Kepribadian Big Five TINJAUAN TEORI

tindakan. Dimensi ini merujuk pada kecenderungan individu untuk tunduk pada orang lain. Dalam keseharian individu dengan sifat kepribadian ini tampil sebagai individu yang baik hati, dapat bekerja sama dan dapat dipercaya. b. Extraversion, dimensi ini menilai kuantitas intensitas interaksi intrapersonal dan tingkat aktivitas seseorang. Individu ini menunjukkan tingkat kesenangan dalam menjalin relasi dan beraktivitas. Mereka cenderung ramah dan terbuka serta menghabiskan banyak waktu untuk mempertahankan dan menikmati hubungan. c. Neurotisicm, dimensi ini menilai kestabilan emosi dengan ketidakstabilan emosi. Dimensi ini mengidentifikasikan individu yang rentan terhadap tekanan psikologis, mempunyai ide-ide yang tidak realistik dan memiliki coping stress yang maladaptif. Individu ini identik dengan emosi negatif seperti khawatir, takut dan tegang. d. Openness to Experience, dimensi ini melihat keluasan, kedalaman dan kompleksitas dari kesadaran atau aspek mental dan pengalaman. Dimensi ini juga cenderung berhubungan dengan intelektualitas yaitu dorongan untuk mengeksplorasi kognitif. Hal ini yang sering disebut sebagai kreativitas. Individu yang terbuka dan kreatif cenderung memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi baik secara kognitif maupun emosional. Mereka juga senang dan bergairah dengan berbagai informasi baru, pandai menciptakan aktivitas diluar kebiasaan namun umumnya cenderung impulsif. e. Conscientiousness merupakan dimensi yang berfokus pada pencapaian tujuan serta kemampuan mengendalikan dorongan dalam kehidupan sosial. Dimensi ini menilai tingkat organisasi, ketekunan dan motivasi dalam berperilaku yang berarah pada tujuan. Individu dengan sifat ini tampil sebagai individu yang tepat waktu, berprestasi, teliti dan mengerjakan tugas dengan tuntas. Berikut karakteristik seseorang dengan nilai tinggi dan rendah dari dimensi-dimensi tersebut FeistFeist, 2006 : Tabel 2.1 Rangkuman dimensi kepribadian big five Dimensi Skor Tinggi Skor Rendah Agreeableness Berhati lembut Mudah percaya Murah hati Pendamai Pemaaf Baik hati Kejam Penuh pra sangka Pelit Penentang Selalu mengkritik Mudah terluka Extraversion Penuh perhatian Mudah bergabung Aktif bicara Mudah mengekspresikan emosi Bersemangat Cuek Penyendiri Pendiam Serius Pasif Tidak mudah mengekspresikan emosi Neurotisicm Cemas Tenang Temperamental Merasa tidak nyaman Kurang penyesuain Emosional Rentan Lembut Puas terhadap diri sendiri Merasa nyaman Tidak emosional Tabah Openness to Experience Imajinatif Kreatif Original Penuh keingintahuan Ketertarikan luas Konvensional Tidak kreatif Menyukai rutinitas Tidak mau tahu Konservatif Conscientiousn ess Peka nurani Pekerja keras Teratur Tepat waktu Ambisius Tekun Bebal Malas Tidak teratur Tidak disiplin Keinginan lemah Mudah menyerah 4. Alat ukur dimensi kepribadian big five Saat ini ada beberapa alat ukur yang sudah dikembangkan untuk mengukur kepribadian big five seperti Big Five Inventory BFI, Big Five Questionnaire BFQ dan The Big Five Marker Scale. Penggunaan alat ukur tersebut tergantung pada familiaritas dari alat ukur dan perspektif mana yang akan dipakai Raad dan Perugini, 2002. Berbagai alat ukur tersebut perlu ijin khusus dalam penggunaannya sehingga alat ukur tersebut tidak dapat digunakan secara bebas. Oleh karena itu, Lewis R.Golberg menyusun suatu inventoris yang memudahkan peneliti untuk melihat kepribadian seseorang. Inventories tersebut dikenal dengan International personality item pool IPIP. Inventori ini disusun oleh Golberg untuk mengembangkan set inventori kepribadian yang berasal dari item-item domain publik dan skala tersebut dapat digunakan untuk tujuan ilmiah ataupun komersil Golberg, 2006.

