempunyai ide-ide yang tidak realistik dan memiliki coping stress yang maladaptif.
Individu ini identik dengan emosi negatif seperti khawatir, takut dan tegang.
d. Openness to Experience, dimensi ini melihat keluasan, kedalaman dan kompleksitas dari kesadaran atau aspek mental
dan pengalaman. Dimensi ini juga cenderung berhubungan dengan intelektualitas yaitu dorongan untuk mengeksplorasi
kognitif. Hal ini yang sering disebut sebagai kreativitas. Individu yang terbuka dan kreatif cenderung memiliki tingkat sensitivitas
yang tinggi baik secara kognitif maupun emosional. Mereka juga senang dan bergairah dengan berbagai informasi baru, pandai
menciptakan aktivitas diluar kebiasaan namun umumnya cenderung impulsif.
e. Conscientiousness merupakan dimensi yang berfokus pada pencapaian tujuan serta kemampuan mengendalikan dorongan
dalam kehidupan sosial. Dimensi ini menilai tingkat organisasi, ketekunan dan motivasi dalam berperilaku yang berarah pada
tujuan. Individu dengan sifat ini tampil sebagai individu yang tepat waktu, berprestasi, teliti dan mengerjakan tugas dengan
tuntas. Berikut karakteristik seseorang dengan nilai tinggi dan rendah
dari dimensi-dimensi tersebut FeistFeist, 2006 : Tabel 2.1 Rangkuman dimensi kepribadian big five
Dimensi Skor Tinggi
Skor Rendah Agreeableness
Berhati lembut Mudah percaya
Murah hati Pendamai
Pemaaf Baik hati
Kejam Penuh pra sangka
Pelit Penentang
Selalu mengkritik Mudah terluka
Extraversion
Penuh perhatian Mudah bergabung
Aktif bicara Mudah mengekspresikan
emosi Bersemangat
Cuek Penyendiri
Pendiam Serius
Pasif Tidak mudah
mengekspresikan emosi
Neurotisicm Cemas
Tenang
Temperamental Merasa tidak nyaman
Kurang penyesuain Emosional
Rentan Lembut
Puas terhadap diri sendiri
Merasa nyaman Tidak emosional
Tabah
Openness to Experience
Imajinatif Kreatif
Original Penuh keingintahuan
Ketertarikan luas Konvensional
Tidak kreatif Menyukai rutinitas
Tidak mau tahu Konservatif
Conscientiousn ess
Peka nurani Pekerja keras
Teratur Tepat waktu
Ambisius Tekun
Bebal Malas
Tidak teratur Tidak disiplin
Keinginan lemah Mudah menyerah
4. Alat ukur dimensi kepribadian big five Saat ini ada beberapa alat ukur yang sudah dikembangkan untuk
mengukur kepribadian big five seperti Big Five Inventory BFI, Big Five Questionnaire
BFQ dan The Big Five Marker Scale. Penggunaan alat ukur tersebut tergantung pada familiaritas dari alat ukur dan perspektif
mana yang akan dipakai Raad dan Perugini, 2002. Berbagai
alat ukur
tersebut perlu
ijin khusus
dalam penggunaannya sehingga alat ukur tersebut tidak dapat digunakan secara
bebas. Oleh karena itu, Lewis R.Golberg menyusun suatu inventoris yang memudahkan peneliti untuk melihat kepribadian seseorang. Inventories
tersebut dikenal dengan International personality item pool IPIP. Inventori ini disusun oleh Golberg untuk mengembangkan set inventori
kepribadian yang berasal dari item-item domain publik dan skala tersebut dapat digunakan untuk tujuan ilmiah ataupun komersil Golberg, 2006.
D. Remaja
1. Definisi dan batasan usia remaja Masa remaja diartikan sebagai masa peralihan atau transisi dari
masa anak-anak menuju masa dewasa yang dalam prosesnya mengalami perubahan baik perubahan fisik, kognitif maupun perubahan sosio emosi
Santrock, 2002. Sedangkan menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya
krisis identitas atau pencarian identitas diri. Selama dalam masa pencarian identitas tersebut sering menimbulkan masalah pada diri remaja
Santrock, 2002. Pada saat individu memasuki usia 10 sampai 21 tahun dapat
dikatakan bahwa individu telah memasuki masa remaja. Masa remaja dapat dibedakan kedalam tiga tahap yaitu remaja awal berkisar antara 10
sampai 15 tahun, remaja tengah antara 15 sampai 18 tahun dan remaja akhir berkisar antara 18 sampai 21 tahun Santrock, 2002.
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa transisi anak-anak menuju masa dewasa yang berkisar antara
usia 10 sampai 21 tahun yang didalam prosesnya mengalami perubahan
fisik, kognitif, sosioemosional dan memiliki tugas perkembangan salah satunya dengan membentuk identitas diri.
