I. LANDASAN TEORI
Mie kering adalah mie segar yang mengalami pengeringan sampai kadar air mencapai 8-10, pengeringan umumnya dilakukan dibawah sinar
matahari atau dengan alat pengering, karena bersifat kering maka mie mempunyai daya simpan yang relatif panjang dan mudah penanganannya
Astawan ,1994. Menurut
Mahdar, dkk
1991 mie kering yang baik adalah mie yang secara kimia mempunyai nilai-nilai yang sesuai dengan persyaratan yang telah
ditetapkan oleh Departemen Kesehatan dan Departemen Perindustrian yaitu SII, berdasarkan penilaian secara fisik pada sifat adonan. Mie kering yang
disukai oleh konsumen adalah yang jalinan antar mienya bagus dan tidak lengket satu dengan yang lainya dan rasa kekenyalanya tidak terlalu kenyal
atau sedikit lunak namun tidak terlalu lembek. Tepung terigu mengandung protein yang dikenal dengan gluten, gluten
merupakan protein sederhana yang terdiri dari glutenin dan gliadin. Gliadin berpengaruh pada sifat kokoh dan mudah direntangkan. Sedangkan glutenin
bertanggung jawab terhadap sifat elastisitas dan ketegaran Widowati, 2007 Mekanisme terbentuknya gluten yang elastis adalah pada saat proses
pengulenan atau proses pengadonan akan terbentuk sifat yang elastis kohesif gluten yang berikatan dengan molekul air. Pengadonan dilakukan terus maka
akan terjadi pengenduran lebih lanjut karena adonan menjadi lembek dan lengket disebabkan terjadi pemutusan ikatan disulfida gugus sufhidril yang
berlebihan Williams, 1997.
Astawan 1991, menyatakan bahwa bahan baku utama dalam pembuatan mie pada umumnya adalah tepung terigu, karena tepung terigu di
negara Indonesia masih impor maka dilakukan suatu upaya untuk mencari
bahan lain yang dapat menggantikan sebagian tepung terigu. misalnya sukun.
Sukun adalah tumbuhan dari genus Artocarpus dalam famili Moraceae yang banyak terdapat di kawasan tropika seperti Malaysia dan Indonesia, ketinggian
tanaman ini biasanya mencapai 20 meter Mustafa, A.M., 1998. Di pulau Jawa tanaman ini dijadikan tanaman budidaya oleh masyarakat. Buahnya
terbentuk dari keseluruhan kelopak bunganya, berbentuk bulat atau sedikit bujur dan digunakan sebagai bahan makanan alternatif Heyne K, 1987.
Menurut Kartikasari 1994 adanya pergantian sebagian tepung terigu dengan tepung subtitusi adalah akan mengurangi kandungan gluten dalam
adonan sehingga menyebabkan mie mudah putus-putus dan berkurangnya kandungan kadar protein, sehingga untuk mengatasinya perlu ditambahkan
telur. Telur merupakan bahan tambahan yang sangat penting dalam
pembuatan mie, dimana telur berfungsi sebagai pengikat molekul pati atau stabilizer
yang berfungsi untuk mengikat molekul pati yang terdapat pada tepung terigu dan tepung subtitusi lain sehingga dapat membantu
pembentukan tekstur dari mie yang dihasilkan Winangun, 2007. Sedangkan menurut James E.K 1998, telur berfungsi sebagai pembantu pembentukan
jaringan protein selama pencampuran dan pengadukan adonan, sehingga dapat memperbaiki kualitas dari produk.
Dari penelitian Anggraini 2009 yang membuat mie dari tepung singkong asam diperoleh perlakuan terbaik yaitu perlakuan proporsi tepung
terigu : tapung singkong asam 70 : 30 dengan penambahan telur 20 menghasilkan produk mie kering dengan kadar air 8,6440, daya rehidrasi
61,5733, elastisitas 26,00, kadar protein 8,4296, kadar pati 58,9595, serat kasar 2.8019, pH 7,1168. Sedangkan hasil rata-rata uji hedonik
menunjukkan nilai rasa 4,53 suka, tekstur 3,20 agak suka, dan warna 2,87 agak suka.
Menurut penelitian Kartikasari. E 2006 dalam pembuatan mie basah dengan penambahan tepung ubi jalar kuning dan putih telur, berdasarkan
aspek kualitas dan kuantitas. Hasil yang disukai adalah pada penambahan putih telur sekitar 10 dengan perlakuan subtitusi tepung ubi jalar sebesar
20
J. Hipotesa