D. Remaja

1. Definisi dan batasan usia remaja Masa remaja diartikan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang dalam prosesnya mengalami perubahan baik perubahan fisik, kognitif maupun perubahan sosio emosi Santrock, 2002. Sedangkan menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Selama dalam masa pencarian identitas tersebut sering menimbulkan masalah pada diri remaja Santrock, 2002. Pada saat individu memasuki usia 10 sampai 21 tahun dapat dikatakan bahwa individu telah memasuki masa remaja. Masa remaja dapat dibedakan kedalam tiga tahap yaitu remaja awal berkisar antara 10 sampai 15 tahun, remaja tengah antara 15 sampai 18 tahun dan remaja akhir berkisar antara 18 sampai 21 tahun Santrock, 2002. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa transisi anak-anak menuju masa dewasa yang berkisar antara usia 10 sampai 21 tahun yang didalam prosesnya mengalami perubahan fisik, kognitif, sosioemosional dan memiliki tugas perkembangan salah satunya dengan membentuk identitas diri. 2. Perkembangan remaja a. Perkembangan fisik Perkembangan fisik pada remaja dimulai ketika remaja mengalami masa pubertas. Masa perkembangan fisik pada remaja berlangsung sangat cepat. Pada masa tersebut remaja mulai mengalami perubahan dalam bentuk fisik seperti tinggi dan berat badan, dan kematangan seksual. Perkembangan dan perubahan fisik remaja ini membuat remaja harus penyesuaikan diri dengan perubahan pada dirinya sendiri Santrock, 2002. b. Perkembangan kognitif Menurut Piaget dalam Santrock, 2002 remaja memasuki tahap operasional formal yaitu remaja mulai berpikir abstrak, idealistik, dan logis. Pada fase ini remaja mulai menciptakan hipotesis dan menggunakan kemampuan logisnya. Sedangkan menurut Elkind dalam Papalia, 2008 masa remaja dikatakan memiliki pola berfikir yang tidak matang. Ketidakmatangan pola pikir dari remaja ini ditandai dengan idealisme yaitu remaja percaya bahwa mereka mengetahui bagaimana cara mengatur dunianya lebih baik dibanding orang dewasa, menunjukkan kemampuan penalaran, memiliki strategi pengambilan keputusan yang kurang efektif, menganggap orang lain memiliki pandangan yang sama dengan dirinya dan menganggap dirinya unik. c. Perkembangan sosioemosional Masa remaja merupakan masa puncak perkembangan sosial dan emosionalitas. Remaja cenderung memiliki kebutuhan untuk membangun relasi dengan teman sebaya. Mereka mulai memperluas lingkungan sosialnya baik dengan lingkungan disekolah ataupun lingkungan diluar sekolah. Hal ini membuat remaja lebih banyak menghabiskan waktu bersama dengan teman daripada keluarga. Remaja juga mulai membentuk kelompok dengan teman sebaya yang memiliki ketertarikan yang sama. Mereka mulai mengikuti aturan- aturan dan nilai-nilai yang dibuat oleh kelompok Santrock, 2002. Disisi lain remaja memiliki tugas perkembangan dalam mencari identitas diri. Dalam mencari identitas ini tidak jarang remaja mengikuti tokoh idola mereka sebagai panutan. Dalam masa ini remaja juga dituntut untuk menjadi individu dewasa yang mampu memahami nilai-nilai dalam masyarakat Erikson dalam Santrock, 2002.

E. Hubungan Dimensi Extraversion dan Opennes to Experience dalam

Kepribadian Big five dengan Kecenderungan Remaja Melakukan CyberBullying Dimensi extraversion berhubungan erat dengan interaksi sosial dan sosiabilitas. Remaja dengan kepribadian extrovert atau remaja dengan skor extraversion tinggi cenderung mudah membangun hubungan sosial, senang berjumpa dengan orang lain, mudah mengekspresikan emosi, aktif berbicara, suka mengambil risiko, tetapi umumnya cenderung impulsif. Remaja yang memiliki kepribadian extrovert juga cenderung memiliki kebutuhan untuk mendominasi. Kebutuhan untuk mendominasi ini menurut Olweus dalam Mawardah, 2012 merupakan faktor seorang individu melakukan perilaku agresif. Selain itu, menurut Sinha dalam Bianchi Philips, 2005 remaja yang memiliki kepribadian extrovert juga lebih mudah terpengaruh dengan teman sebaya. Kelompok teman sebaya memberi pengaruh yang besar terhadap pola pikir, tingkah laku dan perkembangan kepribadian remaja. Mereka cenderung mudah mengikuti aturan-aturan dan ide-ide yang dibuat oleh kelompok Santrock, 2002. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hinduja Patchin 2012 yang mengatakan bahwa faktor kelompok teman sebaya dapat mempengaruhi remaja melakukan cyberbullying . Remaja yang extravert ketika dihadapkan dengan stimulus yang tidak menyenangkan atau perasaan-perasaan negatif dapat dengan mudah mengekspresikan emosinya. Emosi tersebut dapat mengarahkan remaja pada perilaku agresi verbal salah satunya cyberbullying. Sebaliknya individu dengan kepribadian introvert atau individu dengan skor extraversion rendah cenderung pasif, pendiam, menarik diri dari pergaulan sosial, hati-hati dalam bertindak, dan kurang dapat mengekspresikan emosi. Individu yang introvert ketika menghadapi sesuatu yang tidak menyenangkan atau perasaan negatif cenderung tidak mengekspresikan emosinya kepada banyak orang tetapi lebih mengelola emosi secara individual. Hal ini membuat individu cenderung kurang berpartisipasi dalam bentuk perilaku agresi cyberbullying. Sedangkan dimensi openness to experience berkaitan dengan dorongan untuk mengeksplorasi aspek kognitif dan keterbukaan akan pengalaman baru. Salah satu bentuk dari eksplorasi kognitif ini adalah kreativitas. Kreativitas dapat muncul dalam bentuk ide, opini maupun karya seni yang sesuai dengan ketertarikan intelektualnya. Remaja yang kreatif didorong oleh adanya rasa keingintahuan yang besar sehingga mereka akan cenderung mudah untuk