2. Perkembangan remaja a. Perkembangan fisik
Perkembangan fisik pada remaja dimulai ketika remaja mengalami masa pubertas. Masa perkembangan fisik pada remaja berlangsung
sangat cepat. Pada masa tersebut remaja mulai mengalami perubahan dalam bentuk fisik seperti tinggi dan berat badan, dan kematangan
seksual. Perkembangan dan perubahan fisik remaja ini membuat remaja harus penyesuaikan diri dengan perubahan pada dirinya sendiri
Santrock, 2002. b. Perkembangan kognitif
Menurut Piaget dalam Santrock, 2002 remaja memasuki tahap operasional formal yaitu remaja mulai berpikir abstrak, idealistik, dan
logis. Pada fase ini remaja mulai menciptakan hipotesis dan menggunakan kemampuan logisnya.
Sedangkan menurut Elkind dalam Papalia, 2008 masa remaja dikatakan memiliki pola berfikir yang tidak matang. Ketidakmatangan
pola pikir dari remaja ini ditandai dengan idealisme yaitu remaja percaya bahwa mereka mengetahui bagaimana cara mengatur
dunianya lebih baik dibanding orang dewasa, menunjukkan
kemampuan penalaran, memiliki strategi pengambilan keputusan yang kurang efektif, menganggap orang lain memiliki pandangan yang
sama dengan dirinya dan menganggap dirinya unik. c. Perkembangan sosioemosional
Masa remaja merupakan masa puncak perkembangan sosial dan emosionalitas. Remaja cenderung memiliki kebutuhan untuk
membangun relasi dengan teman sebaya. Mereka mulai memperluas lingkungan sosialnya baik dengan lingkungan disekolah ataupun
lingkungan diluar sekolah. Hal ini membuat remaja lebih banyak menghabiskan waktu bersama dengan teman daripada keluarga.
Remaja juga mulai membentuk kelompok dengan teman sebaya yang memiliki ketertarikan yang sama. Mereka mulai mengikuti aturan-
aturan dan nilai-nilai yang dibuat oleh kelompok Santrock, 2002. Disisi lain remaja memiliki tugas perkembangan dalam mencari
identitas diri. Dalam mencari identitas ini tidak jarang remaja mengikuti tokoh idola mereka sebagai panutan. Dalam masa ini remaja
juga dituntut untuk menjadi individu dewasa yang mampu memahami nilai-nilai dalam masyarakat Erikson dalam Santrock, 2002.
E. Hubungan Dimensi Extraversion dan Opennes to Experience dalam
Kepribadian Big five dengan Kecenderungan Remaja Melakukan CyberBullying
Dimensi extraversion berhubungan erat dengan interaksi sosial dan sosiabilitas. Remaja dengan kepribadian extrovert atau remaja dengan skor
extraversion tinggi cenderung mudah membangun hubungan sosial, senang
berjumpa dengan orang lain, mudah mengekspresikan emosi, aktif berbicara, suka mengambil risiko, tetapi umumnya cenderung impulsif. Remaja yang
memiliki kepribadian extrovert juga cenderung memiliki kebutuhan untuk mendominasi. Kebutuhan untuk mendominasi ini menurut Olweus dalam
Mawardah, 2012 merupakan faktor seorang individu melakukan perilaku agresif. Selain itu, menurut Sinha dalam Bianchi Philips, 2005 remaja
yang memiliki kepribadian extrovert juga lebih mudah terpengaruh dengan teman sebaya. Kelompok teman sebaya memberi pengaruh yang besar
terhadap pola pikir, tingkah laku dan perkembangan kepribadian remaja. Mereka cenderung mudah mengikuti aturan-aturan dan ide-ide yang dibuat
oleh kelompok Santrock, 2002. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hinduja Patchin 2012 yang mengatakan bahwa faktor
kelompok teman
sebaya dapat
mempengaruhi remaja
melakukan cyberbullying
. Remaja yang extravert ketika dihadapkan dengan stimulus yang tidak menyenangkan atau perasaan-perasaan negatif dapat dengan
mudah mengekspresikan emosinya. Emosi tersebut dapat mengarahkan remaja
pada perilaku agresi verbal salah satunya cyberbullying. Sebaliknya individu dengan kepribadian introvert atau individu dengan skor extraversion rendah
cenderung pasif, pendiam, menarik diri dari pergaulan sosial, hati-hati dalam bertindak, dan kurang dapat mengekspresikan emosi. Individu yang introvert
ketika menghadapi sesuatu yang tidak menyenangkan atau perasaan negatif cenderung tidak mengekspresikan emosinya kepada banyak orang tetapi lebih
mengelola emosi secara individual. Hal ini membuat individu cenderung kurang berpartisipasi dalam bentuk perilaku agresi cyberbullying.
Sedangkan dimensi openness to experience berkaitan dengan dorongan untuk mengeksplorasi aspek kognitif dan keterbukaan akan pengalaman baru.
Salah satu bentuk dari eksplorasi kognitif ini adalah kreativitas. Kreativitas dapat muncul dalam bentuk ide, opini maupun karya seni yang sesuai dengan
ketertarikan intelektualnya. Remaja yang kreatif didorong oleh adanya rasa keingintahuan yang besar sehingga mereka akan cenderung mudah untuk