B. Pembahasan
1. Biopestisida
Biopestisida adalah pestisida yang memiliki bahan dasar dari bahan hidup. Biopestisida cenderung mengakibatkan perubahan aktivitas serangga, misalnya
seperti menolak atau menahan nafsu makan, penghambat peneluran serangga Rosma, 2015. Namun begitu biopestisida tidak sepenuhnya sempurna. Biopestisida memiliki
kelemahan selain cara pembuatan yang kurang praktis serta aroma yang menyengat, biopestisida juga memiliki daya kerja yang relatif lambat dan bahan kimia yang
terdapat pada biopestisida tidak dapat membunuh hama secara langsung. Pada penelitian ini bahan dasar yang digunakan yakni daun tembakau dan daun mengkudu,
di mana kandungan nikotin yang terdapat pada daun tembakau dan zat tanin pada daun mengkudu dimanfaatkan sebagai racun serangga. Proses yang digunakan untuk
mendapatkan kedua senyawa yang akan digunakan sebagai pestisida alami ialah melalui proses perendaman dengan menggunakan air Liptan, 2004. Berdasarkan
yang telah tercantum dalam latar belakang banyak masyarakat yang kurang memahami keefektifitasan dari biopestisida sendiri, padahal biopestisida memiliki
manfaat yang cukup efektif dalam melawan hama pengganggu tanaman contohnya hama belalang. Menurut Rosma 2015 penentuan toksisitas pada serangga hama
dinyatakan dalam LC
50
Lethal Concentration
yaitu besarnya konsentrasi insektisida yang dapat mematikan 50 populasi serangga uji. Berdasarkan teori tersebut maka
lethal concentration
biopestisida ini memiliki LC30 untuk kematian 66 lalu pada LC
20
kematian menunjukan pada angka 50 dan LC
10
jumlah kematian hama PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
belalang kembara sebesar 40. Data LC didapat dari jumlah kematian serangga uji dalam masa percobaan selama 10 hari yang di mana jumlah total serangga yang
digunakan sebanyak 15 ekor. Hal ini juga diperkuat dengan hasil uji anova yang signifikan sehingga dilakukan uji lanjut untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan
yang nyata antara perlakuan yaitu, kontrol, pemberian ekstrak daun mengkudu dan daun tembakau sebesar 10, 20 dan 30. Berdasarkan uji tukey lampiran 2
bahwa perlakuan kontrol memiliki beda nyata terhadap perlakuan penambahan ekstrak daun mengkudu dan daun tembakau sebanyak 10, 20 dan 30. Hipotesis
menyatakan penggunaan ekstrak daun mengkudu dan daun tembakau efektif membunuh hama belalang, sehingga dapat diterima.
Gambar 4.2:
A. Belalang mati B. Belalang hidup
C. Tempat penangkaran A
C B
2. Kandungan Ekstrak Daun Tembakau
Kematian pada belalang kembara disebabkan oleh kandungan yang terdapat dalam ekstrak daun tembakau. Berdasarkan analisis yang dilakukan di laboratorium
Chem-Mix Pratama, Kretek, Jambidan, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta diperoleh hasil bahwa ekstrak daun tembakau mengandung senyawa nikotin sebesar 97,3 ppm
pada konsentrasi 10. Sedangkan, pada konsentrasi 20 sebesar 129,7 ppm dan 194,6 ppm pada konsentrasi 30. lampiran 4.
Menurut Megadomani 2006 nikotin merupakan zat aditif yang mempengaruhi sistem syaraf dan sistem peredaran darah. Berdasarkan hal ini
tanaman tembakau digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biopestisida untuk melawan serangga-serangga pengganggu tanaman pertanian maupun perkebunan.
Penggunaan biopestisida berbahan dasar tembakau tidak memiliki efek samping layaknya pestisida kimia yang diproduksi oleh pabrik-pabrik pada umumnya yang
dimana dapat merusak ekosistem keseimbangan tanah serta merusak ekosistem air. Menurut Rosma 2015 cara kerja nikotin menyerupai cara kerja pada asetilkolin
acethylcholine mimics.
Asetikolin adalah penghantar rangsangan pada sistem saraf pusat serangga. Nikotin memiliki efek mematikan pada serangga layaknya pestisida
kimia. Hal ini dapat dilihat dari hasil grafik data pada gambar 4.1 yang menunjukan angka kematian pada perlakuan lebih tinggi dibandingkan dengan angka kematian
pada bagian kontrol. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Kandungan Ekstrak Daun Mengkudu
Daun mengkudu memiliki kandungan senyawa kimia yang dapat menjadi zat karsinogen yaitu tanin. Hal ini juga diperkuat dengan hasil analisis kandungan tanin
pada ekstrak daun mengkudu yang dilakukan di laboratorium Chem-Mix Pratama, Kretek, Jambidan, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta sebanyak 12.8 ppm pada
konsentrasi 10 lalu 34.2 ppm pada konsentrasi 20 dan 48,6 ppm pada konsentrasi 30. lampiran 4
Menurut Sukanti, 1981 efek dari tanin pada serangga adalah gangguan syaraf yang menyebabkan perubahan perilaku serangga atau abnormal, sehingga
dapat menyebabkan kematian. Selain itu, menurut Yunita dkk
,
2009 tanin juga dapat menyebabkan keracunan perut
Oral Poison
terhadap serangga, tanin akan mengikat protein dalam sistem pencernaan yang diperlukan oleh serangga untuk
pertumbuhan dan penyerapan protein dalam sistem percernaan terganggu sehingga membuat serangga mengurangi porsi makan. Oleh sebab itu belalang yang terkena
langsung cairan ekstrak daun mengkudu akan mengalami kematian karena cairan ekstrak daun mengkudu yang mengandung senyawa tanin masuk melalui dinding
tubuh belalang atau makanan yang dimakan, sehingga mengakibatkan menyusutnya jaringan tubuh belalang dan mengalami keracunan perut sehingga belalang
mengurangi porsi makannya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Siklus hidup belalang
Siklus hidup belalang melalui tahap telur, larva, serangga dewasa. Belalang yang digunakan dalam penelitian ini berada dalam tahap serangga dewasa. Tujuan
penggunaan dari serangga dewasa agar belalang kembara mudah beradaptasi dengan lingkungan baru sehingga belalang tidak mati sebelum diberikan perlakuan. Jika
harus mengembangbiakan belalang akan menghabiskan waktu yang cukup lama sampai menjadi tahap dewasa karena masa telur menjadi larva dibutuhkan waktu
30-50 hari. Menurut Sudarsono 2008 belalang memiliki sifat cenderung untuk memberntuk kelompok yang besar dan suka berpindah-pindah migrasi. Perilaku
makan belalang kembara dewasa biasanya diwaktu hinggap pada sore hari hingga pagi hari sebelum terbang. Berdasarkan perilaku belalang inilah pemberian makan
serta perlakuan dilakukan pada pagi. Kemudian dilanjutkan dengan pengambilan data pada sore hari.
Belalang yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari alam, sehingga usia yang digunakan berbeda-beda. Menurut Sudarsono 2008 usia belalang dewasa
mencapai 50 hari. Oleh sebab itu kematian belalang dapat juga disebabkan oleh siklus hidup dari belalang tersebut.
Proses pembuatan biopestisida ini tidak terlalu rumit, hanya melakukan perendaman bahan utama dengan air lalu memisahkan antara air yang digunakan
sebagai pelarut dengan bahan baku. Namun, ada hal yang harus diperhatikan selama pembuatan biopestisida yaitu wadah yang digunakan untuk perendaman harus bersih